Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202402 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Lestarina
"Jual beli tanah merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan adanya peralihan hak atas tanah, sehingga dalam proses jual beli dibutuhkan suatu akta yang dibuat oleh PPAT yang berguna sebagai syarat dapat dilakukannya proses peralihan hak atas tanah. Dalam kenyataannya masih banyak jual beli tanah yang tidak dilakukan di hadapan PPAT. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pertimbangan hakim dalam pengesahan jual beli Hak Guna Bangunan yang tidak dilakukan di hadapan PPAT dan pemeliharaan data pendaftaran dengan pencatatan peralihan hak karena jual beli di kantor pertanahan setempat. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan bentuk penelitian eksplanatoris analitis. Hasil analisa adalah pertimbangan hakim mengesahkan jual beli Hak Guna Bangunan yang tidak dilakukan di hadapan PPAT telah memenuhi syarat materiil. Bahwa penjual benar pemegang hak yang menjual dibuktikan dengan sertipikat Hak Guna Bangunan atas nama penjual dan pembeli sebagai subyek telah memenuhi syarat sebagai pemegang hak serta tanah yang diperjual belikan merupakan tanah yang tidak dalam sengketa. Pemeliharaan data pendaftaran dengan pencatatan peralihan hak karena jual beli di kantor pertanahan setempat dalam hal jual beli Hak Guna Bangunan yang tidak dilakukan di hadapan PPAT, harus menggunakan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT. Untuk mempermudah peroses pemeliharaan data pendaftaran dengan pencatatan peralihan hak karena jual beli di kantor pertanahan setempat, dapat diselesaikan dengan jalur litigasi guna memperoleh ijin dan kuasa bertindak atas nama penjual dan bertindak atas dirinya sendiri.

Buying and selling is a legal act that results in the transfer of land rights, so that in the process of buying and selling a deed made by ppat that is useful as a condition of the transfer of land rights. In reality there are still many land trades that are not done in the presence of PPAT. The issue raised in this study is about the consideration of judges in the legalization of the sale and purchase of Building Rights that are not carried out before ppat and maintenance of registration data with the recording of the transfer of rights due to buying and selling at the local land office. To answer the problem, normative juridical research methods are used with analytical explanatory research forms. The result of the analysis is the consideration of the judge to authorize the sale and purchase of Building Rights that are not carried out before the PPAT has qualified materially. That the seller is the true holder of the right to sell is evidenced by the certificate of Building Rights on behalf of the seller and the buyer as the subject has qualified as the rights holder and the land sold is land that is not in dispute. Maintenance of registration data with the recording of the transfer of rights due to the sale and purchase at the local land office in the case of the sale and purchase of Building Rights that are not carried out in the presence of PPAT, must use the deed of sale and purchase made by PPAT. To facilitate the maintenance of registration data peroses with the recording of the transfer of rights due to sale and purchase at the local land office, it can be resolved by litigation to obtain permission and power of action on behalf of the seller and act on his own."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandira Vinzka Cahyagita
"Penelitian ini membahas dan menganalisis mengenai kekuatan hukum kuasa mutlak dalam peralihan hak atas tanah. Permasalahan dalam penelitian mengenai kekuatan hukum kuasa mutlak serta bagaimana tanggung jawab Notaris/PPAT terhadap akta jual beli yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak tersebut. PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun, atau membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang akan dijadikan dasar pendaftarannya. PPAT seharusnya lebih cermat dan teliti dalam memeriksa dokumen sebelum pembuatan akta tersebut. Pokok permasalahan dalam penelitian ini bahwa PPAT membuat akta jual beli berdasarkan kuasa mutlak sehingga perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang dikarenakan perbuatan tersebut merupakan penyelundupan hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan menganalisis dan menelaah norma hukum yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peralihan hak atas tanah melalui akta jual beli yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak menjadi batal demi hukum dan Notaris/PPAT harus bertanggung jawab dengan sanksi yang dapat diberikan.

