Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131338 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elvira
"Pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) pada praktiknya banyak menimbulkan permasalahan, salah satunya disebabkan oleh muatan Klausul Hak Membeli Kembali yang memberikan hak kepada Penjual untuk dapat membeli kembali objek tanah dan bangunan yang telah dijualnya kepada Pembeli. Beberapa Yurisprudensi terkait pencantuman Hak Membeli Kembali dalam jual beli tanah memutuskan untuk melarang penggunaannya sebab berpotensi menimbulkan penyelundupan hukum. Namun sampai dengan saat ini tidak ada peraturan yang mengatur kebolehan atau larangan penggunaan hak tersebut, oleh karenanya banyak menimbulkan permasalahan, salah satunya adalah kasus pada Putusan Peninjauan Kembali Nomor 539 PK/Pdt/2020 di mana hakim justru menyatakan sah dan mengikat atas Akta PPJB yang memuat Klausul Hak Membeli Kembali. Berangkat dari hal tersebut maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai alasan dikategorikannya PPJB dengan Hak Membeli Kembali sebagai penyelundupan hukum serta analisis Putusan PK tersebut yang memperbolehkan penggunaan Hak Membeli Kembali dalam PPJB. Untuk menjawab permasalahan digunakan bentuk metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipologi penelitian preskriptif. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa PPJB dengan Hak Membeli Kembali merupakan bentuk penyelundupan hukum kepemilikan tanah karena memenuhi unsur-unsurnya yaitu adanya perbuatan hukum penundukan kepada lembaga PPJB dengan Hak Membeli Kembali dengan cara menghindari lembaga utang- piutang dengan jaminan kebendaan dan ada niat untuk mencapai tujuan tertentu untuk memperoleh keuntungan. Selanjutnya terkait analisis putusan didapatkan hasil bahwa putusan tersebut tidak tepat karena melanggar Asas Kebebasan Berkontrak, Asas Iktikad Baik, Asas Keadilan, dan Asas Kesesuaian dengan Hukum Adat. Oleh karenanya untuk mencegah permasalahan serupa terjadi kembali diharapkan adanya pengaturan mengenai PPJB secara khusus serta kejelasan atas penggunaan Hak Membeli Kembali pada transaksi tanah.

The Deed of Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB Deed) has already caused many problems, one of which is caused by the content of The Right of Buy Back Clause that gives the Seller right to buy back the land and building objects that he has been sold to the Buyer. Several precedents related to the use of The Right of Buy Back in the Sale and Purchase agreement decided to prohibit its use because it may lead to legal smuggling. However, there has not been a single regulation to permit or prohibit the use of these right yet. As a result it causes many problems, for example is the case on the Judicial Review Decision Number 539 PK/Pdt/2020. The judge of such Decision declared that the PPJB Deed with The Right of Buy Back Clause was valid and binding. Based on that situation, the problems in this study are the reasons why PPJB Deed with The Right of Buy Back Clause can be categorized as a legal smuggling of land ownership and the analysis of Judicial Review Decision which permit the use of The Right of Buy Back. In term of answering the problem, a normative juridical legal research method is used with a prescriptive research typology. The research’s analysis show that PPJB Deed with Buyback Right is a form of legal smuggling of land ownership because the parties deliberately use PPJB with Buyback Right instead of using debt agreement with material guarantees, and also there is an intention party to achieve certain goals to make a profit. Furthermore, regarding the analysis of the Judicial Review Decision was found that it is not correct because it is against the principles of freedom of contract, the principle of good faith, the principle of justice, and the principle of conformity with customary law. Therefore, to prevent similar problems from happening again, it is hoped that there will be regulations regarding PPJB Deed specifically and clarity on the use of the Buyback Right in term of land transaction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beta Avissa
