Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112199 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bima Satria Ramadhan
"Pemilihan kepala daerah (Pilkada) merupakan suatu mekanisme untuk menentukan pemimpin di daerah yang berasal dari pilihan masyarakatnya. Hal ini sejalan dengan konsep kedaulatan kepada rakyat dan negara hukum sebagaimana telah diamanatkan oleh UUD 1945. Berbicara mengenai pelaksanaannya tidak terlepas dari peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pilkada di Indonesia. Dan juga kerangka hukum Pilkada yang telah dibuat sedemikian rupa untuk memberikan pengaturan dalam pelaksanaannya. Pada pelaksanaan Pilkada 2020 telah ditemukan calon kepala daerah yang sedang terlibat kasus hukum pada Pilkada Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2020. Meskipun kepala daerah tersebut menyandang status terdakwa, ternyata tidak mempengaruhi KPUD Pesisir Selatan untuk tidak meloloskannya sebagai peserta Pilkada. Sampai kemudian ditetapkan sebagai kepala daerah yang terpilih. Berdasarkan fakta inilah timbul pertanyaan-pertanyaan terkait legalitas calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka, terdakwa dan terpidana, serta legalitas terkait kemenangannya di Pilkada. Selain itu juga menimbulkan pertanyaan terkait jabatan yang diperoleh apakah memiliki legitimasi sesuai dengan UU tentang Pilkada dan UU tentang Pemerintahan Daerah. Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan bahan studi pustaka serta wawancara. Penelitian ini menjadi penting untuk membahas implikasi hukum kepala daerah terpilih yang terlibat kasus hukum pada contoh kasus di Pilkada tahun 2020 serta mencarikan solusinya. Sehingga, selain dapat bermanfaat bagi pengembangan pembahasan secara teoritis, juga bermanfaat bagi Instansi Pemerintah terkait.

Regional head elections (Pilkada) are a mechanism to determine leaders in regions that come from the choices of the people. This is in line with the concept of sovereignty to the people and the rule of law as mandated by the 1945 Constitution. Talking about its implementation cannot be separated from the role of the General Elections Commission (KPU) as the organizer of Pilkada in Indonesia. And also, the Pilkada legal framework has been designed in such a way as to provide regulation in its implementation. During the Pilkada in 2020, a regional head candidate who was involved in a legal case in the 2020 Pesisir Selatan Regency election was discovered. Even though the regional head had the status of a defendant, it did not affect the Pesisir Selatan KPUD not to pass him as a Pilkada participant. Until then appointed as the elected regional head. Based on this fact, questions arise regarding the legality of the candidates for regional heads who are designated as suspects, defendants and convicts, as well as the legality of his victory in the Pilkada. In addition, it also raises questions regarding the position obtained whether it has legitimacy in accordance with the Law on Regional Elections and the Law on Regional Government. The method used in this thesis research is normative juridical with a qualitative approach and uses literature and interviews. This research is important to discuss the legal implications of elected regional heads who are involved in legal cases in the examples of cases in the 2020 Pilkada and find solutions. So, besides being able to be useful for the development of theoretical discussions, it is also beneficial for the relevant Government Agencies."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bima Satria Ramadhan
"Pemilihan kepala daerah (Pilkada) merupakan suatu mekanisme untuk menentukan pemimpin di daerah yang berasal dari pilihan masyarakatnya. Hal ini sejalan dengan konsep kedaulatan kepada rakyat dan negara hukum sebagaimana telah diamanatkan oleh UUD 1945. Berbicara mengenai pelaksanaannya tidak terlepas dari peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pilkada di Indonesia. Dan juga kerangka hukum Pilkada yang telah dibuat sedemikian rupa untuk memberikan pengaturan dalam pelaksanaannya. Pada pelaksanaan Pilkada 2020 telah ditemukan calon kepala daerah yang sedang terlibat kasus hukum pada Pilkada Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2020. Meskipun kepala daerah tersebut menyandang status terdakwa, ternyata tidak mempengaruhi KPUD Pesisir Selatan untuk tidak meloloskannya sebagai peserta Pilkada. Sampai kemudian ditetapkan sebagai kepala daerah yang terpilih. Berdasarkan fakta inilah timbul pertanyaan- pertanyaan terkait legalitas calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka, terdakwa dan terpidana, serta legalitas terkait kemenangannya di Pilkada. Selain itu juga menimbulkan pertanyaan terkait jabatan yang diperoleh apakah memiliki legitimasi sesuai dengan UU tentang Pilkada dan UU tentang Pemerintahan Daerah. Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan bahan studi pustaka serta wawancara. Penelitian ini menjadi penting untuk membahas implikasi hukum kepala daerah terpilih yang terlibat kasus hukum pada contoh kasus di Pilkada tahun 2020 serta mencarikan solusinya. Sehingga, selain dapat bermanfaat bagi pengembangan pembahasan secara teoritis, juga bermanfaat bagi Instansi Pemerintah terkait.