This study discusses and analyzes the legal power of absolute power in the transfer of land rights. Problems in research regarding the legal power of absolute power of attorney and how is the responsibility of the Notary/PPAT regarding the sale and purchase deed made based on this absolute power of attorney. PPAT is a public official who is authorized to make authentic deeds regarding certain legal actions regarding land rights or apartment ownership rights, or to make evidence regarding certain legal actions regarding land rights that will be used as the basis for registration. PPAT should be more careful and thorough in checking documents before making the deed. The main problem in this study is that the PPAT makes a sale and purchase deed based on absolute power of attorney so that the act is a prohibited act because the act is legal smuggling. The research method used in this research is normative juridical which is carried out by analyzing and examining relevant legal norms. The results of this study indicate that the transfer of land rights through a sale and purchase deed made based on absolute power of attorney is null and void and the Notary/PPAT must be responsible for the sanctions that can be given."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahaputeri Wisnuhardjo
"Jual beli hak atas tanah merupakan suatu perjanjian, dan salah satu syarat sah perjanjian berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah kesepakatan dari para pihak. Undang-Undang Pokok Agraria juga memiliki asas yang terkandung di dalamnya mengenai jual beli, yaitu asas terang dan tunai. Syarat-syarat yang diatur dalam ketentuan tersebut bersifat kumulatif, apabila terdapat salah satu syarat tidak terpenuhi maka konsekuensinya tetap berlaku pada perjanjian yang dimaksudkan. Notaris & Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai salah satu pejabat yang berwenang dalam pengurusan jual beli hak atas tanah selain harus tunduk pada peraturan-peraturan yang berlaku mengenai peralihan hak atas tanah, juga harus tunduk pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris serta perubahannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang kemudian ditetapkan perubahannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai Akta Jual Beli yang dibuat tanpa kesepakatan dari pemegang hak dan juga pembeli hak atas tanah dapat melakukan jual beli sementara penandatanganan Akta Jual Beli pemegang hak sebelumnya dilakukan secara tidak sah. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis adalah Akta Jual Beli yang dibuat tanpa kesepakatan dari salah satu pihak merupakan tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris, dan transaksi jual beli dapat dilakukan karena itikad baik, walaupun Akta Jual Beli pemegang hak sebelumnya tidak sah. Saran dari penelitian ini adalah Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seharusnya masuk dalam pertimbangan majelis hakim, serta pengecekan lebih rinci mengenai prosesi Akta Jual Beli.

The sale and purchase of land rights is an agreement, and one of the legal terms of the agreement based on Article 1320 of the Civil Code is the agreement of the parties. The Basic Agrarian Law also has principles contained in it regarding buying and selling, namely the principle of light and cash. The conditions stipulated in these provisions are cumulative, if one of the conditions is not met, the consequences will still apply to the intended agreement. Notary & Land Deed Officer as one of the authorized officials in managing the sale and purchase of land rights in addition to having to comply with applicable regulations regarding the transfer of land rights, must also comply with Law Number 30 of 2004 concerning the Office of a Notary and its amendments Law Number 2 of 2014 concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning the Position of a Notary and also Government Regulation Number 37 of 1998 concerning Regulations for the Position of Official Making Land Deeds, which was later amended, namely Government Regulation Number 24 of 2016 concerning Amendments to Government Regulation Number 37 of 1998 concerning Position Regulations for Officials Making Land Deeds. The problem raised in this study is regarding the Sale and Purchase Deed which was made without the agreement of the rights holder and also the buyer of land rights can make a sale and purchase while the Sale and Purchase Deed of the previous right holder was carried out illegally. To answer these problems, a normative legal research method with an explanatory type of research is used. The result of the analysis is that the Sale and Purchase Deed made without the agreement of one of the parties is an unlawful act carried out by a Notary, and the sale and purchase transaction can be carried out in good faith, even though Sale and Purchase Deed the previous right holder is not valid. The suggestion from this research is that Article 1320 of the Civil Code should be taken into consideration, as well as a more detailed check on the Sale and Purchase Deed procession."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Rahadiyani Aisyah
"PPJB Lunas berdasarkan SEMA Nomor 4 Tahun 2016 telah mengalihkan kepemilikan hak yang tidak mensyaratkan adanya AJB tidak dapat menjamin bukti pengalihan hak tersebut namun tidak sesuai dengan PP no. 24 tahun 1997 yang dimana peralihan hak harus dilakukan dihadapan PPAT , hal ini menimbulkan permasalahan ketika konsumen yang telah membayar lunas akan tetapi belum meningkatkan menjadi AJB , maka dalam hal ini mengalami masalah dengan dipailitkannya atau dengan dilakukan PKPU atau kepailitan oleh developer. Ketika di pailitkan konsumen menjadi kreditur konkuren. Dalam penelitian thesis ini metodologi normative yang bersifat preskriptif dengan kualitatif yang dimana mengacu pada perundang-undangan. Kesimpulan dari tesis ini bahwa bagi konsumen yang sudah memiliki PPJB lunas masih belum memiliki kepastian hukum tentang peralihan hak milik dan memiliki kendala dalam memperoleh kepemilikan haknya yang dimana PPJB bisa terhapus dan konsumen harus meminta untuk mengeluarkan dari boendel pailit serta meminta kepada curator untuk membantu mengeluarkan dari boendel pailit dan melanjutkan kepemilikan konsumen untuk dapat memperoleh Akta. Maka dalam hal ini disarankan ada pengaturan untuk mengatur jarak jangka waktu antara PPJB ke AJB serta Serta agar lebih meninjau tentang melindungi konsumen bahwa lebih disarankan jika dalam Undang-undang PKPU dan Kepailitan mewajibkan curator untuk memerhatikan pada pihak konsumen yang memiliki PPJB lunas sehingga konsumen tidak perlu dipermasalahkan untuk masuk ke dalam tagihan menjadi boendelpailit.

