Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211562 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bhuwana Fairuz Kusumawardhani
"Tesis ini membahas mengenai konsep anjak piutang dalam hukum di Indonesia dan perbandingan konsep anjak piutang di Indonesia dengan Belanda dan Perancis. Anjak piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang usaha suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Secara teknis anjak piutang memang dapat dikatakan sebagai pengalihan piutang dagang, namun anjak piutang tidak sesederhana itu. Kombinasi dari dua fungsi dalam konsep anjak piutang menimbulkan beragam perkembangan produk-produk anjak piutang yang membutuhkan pertimbangan hukum yang berbeda dan khusus. Oleh karena itu lingkungan hukum pada suatu negara memegang peranan penting dalam menentukan suksesnya anjak piutang. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dan metode perbandingan hukum. Data penelitian dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa munculnya konsep anjak piutang di Indonesia merupakan bagian dari kecenderungan dalam pembangunan hukum di dunia yang mendorong transplantasi konsep-konsep yang timbul dari bidang ekonomi di Amerika Serikat ke dalam sistem hukum negara lain. Perbandingan konsep anjak Piutang di Indonesia dengan Belanda dan Perancis dapat dilakukan berdasarkan aspek regulasi dan aspek kontraktual. Berdasarkan aspek regulasinya, anjak piutang di Indonesia dan Perancis adalah teregulasi sedangkan anjak piutang di Belanda tidak teregulasi. Berdasarkan aspek kontraktualnya, Indonesia, Belanda dan Perancis belum memiliki peraturan khusus yang mengatur tentang perjanjian anjak piutang, oleh karena itu ketentuan umum hukum perjanjian di ketiga negara tersebut pada umumnya masih menjadi acuan untuk perjanjian anjak piutang.

This thesis concerns with factoring concept in Indonesian Law and it’s comparison to the Netherlands and France regime. Factoring is a financing activity in the form of trade receivables sale followed by the administration of said accounts receiveable. Technically, factoring could be said simply as an assignment of accounts receivable. However, factoring is not as straightforward as it seems. The development of various factoring products that arise from the combination of factoring’s two functions pushed the need of different and specific contractual considerations. Therefore, the legal environment of a country holds an important role in deciding the success of factoring concept. This thesis is using normative and comparative method. The data in this thesis is collected by conducting library research. The result of this research shows that the factoring concept appeared in Indonesia as a part of trends in the law development across the world which urged the transplantation of American economic concepts into other countries legal system. Comparison to the regulation aspect of factoring concept in Indonesia, Netherlands, and France shows that both Indonesia and France factoring industries are regulated while factoring industry in Netherlands is not. On the other hand, based on the contractual aspect, the three countries do not have a specific and specialized regulations or laws concerned with factoring agreement. Subsequently, factoring agreement still largely refers to the general contract law that governs each countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prita Purwanto
"ABSTRAK
Anjak piutang, yang jenisnya dapat dibagi menjadi factoring with recourse dan factoring without recourse, adalah fasilitas layanan pengambilalihan piutang yang berkembang dari sistem hukum common law. Di Indonesia, payung hukum anjak piutang masih belum jelas dan terdapat inkonsistensi jangka waktu objek anjak piutang antarperaturan. Oleh karena itu, sebagai fungsi inspiratif, dilakukan perbandingan konstruksi hukum anjak piutang antara Indonesia dan Amerika Serikat dengan metode perbandingan yang menghasilkan bentuk penelitian yuridis-normatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa konstruksi hukum anjak piutang di Indonesia, selain memiliki persamaan, juga perbedaan dengan Amerika Serikat. Perbedaan utama yang terlihat adalah di Amerika Serikat, factoring with recourse tidak diklasifikasi sebagai anjak piutang. Hal ini memberikan perlindungan hukum tidak hanya bagi factor, namun juga bagi klien dan nasabah.

ABSTRACT
Factoring, the type of which can be divided into factoring with recourse and factoring without recourse, is a service facility to take over account receivables that has been developing from the common law system. In Indonesia, the underlying law for factoring is still unclear and inconsistent in term of the regulations on the object of the factoring. Therefore, as an inspired function, a comparison of legal construction for the factoring is made between Indonesia and the United States under comparison method producing forms of normative-juridical research. This research shows that the legal construction for factoring in Indonesia, other than the similarity, also has the difference with that in the United States. The fundamental difference lies on the factoring with recourse in the United States where it is not classified as a factoring. This generates legal protection not only for the factors but also both clients and customers.