"Salah satu bentuk peralihan hak atas tanah yaitu melalui perbuatan jual beli, dalam pelaksanaannya diperlukan adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum sehingga perjanjian jual beli dilakukan di hadapan PPAT. Banyaknya kasus mengenai jual beli tanah yang melanggar hukum, menunjukan pentingnya pembahasan mengenai perbuatan PPAT yang mengalihkan hak atas tanah menggunakan akta jual beli yang didasari perikatan jual beli cacat hukum yang termuat dalam Putusan Pengadilan Negeri No 150/Pdt.G/2019/PN.JKT.TIM. Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai keabsahan akta jual beli yang dibuat dengan dasar perikatan jual beli cacat hukum, dan pertimbangan hakim terkait keabsahan akta jual beli tersebut. Untuk menjawab kedua permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dan dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa keabsahan akta jual beli yang pembuatannya didasari perikatan jual beli cacat hukum yang disebabkan tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian mengenai kesepakatan, kecakapan, dan kausa yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata, tidak terpenuhinya sifat tunai dan terang jual beli menurut hukum adat, serta tidak terpenuhinya syarat materil dan formil jual beli yang diatur dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No 123K/Sip/1970, mengakibatkan akta jual beli tersebut batal demi hukum, sedangkan perbuatan PPAT tersebut dinilai lalai dalam menjalankan tugas. Kemudian majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan batal akta jual beli tersebut dan menyatakan PPAT R melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, PPAT dalam melakukan peralihan hak atas tanah sebelum dibuatkannya akta jual beli seharusnya lebih hati-hati, teliti dan mempelajari keabsahan dokumen, keabsahan perbuatan hukum, untuk menghindari adanya pembatalan akta dikemudian hari.

This research discusses the validity of the Sales and Purchase Deed. One of the cases that became the issues in this research is the act of the Land Titles Registrar (PPAT)’s who transfers land rights using a sales and purchase deed which was based on a legally flawed sales and purchase agreement listed in the District Court Decision No.150/Pdt.G/2019/PN.JKT.TIM. The issues in this research are regarding the validity of the sales and purchase deed which was made based on the basis of a legally flawed sales, and purchase agreement and regarding the judge's consideration regarding the validity of the sales and purchase deed. To answer those issues, this research used normative juridical research methods and analyzed using the qualitative data analysis. The results of the analysis are that the validity of the Sales and Purchase Deed, which is made based on a legally flawed sales and purchase agreement caused by the non-fulfillment of the subjective elements of the validity of the agreement and the material requirements of the sales and purchase resulted in the cancellation of the sale and purchase deed, while the the Land Titles Registrar/PPAT’s action was considered negligent in carrying out its duties. Then the judges in their consideration, declared that the Sales and Purchase Deed is canceled and declared that Land Titles Registrar/PPAT R had committed an act against the law. Therefore, in transferring the land rights before the sale and purchase deed is drawn up, the Land Titles Registrar/PPAT should be more careful, thorough and study the validity of documents, the validity of legal acts, to avoid any claims for cancellation of the deeds that have been made."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abdoel Aziz
"Tesis ini membahas setoran pajak dalam pembuatan akta otentik. Berdasarkan Putusan
Pengadilan Negeri Cibinong Nomor 158/Pid.Sus/2019, TL divonis bersalah karena
terbukti melakukan tindak pidana perpajakan berupa pemalsuan surat setoran PPh dan
BPHTB. Tindak pidana tersebut dapat dilakukan dikarenakan ia mengetahui bahwa
PPAT yang mempekerjakan dirinya yakni PPAT MS lalai mengecek surat setoran PPh
dan BPHTB yang diserahkan olehnya. Terkhusus untuk PPh, PPAT MS juga lalai
mengecek surat setoran PPh yang ia terima telah dilakukan penelitian terhadapnya atau
belum. Untuk itu, dalam tesis ini akan dibahas mengenai tanggung jawab PPAT terhadap
setoran pajak dalam pembuatan akta otentik dan juga tanggung jawabnya dalam hal
tersebut berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor 158/Pid.Sus/2019.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan
studi dokumen melalui penelusuran literatur atas data sekunder. Metode pendekatan
analisis yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Dari penelitian yang dilakukan
diketahui bahwa tanggung jawab PPAT terhadap setoran pajak dalam pembuatan akta
otentik adalah dalam hal BPHTB PPAT wajib menerima surat setoran pajak sebelum
membuatkan akta otentik. Sedangkan untuk PPh, PPAT juga wajib memastikan
bahwasanya telah dilakukan penelitian terlebih dahulu terhadap surat setoran PPh yang
diserahkan kepadanya. Apabila seorang PPAT mengabaikannya, maka ia dapat
dikenakan sanksi administratif dan dimungkinkan juga untuk dituntut kerugian atas