PPJB already paid off based on Supreme Court Circular (SEMA) Number 4 of 2016 has transferred ownership of rights without requiring the existence of a Deed of Sale and Purchase (AJB), cannot guarantee proof of the transfer of rights because it is not in accordance with Government Regulation (PP) Number 24 of 1997 where the transfer of rights must be carried out in front of the Official Land Deed Maker (PPAT), this causes problems when consumers who have paid in full but have not yet upgraded to AJB will face bankruptcy or by an act from Developer which doing PKPU or bankruptcy. When bankrupt, consumers become concurrent (unsecured) creditors. This thesis research uses a normative methodology that is prescriptive and qualitative that refers to legislation. The conclusion of this thesis is that for consumers who have a PPJB already paid off still do not have legal certainty about the transfer of ownership and have obstacles in acquire right of ownership where the PPJB can be eresed and consumers must ask to be removed from the boedel bankruptcy and ask the curator to help remove from the boedel bankruptcy and continue the consumer's ownership to acquire an AJB. So in this case, it is recommended that there is an regulation to regulate the period of time between PPJB and AJB and to further review consumer protection by suggesting that in the Bankruptcy Law more requires curators attention to consumers who have paid off PPJB, so that consumers do not need to be put into boedel bankruptcy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Veratiwi
"ABSTRAK
Perkembangan zaman dan teknologi telah memasuki berbagai sektor lini kehidupan di masyarakat Indonesia saat ini, termasuk di dalam bidang pendaftaran tanah. Berbagai pengaturan mengenai pendaftaran tanah telah diundangkan dari waktu ke waktu yang dimana terakhir diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Namun demikian, permasalahan pendaftaran tanah masih kerap kita temukan di berbagai wilayah di Indonesia. Salah satu kasus yang dijumpai adalah adanya perbedaan sistem pemetaan yang digunakan oleh Badan Pertanahan Nasional dalam rangka penerbitan sertipikat hak atas tanah khususnya tentang metode pemetaan manual dan digital, dimana pada akhirnya menyebabkan sengketa pertanahan. Sehubungan dengan hal tersebut, dampak yang ditimbulkan salah satunya adalah ketiadaan kepastian hukum bagi penanam modal yang akan berinvestasi di Indonesia yang tentu memiliki dampak domino terhadap perekonomian di Indonesia antara lain ketiadaan pembukaan lapangan kerja, mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak dan terhambatnya pemerataan pembangunan dan perekonomian di Indonesia. Setelah dilakukan penelitian oleh penulis, permasalahan pendaftaran tersebut disebabkan oleh karena belum adanya sinkronisasi dan kesamaan sistem pemetaan yang digunakan antar kantor pertanahan di Indonesia. Selain itu, masih belum adanya landasan hukum yang memaksa para pemilik sertipikat hak atas tanah untuk menyesuaikan wilayah dalam sertipikatnya ke dalam sistem pemetaan digital. Dengan masih belum sempurnanya sistem pendaftaran tanah di Indonesia saat ini, maka kehati-hatian dan penelitian yang mendalam sebelum melakukan transaksi pembelian atau akuisisi tanah sangat perlu dilakukan khususnya bagi penanam modal yang akan melakukan kegiatan usahanya di Indonesia. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melakukan legal due diligence dengan memeriksa secara menyeluruh dan komprehensif seluruh data-data terkait dengan tanah yang akan dibeli.