"
2015
S61952
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Eric Nathanael
"Melalui Nomor Keputusan Presiden. 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, dan setelah itu muncul ketentuan yang mengatur anjak piutang meskipun tidak spesifik tentang anjak piutang dan hanya sedikit. Akan tetapi sejak diperkenalkan di Indonesia hingga saat ini belum ada ketentuan yang secara khusus mengatur anjak piutang. Sementara itu di India, tagihan anjak piutang yang diperkenalkan pada tahun yang sama sudah memiliki ketentuansecara khusus mengatur anjak piutang di India, yaitu The Act Factoring Regulation Act, 2011 dan Registrasi Assignment of Receivables Rules, 2012 yaitu
ketentuan yang mengatur pendaftaran anjak piutang. Penelitian ini akan menganalisis ketentuan mengenai anjak piutang di Indonesia dan juga di India serta persamaan dan perbedaannya. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Indonesia perjanjian anjak piutang sendiri masih didasarkan pada prinsip kebebasan kontrak yang ada di Burgerlijk Wetboek (BW) dan ketentuannya ada dalam ketentuan yang berbeda, memiliki ketentuan yang belum ada dalam ketentuan tersebut. The Factoring Regulation Act 2011 di India dan sebaliknya. Menurut penulis, yang kurang dari ketentuan anjak piutang di Indonesia mengenai hak dan kewajiban yang dirasa sangat penting tetapi belum diatur oleh Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan ketentuan atau peraturan khusus mengenai anjak piutang di Indonesia untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak pesta.

Factoring has been introduced in Indonesia since 1988
through Presidential Decree Number. 61 of 1988 concerning Financing Institutions, and after that comes the provisions governing factoring although not specific about factoring and only a little. Will but since it was introduced in Indonesia until now there has been no provision in that specifically regulates factoring. Meanwhile in India factoring receivables introduced in the same year already have provisions in a manner
specifically regulates factoring in India, namely The Factoring Regulation Act, 2011 and Registration of Assignment of Receivables Rules, 2012 viz the provisions governing registration of factoring. This research will analyze the provisions concerning factoring in Indonesia and also in India and their similarities and differences. This research was conducted with normative juridical methods. The results of this study show that in Indonesia the agreement for factoring itself is still based on the principle freedom of contract that is in Burgerlijk Wetboek (BW) and its provisions are in different provisions, have provisions that dont yet exist in the provisions of The Factoring Regulation Act 2011 in India and vice versa. According to the author, which is less than the factoring provisions in Indonesia regarding rights and obligations that are felt to be very important but have not been regulated by Indonesia. Therefore, special provisions or regulations are needed regarding factoring in Indonesia to provide legal certainty for parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Santoso
"Seiring dengan keadaan perekonomian yang semakin ketat dengan adanya Kebijaksanaan Uang Ketat (Tight Money Policy) dimana kredit perbankan tidak lagi dapat diperoleh dengan mudah, maka dengan adanya usaha anjak piutang yang merupakan salah satu alternatif lembaga pembiayaan, dapat dijadikan jalan keluar bagi para pengusaha untuk mengatasi masalah cas flow dan credit department suatu perusahaan dalam rangka meningkatkan aktivitas produksinya. Dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden R.I. no 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Surat Keputusan Menteri Keuangan R.I. No 1251/KMK.O13/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, kegiatan factoring semakin banyak dilakukan. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya bank, lembaga keuangan bukan bank, dan perusahaan anjak piutang yang memberikan fasilitas jasa anjak piutang. Akan tetapi kedua ketentuan di atas hanya mengatur mengenai perusahaan anjak piutang, tidak mengatur mengenai syarat-syarat dan isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak serta hampir tidak mengatur kegiatan perusahaan anjak piutang. Di dalam K.U.H.Perdata sebenarnya ada pengaturan mengenai perjajian anjak piutang, akan tetapi perjanjian anjak piutang dalam K.U.H.Perdata berbeda dengan perjanjian factoring. Oleh karena itu, dasar hukum perjanjian factoring adalah asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1338 ayat 1 K.U.H.Perdata. Sebagai konsekwensinya, dalam praktek timbul bermacam-macam jenis perjanjian factoring, karena apapun boleh diperjanjikan asal tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan usaha anjak piutang tidak terlepas dari masalah-masalah yang timbul. Permasalahan yang timbul ini berdampak terhadap upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Dalam skripsi ini akan dikemukakan empat upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan anjak piutang (factor) dalam menghadapi piutang yang tidak tertagih. Salah satu diantaranya adalah