kelalaiannya. Atas kelalaian PPAT MS tidak mengecek apakah surat setoran PPh yang
diterima olehnya telah diteliti terlebih dahulu atau belum, maka PPAT MS dapat dimintai
pertanggungjawaban secara administratif dan perdata. Pertanggungjawaban secara
administratif adalah dengan dikenakan sanksi administratif. Sedangkan
pertanggungjawaban secara perdata dalam hal ini dituntut ganti kerugian melalui gugatan
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Penelitian ini kemudian memberikan saran
agar PPAT senantiasa menjalankan ketentuan yang mengikat dirinya dalam hal menerima
surat setoran PPh dan BPHTB dan mengecek surat setoran PPh sudah dilakukan
penelitian atau belum. Pengecekan tersebut harus dilakukan karena merupakan tanggung
jawabnya dan apabila diabaikan maka ia dapat dikenakan sanks

This thesis discusses tax payments in making authentic deeds. Based on the Decision of
the Cibinong District Court Number 158 / Pid.Sus / 2019, TL was convicted of being
convicted of a tax crime in the form of forgery of income tax and BPHTB deposits. The
criminal act could be committed because he knew that the PPAT who employed him,
namely PPAT MS, failed to check the PPh and BPHTB deposit letters that were submitted
by him. Particularly for PPh, PPAT MS also neglected to check the income tax deposit
that he received had researched on it or not. For this reason, this thesis will discuss the
PPAT's responsibility for tax payments in making authentic deeds and also its
responsibilities in this regard based on the Cibinong District Court Decision Number 158
/ Pid.Sus / 2019.. The research method used in this research is normative juridical, with
study through literature for searching secondary data. The analytical approach method
that used in this research is qualitative approach. From the research conducted, it is
known that the PPAT responsibility for tax payments in making authentic deeds is in the
case that BPHTB PPAT is obliged to receive a tax payment letter before making an
authentic deed. As for PPh, PPAT is also obliged to ensure that an examination has been
made of the PPh deposit letter submitted to him. If a PPAT ignores it, then he can be
subject to administrative sanctions and it is also possible to sue for losses for his
negligence. For the negligence of PPAT MS not to check whether the PPh deposit letter
received by him has been examined or not, then PPAT MS can be held accountable
administratively and civil. Administrative responsibility is subject to administrative
sanctions. Meanwhile, civil liability, in this case, requires compensation through a claim
for default and actions against the law. This research then provides suggestions for PPAT
to always carry out the provisions that bind itself in terms of receiving PPh and BPHTB
deposit letters and checking the PPh deposit documents whether research has been
carried out or not. This check must be carried out because it is his responsibility and if it
is ignored, he will be subject to sanctions
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christy Monaita Martanti
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu dalam hal peralihan hak atas tanah, salah satunya yaitu akta jual beli. Dalam peraturannya telah diatur bahwa tidak diperbolehkan membuat akta jual beli dengan blanko kosong. Dalam hal ini ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dalam pembuatan akta jual beli dengan blanko kosong sehingga berimplikasi pada perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Tesis ini membahas tanggung jawab PPAT sebagai pejabat umum terhadap pembatalan akta jual beli akibat perbuatan melawan hukum serta akibat hukumnya. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif. Hasil pembahasan ini adalah PPAT bertanggung jawab terhadap perbuatan melawan hukum membuat akta jual beli dengan blanko kosong: (1) Tanggung jawab PPAT bersangkutan terdiri dari tanggung jawab administrasi berupa pengenaan sanksi administrasi pemberhentian sementara dari jabatannya dan tanggung jawab pidana berupa pengenaan sanksi pidana. (2) Akibat hukum terhadap akta jual beli yang dinyatakan batal demi hukum oleh suatu putusan pengadilan yaitu akta tersebut dianggap tidak pernah ada. Artinya sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli. Pengurusan dilakukan dengan membuat akta pembatalan jual beli tanah, yang akan ditindak lanjuti oleh Kantor Pertanahan untuk dilakukan pencabutan dan pembatalan sertipikat yang telah terbit sebelumnya. Pembatalan sertipikat akan mengembalikan status tanahnya ke keadaan semula sebelum dilakukan peralihan hak. Sehingga nama pemegang hak akan kembali ke nama pemegang hak semula.

