Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188815 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elvin
"Desain suatu roket yang dihasilkan berdasarkan misi tujuan awal sangat mempengaruhi performa aerodinamika yang dimiliki roket tersebut. Dengan berbagai konfigurasi yang dapat dimiliki suatu roket dari profil nose cone, fineness, tail fin, propulsion dan berbagai komponen lainnya, tentunya akan menjadi sebuah tantangan untuk menghasilkan desain yang optimal untuk suatu misi. Dengan demikian dilaksanakan sebuah penelitian yang menguji performa aerodinamika roket terkhususnya drag dan pola aliran udara berdasarkan variasi geometri nose cone yang dibuat dari 4 profil umum. Profil-profil nose cone yang akan diuji dalam penelitian ini adalah conic, power series, tangent ogive, dan elliptical yang akan digunakan pada geometri motor roket FFAR Mk. 40 yang disederhanakan untuk mempermudah penelitian ini. Metode penelitian akan dilakukan secara numerik dengan simulasi CFD (Computational Fluid Dynamics) dengan parameter-parameter yang sudah ditetapkan dan variabel input yang sesuai dengan operasional motor roket Mk. 40. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah didapatkan, dapat disimpulkan bahwa nose cone dengan profil conic menhasilkan drag tertinggi dibandingkan 3 profil nose cone lainnya untuk kecepatan subsonik hingga transonik, sedangkan elliptical menghasilkan drag tertinggi untuk kecepatan supersonik. Profil nose cone yang menghasilkan drag terendah dari kecepatan subsonik hingga supersonik dalam penelitian ini adalah profil power series dengan kedua terbaik adalah tangent ogive.

Design of a rocket is dependent on the mission it is based on which entirely affects the aerodynamic performance of said rocket. With unlimited amount of rocket configurations readily available based on the variation of components and factors such as nose cones, fineness, tail fins, propulsion system and etc., the creation of a optimal rocket for a specific mission is sure to be challenging. In which case, a research is done to analyze the aerodynamic performance of a rocket specifically drag and airflow based on the variation of nose cone geometry made from 4 common profiles. The 4 nose cone profiles which will be studied in this research are conic, power series, tangent ogive, and elliptic which will be then attached to the simplified body of FFAR Mk. 40 rocket motor to ease the study. The research method used are numerical study with computational fluid dynamic (CFD) analysis with various parameters set and input variables based on the operational capabilities of the FFAR Mk. 40 motor. Based on the results of the research, we can conclude that the conic profile produces the most drag than the other 3 profiles during subsonic and transonic speeds and is overtaken by the elliptic profile at supersonic speed. The power series profile produces the least drag from the range of subsonic to supersonic velocity with the second least drag produced from the tangent ogive profile."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengembangan teknologi wahana peluncur atau roket dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal meliputi kemampuan, fasilitas, sumber daya, dan kemampuan anggaran yang tersedia. Kemudian lingkungan eksternal yaitu secara internasional adanya suatu rejim yang membatasi alih teknologi dan alih peralatan, dan alih bahan baku dari negara maju ke negara yang mengembangkan teknologi roket. Dalam pengembangan teknologi roket secara nasional harus emmperhatikan pengaruh rejim yang membatasi pengembangan."