Regional head elections (Pilkada) are a mechanism to determine leaders in regions that come from the choices of the people. This is in line with the concept of sovereignty to the people and the rule of law as mandated by the 1945 Constitution. Talking about its implementation cannot be separated from the role of the General Elections Commission (KPU) as the organizer of Pilkada in Indonesia. And also, the Pilkada legal framework has been designed in such a way as to provide regulation in its implementation. During the Pilkada in 2020, a regional head candidate who was involved in a legal case in the 2020 Pesisir Selatan Regency election was discovered. Even though the regional head had the status of a defendant, it did not affect the Pesisir Selatan KPUD not to pass him as a Pilkada participant. Until then appointed as the elected regional head. Based on this fact, questions arise regarding the legality of the candidates for regional heads who are designated as suspects, defendants and convicts, as well as the legality of his victory in the Pilkada. In addition, it also raises questions regarding the position obtained whether it has legitimacy in accordance with the Law on Regional Elections and the Law on Regional Government. The method used in this thesis research is normative juridical with a qualitative approach and uses literature and interviews. This research is important to discuss the legal implications of elected regional heads who are involved in legal cases in the examples of cases in the 2020 Pilkada and find solutions. So, besides being able to be useful for the development of theoretical discussions, it is also beneficial for the relevant Government Agencies."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Tenri Abang HS
"Dalam penelitian ini terdapat dua permasalahan yakni: 1) Bagaimanakah persoalan pengaturan dalam pencalonan pemilihan kepala daerah dengan munculnya dinasti politik dalam demokrasi? 2) Bagaimana dampak dinasti politik terhadap prinsip checks and balances di daerah? Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini menyimpulkan terdapat beberapa permasalahan dalam pengaturan pencalonan pemilihan kepala daerah dengan munculnya dinasti politik yang berdampak pada prinsip checks and balances di daerah. Pemasalahan mengenai pengaturan dalam syarat calon kepala daerah dan juga 4 (empat) kasus di daerah dengar berlatar belakang dinasti politik yang berdampak pada prinsip checks and balances di daerah. Penelitian ini merekomendasikan DPR dan Presiden seharusnya melalukan penyempurnaan dalam mekanisme dan syarat pencalonan kepala daerah dalam Undang-Undang Pemilahan Kepala Daerah terhadap munculnya dinasti politik tanpa membatasi hak konstitusional warga negara, mengatur kembali ketentuan mengenai uji publik dengan mempertimbangkan masalah waktu dan anggaran, serta perlu mengkaji kembali mengenai syarat ambang batas dalam pencalonan kepala daerah.

In this research, there are two problems, namely: 1) How is the issue of regulation in the nomination of regional head elections with the emergence of political dynasties in democracy? 2) What is the impact of political dynasties on the principle of checks and balances in the regions? The type used in this research is normative legal research. This research concludes that there are several problems in regulating the nomination of regional head elections with the emergence of political dynasties which have an impact on the principle of checks and balancb es in the regions. Problems regarding the regulation of the requirements for regional head candidates as well as 4 (four) cases in the hearing area with a political dynasty background that have an impact on the principle of checks and balances in the regions. This research recommends that the DPR and the President should make improvements to the mechanism and requirements for nomination of regional heads in the Law on the Sorting of Regional Heads against the emergence of political dynasties without limiting the constitutional rights of citizens, re-arrange the provisions on public examinations by considering time and budget issues, and need to review again regarding the threshold requirements in the nomination of regional heads."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debby