The Land Deed Maker Official (PPAT) is a public official who is authorized to make authentic deeds regarding certain legal actions in terms of the transfer of land rights, one of which is the deed of sale and purchase. In the regulations it has been regulated that it is not allowed to make a deed of sale with a blank form. In the case, a violation was found by PPAT in making a deed of sale and purchase with a blank form so that it had implications for unlawful acts (onrechmatige daad). This thesis discusses PPAT’s responsibility as a public official for the cancellation of the sale and purchase deed due to unlawful acts and the legal consequences. The research method used in normative legal research. The results of this discussion are that the PPAT is responsible for unlawful acts of making a blank sale and purchase deed: (1) The related PPAT’s responsibilities consist of administrative responsibility in the form of imposition of administrative sanctions for dismissal from his position and crimical responsibility in the form of imposition of criminal sanctions. (2) The legal consequence of the deed of sale which is declared null and void by a court decision is that the deed is deemed to have never existed. That is, from the beginning the law considered that there had never existed. That is, from the beginning the law considered that there had never been a sale and purchase. Managenemt is carried out by making a deed of sale and purchase of land, which will be followed up by the Land Officer for revocation and previously a certificate that has been issued previously. Cancellation of the certificate will return the land status to its original state before the title song was carried out. So that the name of the right holder will return to the name of the original right holder."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Gumilar
"Kebijakan Sertipikasi Lahan secara masif dilakukan pemerintah sejak tahun 2017 hingga saat ini, kebijakan Sertipikasi lahan selain untuk memberikan kepastian hukum diharapkan mampu dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai salah satu akses modal terutama sektor pertanian. Penelitian ini membahas pengaruh Sertipikasi Lahan terhadap produksi padi wilayah Indonesia. Riset ini menerapkan analisis regresi data panel yang menganalisis Kebijakan Sertipikasi lahan pada satuan tingkat Kabupaten/Kota dengan periode tahun 2017 hingga tahun 2020. Temuan riset membuktikan jika tidak ditemukan pengaruh yang signifikan oleh Sertipikasi Lahan, Curah Hujan, maupun Angkatan Kerja sektor pertanian. Variabel yang memiliki dampak signifikan terhadap produksi padi adalah luas lahan pertanian. Dengan demikian, riset ini sejalan dengan riset terdahulu dengan pembuktian apabila tidak ada perbedaan signifikan pada produktivitas usaha tanipadi akibat adanya perubahan status kepemilikan tanah pada rumah tangga usaha tani padi di Indonesia. Namun pemerintah perlu menaruh perhatian berlebih pada kebijakan yang dapat meningkatkan luas lahan pertanian, karena secara empiris dan signifikan dapat meningkatkan produksi sektor pertanian di Indonesia.