ABSTRACT
The development of the era and technology has entered various sectors of the Indonesian societies 39 life recently, including in the field of land registration. Various regulations on land registration have been enacted from time to time which was lastly stipulated in the Government Regulation Number 24 of 1997. However, the issues of land registration are still often found in various regions in Indonesia. One of the cases encountered was different of mapping systems used by the National Land Agency for the issuance of land rights certificates, particularly in the transition from manual mapping method to digital mapping methods, which ultimately led to land disputes. In relation to this, one of the impact is the lack of legal certainty for investors who are going to invest in Indonesia which may raise a domino effect on the economy in Indonesia, among others, the absence of job openings, the reduction of state revenues from the tax sector and stranded the equity of development and economy in Indonesia. After conducting research by the writer, the registration issues may be caused by the lack of synchronization and harmonization of mapping system used among land offices in Indonesia. Furthermore, there is still no legal basis which forces the owners of land titles certificates to adjust the territory in their certificates into the digital mapping system. With the incomplete of the land registration system in Indonesia nowadays, prudent and thorough research prior to entering into a transaction of land purchase or acquisition is necessary to be conducted, especially for investors who will carry out their business activities in Indonesia. One of the ways that can be done is to do legal due diligence by checking thoroughly and comprehensively all the data related to the land to be purchased."
2017
T49148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ashilah Chalista
"Jual beli tanah yang dilakukan secara lisan seringkali masih ditemui dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya masyarakat pedesaan yang belum terdapat banyak PPAT di daerahnya. Peralihan hak atas tanah secara lisan dapat menimbulkan berbagai permasalahan di kemudian hari oleh karena minimnya bukti-bukti yang dapat menerangkan mengenai peristiwa tersebut. Salah satu permasalahan yang dapat timbul adalah ketika kemudian hari ternyata pembeli ingin menghibahkan hak atas tanah di hadapan PPAT. Dalam penelitian ini dianalisis dan ditelaah mengenai kekuatan hukum jual beli tanah yang dilakukan secara lisan ketika akan dilakukan peralihan hak setelahnya, keabsahan pembuatan akta hibah oleh PPAT Sementara, serta pertanggungjawaban dibatalkannya akta hibah dengan menggunakan studi kasus dalam Putusan Nomor 95 K/Pdt/2021. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dengan tipe penelitian perskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jual beli tanah yang dilakukan secara lisan mengikat para pihak secara terbatas. Tidak adanya alat bukti yang dimiliki menjadikan jual beli tidak mempunyai kekuatan hukum di muka pengadilan. Penghibahan yang dilakukan juga tidak sah oleh karena tidak terpenuhinya persyaratan-persyaratan hibah sebagaimana diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan PMNA No 3 Tahun 1997. PPAT Sementara yang menerbitkan akta hibah hanya berlandaskan pada SPPT PBB yang dimiliki oleh pemberi hibah, padahal SPPT PBB bukanlah bukti kepemilikan hak atas tanah. Atas hal tersebut, PPAT Sementara dapat dimintai pertanggungjawaban, baik dalam aspek perdata maupun secara administratif.

The oral land transactions are still often encountered in community life, especially in rural areas where there are not many Land Deed Officials (PPAT) available. The transfer of land rights orally can lead to various issues in the future due to the lack of evidence that can explain the event. One of the issues that may arise is when, in the future, the buyer wishes to donate the land rights through PPAT. In this research, an analysis and examination were conducted regarding the legal validity of land transactions conducted verbally when transferring ownership rights thereafter, the validity of the process carried out by the Temporary Land Deed Official (PPAT Sementara) in the creation of a deed of gift, and the accountability for the cancellation of the deed of gift using a case study in Decision Number 95 K/Pdt/2021. This study employs a doctrinal method with a descriptive research type. The results indicate that land transactions conducted verbally bind the parties involved to a limited extent. The lack of supporting evidence renders such transactions unjustifiable in court. The act of giving is also deemed invalid due to the failure to fulfill the requirements for a gift as stipulated in Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration and PMNA No. 3 of 1997. The PPAT Sementara issuing the deed of gift is solely based on the Land and Building Tax Payment Receipt (SPPT PBB) held by the donor, although the SPPT PBB does not serve as proof of ownership rights to the land. Therefore, the PPAT Sementara can be held accountable, both in terms of private law and administratively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Evangelista