penyelesaian suatu sengketa melalui musyawarah atau perdamaian yang dilakukan oleh perusahaan anjak piutang dengan kesepakatan para pihak. Keadaan seperti ini menimbulkan pertanyaan sampai sejauh mana kepastian hukum penyelesaian suatu sengketa atau perselisihan tersebut, sehingga mempunyai kekuatan mengikat para pihak untuk mentaatinya. Upaya hukum perusahaan anjak piutang melalui gugatan perdata yang diajukan ke pengadilan negeri memberikan kelebihan-kelebihan dibandingkan melalui musyawarah atau perdamaian, karena keputusan hakim lebih mempunyai kekuatan mengikat dan kepastian hukum bagi para pihak untuk mentaatinya. Dan untuk memajukan perusahaan anjak piutang di Indonesia, juga untuk melindungi para pihak yang terlibat dalam kegiatan anjak piutang , kiranya masih diperlukan seperangkat peraturan yang secara khusus mengatur kegiatan anjak piutang tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20529
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jeselyn
"Anjak piutang, khususnya anjak piutang dengan pemberian jaminan merupakan salah suatu lembaga pembiayaan dalam perdagangan, baik secara domestik maupun internasional. Dalam pengaturannya di Indonesia, anjak piutang tidak diatur secara khusus, sehingga dalam praktiknya perjanjian anjak piutang dapat mengacu dari kebiasaan yang ada di dunia perdagangan domestik maupun internasional. Konvensi UNIDROIIT mengenai lembaga anjak piutang UNIDROIT Convention on International Factoring dan Konvensi PBB mengenai pengalihan hak milik piutang dagang dalam perdagangan internasional United Nation Convention on the Assignment of Receivables in International Trade merupakan dua kebiasaan internasional yang mengatur mengenai lembaga anjak piutang. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, kedua konvensi internasional ini kemudian dibandingkan dengan pengaturan pada praktik di Indonesia, serta dilakukan analisis terhadap pertimbangan hukum Hakim melalui putusan pengadilan di Indonesia untuk melihat apakah Hakim dalam menimbang maupun memutuskan memperhatikan kedua konvensi internasional tersebut. Hasil analisis menunjukkan beberapa kesesuaian, yaitu para pihak yang beperkara, hak recourse, serta kewajiban untuk menotifikasi debitur, sedangkan ketidaksesuaian terlihat dari cara pengalihan piutang dagang.
Factoring, especially factoring with recourse is one of the common financial commercial methods, both domestically and internationally. In its regulation in Indonesia, factoring is not specifically regulated, so that practically factoring agreement can be referred to the customs of international trade. UNIDROIT Convention on International Factoring and United Nations Convention on the Assignment of Receivables in International Trade are two international customs regulating factoring. By using normative juridical research method, the two international conventions are then compared to the practical regulation in Indonesia, as well as an analysis of judge 39 s legal considerations through Indonesia courts 39 verdict. The analysis will examine whether the judge in weighing and deciding considered both the international convention or not. The analysis showed some conformity, namely the parties of factoring, recourse, and the obligation to notify the debtor, while the mismatch seen from the assignment of receivables."
2017
S66229
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adis Banjere
"Salah satu bentuk bisnis yang turut meramaikan dunia perdagangan Indonesia saat ini adalah factoring, yang dalam istilah Indonesia disebut anjak piutang. Perjanjian anjak piutang tidak dikenal dalam RUH Perdata maupun KUH Dagang, tetapi dapat hidup dan berkembang karena RUH Perdata kita mengenal sistem terbuka dan azas kebebasan berkontrak yang berpangkal dari adanya kedudukan kedua belah pihak yang sama derajat. Namun, dalam praktek, perjanjian anjak piutang berbentuk kontrak baku yang isi dan syarat kontraknya telah ditentukan sepihak oleh factor, maka klien hanya berpeluang untuk menerima atau menolak syarat-syarat yang telah ditentukan tersebut. Di sini nampak dominasi factor yang cukup besar sehingga kewajaran perjanjian tersebut sangat tergantung kepada factor. Faktor selalu memaksakan kehendaknya pada klien. Lemahnya posisi klien tergambar dalam Termination Clause dan syarat panghentian perjanjian sebelum saat berakhirnya perjanjian. Secara substansi hubungan hukum antara factor dengan klien tidak jelas, terutama dalam hal menentukan masalah tanggung jawab hukumnya.
Dari hasil penelitian ini, disarankan agar pemerintah perlu membuat ketentuan yang membatasi kebebasan berkontrak dan mencegah penggunaan klausul kontrak yang tidak seimbang, yaitu dengan cara membuat ketentuan yang berisikan larangan menggunakan klausul kontrak yang dinilai dapat merugikan klien baik dari segi kepatutan, keadilan maupun berdasarkan kebebaaan dalam dunia bisnis di Indonesia sehingga pada akhirnya, tercipta kondisi bisnis anjak piutang yang saling menguntungkan baik dari segi hukum maupun dari segi bisnis yang pada akhirnya dapat merangsang pertumbuhan dan kegiatan usaha anjak piutang untuk menunjang perekonomian di Indonesia.