The Land Titling policy has been massively carried out by the government since 2017 until now, the land Sertipication policy in addition to providing legal certainty is expected to be utilized by the community as one of the access to capital, especially the agricultural sector. This research discusses the effect of land certification on rice production in Indonesia. This research applies panel data regression analysis that analyzes the Land Sertipication Policy at the Regency / City level unit with the period 2017 to 2020. The research findings prove that there is no significant influence by land certification, rainfall, or labor force in the agricultural sector. The variable that has a significant impact on rice production is the size of agricultural land. Thus, this research is in line with previous research by proving that there is no significant difference in the productivity of rice farming due to changes in land ownership status of rice farming households in Indonesia. However, the government needs to pay more attention to policies that can increase the size of agricultural land, because empirically and significantly it can increase the production of the agricultural sector in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Eko Prayitno
"Reforma agraria yang dilaksanakan saat ini, masih difokuskan pada penataan struktur pemilikan dan penguasaan tanah, yang ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang mata pencaharian utamanya bergantung pada tanah, sedangkan perlindungan lingkungan hidup belum secara optimal dijadikan pertimbangan dan/atau tujuan dalam desain program dan kebijakannya. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis bagaimana pelaksanaan reforma agraria di Indonesia dikaitkan dengan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat dan perlindungan lingkungan hidup, kemudian berdasarkan analisis tersebut akan dirumuskan redesain reforma agraria dalam rangka menyeimbangkan kepentingan kesejahteraan dan perlindungan lingkungan hidup. Penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual, normatif, historis, dan komparatif untuk menjawab permasalahan yang diajukan. Hasil Penelitian ini menunjukkan, meskipun UUPA sudah mengakomodasi perlindungan lingkungan hidup, tetapi dalam pelaksanaannya masih difokuskan untuk kepentingan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, sedangkan perlindungan lingkungan hidup belum menjadi pertimbangan dan tujuan pelaksanaan reforma agraria. Secara dampak, reforma agraria memiliki dampak positif dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, terhadap perlindungan lingkungan hidup, reforma agraria dapat berpotensi merusak ekosistem hutan, jika tidak dilakukan secara cermat dan hati-hati. Hal ini mengingat, saat ini, objek reforma agraria bertumpu pada kawasan hutan, baik yang dilakukan melalui TORA maupun perhutanan sosial, mencapai 16,8 juta hektar atau 77,4% dari total 21,7 juta hektar. Untuk itu, untuk menyeimbangkan kepentingan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan lingkungan hidup, reforma agraria harus diredesain dengan: (a) mengintegrasikan nilai-nilai dan semangat UUPA dan Pancasila dalam perencanaan kebijakan dan programnya; (b) mengintegrasikan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan hidup sebagaimana mandat TAP MPR IX/2001 dan UUPPLH dalam perencanaan kebijakan dan programnya; (c) memperkuat penataan ruang dalam reforma agraria dengan mengaplikasikan LUCIS; (d) memperkuat kelembagaan reforma agraria yang dipimpin langsung oleh presiden; dan (e) mengintegrasikan pendanaan reforma agraria melalui BPDLH untuk sinergi dalam perlindungan lingkungan hidup, sekaligus menjamin keberlanjutan pendanaannya.

The current agrarian reform is still focused on structuring land ownership, which is aimed to improve the standard of living of people whose main livelihoods depend on land, while environmental protection has not been optimally taken into consideration and/or objective in its design of programs and policies. This study aims to analyze the implementation of agrarian reform in Indonesia, and its impact on community welfare and environmental protection. Based on those analysis, this study will formulate agrarian reform redesign in order to balance the interests of community welfare and environmental protection. This study uses a conceptual, normative, historical, and comparative approach to answer the problems posed. The results of this study indicate that although the UUPA/Agrarian Act has accommodated environmental protection, but in its implementation is still focused on the interests of the economy and community welfare, while environmental protection has not become a consideration and/or objective of the agrarian reform. In terms of impact, agrarian reform has a positive impact in realizing community's welfare. However, with regard to environmental protection, agrarian reform can potentially damage forest ecosystems, if not carried out carefully. This