Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155684 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bintang Farhan Muhammad
"Lahan gambut menjadi salah satu penyumbang emisi terbesar diantara kebakaran biomassa lainnya. Pada tahun 1997 sendiri, +2.57 Gt spesies karbon dilepaskan ke udara karena kebakaran lahan gambut di Indonesia yang berdampak pada 100 juta orang dengan estimasi kerugian 4.5 miliar USD (Heil & Goldammer, 2001). Meski dampak negatifnya yang besar, pengukuran emisi lahan gambut masih bervariasi. Selain itu, kuantifikasi emisi di lapangan sulit dilakukan karena alat yang akurat untuk kuantifikasi tidak cocok dioperasikan di lapangan. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk membentuk korelasi dan model prediksi antara kedalaman bakar dengan emission factor (EF). Kedalaman bakar rata-rata dinilai dapat mengaproksimasi volume tanah gambut yang terbakar yang berhubungan baik dengan massa yang hilang. Karena penyebut dari EF merupakan laju hilangnya massa, kedalaman bakar rata-rata memiliki hubungan dengan EF. Eksperimen kebakaran membara tanah gambut skala laboratorium pada instrumen buoyancy calorimeter, dengan integrasi alat ukur kedalaman bakar berupa sensor jarak infrared (IR) dengan akuisisi data berbasis mikrokontroler 8-bit. Sensor IR memiliki akurasi yang cukup pada rentang pengukuran sampai 80 cm dan tidak terpengaruh oleh asap dari pembakaran. Sensor diletakkan 20 cm diatas tanah gambut dan mengukur secara vertikal. Data emisi gas dan partikulat masing-masing dideteksi dengan sensor gas elektrokimia dan sensor partikulat berbasis light scattering. Konsentrasi emisi kemudian diubah menjadi EF dengan data laju aliran massa masing-masing spesies emisi dengan densitas udara sebagai fungsi temperatur dan laju kehilangan massa yang direkam melalui anemometer dan load cell. Korelasi kemudian dibentuk dengan model tiga variabel, yakni laju pertambahan kedalaman bakar (SR), kedalaman bakar (DoB) dan waktu (t), dengan EF yang telah dilinearisasi secara logaritmik. Dari model tersebut diperoleh nilai R2 sebesar 0.968 untuk model prediksi CO2, 0.965 untuk CO, dan 0.969 untuk prediksi PM2.5. Untuk meningkatkan kemampuan prediksi model, diperlukan eksperimen dengan jumlah titik ukur per unit area yang lebih besar ataupun pembentukan point cloud, serta eksperimen di kondisi kebakaran dan komposisi tanah yang berbeda-beda di riset-riset yang akan datang.

Peatlands are one of the biggest emitters among other biomass burning cases. In 1997 alone, +2.57 Gt of carbon species was released into the air due to peatland fires in Indonesia which affected 100 million people with an estimated loss of 4.5 billion USD (Heil & Goldammer, 2001). Despite this significant negative impact, measurements of peatland emissions still vary among researchers. In addition, emission quantification in the field is difficult because accurate tools for quantification are not suitable for operation in the field. For this reason, this study aims to establish correlations and prediction models between depth of burn and emission factor (EF). The average burn depth is considered to be an approximation of the volume of burnt peat soil which correlates well with the mass loss. Since the denominator of EF is the mass loss rate, the average depth of burn has a relationship with EF. Laboratory-scale smoldering peat fire experiment is conducted on a buoyancy calorimeter, with the integration of a depth-of-burn measurement instrument in the form of an infrared (IR) proximity sensor with 8-bit microcontroller-based data acquisition. The IR sensor has sufficient accuracy over a measurement range of up to 80 cm and is not affected by smoke from the burning experiment. The sensor is placed 20 cm above the peat soil and measured vertically. Gas and particulate emission data are detected by electrochemical gas sensors and particulate sensors based on light scattering, respectively. The emission concentration is then converted to EF with data on the mass flow rate of the smoke, with density as a function of temperature, and the rate of peat mass loss recorded through the anemometer and load cell. Correlation was then formed using a three-variable model, namely the rate of increase in the depth of combustion (SR), depth of combustion (DoB) and time (t), with EF that is linearized logarithmically. From this model, the R2 value is 0.968 for the CO2 prediction model, 0.965 for the CO, and 0.969 for the PM2.5 prediction. To improve the predictive ability of the model, experiments with a larger number of measuring points per unit area or the formation of point cloud of the peat surface are needed, as well as experiments in different fire conditions and peat composition in future research."
