Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125647 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aprilia Hiumawan
"Resistensi antibiotik merupakan tantangan besar yang dialami oleh sektor kesehatan. Pengembangan berbagai antibiotik baru seperti lantibiotik merupakan salah satu cara untuk mengatasi tantangan ini. Pada penelitian in vitro sebelumnya, Streptococcus macedonicus MBF10-2 diprediksi memiliki Bacteriocin Like Inhibitory Substance (BLIS) berupa lantibiotik dengan mekanisme aksi pembentukan pori. Bacteriocin Like Inhibitory Substance yang dihasilkan belum diketahui secara spesifik jenisnya sehingga pada penelitian kali ini dilakukan identifikasi jenis lantibiotik dan mekanisme aksinya pada tingkat molekuler secara in silico. Identifikasi dilakukan dengan cara menyejajarkan sekuens dengan berbagai pustaka lantibiotik. Setelah teridentifikasi, dilakukan sekuensing dari hasil ekstraksi DNA lantibiotik yang telah diamplifikasi untuk mendeteksi keberadaan mutasi pada sekuens. Penelitian mengenai mekanisme aksi tingkat molekuler dari lantibiotik ini dilakukan dengan pembuatan model struktur tiga dimensi menggunakan metode template-based dan de novo. Hasil model kemudian dievaluasi dan ditambatkan dengan lipid II yang merupakan molekul prekursor pada sintesis dinding sel bakteri untuk melihat potensi interaksinya. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa lantibiotik yang dihasilkan oleh Streptococcus macedonicus MBF10-2 adalah salivaricin 9. Terdapat 4 model salivaricin 9 dengan hasil evaluasi terbaik diantara model lainnya yang digunakan dalam penambatan molekuler, yaitu Sal9.3, Sal9.5, Sal9.6, dan Sal9.7. Hasil penambatan menunjukkan bahwa model salivaricin 9 memiliki potensi interaksi dengan lipid II, terutama pada cincin A dan C nya. Hasil penambatan ini kemudian dibandingkan dengan hasil penambatan lipid II dengan nisin sebagai referensi. Untuk mengonfirmasi potensi yang dihasilkan oleh salivaricin 9 terhadap lipid II, maka diperlukan uji in vitro lebih lanjut.

Antibiotic resistance is a major challenge faced by health sector. Development of various new antibiotics such as lantibiotics is one method to overcome the issue. In recent in vitro studies, Streptococcus macedonicus MBF10-2 was predicted to have unknown Bacteriocin Like Inhibitory Substance (BLIS) as lantibiotics with pore-forming mechanism of action. Therefore, this study aims to identify lantibiotic produced by Streptococcus macedonicus MBF10-2 and its molecular level of mechanism of action by in silico method. Identification was done by aligning the sequences with various lantibiotic sequences. Once identified, sequencing of the amplified DNA extraction was carried out to detect the presence of mutations before continuing the study. Research on the molecular mechanism of action begins with template-based and de novo protein structure modelling. Models then evaluated and docked with lipid II which is a precursor molecule in bacterial cell wall synthesis to see its potential interactions. Salivaricin 9 was identified as lantibiotic produced by Streptococcus macedonicus MBF10-2. There are 4 models of salivaricin 9 with the best evaluation results among the others used in molecular docking, namely Sal9.3, Sal9.5, Sal9.6, and Sal9 .7. Docking results showed salivaricin 9 models has the potential for interaction with lipid II, especially in ring A and C. Results of these docking then compared with another lantibiotic target such as nisin. To confirm the potency of salivaricin 9 against lipid II, further in vitro tests are needed."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Asriningati Paryono
"Resistensi antimikroba adalah salah satu masalah utama yang dihadapi oleh berbagai sektor, dimana masalah ini mengancam efektivitas dari upaya pencegahan dan pengobatan dari penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroba sehingga diperlukan adanya strategi baru untuk mengatasi masalah ini. Salah satu molekul yang secara aktif dipelajari dan dipertimbangkan sebagai strategi alternatif adalah peptida antimikroba yang diproduksi secara alami oleh bakteri yang disebut bakteriosin, terutama yang dihasilkan oleh kelompok Bakteri Asam Laktat (BAL). Penelitian ini bertujuan untuk mengonfirmasi dan mengkarakterisasi bakteriosin dua peptida unik dalam kelas IIb yang diproduksi oleh Streptococcus macedonicus MBF10-2 dengan pendekatan in silico dan konfirmasi sekuens DNA penyandi nonlantibiotiknya. DNA genomik bakteri diesktraksi dari hasil kultur dan gen penyandi nonlantibiotik disekuens dengan metode Sanger. Hasil sekuens dibandingkan dengan sekuens gen penyandi nonlantibiotik hasil Whole Genome Sequencing (WGS) untuk mendeteksi keberadaan mutasi pada sekuens DNA dan asam amino yang dihasilkan. Sekuens asam amino dari kedua peptida kemudian dilakukan pemodelan menggunakan metode de novo, saling ditambatkan, dan divisualisasikan untuk melihat ikatan dan interaksi yang terbentuk. Hasil penambatan Sm1 dengan Sm2 menunjukkan terbentuknya interaksi pada motif A25xxxA29 dan A29xxxG33 dari Sm1, serta S11xxxA15 dan A38xxxA42­ dari Sm2. Penambatan kedua peptida dengan sesamanya menunjukkan terbentuknya interaksi di residu Ala-19, motif G8xxxG12, dan motif A25xxxA29 pada Sm1, serta residu Ala-42, Gly-16, dan motif S11xxxA15 pada Sm2 sehingga diprediksi peptida tunggal sudah memiliki aktivitas inhibisi. Prediksi ini perlu ditelusuri lebih lanjut dengan uji in vitro.