is because, currently, the object of agrarian reform relies on forest areas, both through TORA and social forestry, reaching 16.8 million hectares or 77.4% of the total target of 21.7 million hectares. Therefore, to balance the interests of community welfare and environmental protection, agrarian reform must be redesigned by: (a) integrating the values and spirit of the UUPA and Pancasila in its policy and program; (b) integrating the principles of environmental protection as mandated by TAP MPR IX/2001 and UUPPLH in its policy and program; (c) strengthening spatial planning in agrarian reform by applying LUCIS; (d) strengthening agrarian reform institutions led directly by the president; and (e) integrating agrarian reform’ funding through BPDLH to synergies in environmental protection, as well as ensuring the sustainability of its funding."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adara Skyla Sakinah
"Ketentuan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) seringkali disalahgunakan oleh masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peristiwa hukum perjanjian utang dengan jaminan hak atas tanah 送ang dikemas dalam bentuk PPJB dengan klausul ƒhak membeli kembali ƒang bertujuan untuk mengalihkan kepemilikan tanah debitur kepada kreditur jika debitur wanprestasi. Adapun, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah akibat hukum perjanjian utang yang dibuat sebagai perjanjian jual beli hak atas tanah dengan hak membeli kembali, keabsahan Akta Jual Beli (AJB) jika PPJB yang mendasarinya memuat klausul hak membeli kembali, dan peran serta tanggung jawab notaris dan PPAT jika terdapat perbedaan fakta hukum antara PPJB yang ditata dengan AJB berdasarkan kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 407 K/Pdt/2022. Metode penelitian hukum yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis menunjukkan bahwa perjanjian hutang yang dikemas sebagai perjanjian jual beli hak atas tanah dengan hak membeli kembali memutuskan bahwa perjanjian menjadi batal demi hukum. Uang yang disebutkan dalam PPJB bukanlah uang pembayaran jual beli, melainkan uang pinjaman, sehingga perbuatan hukum pada AJB dianggap tidak memenuhi unsur tunai dan transaksi jual beli tidak sah. Notaris berperan penting dalam hal transaksi jual beli hak atas tanah, salah satunya adalah pembuatan PPJB. Namun dalam praktiknya pembuatan PPJB tidak selalu dilakukan di hadapan notaris. Hal ini memicu terjadinya permasalahan hukum, seperti pemuatan klausul terlarang dalam PPJB yang bersangkutan. Dengan demikian, jika para pihak hendak membuat suatu AJB, PPAT harus menyelaraskan antara data dan dokumen yang benar serta keselarasannya dengan undang-undang.

The existence of the Conditional of Sales and Purchase Agreement (CSPA) is frequently abused by the public. This is evidenced by the inclusion of a buyback rights clause in the CSPA to envelope a loan arrangement with land rights security with the purpose of transferring land ownership from the debtor to the creditor in the event of default. Issues raised by this study relate to legal ramifications of a debt agreement made as a land sale and purchase agreement with buyback rights, legality of the Deed of Sale and Purchase (DSP) if the underlying contains a buyback rights clause, and roles and responsibilities of a notary and Land Deed Official (LDO) if there are discrepancies of legal facts between the CSPA and DSP based on Supreme Court Decision Number 407 K/Pdt/2022. The method of law research used is normative judicial with explanatory research type. Result of analysis indicate that the debt arrangement, disguised as land sale and purchase agreement with buyback rights, renders the contract null and void. The money stipulated in the CSPA is not the payment for the sale and purchase, rather as a lent money, therefore legal actions on the DSP does not fulfill the cash element and the transaction is illegal. However, in practice the CSPA is not always prepared before the notary. This trigger legal issues, such as the inclusion of illegal clauses in the CSPA. Accordingly, the LDO shall properly take into account the conformity between data and documents as well as the law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jelian Isra Risandy