Depok: Fakultas Teknik, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Zulkifli
"ABSTRAK
Disertasi ini membahas gejala environmentaliti friksional dalam upaya-upaya pengendalian kebakaran lahan gambut yang berulangkali terjadi sejak 1990an di areal gambut eks Proyek PLG, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Upaya-upaya pengendalian kebakaran yang sudah banyak dilakukan pemerintah dan pihak-pihak lain melalui beragam program belum berhasil menyelesaikan masalah kebakaran berulang. Studi ini berusaha mencari penjelasan mengapa program-progam yang ada belum mampu melahirkan subjek-subjek peduli lingkungan atau mengubah kultur membakar menjadi anti-membakar dalam konteks pengelolaan lahan gambut.
Suatu kajian etnografi multi-aktor menggunakan perspektif/governmentaliti environmentaliti dilakukan di desa-desa partisipan proyek KFCP (Kalimantan Forests and Climate Partnership) di kawasan Mantangai, Kabupaten Kapuas. Pengumpulan data dilakukan dalam kurun waktu 2010-2015, menggunakan metode pengamatan berpartisipasi, wawancara mendalam, dan dukungan penelaahan bahan-bahan sekunder.
Temuan kajian menunjukkan bahwa upaya kepenatakelolaan lingkungan melalui intervensi regulasi dan program rehabilitasi tidak berhasil membentuk subjek-subjek peduli perlindungan lingkungan, sebaliknya lebih cenderung melahirkan aktor-aktor yang berpandangan miopik dan bertindak pragmatik. Gejala budaya environmentaliti friksional itu menjadi hambatan bagi efektivitas upaya-upaya pengendalian kebakaran berulang di lahan gambut.

ABSTRACT
This dissertation discusses on the phenomenon of lsquo frictional environmentality rsquo in the efforts of controlling peatland fires that have repeatedly occurred since the 1990s in the peatland area of ex PLG Project in Kapuas District, Central Kalimantan. Fire control efforts that have been conducted numerously by the government and other parties through a variety of programs have not been able to solve the problem of recurrent fire events. This study aims to examine why the existing programs are still unable to create environmental subjects who care about environmental protection.
A multi actor ethnographic study by using the perspective of governmentality environmentality was conducted in the KFCP Kalimantan Forest and Climate Partnership participative villages in the region of Mantangai, Kapuas District. Data collection was done in the period of 2011 2015 using participant observation, in depth interviews and the support of secondary materials studies.
The findings of this study show that environmental management efforts through the intervention of regulations and rehabilitation programs are unsuccessful in forming environmental subjects, instead, it is more leanings to create myopic viewed and pragmatically actioned actors. The cultural phenomenon of lsquo frictional environmentality rsquo thus become a hindrance to the effectiveness of fire control efforts in peatland areas. Keywords frictional environmentality, multi actor ethnography, regulations, rehabilitation programs, ex PLG Project, Central Kalimantan.