Antimicrobial resistance is one of the urgent and growing problems that many sectors are facing which threatens the effectivity of preventive and curative effort on treating diseases caused by microbial infection, thus posing the need to discover a novel strategy in order to tackle the problem. One potential molecule currently being actively studied and considered to be an alternative strategy is an antimicrobial peptide naturally produced by bacteria called bacteriocin, especially those produced by the Lactic Acid Bacteria (LAB) group. This study aims to identify and characterize a unique two-peptide bacteriocin within the class IIb bacteriocin produced by Streptococcus macedonicus MBF10-2 through in silico approach and confirmation of its coding DNA. The bacteria’s genomic DNA was extracted from culture and its bacteriocin-coding DNA was sequenced with Sanger Sequencing method. The sequence result was then compared with the initial Whole Genome Sequencing result to detect any mutation in the DNA and its translated amino acid sequence. The amino acid sequence of the two peptides were then modeled with de novo method, docked with each other, and visualized to see the bonds and interactions formed. The docking result showed interactions within the A25xxxA29 and A­29xxxG33 motifs of Sm1 and the S11xxxA15 and A38xxxA42 motifs of Sm2. Docking of each peptide with its own showed interactions in Ala-19, the G8xxxG12 and A25xxxA29 motifs of Sm1 and Ala-42, Gly-16, and the S11xxxA15 motif of Sm2. These interactions pose the possibility that a single peptide might have an inhibition activity of some degree when working on its own. This possibility should be investigated further through an in vitro test."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vaza Nadia Zairinal
"Ekstrak daun sukun memiliki efek antibakteri. S. sanguinis diketahui sebagai bakteri yang berperan pada pembentukkan awal plak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi antibakteri ekstrak daun sukun terhadap viabilitas biofilm S. sanguinis secara in vitro. Bakteri S. sanguinis ATCC 10556 dikultur pada 96-well plate dan diinkubasi 370C selama 20 jam (fase akumulasi) dan 24 jam (fase maturasi) kemudian dipaparkan ekstrak daun sukun dengan konsentrasi 5; 10; 15; 20; 40; 80; dan 100%. Viabilitas biofilm S. sanguinis diuji menggunakan MTT assay dengan panjang gelombang 490 nm. Hasil dianalisis dengan one-way ANOVA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan bermakna viabilitas S. sanguinis setelah pemaparan dengan ekstrak daun sukun pelbagai konsentrasi pada fase akumulasi dan fase maturasi dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0.05). Viabilitas S. sanguinis setelah pemaparan ekstrak daun sukun konsentrasi 20; 80; dan 100% pada fase akumulasi lebih rendah dibandingkan fase maturasi.