"Penelitian ini adalah mengenai peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah secara adat berdasarkan ketentuan hukum tanah nasional dan peraturan-peraturan terkait. Peralihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang bertujuan untuk memindahkan hak dari suatu pihak ke pihak lain. Pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah mengenai kekuatan hukum peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah secara adat yang dilakukan secara lisan dan perlindungan hukum bagi penerima hibah berdasarkan hibah secara adat. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa hibah atas tanah secara adat adalah sah namun hanya mengikat kepada para pihak dalam hibah tersebut. Berdasarkan Pembahasan dalam tesis ini dalam hal pemberian hibah, suatu peralihan hak atas tanah dibuktikan dengan dibuatnya Akta pejabat pembuat akta tanah karena tanpa akta tersebut, hibah tersebut hanya akan mengikat pihak para pihak dan pihak penerima hibah akan mengalami kesulitan dalam pendaftaran peralihan haknya di Kantor Pertanahan dan mengingat sifat tanah sebagai benda tetap yang harus didaftarkan untuk memenuhi asas publisitas dan guna melakukan suatu balik nama sertipikat tanah, Kantor Pertanahan tetap melakukan prosedur secara formil

This thesis discusses the transfer of land rights based on customary grants based on the provisions of national land law and related regulations. The transfer of land rights is a legal act that aims to transfer rights from one party to another. The main problem in writing this thesis is regarding the legal force of the transfer of land rights based on traditional grants that are carried out orally and legal protection for grantees based on traditional grants. The writing of this thesis uses a normative juridical research method with a descriptive analytical research typology. From the research results, it can be seen that traditional land grants are valid but only binding on the parties to the grant. Based on the discussion in this thesis, there are still many people in Blora Regency who make grants without a deed of the official making the land deed and only witnessed by the head of the hamlet without any written evidence. In the case of grants, a transfer of land rights is evidenced by the making of an official deed of land deed because without the deed, the grant will only bind the parties and the recipient of the grant will experience difficulties in registering the transfer of rights at the Land Office and considering the nature of the land as fixed objects that must be registered to fulfill the principle of publicity and to carry out a transfer of title to a land certificate, the Land Office continues to carry out formal procedures"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadzillah Sariyadi
"Suatu perjanjian pinjam pakai tidak diperlukan suatu peralihan hak karena pemilik mutlak dari objek yang diperjanjian adalah pemberi pinjaman. Kemudian sebagaimana perjanjian pada umumnya, perjanjian pinjam pakai haruslah memenuhi syarat sah suatu perjanjian sebagaimana dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Suatu perjanjian yang dibuat dihadapan Notaris dimaksudkan untuk kepentingan pembuktian di Pengadilan dan untuk meminimalisir sengketa dikemudian hari. Namun, Notaris dalam membuat suatu akta sering kali terdapat klausula yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan sehingga berakibat akta tersebut batal demi hukum. Permasalahan dalam tesis ini adalah akibat hukum dan tanggung jawab Notaris dengan adanya akta perjanjian kerjasama yang memuat klausula pinjam pakai sertifikat untuk dijaminkan dan peralihan hak atas objek tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dilakukan penelitian hukum dengan pendekatan yuridis normatif dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, sifat penelitian ini penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat suatu individu. Hasil analisa adalah akibat dari suatu akta kerjasama yang mengandung klausula yang bertentangan dengan undang-undang adalah batal demi hukum dan tanggung jawab Notaris terhadap akta tersebut yaitu Notaris dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administrasi, sanksi perdata maupun dapan dikenakan sanksi pidana. Seharusnya Notaris sebagai orang kepercayaan masyarakat menjaga kepentingan dengan segala kewajiban serta dapat menentukan konstruksi hukum yang tepat dalam pembuatan akta.