621 DIRGA 8 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Wicaksono
"ABSTRACT
Pengujian hidrostatis tabung roket merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui kekuatan material ketika menerima tekanan dari dalam tabung. Dalam tulisan ini, material yang diuji
adalah material tabung roket LAPAN RX-122, yaitu aluminium 6061-T6. Pengujian tersebut dilaksanakan di Laboratorium Uji Statik Pusat Teknologi Roket pada tanggal 15 Februari 2019. Pengujian dilaksanakan pada ruangan dengan temperatur 270C dan kelembaban udara 55%. Selama pengujian berlangsung, parameter yang ingin diketahui nilainya adalah regangan yang dialami tabung roket. Lima buah sensor regangan dipasang di tabung roket untuk mengukur regangan pada arah longitudinal dan circumferential. Dari pengujian diketahui bahwa tabung roket kuat menahan tekanan sampai 200 bar, yang merupakan kapasitas maksimal sensor pengukur tekanan PT750 yang digunakan. Secara visual didapatkan bahwa tidak terjadi kebocoran dan keretakan material. Data yang diperoleh dari sensor menunjukkan bahwa nilai regangan tabung roket meningkat seiring
bertambahnya tekanan yang diberikan pada tabung roket. Hasil pengujian ini kemudian diolah dan ditampilkan dalam bentuk grafik. Kurva nilai regangan circumferential yang didapatkan dari sensor
regangan STR 1, STR 4, dan STR 5 memiliki kecenderungan yang serupa dengan nilai maksimal 2000 mikro strain. Sementara itu, nilai regangan longitudinal yang didapatkan dari sensor regangan STR 2
dan STR 3 memiliki nilai maksimal 500 mikro strain"
Jakarta: Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, 2019
520 DIRGA 20:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Krista Ekaputri
"ABSTRAK
Praktik injeksi silikon atau parafin cair untuk memperbaiki penampilan pada hidung masih marak. Di lain pihak, rekonstruksi hidung parafinoma untuk mengembalikan ke bentuk normal sulit dicapai. Data objektif mengenai karakter distorsi pada hidung parafinoma dapat berguna untuk menjadi data awal sebagai pembanding untuk evaluasi hasil rekonstruksi hidung parafinoma. Studi ini memanfaatkan Mirror Stand MirS untuk mengambil foto wajah 30 subjek dengan parafinoma hidung. Ukuran fotogrametrik dikonversi menjadi ukuran morfometrik. Hasil pengukuran kemudian dianalisis untuk mendapatkan ciri distorsi dari hidung parafinoma. Ukuran meliputi intercanthal width, nasal root width,alar width,two tip defining points distance,nasofrontal angle,length of the nose radix to pronasion ,nasofacial angle,nasion projection,pronasion projection,tip angle,nasolabial angle,columella length,the extend of extended columella danbase of the nose width.Hidung parafinoma memiliki ciri sebagai berikut; nasal root yang lebar 2.70 0.30 cm ;jarak two-tip defining pointsyang lebar 2.09 0.22 cm , nasion projectionyang lebar 0.64 0.36 cm , nasolabial angleyang sempit 78.81 15.93 , kolumela yang menggantung 0.47 0.31 cm dan porsi lobular dari tip hidung yang panjang 1.12 0.20 cm .

ABSTRACT
The practice of injecting liquid silicone or paraffin at the nose for aesthetic purposes still continues today. On the other hand, normal apearance after reconstruction in nose paraffinoma is very difficult to achieve. The objective data regarding distortion characteristic in nose paraffinoma could be use as basic data to assess outcome of reconstruction in paraffinoma nose.Portable Mirror Stand MirS device is used to take standardized facial photographs of 30 patients with paraffinoma of the nose. Photogrammetrics measurements were then converted to morphometric measurement. The result was then analyzed to formulate the distortion characteristic of nose paraffinoma. Basic measurements included intercanthal width, nasal root width, alar width, two tip defining points distance, nasofrontal angle, length of the nose radix to pronasion , nasofacial angle, nasion projection, pronasion projection, tip angle, nasolabial angle, columella length, the extend of extended columella and base of the nose width. Paraffinoma nose has the following characteristics wide nasal root base 2.70 0.30 cm wide two tip defining point rsquo s distance 2.09 0.22 cm wide nasion projection 0.64 0.36 cm , acute nasolabial angle 78.81 15.93 hanging columella 0.47 0.31 cm and long lobular portion of the tip 1.12 0.20 cm . "
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meila Sutanti
"ABSTRAK