Breadfruit leaf?s extract has a function as antibacterial. S. sanguinis is known as an early agent of formation of bacterial plaque.This research had purpose to analyze the antibacterial effect of breadfruit leaf?s extract against S. sanguinis growth. S. sanguinis ATCC 10556 were cultured in 96-well plate and incubated for 20 hours (accumulation phase) at 37 and 24 hours (maturation phase) then added breadfruit leaf?s extract concentrations 5; 10; 20; 40; 80; and 100%. Viability test was using MTT assay with wavelength of 490 nm. The results were analyzed by one-way ANOVA. The results showed that the viability of S. sanguinis after breadfruit leaf?s extract exposured in all concentrations on accumulation and maturation phase was lower than the control group (p<0.05). The viability of S. sanguinis after added breadfruit leaf?s extract concentration 20; 80; and 100% on accumulation phase was lower than maturation phase."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S44300
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septi Warda Zulfikar
"Daun Sukun memiliki efek antibakteri. S.mutans berperan dalam pembentukan biofilm. Penelitian ini bertujuan menganalisis potensi ekstrak daun Sukun terhadap viabilitas S.mutans secara in vitro. S.mutans ATCC 25175 dikultur, diinkubasi 20 jam (fase akumulasi) dan 24 jam (fase maturasi), kemudian dipaparkan ekstrak Daun Sukun 5;10;20;40;80;100%. Uji viabilitas menggunakan MTT assay, dianalisis dengan one-way ANOVA. Terdapat penurunan bermakna viabilitas S.mutans fase 20 jam setelah pemaparan ekstrak daun Sukun pada semua konsentrasi, dan fase 24 jam hanya konsentrasi 5% terjadi peningkatan bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p<0.05). Viabilitas biofilm S.mutans pada kelompok perlakuan fase 20 jam lebih rendah dibandingkan fase 24 jam.

Breadfruit leaf's has an antibacterial property. S.mutans has a function to form biofilm. The purpose of this study was to analyze the potential of breadfruit leaf’s extract toward the viability of S.mutans in vitro. S.mutans ATCC 25175 were cultured and incubated for 20 hours (accumulation phase) and 24 hours (maturation phase). Then added with the following breadlfruit leaf’s concentration :5;10;20;40;80;100%. The viability test was using MTT assay and would be analyzed by one-way ANOVA. There was significant decreased of the viability biofilm S.mutans on 20 hours phase after had been added the various concentration of bread fruit leaf’s extract, and on 24 hours phase only concentration 5% viability had increased significantly compared to the control group (p <0.05). The Viability biofilm S.mutans on 20 hours phase for all treatment group was lower than 24 hours phase."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S44947
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atiek Soemiati
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Streptokok hemolitik beta grup A (SH-A) adalah kuman patogen pada manusia menyebabkan radang tenggorok dan kulit dengan sequelae demam rematik. SH-A mempunyai protein M pada dinding selnya yang menyebabkan kuman tersebut tahan terhadap fagositosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ampisilin subkadar hambat minimal (sub KHM) terhadap daya fagositosis makrofag. Kuman SH-A dicampur dengan ampisilin sub KHM (1/4 KHM dan 1/8 KHM) dengan makrofag dan diinkubasi selama 60 menit dan 120 menit. Penelitian ini menggunakan SH-A strain standar WHO (Ceko), dan ampisilin trihidrat diperoleh dari PT Kalbe Farma. Makrofag diambil dari peritoneal mencit strain CBR umur 4-8 minggu. Sebagai kontrol dilakukan terhadap kuman yang dibiakkan dalam kaldu Todd Hewitt yang mengandung ampisilin sub KHM tanpa dicampur makrofag.
Hasil dan Kesimpulan: Terdapat penurunan populasi kuman pada perbenihan yang mengandung makrofag tanpa ampisilin setelah diinkubasi 120 menit karena penurunan pH pada media. Populasi kuman menurun setelah kuman dicampur ampisilin sub KHM pada inkubasi 60 menit dan 120 menit dibandingkan dengan kontrol. Prosentase fagositosis makrofag dan indeks fagositosis makrofag terhadap kuman yang dicampur ampisilin sub KHM pada inkubasi 60 menit dan 120 menit meningkat. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa secara in vitro daya fagositosis makrofag meningkat setelah dicampur ampisilin sub KHM pada inkubasi 60 menit dan 120 menit.

ABSTRACT
Effect Of Ampicillin At Sub Mic On The Phagocytosis By Macrophage Of Streptococcus Hemolytic Beta Group AScope and Method of Study: Streptococcus beta-hemolyticus group A (SH-A) is pathogenic for man, the most usual causative agent for acute streptococcal upper respiratory tract and skin diseases with sequelae namely rheumatic fever. The bacterial cell wall contains protein M, a virulence factor, which is responsible for the resistance to phagocytic activity of macrophage. The aim of this research was study the phagocytosis of streptococci grown in subminimum inhibitory concentration (sub MIC) of ampicillin by macrophage after incubation for 60 and 120 minutes. SH-A was obtained from Ceko Colaboratorium (standard strain of WHO), and ampicillin trihydrate was from Kalbe Farma. The mice were kindly supplied by Central Biomedical Research, Jakarta; age 4-8 weeks, were free from infections, and used as macrophage source.