"
2017
D2386
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elias
Selangor, Malaysia: Projek Hutan Paya Gambut UNDP/GEF, Jabatan Perhutanan Pahang, 2008
634.92 ELI p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aldo Renaldy
"Kebakaran hutan dan lahan merupakan fenomena yang acap kali terjadi di dunia, termasuk di Indonesia. Kebakaran ini menimbulkan emisi yang sangat besar. Sebagai contoh, Karhutla di Indonesia pada tahun 1997 diperkirakan melepas karbon ke atmosfer sebesar 0.81 sampai 2.57 Gt, atau setara dengan 13-40% emisi karbon dari bahan bakar fossil tahunan (Page, et al., 2002). Namun, angka ini sedang dikaji ulang oleh para peneliti karena adanya overestimation pada emission factor yang digunakan oleh IPCC, dan emisi karbon ekuivalen yang dihasilkan Indonesia pun diperkirakan 19% lebih sedikit dari apa yang diperkirakan oleh IPCC. (Erianto Indra Putra, 2016). Dampak dari emisi ini berakibat buruk bagi manusia karena selain mengurangi kualitas udara yang dapat mengakibatkan kerusakan sistem pernafasan, bahkan partikulat yang berterbangan bisa membuat penerbangan regional dan internasional tidak dapat beroperasi. Penelitian kali ini bertujuan untuk mencari tahu korelasi dari pengaruh luasan kebakaran gambut dengan emisi (CO dan PM) yang dihasilkan. Dari penelitian ini, didapat kecepatan persebaran luas rata-rata sebesar 3.27 cm2 per menit, angka flux antara CO dan area kebakaran sebesar 1.708 CO ppm/cm2, dan partikulat memiliki pembacaan yang cenderung konstan selama perambatan antara 25,000 µg/m3 hingga 50,000 Aµg/m3.
Forest and land fire are phenomenon that happens around the world, and that includes Indonesia. This fire produces a large amount of emission. For an example, forest fire in Indonesia on year 1997 were predicted releasing around 0.81 up to 2.57 Gt of carbon into the atmosphere, or equivalent of 13-40% carbon emission from fossil fuel annually (Page, et al., 2002). But this number is currently re-evaluated by researchers since there has been an overestimation on the emission factor used by IPCC, and carbon equivalent measurements may have been 19% less than what current IPCC emission factors indicate.Namun, angka ini sedang dikaji ulang oleh para peneliti karena adanya overestimation pada emission factor yang digunakan oleh IPCC, dan emisi karbon ekuivalen yang dihasilkan Indonesia pun diperkirakan 19% lebih sedikit dari apa yang diperkirakan oleh IPCC. (Erianto Indra Putra, 2016) Emission leads to many consequences for humans, because the emisison lowers the air quality index that leads to respiratory issues, and the particulates flying around can also leads to both regional and international flights unable to operate. This research purposes are to study the type and pattern of the emission produced by the peat fire and to finds the correlation between smoldering spread area and emission (CO and PM) produced. The results show that the smoldering spread rate area is 3.27 cm2 per minutes, flux of CO and smoldering spread area is 1.708 CO ppm/cm2, and a constant reading of particulates around 25,000 Aµg/m3 up to 50,000 Aµg/m3."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giska Adilah Sharfina Saputra
"Skripsi ini mendeskripsikan dan menganalisa dinamika praktik berladang yang dilakukan oleh peladang Desa Mantangai Hulu, Kabupaten Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah. Perladangan dengan kaitan penggunaan api menjadi fokus kajian karena berkaitan erat dengan fenomena kebakaran hutan di Indonesia. Peladang adalah pihak yang dituding sebagai pelaku pembakaran hutan dan lahan. Skripsi ini menceritakan tahap-tahap berladang dan variasi yang terjadi. Variasi terjadi pada cara berladang dan penggunaan alat teknologi. Setiap peladang memiliki tindakan yang berbeda-beda dari pengalaman dan kondisi lingkungan dan sosial yang dihadapi. Variasi tersebut telah mempengaruhi siklus tahapan berladang. Dari sekian variasi yang terjadi, tahapan pembakaran di aktivitas berladang tidak hilang dan tidak tergantikan. Skripsi ini juga memaparkan variasi praktik berladang yang rentan terhadap terjadinya kebakaran lahan dan hutan gambut.