Tesis ini membahas gambaran hasil terapi rinitis alergi persisten sedang-berat pada 2 kelompok terapi di RSCM, dimana kelompok pertama diberikan terapi reduksi konka radiofrekuensi disertai steroid topikal hidung, sedangkan kelompok kedua diberikan terapi steroid topikal hidung saja. Penelitian ini adalah penelitian pendahuluan dengan metode penelitian uji klinis. Penilaian skala analog visual (SAV) untuk 4 gejala utama rinitis alergi (bersin-bersin, gatal hidung, ingus encer, dan sumbatan hidung), pemeriksaan nasoendoskopi untuk menilai ukuran konka inferior, dan pemeriksaan aliran udara hidung dengan Peak Nasal Inspiratory Flow (PNIF) dilakukan pada sebelum terapi dan minggu ke-6 pasca terapi. Pada penelitian ini rerata usia kelompok steroid topikal hidung adalah 28,3 tahun (SD 10,3 tahun), sedangkan pada kelompok reduksi konka adalah 27,6 tahun (SD 8,1 tahun). Sebanyak 67% subyek adalah perempuan. Keluhan rinitis alergi paling berat adalah sumbatan hidung. Sebanyak 80% subyek penelitian mengalami hipertrofi konka inferior, yaitu 50% hipertrofi derajat 3 dan 30% hipertrofi derajat 4. Ditemukan perbedaan bermakna ukuran konka inferior sebelum terapi dengan minggu ke-6 pasca terapi, baik pada kelompok reduksi konka maupun kelompok steroid dan ditemukan pula perbedaan bermakna ukuran konka inferior pada minggu ke-6 pasca terapi antara kedua kelompok terapi. Untuk nilai SAV gatal hidung, ditemukan perbedaan bermakna sebelum terapi dengan minggu ke-6 pasca terapi, baik pada kelompok reduksi konka maupun kelompok steroid topikal saja, dan ditemukan pula perbedaan bermakna nilai SAV gatal hidung pada minggu ke-6 pasca terapi antara kedua kelompok terapi. Perbedaan bermakna sebelum terapi dengan minggu ke-6 pasca terapi ditemukan pada nilai SAV gejala rinitis alergi yang lain (bersin-bersin, ingus encer, dan sumbatan hidung) dan nilai PNIF, baik pada kelompok reduksi konka maupun kelompok steroid topikal saja. Tidak ditemukan perbedaan bermakna nilai SAV gejala rinitis alergi yang lain dan nilai PNIF, jika dibandingkan antara kedua kelompok terapi pada minggu ke-6 pasca terapi.

ABSTRACT
This paper reported result of treatment in moderate-severe allergic rhinitis at Cipto Mangunkusumo Hospital. In this research, there were 2 groups of treatment. First group was treated with radiofrequency turbinoplasty and nasal steroid after turbinoplasty performed, second group was treated only with nasal steroid. This research is a pilot clinical study. Analogue Visual Scale for 4 major symptoms of allergic rhinitis (sneezing, nose itching, rhinorrhea, nose obstruction), nasoendoscopy to evaluate size of inferior turbinate, peak nasal inspiratory flow to evaluate nasal air flow were performed before treatment and 6 weeks after treatment. In this research, mean age of patients in steroid alone group was 28,3 years old with standard deviation 10,3 years, and in radiofrequency group mean age was 27,6 years old with standard deviation 8,1 years. Sixty seven percent patients was woman. The most bothering symptom found was nasal obstruction. Eighty percent patients had inferior turbinate hypertrophy, 50% patient with grade 3 and 30% patient with grade 4. Statistical significance in inferior turbinate degree was found if comparison performed before treatment with 6 weeks after treatment, in both treatment group,and also found statistical difference if compared between 2 treatment group at 6 weeks after treatment. Statistical difference was found only in VAS for nasal itching symptom if compared between 2 treatment group at 6 weeks after treatment. There were no statistical difference for another major symptom with VAS if compared between 2 group at 6 weeks after treatment. If comparison was performed before treatment with 6 weeks after treatment for VAS in all allergic rhinitis major symptoms and peak nasal inspiratory flow, there were statistical significance found, in radiofrequency group and nasal steroid group, but if comparison was performed between 2 treatment groups at 6 weeks after treatment, there were no statistical difference found."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Piroteknik adalah salah satu instrumen yang banyak dipakai pada peroketan, apalagi pada roket bertingkat atau Strap On Booster. Boleh dikatakan tanpa memakai piroteknik, misi penerbangan yang diinginkan tidak dapat tercapai. Karena pentingnya fungsi piroteknik ini, maka perlu mendapat perhatian terutama sebelum misi dilakukan atau dalam penerbangannya. Banyak jenis piroteknik yang umum dipakai dalam peroketan dan masing-masing jenis mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Seperti pada jenis igniter, yang dipakai sebagai penyala awal dari pembakaran propelan padat.