A loan for use does not require a land right transitional because the absolute owner of the object in agreement is the lender. Then as a general agreement, A loan for use must be qualifying with the legal conditions of agreement as referred in Article 1320 The Book of Civil Code. An agreement considered made in front of Notary, intended for the importance of evidence in court or to minimize disputes at a later time. However, Notary in making authentic deed often have clauses that are not accordance with the laws and regulations and that the deed is null and void. Issues in this thesis are the legal consequences and responsibility of notary with the existence of a cooperatioan deed containing a loan for using certificates for gurantee and right transfer to the object. To answer these problems, legal research is carried out with a normative juridical approach by examining mere literature or secondary data, the nature of this research is descriptive research aimed at describing the exact nature of an individual. The results of the analysis are the legal consequences from a deed containing a clause that is against the law is null and void and the responsibility of notary with A loan for use deed that is notary may be subject to sanctions can be administrative sanctions, civil sanctions, and criminal sanctions. Notary as a peson public trust must safeguard the interests with all obligations and be able to determine the appropriate legal construction in making the deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febyola Berlyani Sugiarto
"Dalam rangka memberikan kepastian hukum maka peralihan hak atas tanah melalui jual beli harus dituangkan dalam Akta Jual Beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun apabila persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang belum dipenuhi maka dapat dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sebagai perjanjian pendahuluan. Dalam kenyataannya, PPJB sering disalahgunakan untuk menutupi perbuatan hukum yang tidak seharusnya dilakukan guna mengalihkan kepemilikan hak atas tanah, yaitu melalui pencantuman klausula “membeli kembali” sebagaimana ditemukan dalam kasus yang ada pada Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 215/PDT/2021/PT.SMG. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan akibat hukum dari PPJB yang mengandung klausula “membeli kembali” serta tanggung jawab PPAT dalam pembuatan akta jual beli (AJB) berdasarkan PPJB yang mengandung klausula “membeli kembali”. Penelitian hukum doktrinal ini dilakukan untuk menjawab kedua masalah tersebut. Data sekunder yang dikumpulkan melalui studi dokumen (kepustakaan), selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dinyatakan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, akibat hukum dari PPJB yang mengandung klausula “membeli kembali” menurut putusan hakim a quo adalah sah dan mengikat. Namun putusan tersebut tidak tepat, karena PPJB dengan klausula “membeli kembali” tidak dikenal dalam Hukum Adat, selain itu juga merupakan suatu penyelundupan hukum yang menjadikan isi PPJB tersebut mengandung unsur penyalahgunaan keadaan, kausa terlarang, dan pelanggaran iktikad baik sehingga mengakibatkan PPJB menjadi cacat hukum dan seharusnya batal demi hukum. Adapun AJB yang dibuat berdasarkan PPJB semacam itu juga menjadi tidak sah, terlebih dalam pembuatan AJB di hadapan PPAT pihak penjual tidak dihadirkan, oleh karena itu AJB tersebut tidak memenuhi syarat formiil sehingga harus dinyatakan batal demi hukum; Kedua, tanggung jawab PPAT dalam pembuatan AJB berdasarkan PPJB yang mengandung unsur cacat hukum adalah tanggung jawab secara perdata. Hal ini disebabkan karena PPAT telah lalai dalam membuat AJB tanpa memperhatikan keabsahan dokumen yang berkaitan dengan AJB, selain itu juga tidak dihadirkannya salah satu pihak pada saat pembuatan AJB. Namun PPAT dalam kasus yang ada dalam putusan a quo telah meninggal dunia sehingga pertanggungjawaban secara perdata yang harus ditanggung oleh PPAT menjadi gugur.

In order to provide legal certainty, the transfer of land rights through buying and selling must be stated in the Sale and Purchase Deed before the Land Deed Making Officer (PPAT). However, if the requirements specified by law have not been met, a Sale Purchase Agreement (PPJB) can be made as a preliminary agreement. In reality, PPJB is often misused to cover up legal actions that should not have been taken to transfer ownership of land rights, namely through the inclusion of a “buy back” clause as found in the case in the Semarang High Court Decision Number 215/PDT/2021/PT. SMG . The issues raised in this study are related to the legal consequences of the PPJB which contains a "buy back" clause and the PPAT's responsibility in making a sale and purchase deed (AJB) based on the PPJB which contains a "buy back" clause. This doctrinal legal research was conducted to answer these two problems. Secondary data collected through document study (library), then analyzed qualitatively. From the results of the analysis, several things can be stated as follows: First, legal consequences of the PPJB which contains a "buy back" clause according to the judge's decisiona quo is valid and binding. However, this decision is not correct, because the PPJB with the "buy back" clause is not recognized in customary law, besides that it is also a law smuggling which makes the contents of the PPJB contain elements of misuse of circumstances, prohibited causes, and violations of good faith so that the PPJB becomes legally flawed and should be null and void. As for AJB made based on such PPJB also becomes invalid, especially in the making of AJB before the PPAT the seller is not presented, therefore the AJB does not meet the formal requirements so it must be declared null and void; Second, PPAT's responsibility in making AJB based on PPJB which contains elements of legal defects is a civil responsibility. This was because the PPAT had neglected to make the AJB without regard to the validity of the documents related to the AJB, besides that one of the parties was not present at the time the AJB was made. But PPAT in the case that is in the decisiona quo has passed away so that the civil liability that must be borne by the PPAT is null and void."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Urip Santoso
Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011
343.054 URI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>