"Penyelenggaraan pemilihan di tengah pandemi Covid-19 merupakan hal yang baru bagi seluruh negara di dunia. Negara Indonesia melaksanakan pemilihan kepala daerah di tengah pandemi Covid-19 pada 9 Desember 2020 di 270 daerah. Pemilihan tetap dilaksanakan karena kedaruratan yang dipilih oleh negara Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19 adalah kedaruratan berdasar undang-undang. Sistem hukum yang berlaku dalam kedaruratan berdasar undang-undang adalah sistem hukum normal sehingga, pemilihan tetap dapat dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Permasalahan pada tesis ini adalah bagaimana KPU dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah di tengah pandemi dan bagaimana Bawaslu mengantisipasi pelanggaran di ruang gerak yang terbatas akibat pandemi. Peran KPU dalam meningkatkan partisipasi masyarakat pada pemilihan di tengah pandemi adalah melakukan sosialisasi secara masif melalui berbagai kegiatan, menerapkan protokol kesehatan dan melaksanakan simulasi protokol kesehatan di TPS. Partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah di tengah pandemi adalah sebesar 76,09% dan merupakan yang tertinggi sejak pemilihan kepala daerah 2015. Pemilihan ini dapat dikatakan cukup sukses karena pemilihan di tengah pandemi Covid-19 tidak menghalangi pemilih untuk memberikan suaranya. Peran Bawaslu dalam mengantisipasi pelanggaran di ruang gerak yang terbatas akibat pandemi adalah melakukan sosialisasi, melaksanakan sekolah kader pengawas partisipatif, membentuk desa anti politik uang dan membentuk kampung sadar pengawasan pilkada. Dengan adanya program ini diharapkan pelanggaran bisa dicegah dan tidak terjadi. Pemilihan kepala daerah di tengah pandemi Covid-19 ini memberikan kewenangan baru bagi Bawaslu, yaitu mengawasi penerapan protokol kesehatan.

Holding elections in the midst of the Covid-19 pandemic is a new thing for all countries in the world. The Indonesian state held regional head elections in the midst of the Covid-19 pandemic on December 9, 2020 in 270 regions. The election still be held because the chosen emergency by Indonesian state in dealing with the Covid-19 pandemic is an emergency based on law. The legal system that applies in emergencies based on law is a normal legal system so the elections can still be held in the midst of the Covid-19 pandemic. The problem in this thesis is how KPU can increase public participation in regional head elections in the midst of a pandemic and how Bawaslu anticipates violations in the limited space due to the pandemic. The role of KPU in increasing public participation in elections in the midst of a pandemic is to conduct massive socialization through various activities, implement health protocols and carry out simulations of health protocols at polling stations. Public participation in regional head elections in the midst of a pandemic is 76.09% and is the highest since the 2015 regional head elections. This election can be said to be quite successful because the election in the midst of the Covid-19 pandemic did not prevent voters from voting. The role of Bawaslu in anticipating violations in the limited space due to the pandemic is to carry out socialization, carry out participatory supervisory cadre schools, form anti-money politics villages and form villages aware of election supervision.With this program, it is hoped that violations can be prevented and do not occur. The election of regional heads in the midst of the Covid-19 pandemic gave Bawaslu new authority, namely overseeing the implementation of health protocols."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hani Adhani
"Pasca Amandemen UUD 1945, Proses pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan melalui pemilihan langsung. Hal mengenai mekanisme pemilihan Kepala Daerah tersebut selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah.
Pelaksanaan demokrasi dalam Pilkada langsung ini menimbulkan konsekuensi yang besar terhadap kelangsungan kehidupan demokrasi di Indonesia. Proses pelaksanaan Pilkada yang syarat dengan berbagai kepentingan akan menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan selalu berujung dengan sengketa. Lembaga peradilan yang merupakan benteng terakhir untuk menyelesaikan sengketa Pilkada harus selalu dituntut untuk mengedepankan putusan yang menjunjung rasa keadilan bagi semua kepentingan yang terkait dengan sengketa Pilkada.
Adanya konflik yang berkepanjangan pasca putusan sengketa Pilkada oleh Mahkamah Agung menimbulkan kegamangan yang berujung dengan pengalihan kewenangan untuk mengadili sengketa Pilkada dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak secara jelas mengatur tentang mekanisme pengalihan kewenangan mengadili sengketa Pilkada dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi, hal tersebut menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda terkait tenggat waktu pelimpahan kewenangan tersebut, meskipun pada akhirnya permasalahan tersebut berakhir setelah ditandatanganinya Berita Acara Pelimpahan Kewenangan Mengadili Sengketa Pilkada dari Mahkamah agung ke Mahkamah Konstitusi pada tanggal 29 Oktober 2008.