"
621 DIRGA 8 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan beberapa pengujian terhadap roket pada dasar Polibutadiena yang diberi kawat katalis pada daerah sumbunnya. Diharapkan pemberian kawat katalis ini dapat menurunkan temperatur dinding roket sehingga kekuatan sifat mekanik tabung dapat terjaga"
620 LAP 2:1 (2000)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam penelitian ini dilakukan analisis karakteristik dinamik struktur roket pada roket bertingkat RX-420/RX-250 ketika kondisi roket sedang terbang bebas lepas dari peluncur roket (Free-Flying), dengan bantuan perangkat lunak berbasis Metode Elemen Hingga. Pada roket bertingkat ini motor roket RX-420 digunakan sebagai ?booster?, sedangkan untuk ?sustainer? digunakan motor roket RX-250. Dalam analisis ini modus getar dari struktur liner, propelan dan inhibitor ikut dihitung. Hasil analisis modus normal, harga frekuensi alami modus-getar orde satu untuk struktur roket bertingkat ini pada bentuk modus pertama sampai bentuk modus ke enam harganya ? = 8.45076E-4 Hz. Pengaruh modus getar dari struktur roket bertingkat ini terhadap struktur muatan akan terasa pada harga ?= 14,50862 Hz dan ?= 47,08226 Hz, baik dalam arah lateral maupun vertikal. Harga natural frekuensi modus getar orde satu untuk struktur sirip dari booster berada pada harga ?= 55.50 Hz s/d ?= 56.97, sedangkan harga frekuensi alami modus getar orde satu untuk struktur sirip dari sustainer berada pada harga ?= 71,22 Hz s/d ?= 73,83 Hz. Untuk struktur propelan booster dan sustainer harga 1st frekuensi alami modus getar berada pada ?= 75,14 Hz sampai dengan ?= 77.30 Hz, baik untuk gerakan arah longitudinal, vertikal dan rotasi."
620 DIR 4:3 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) merupakan suatu instansi pemerintah yang melakukan penelitian dan pengembangan peroketan di Indonesia. Kegiatan penelitian dan pengembangan roket yang dilakukan saat ini adalah mengupayakan peningkatan kinerja roket. Kegiatan lain yang dilakukan LAPAN adalah penguasaan teknologi kendali roket dan kerjasama dengan TNI dalam rangka pengembangan roket-roket berdiameter kecil yang dapat digunakan sebagai senjata tektis. Pada tahun 2005 LAPAN telah berhasil mengembangkan 11 jenis roket dari diameter paling kecil (70 mm) hingga paling besar (250 mm). Kesebelas roket tersebut adalah RX 0707.01, RX 0707.02, RX 0807.01, RX 1110.01, RKX 100S, RKX 10C, RX1512.02, RX1515.01, RX 1712.01, RX 2428.04 DAN RX 2728.01."
621 DIRGA 7:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) merupakan suatu instansi pemerintah yang melakukan penelitian dan pengembangan peroketan di Indonesia. Kegiatan penelitian dan pengembangan roket yang dilakukan saat ini adalah mengupayakan peningkatan kinerja roket. Kegiatan lain yang dilakukan LAPAN adalah penguasaan teknologi kendali roket dan kerjasama dengan TNI dalam rangka pengembangan roket-roket berdiameter kecil yang dapat digunakan sebagai senjata tektis. Pada tahun 2005 LAPAN telah berhasil mengembangkan 11 jenis roket dari diameter paling kecil (70 mm) hingga paling besar (250 mm). Kesebelas roket tersebut adalah RX 0707.01, RX 0707.02, RX 0807.01, RX 1110.01, RKX 100S, RKX 10C, RX1512.02, RX1515.01, RX 1712.01, RX 2428.04 DAN RX 2728.01."
621 DIRGA 7:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>