Sasaran yang ingin dicapai adalah memberikan porlindungan hukum yang seimbang kepada factor, klien, dan customer, pembatasan kebebasan berkontrak dapat dilakukan dengan dua Cara yaitu, Pertasra, menyempurnakan kaidah-kaidah dalam buku III KUH Perdata atau membuat undang-undang tentang perikatan dan undang-undang tentang hukum kontrak (termasuk kontrak baku). Kedua, membuat beberapa undang-undang yang khusus mengenai suatu aspek tertentu seperti undang-undang mengenai anjak piutang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anodya Sangun Gagahdo
"ABSTRAK
Guna mendapatkan bentuk jaminan di Indonesia yang ideal di masa yang akan datang maka perlu dikaji mengenai pengaturan jaminan terhadap pesawat udara di negara lain. Skripsi ini mencoba untuk mengkaji jenis jaminan pesawat udara di Perancis guna mendapatkan gambaran yang memadai mengenai bentuk jaminan yang ideal terhadap pesawat udara. Tulisan ini akan mengkaji mengenai bentuk jaminan terhadap pewawat terbang yang berlaku di Perancis, bagaimana proses penjaminannya serta bagaimana cara melakukan eksekusinya apabila debitur wanprestasi. Hasil kajian tersebut akan dibandingkan dengan pengaturan dan praktek penjaminan pesawat terbang di Indonesia sehingga dapat diketahui hal-hal apa saja yang perlu diatur dalam ketentuan jaminan pewawat terbang di Indonesia pada masa yang akan datang. Penulis menggunakan metode perbandingan hukum dengan menjadikan Indonesia sebagai acuan atau primum comparandum dan hukum positif Perancis sebagai pembanding atau secundum comparandum. Setelah penulis memaparkan hukum jaminan terhadap pesawat udara di masing-masing negara, kemudian penulis dapat melakukan perbandingan yang nantinya akan diperoleh persamaan dan perbedaan diantara kedua negara tersebut. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah, peneliti menemukan bahwa pengaturan mengenai bentuk hukum jaminan bagi pesawat udara di Indonesia belum diatur secara jelas, di Indonesia hanya bagian-bagian tertentu dari pesawat udara yang dapat dijaminkan dengan fidusia, dan di Perancis telah terdapat ketentuan khusus yang mengatur tentang jaminan terhadap pesawat udara berupa jaminan hipotik pesawat udara serta lembaga pendaftaran khususnya.

ABSTRACT
In order to obtain the ideal form of security in Indonesia in the future, it is necessary to review the regulation of aircraft securities in other countries. This article attempts to assess the type of aircraft securities in France in order to get an adequate picture of the ideal form of security towards an aircraft. This paper will examine the form of securities towards French aircraft applicable in France, how the security process and how to execute if the debtor defaults. The results of the study will be compared with the arrangement and practice of aircraft security in Indonesia so that it can be known what matters that need to be regulated in terms of securities of aircraft Indonesia in the future. The author uses the comparative method of law by making Indonesia as a reference or primum comparandum and French positive law as a comparandum or secundum comparandum. After the authors explain the security interest law in aircraft in each country, then the author can do a comparison that will be obtained equations and differences between the two countries. The conclusion of this study is that the researchers found that the regulation of the legal form of security for aircraft in Indonesia has not been clearly regulated, in Indonesia only certain parts of aircraft can be pledged with fiduciary, and in France there are special provisions which stipulates the guarantees of aircraft in the form of aircraft mortgage warrants as well as the registration agencies in particular. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Ayusari
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan dan perbandingan jual beli antara Indonesia, Belanda, dan Perancis. Pembahasan meliputi definisi, saat terjadinya jual beli, kewajiban-kewajiban penjual, kewajiban-kewajiban pembeli, risiko dalam perjanjian jual beli, jual beli dengan hak membeli kembali, jual beli piutang dan lain-lain hak takbertubuh, hak reklame, jual beli barang orang lain, dan jual beli online. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan dalam jual beli antara Indonesia, Belanda, dan Perancis. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dan metode penelitian yang digunakan adalah perbandingan hukum. Hasil penelitian ini menyarankan agar segera dibuat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia yang baru agar lebih menjamin kepastian hukum.

This thesis discusses the regulation and comparison of sale and purchase between Indonesia, The Netherlands, and France. Discussion includes definitions, when sale and purchase comes to existence, the obligations of the seller, the obligations of the buyer, the risk in the sale and purchase agreement, sale and purchase with the right of repurchase, sale and purchase of intangible rights, right of reclamation, sale and purchase of anothers property, and electronic commerce. This research shows that there are similarities and differences in sale and purchase between Indonesia, The Netherlands, and France. This research is a juridical normative research and the research method used is comparison of law. The results suggest that a new Indonesian Civil Code should be created immediately to guarantee a better legal certainty."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>