Proses penyelesaian sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi tidaklah jauh berbeda dengan penyelesian sengketa di Mahkamah Agung, adanya tenggat waktu 14 (empat belas) hari untuk menyelesaikan sengketa tersebut, menyebabkan proses penyelesaian sengketa tersebut harus dilaksanakan secara cepat dengan acuan yang menjadi dasar pertimbangan hakim adalah hal mengenai hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. Adanya upaya hukum berupa kasasi dan peninjauan kembali yang dilakukan oleh Mahkamah Agung pasca putusan yang bersifat final dan mengikat, menyebabkan upaya menyelesaikan sengketa Pilkada berlarut-larut sehingga menimbulkan adanya ketidakpastian hukum. Hal tersebut yang menjadi salah satu pembeda antara proses penyelesaian sengketa Pilkada di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25202
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Topo Santoso
Jakarta: Kemitraan Parnership, 2007
324.6 TOP h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Iralda Nur Titania
"Penelitian ini menganalisis aspek hukum ketentuan kuota 30% keterwakilan perempuan atau affirmative actiondalam pemilihan umum di Indonesia dari perspektif hak asasi manusia. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Meskipun UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mewajibkan partai politik mencalonkan minimal 30% perempuan, tidak adanya sanksi tegas menjadikan ketentuan ini kurang efektif. Analisis dilakukan menggunakan kerangka hukum internasional seperti CEDAW dan Deklarasi Beijing, serta teori keterwakilan deskriptif dan substantif. Penelitian membandingkan praktik di Indonesia dengan negara lain seperti Amerika Serikat, Filipina, dan Jerman yang telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam partisipasi politik perempuan. Temuan menunjukkan pentingnya penerapan sanksi, dukungan finansial dan logistik, serta kampanye kesadaran untuk meningkatkan efektivitas kebijakan afirmatif. Peningkatan partisipasi politik perempuan dapat memberikan perlindungan hak asasi manusia terhadap kelompok rentan dengan dengan menekankan kepastian hukum dan implementasi yang efektif, sambil mempertimbangkan tantangan kultural dan struktural yang masih dihadapi. Diperlukan penguatan kebijakan afirmatif, peningkatan pendidikan politik, dan perubahan persepsi budaya tentang peran perempuan dalam politik.

This research analyzes the legal aspects of the 30% women's representation quota or affirmative action in Indonesian elections from a human rights perspective. This paper is compiled using doctrinal research methods. Although Law No. 7 of 2017 on General Elections requires political parties to nominate a minimum of 30% women, the absence of strict sanctions makes this provision less effective. The analysis is conducted using international legal frameworks such as CEDAW and the Beijing Declaration, as well as theories of descriptive and substantive representation. The research compares practices in Indonesia with other countries such as the United States, Philippines, and Germany that have shown significant progress in women's political participation. Findings indicate the importance of implementing sanctions, financial and logistical support, and awareness campaigns to increase the effectiveness of affirmative policies. Increasing women's political participation can provide human rights protection for vulnerable groups by emphasizing legal certainty and effective implementation, while considering the cultural and structural challenges that still exist. Strengthening affirmative policies, enhancing political education, and changing cultural perceptions about women's roles in politics are needed."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siregar, Praise Juinta W S
"Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah merupakan sengketa yang dianggap berbeda dengan Sengketa Pemilu. Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur secara eksplisit mengenai kelembagaan peradilan dalam Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah, sehingga hal tersebut menimbulkan penafsiran bahwa lembaga peradilan yang memiliki kewenangan terhadap sengketa perselisihan hasil Pemilihan Kepala Daerah adalah Mahkamah Agung dan lembaga peradilan di bawahnya, kemudian dialihkan ke Mahkamah Konstitusi. Pengalihan kewenangan tersebut menimbulkan pandangan yang berbeda karena di satu sisi terdapat pandangan yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah, sedangkan di sisi lain ada pandangan yang menyatakan bahwa perlu ada peradilan khusus dalam penyelesaian Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah.

Dispute over Regional Head Election Result is dispute that is considered different from Election Disputes. The Constitution of Indonesia does not explicitly regulate judicial institutions in Disputes over Regional Head Election Results, so this has led to an interpretation that the judiciary that has authority over disputes over disputes over the results of Regional Head Elections is the Supreme Court and the judicial institutions under it, then transferred to Constitutional Court. The transfer of authority raises different views because on the one hand there is a view which states that the Constitutional Court has the authority to resolve disputes over the results of regional head elections, while on the other hand there is a view which states that there needs to be a special court in resolving disputes over regional head election results."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>