This thesis analyzes the dynamics of cultivation practices made by a group of rice cultivators in Mantangai Hulu Village, Kuala Kapuas Regency, Central Kalimantan. Connection between cultivation and the use of fire become the focus of study in this thesis because of the forest fires in Indonesia. Cultivators are blamed as the caused of forest fires. This thesis describes the stages of farming and the variation. The variation occurs in the cultivation practices and the use of technological tools. Each cultivators have different actions depending on the experience and the social and environmental conditions encountered. The variations have affected the farming cycle stages. According to varieties, there is the use of fire stages in cultivation that cultivators never be replaced. I also present in thesis that variation in cultivator practices are vulnerable to forest fires and peat land.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55087
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giska Pramesti
"Kebakaran lahan gambut di Indonesia masih memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi untuk terjadi. Hal ini membuat Badan Restorasi Gambut membuat teknik pencegahan dan pengendalian bahaya kebakaran. Salah satunya adalah dengan memperhatikan penataan air dalam metode rewetting yang bertujuan untuk menjaga dan mengembalikan kelembapan lahan gambut. Metode rewetting ini menjadi dasar dari penerapan teknik canal blocking yang digunakan di beberapa lahan gambut, contohnya pada Kesatuan Hidrologi Gambut Sungai Buluh Besar. Studi kasus ini dilakukan guna menganalisis dampak dari lahan gambut yang mengalami kekeringan dan pengaruh gambut yang menggunakan metode rewetting dalam penyebaran titik api. Lahan gambut yang mengalami defisit air ternyata meningkatkan laju perambatan dari pembakaran membara dan berpotensi meningkatkan sifat hidrofobik yang dimiliki gambut. Hal ini harus dicegah dengan penjagaan tinggi muka air lahan gambut yang tidak boleh berada di bawah 0.4 m dari permukaan gambut sesuai dengan keputusan Kementerian Lingkungan Hidup KLHK No.16 Tahun 2017. Berdasarkan keputusan tersebut, maka Badan Restorasi Gambut bekerjasama dengan masyarakat setempat melakukan pengambilan data terkait penyekatan di KHG Sungai Buluh Besar. Setelah peneliti melakukan pengolahan data yang diambil dari dokumen Rencana Tindakan Tahunan Restorasi Gambut 2018 dan halaman situs sipalaga.brg.co.id, maka didapatkan nilai keandalan penjagaan tinggi muka air di lahan gambut dengan penyekatan adalah sebesar 95.83%. Ini membuat nilai neraca air per tahunnya mengalami surplus dengan asumsi kelebihan volume air di musim hujan ditampung pada kolam penampung. Fluktuasi nilai neraca air yang dihasilkan per tahunnya dikaitkan dengan penemuan hotspot di sekitar lahan gambut tersebut. Dari data data yang didapatkan menunjukkan bahwa semakin banyak neraca air yang dihasilkan maka semakin sedikit jumlah hotspot yang ditemukan.

Peatland fires in Indonesia still have a high level of vulnerability to occur. This incident made the Peat Restoration Institution make a fire prevention method. One of that is to pay attention to water arrangement in the rewetting method that aims to maintain and restore peatland moisture. This rewetting method forms the basis of the application of canal blocking technique used in several peatlands, such as in the Buluh Besar Peat Hydrology Unit. This case study was conducted to analyze the impact of peatlands experiencing drought and the effect of peat using rewetting methods in spreading hotspots. Peatlands that experience a water deficit increase the propagation rate of smoldering combustion and have the potential to improve the hydrophobic nature of peat. This fact must be prevented by maintaining the peatland water level that must not be below 0.4 m from peat surface based on the decision of the Ministry of Environment (KLHK) No.16 of 2017. Based on this decision, the Peat Restoration Agency, in collaboration with the local community, collected data related to the canal blocking in KHG Sungai Buluh Besar. After the researchers conducted data processing taken from the 2018 Peatland Restoration Annual Action Plan document and sipalaga.brg.co.id, the reliability value of water level guarding in peatlands with canal blocking is 95.83%. It makes the annual water balance value surplus with the assumption that the excess volume of water in the rainy season is accommodated in the reservoir. Fluctuations in the value of the water balance produced annually are associated with the discovery of hotspots around the peatlands. From the data obtained shows that the more water balance produced, the less number of hotspots found."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dioxin/furan is one of the persistent organic pollutants (POP'S) that the government and public in Indonesia has not taken care of ,as there is currently no policy on reducing dioxin/furan emission,even according to previous reserach dioxin/furan emission has already high....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Gordon and Breach Science Publishers, 1983
620.112 7 ACO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wigna Winantri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kerentanan kebakaran permukiman perkotaan yang berada di lahan gambut di kota Kasongan Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Variabel dalam penelitian terdiri atas: penggunaan lahan, kepadatan bangunan, pola bangunan, bahan bangunan, sebaran hotspot kebakaran, jenis tanah dan kedalaman gambut. Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan lapangan untuk memperoleh data bahan bangunan dan identifikasi penggunaan lahan di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari data yang sudah tersedia di instansi di Kabupaten Katingan. Citra satelit digunakan untuk mendapatkan data spasial penggunaan lahan, kepadatan bangunan dan pola bangunan. Analisis spasial kerentanan kebakaran dilakukan dengan SIG (Sistem infomasi Geografis) dengan teknik analisis grid. Dari luas permukiman di lokasi penelitian seluas 1.667,57 hektar, yang berada di tingkat kerentanan rendah seluas 66,86 hektar atau 4,01%, tingkat kerentanan sedang seluas 529,76 hektar atau 31,77% dan tingkat kerentanan tinggi seluas 1.070,95 hektar atau 62,44%. Sebaran permukiman dengan tingkat kerentanan tinggi sebagian besar berada pada kedalaman gambut antara 100-200 cm.