Findings and Conclusions: The number of bacteria in the medium containing macrophage after incubation for 60 minutes increase, but after 120 minutes decreases, probably due to the low pH medium. The population of bacteria decreases in the medium treated with sub MIC of ampicillin after incubation for 60 and 120 minutes. Percentage of relative effect of phagocytosis and phagocytosis index of macrophage seem to be increasing after incubation of the whole component for 60 and 120 minutes. SH-A treated with sub MIC of ampicillin underwent rapid ingestion by macrophage after incubation for 60 and 120 minutes. The result showed that the hypothesis of the rapid ingestion of SH-A treated with sub MIC ampicilin by macrophage after incubation for 60 and 120 minutes could be accepted.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husniati
"UK-3A adalah senyawa antibiotika untuk anti kanker dan anti jamur. UK-3A telah diisolasi sebagai komponen minor dari miselium Streptomyces sp. 512-02 dan mempunyai gugus aktif hidroksil, amida, dan dilakton cincin sembilan yang terbukti aktif menghambat pertumbuhan bakteri dan sel kanker. Untuk mensintesis senyawa tersebut membutuhkan proses sintesis yang rumit dan waktu yang cukup lama. Telah disintesis senyawa antibiotik baru, yaitu analog UK-3A berdasarkan modifikasi gugus aktif senyawa UK-3A. Modifikasi gugus aktif dalam senyawa UK-3A dimungkinkan untuk mendapatkan senyawa analog yang mempunyai bioaktivitas yang sama atau lebih aktif dari senyawa UK-3A induk. Senyawa analog pada penelitian ini adalah 3-hidroksi-N-oktilpikolinamida [S1], 2-hidroksi-N-fenil-benzamida [S2], 3-hidroksi-N-fenilpikolinamida [S3], dan 2-hidroksi-N-oktilbenzamida [S4] yang diperoleh melalui reaksi amidasi asam karboksilat dengan amina primer. Keempat senyawa tersebut diharapkan dapat dikembangkan untuk mendapatkan senyawa antibiotik baru dengan rendemen hasil yang tinggi, rute reaksi yang lebih sederhana, dan mempunyai bioaktivitas dalam menghambat pertumbuhan sel kanker terutama leukemia. Senyawa-senyawa hasil sintesis tersebut diidentifikasi menggunakan UV, FT-IR, 1H-NMR, dan 13C-NMR. Hasil uji bioaktivitas secara in vitro terhadap sel kanker Murine leukemia P-388 memperlihatkan kemampuan penghambatan terhadap pertumbuhan sel kanker yang lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa UK-3A yaitu IC50 [S1]= 13,2; [S2]=7,75; [S3] =18,5; dan [S4]= 7,5 µg/mL, sementara IC50 UK-3A adalah 38 µg/mL.

The Synthesis UK-3A analogs i.e 3-hydroxy-N-octylpicolinamide [S1], 2-hydroxy-N-phenyl-benzamide [S2], 3-hydroxy-N-phenylpicolinamide [S3], and 2-hydroxy-N-octylbenzamide [S4] were obtained by modification of UK-3A. UK-3A was isolated from the Streptomyces sp. 512-02 mycelium and has been elucidated as a nine membered ring dilactone derivative possessing hydroxyl (OH) and amide (CONH) moieties . The compound shows ability to inhibit bacterial and cancer cell growth. The analogs were synthesized by amidation of carboxylate. The structure of products were confirmed by 1H- and 13C-NMR, FT-IR, and also UV spectrophotometer. The result of bioassay showed that their compound inhibits the growth of cancer cell Murine leukemia P-388. That's higher compared to that of UK-3A with IC50 are 13,2 µg/mL for [S1], 7,75 for [S2], 18,5 for [S3], and 7,5 for [S4], respectively. Whereas IC50 for UK-3A is 38 µg/mL."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T24725
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Tilaqza
"ABSTRAK
Sekitar 50% peresepan antibiotik tidak rasional berdasarkan data dari WHO,
dimana hal ini akan menyebabkan peningkatan morbiditas, mortalitas, biaya
pengobatan, efek samping dan resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi pola peresepan antibiotik dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan peresepan antibiotik yang rasional di seluruh puskesmas kecamatan kota
Depok. Rancangan penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Sampel
penelitian terdiri dari seluruh dokter, tenaga kefarmasian, resep antibiotik per oral
dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) periode Oktober
– Desember 2012. Analisis data dilakukan dengan uji chi square dan analisis
regresi logistik. Berdasarkan hasil analisis diketahui pola peresepan antibiotik
yang paling banyak diresepkan berdasarkan jenis antibiotik adalah amoksisilin
(73,5%) dan kotrimoksazol (17,4%), berdasarkan jenis penyakit adalah faringitis
akut (40,2%) dan ISPA tidak spesifik (25,4%), berdasarkan jenis kelamin pasien
adalah perempuan (54,4%), dan berdasarkan usia yakni antara 19-60 tahun
(45,4%). Dari 392 resep diketahui 56,1% tidak memenuhi kriteria kerasionalan
peresepan antibiotik yakni dalam hal pemilihan antibiotik (22,7%), durasi
pemberian (72,3%), frekuensi pemberian (3,2%), durasi dan frekuensi pemberian
(1,8%).Dokter yang pernah mengikuti pelatihan 2,014 kali lebih rasional
dibandingkan dengan dokter yang tidak pernah mengikuti pelatihan. Dokter
dengan masa kerja singkat (< 7 tahun) 3,952 kali lebih rasional dalam peresepan
antibiotik dibandingkan dengan masa kerja lama (> 7 tahun). Penelitian ini juga
menunjukkan peran tenaga kefarmasian dalam peresepan antibiotik rasional
belum bisa dilakukan karena kendala keterbatasan tenaga. Oleh karena itu perlu
dilakukan pelatihan kepada dokter dalam upaya meningkatkan peresepan
antibiotik yang rasional secara periodik dan penambahan tenaga kefarmasian agar
bisa melaksanakan peran dalam peresepan antibiotik rasional.
ABSTRACT
Approximately 50% of antibiotic prescribing is categorized as irrational according
to the data from the WHO, which will cause an increase in morbidity, mortality,
cost of medication, side effects, and resistance. The aim of this study was to
evaluate antibiotic prescribing patterns and factors associated with rational
antibiotic prescribing at public health care in Depok. Study design used a cross
sectional method. The sample consisted of physicians, pharmacists, oral antibiotic
prescriptions, and LPLPO from October to December 2012. Data were analyzed
by chi-square test and logistic regression analysis. Based on the results of
analysis, the most widely prescribed antibiotic pattern based on type of antibiotic
were amoxicillin (73.5%) and cotrimoxazole (17.4%), based on the type of
disease were acute pharyngitis (40.2%) and non-specific respiratory infection
(25.4%), based on the patient's gender was female (54.4%), and based on the age
was between 19-60 years (45.4%). About 56.1% of 392 prescriptions was found
not to meet the criteria for rational antibiotic prescribing in the case of antibiotic
selection (22.7%), duration of administration (72.3%), frequency of
administration (3.2%), duration and frequency of administration (1.8%).
Physicians who had attended training for rational drug use was 2,014 times more
rational than physicians who had never attended training. Physicians with short
working period (<7 years) was 3,952 times more rational in prescribing of
antibiotics compared to physicians with a longer working period (> 7 years). This
study also indicated that the role of pharmacist in rational antibiotic prescribing
could not be implemented due to the lack of pharmacist staff. Therefore,
periodically training is necessary for physicians in an effort to improve a rational
antibiotic prescribing in public health care. Additional staff of pharmacist in order
to carry out their role in rational antibiotic prescribing is also needed."
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T38415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Yasmin Iskandar
"Latar belakang. Berbagai studi sebelumnya menunjukkan bahwa insidens kolonisasi dan infeksi C.difficile semakin meningkat, terutama pada pasien rawat inap yang mendapat terapi antibiotika. Namun belum ada penelitian yang mendapatkan data kedua insidens tersebut di Indonesia, terutama di RSCM.
Tujuan. Untuk mengetahui insidens kolonisasi dan infeksi C.difficile pasien rawat inap yang mendapat terapi antibiotika di RSCM.