"Pelaksanaan Perjanjian Gadai secara Adat biasanya dilakukan oleh kelompok masyarakat Adat di beberapa daerah pelosok di Indonesia. Salah contoh Gadai Adat yang masih ada saat ini ialah Gadai adat yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Pukdale Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang. Perjanjian Gadai Tanah tersebut harusnya bisa menjadi alternatif lain dalam hal mencari Pinjaman Tunai atau Kredit selain malalui lembaga Perbankan Maupun Pegadaian Konvensional. Apalagi dimasa Pandemi Covid-19 yang masih terjadi saat ini, banyak masyarakat yang memerlukan Pinjaman cepat dan Tanpa Proses Administrasi yang Rumit Layaknya Lembaga Perbankan. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai Implementasi Perjanjian Gadai Tanah Sebagai Alternatif Kredit Non Perbankan Dalam Sistem Ekonomi Kerakyatan di Desa Pukdale Kabupaten Kupang Provinsi NTT dan Keabsahan dan Kekuatan Hukum Gadai Tanah di Desa Pukdale Kabupaten Kupang Provinsi NTT menurut Ketentuan Perundang-undangan. Tipologi Penelitian yang digunakan adalah Penelitian dalam bentuk Eksploratoris, dan bentuk penelitian ialah Non Dokrinal. Sedangkan Metode Analisis Data yang digunakan adalah Metode Pendekatan Kualitatif. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa adanya gadai tanah ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam hal memperoleh suatu pinjaman secara langsung dan tunai tanpa harus melalui kredit di Perbankan serta diharapkan mampu menjadi salah satu penggerak ekonomi yang bagi masyarakat sekitar. Eksistensi dari Pelaksanaan Perjanjian Gadai Tanah masih tetap berjalan sampai dengan saat ini di beberapa daerah di Indonesia. Masih berjalannya Perjanjian tersebut dapat ditinjau dari peraturan Perundang-undangan yang tetap berlaku serta memiliki keabsahan dan Kekuatan Hukum yang mengikat bagi Para pihak yang terlibat dalam Perjanjian Gadai Tanah tersebut. Diharapkan para pihak melibatkan juga peran Notaris dalam Perjanjian Gadai, dimana Akta Notaris sebagai Akta Otentik memiliki sifat dan Kekuatan Pembuktian Lahiriah, Kekuatan Pembuktian Formal serta Kekuatan pembuktian Materiil.

The implementation of Customary Pawn Agreements is usually carried out by Indigenous community groups in several remote areas in Indonesia. One example of traditional pawning that still exists today is the traditional pawning done by the community in Pukdale Village, East Kupang District, Kupang Regency. The Land Pawn Agreement should be another alternative in terms of seeking cash or credit loans other than through conventional banking or pawnshop institutions. Especially during the Covid-19 Pandemic which is still happening today, many people need fast loans and without complicated administrative processes like banking institutions. The problems studied in this study are regarding the Implementation of Land Pledge Agreements as Alternatives to Non-Banking Credit in the People's Economy System in Pukdale Village, Kupang Regency, NTT Province and the Legitimacy and Legal Strength of Land Pawning in Pukdale Village, Kupang Regency, NTT Province according to statutory provisions. The research typology used is research in an exploratory form, and the research form is non-docryral. While the Data Analysis Method used is a Qualitative Approach Method. The research results show that the existence of a land pawn is expected to be able to help the community in obtaining a loan directly and in cash without having to go through banking credit and is expected to be one of the economic drivers for the surrounding community. The existence of the implementation of the Land Pledge Agreement is still ongoing today in several regions in Indonesia. The ongoing operation of the Agreement can be reviewed from the laws and regulations that are still in effect and have validity and binding legal force for the parties involved in the Land Pawn Agreement. It is hoped that the parties also involve the role of the Notary in the Pawn Agreement, where the Notary Deed as an Authentic Deed has the nature and strength of outward proof, formal strength of evidence and material strength of evidence."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Alexandra
"Peralihan hak atas tanah, salah satunya melalui jual beli harus dilakukan sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku. Hal ini untuk mencegah terjadinya sengketa kepemilikan tanah dan memberikan kepastian hukum bagi para pihak dalam jual beli. Salah satu syarat formil dalam jual beli adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus menerima sertipikat asli dan memeriksa kesesuaian data pada sertipikat tanah dengan data pada Kantor Pertanahan. Salah satu sengketa dalam jual beli tanah terjadi pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 3081 K/Pdt/2021. Penelitian ini menganalisis kedudukan hukum pihak yang menguasai secara fisik hak atas tanah berdasarkan akta jual beli tanpa kepemilikan sertipikat dan tanggung jawab PPAT yang membuat akta jual beli yang bersangkutan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3081 K/Pdt/2021. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris yang menggunakan studi dokumen. Hasil penelitian ini adalah pihak yang menguasai secara fisik hak atas tanah berdasarkan akta jual beli tanpa kepemilikan sertipikat tidak memiliki kedudukan sebagai pihak yang berhak atau pemilik yang sah atas hak atas tanah yang bersangkutan karena jual beli tidak sah sesuai peraturan yang berlaku. PPAT yang membuat akta jual beli tanpa melakukan pengecekan sertipikat dapat dimintakan tanggung jawab secara administratif, perdata, dan pidana. PPAT seharusnya menolak untuk membuat akta jual beli apabila tidak diserahkan sertipikat asli.