The study is aim to urban settlement fire hazard vulnerability in peatland urban area Kasongan, Katingan District, Center of Kalimantan. Variable of study: land use, housing density, housing pattern, housing material, hotspot distribution, soil type and deep of peat land. Data collection using primery and sekundery data collection. Field observation data acquisition: material of housing and land use identification in area study. The other data (soil type and deep of peat land, collecting from some institution in Katingan District. Interpretation of sattellite imagery (WorldView 2010), will be produce landuse, housing density and housing pattern.
For analisis data using GIS (Geographic Information System) grid analysis system and from area of settlement in urban area Kasongan, in position low vulnerability area 66,86 hectare or 4,01%, medium vulnerability 529,76 hectare or 31,77% and high vulnerability 1.070,95 hektar atau 62,44%. High vulnerability distribution, located in area deep peatland 100-200cm.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeihan Kartika Hapsari
"Dengan memiliki karakterisitik yang berbeda dengan tanah yang biasa, menjadikan gambut dapat dengan mudah untuk terbakar pada kondisi tertentu. Ketika pembaraan dinyalakan, api pada gambut menjadi sulit untuk diprediksi dan dipadamkan. Pembaraan pada lahan gambut cenderung dapat menumbangkan vegetasi yang berada di permukaan hutan, yang mana ini menunjukkan dinamika ekosistem yang berkepanjangan di lahan gambut. Oleh karena itu, dengan mengkuantifikasi efek dari vegetasi terhadap propagasi yang membara di tanah gambut dapat membantu dalam mengetahui karakteristik dari kebakaran lahan gambut yang kerap terjadi di Indonesia dan juga secara global. Penilitian ini dapat mengevaluasi secara eksperimen efek dari propagasi membara dalam reaktor bukaan atas dengan ukuran 20 x 20 x 20 cm yang diisi dengan tanah gambut dari Palangkaraya. Proses pengkuantifikasian ini meliputi monitori permukaan dengan menggunakan kamera visual dan inifrared (IR), dan mendeteksi distribusi temperature dengan menggunakan 39 set termokopel pada empat ketinggian berbeda. Hasil dari penilitian ini akan diberikan dan dianalisis secara detail pada skripsi.

Has a different characteristic compared to the normal soil, making peat become easily to burn under certain conditions. Once the smoldering combustion ignited, the peat fire will be highly unpredictable and hard to extinguish. The tendency of smoldering peat to uproot the existing vegetations on the forest floor implicate a long-term ecosystem dynamics in peat soil. Therefore, quantifying the effect of vegetation to the smoldering propagation in peat soil would help to acknowledge the characteristics of peatland forest fires occurred in Indonesia and globally. This work evaluates experimentally the effect of vegetation to smoldering propagation in a 20 x 20 x 20 cm open-top reactor filled with Palangkarayan peat soil. The quantifying activities include surface monitoring using the visual and infrared (IR) camera and the detection of temperature distribution using 39 sets of thermocouples at four different layers of height. The main results and outcomes of this work will be provided and analysed in the full paper."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>