The transfer of land rights, such as through buying and selling, should be done according to the procedure and prevailing regulations. This must be fulfilled to prevent conflict of land rights ownership and to give legal certainty for the parties. One of the formal requirements in the buying and selling of land rights is The Land Deed Official (PPAT) must receive the authentic land certificate and verify the data in the certificate with the data in the National Land Agency. An example of this issue happens in Supreme Court Decision Number 3081 K/Pdt/2021. This research analyses the legal standing of a party who physically own land right based on sale and purchase deed without owning the certificate and the responsibility of The Land Deed Official who makes the sale and purchase deed in the Supreme Court Decision Number 3081 K/Pdt/2021. This research uses juridical normative method with explanatory typology using document studies. As the result of this research, the party who physically own land right based on sale and purchase deed without owning the certificate does not have the legal standing as the rightful owner of the land right because the sale and purchase deed does not fulfil the formal requirements and regulations. The Land Deed Official who made the sale and purchase agreement without verifying the certificate can be held responsible either administrative, civil, or criminal. The Land Deed Official should refuse to make the sale and purchase deed if there is no authentic certificate provided."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audita Kandi Putri Maharani
"Dalam perjanjian jual beli hak atas tanah para pihak harus memegang teguh asas itikad baik dan asas konsensualisme berdasarkan Pasal 1338 dan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sering kali jual beli tidak berjalan dengan baik, yang mengakibatkan salah satu pihak mengalami kerugian. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai perlindungan hukum ahli waris (pembeli) dari perbuatan melawan hukum ahli waris pemilik sebelumnya (penjual) yang telah menjual lagi tanah kepada pihak ketiga. Jual beli didasari atas Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dilakukan secara melawan hukum yang mengakibatkan pihak yang mengalami kerugian perlu diberi perlindungan hukum. Metode penelitian pada penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder berupa bahan-bahan hukum dan tipe penelitian ini menggunakan tipologi penelitian eksplanatoris dengan harapan penulis dapat melakukan penyempurnaan dalam penerapan teori dari hasil penelitian yang ada. Dalam pertimbangan Majelis Hakim terkait Putusan Mahkamah Agung Nomor04 Pk/Pdt/2020, menyatakan bahwa penjual dan pihak ketiga telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap tanah milik pembeli. Sehingga dalam hal ini pembeli selaku pembeli beritikad baik wajib dilindungi terhadap apa yang menjadi haknya untuk tanah tersebut. Diharapkan Notaris dalam melakukan pembuatan akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli lebih berhati-hati dan saksama dalam melakukan pemeriksaan terhadap identitas serta kelengkapan dokumen para penghadap agar akta yang dibuatnya tidak menjadi permasalahan dikemudian hari.

In the sale and purchase agreement of land rights, the parties must uphold the principles of good faith and the principle of consensualism based on Article 1338 and Article 1320 of the Civil Code. Often the sale and purchase does not go well, which results in one party experiencing a loss. The problems raised in this study are regarding the legal protection of the heirs (buyers) from unlawful acts of the heirs of the previous owner (the seller) who have resold the land to a third party. The sale and purchase is based on a Sale and Purchase Binding Agreement which is carried out against the law which results in the party experiencing a loss that needs to be given legal protection. The research method at this writing uses a normative juridical research method using secondary data in the form of legal materials and this type of research uses an explanatory research typology with the hope that the author can make improvements in the application of theory from existing research results. In the consideration of the Panel of Judges regarding the Supreme Court's Decision Number 04 Pk/Pdt/2020, it was stated that the seller and a third party had committed an unlawful act against the buyer's land. So in this case the buyer as a buyer with good intentions must be protected against what is his right to the land. It is expected that the Notary in making the deed of the Sale and Purchase Binding Agreement is more careful and thorough in checking the identity and completeness of the documents of the appearers so that the deed he makes does not become a problem in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>