Metode. Dilakukan studi kohort prospektif berbasis surveilans pada 96 pasien rawat inap yang mendapat terapi antibiotika di RSCM pada periode penelitian. Dilakukan pemeriksaan feses dengan uji kromatografi cepat C.DIFF QUIK CHEK COMPLETETM pada awal dan akhir penelitian. Dilakukan follow-up selama 5-7 hari perawatan pada semua pasien. Insidens kolonisasi strain non-toksigenik adalah pasien yang memiliki hasil pemeriksaan fesesnya konversi GDH/Toksin -/- saat awal perawatan menjadi GDH/Toksin +/-. Insidens kolonisasi strain toksigenik adalah pasien yang memiliki konversi GDH/Toksin -/- saat awal perawatan menjadi GDH/Toksin +/+. Insidens infeksi adalah pasien yang memiliki konversi GDH/Toksin -/- saat awal perawatan menjadi GDH/Toksin +/+ yang disertai satu atau lebih gejala yang berhubungan dengan infeksi C.difficile.
Hasil. Dari 96 subjek penelitian, 13 subjek mengalami kolonisasi non-toksigenik; 8 subjek mengalami kolonisasi toksigenik; 9 subjek mengalami infeksi. Terdapat 11 subjek yang mengalami gejala klinis, namun hasil pemeriksaan fesesnya tidak ditemukan toksin yang positif (2 subjek hanya mengalami kolinisasi non-toksigenik dan 9 subjek tidak mengalami kolonisasi atau infeksi) sehingga dianggap bukan merupakan infeksi C.difficile.
Kesimpulan. Insidens kolonisasi C.difficile adalah 22%, dimana kolonisasi strain non-toksigenik adalah 14% (IK95% 13-16) dan strain toksi.

Background. Previous studies showed that there have been a significant increasing of the incidence of C.difficile colonization and infection, particularly among hospital inpatients prescribed antibiotics. However, there is no such data available in Indonesia, mainly at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Objective. To determine the incidence of Clostridium difficile colonization and infection among hospital inpatients prescribed antibiotics at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Methods. A surveillance-based prospective cohort study was conducted on 96 inpatients prescribed antibiotics at Cipto Mangunkusumo Hospital during the study period. All patient was followed-up for 5-7 days hospitalization. We obtained rectal swabs or stool samples on admission and day 5-7 of hospitalization and performed a rapid chromatography test C.DIFF QUIK CHEK COMPLETETM to determine colonization or infection. Incidence of non-toxigenic colonization was defined as a conversion of baseline result GDH/toxin -/- into GDH/toxin +/- as the second result. Incidence of toxigenic colonization was defined as as a conversion of baseline result GDH/toxin -/- into GDH/toxin +/+ as the second result. Incidence of infection was defined as a conversion of baseline result GDH/toxin -/- into GDH/toxin +/+ as the second result, accompanied by one or more C.difficile infection-associated clinical symptoms.
Results. A total of 96 subjects were included in the study; 13, 8 and 9 had a non-toxigenic colonization, toxigenic colonization, and infection, respectively. 11 subjects with clinical symptoms could not be determined whether they had a C.difficile infection because of the “toxin-negative” findings from their stool examination (2 subjects had non-toxigenic colonization and 9 subjects had neither colonization nor infection).
Conclusion. The incidence of C.difficile colonization was 22%, which 14% (95% CI 13-16) was the incidence of non-toxigenic colonization and 8% (95% CI 7-10) was the incidence of toxigenic colonization. The incidence of C.difficile infection was 9% (95% CI 8-11).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian terhadap faktor yang mempengaruhi ketidak sesuaian penggunaan antibiotika dengan uji kepekaan di ruang rawat intensif rumah sakit Fatmawati Jakarta dengan suatu desain penelitian kasus kontrol, dimana kasus adalah pasien yang causa penyakitnya resisten terhadap suatu antibiotika, menggunakan antibiotika tersebut dalam terapi. Kontrol adalah pasien yang causa penyakitnya resisten terhadap suatu antibiotika tetapi penggunaan antibiotika lain yang efektif. Subjek penelitian yang diperoleh adalah 34 kasus dan 41 kontrol. Faktor yang mempengaruhi antibiotika tidak efektif adalah pekerjaan pasien (rasio odds = 0.25 dan 95% CI 0.09-0.71). Jika dibandingkan dengan pasien yang tidak bekerja, maka yang bekerja mempunyai risiko 75% lebih rendah dalam hal penggunaan antibiotika yang tidak efektif.
Several Factors Influencing Irrational Antibiotics Treatments in Intensive Care Unit at Fatmawati Hospital
Jakarta 2001 – 2002. A study was conducted in the intensive care unit at Fatmawati Hospital, Jakarta, concerning a
factor influencing the inappropriate use of antibiotics, proven by the resistance against a certain antibiotic, however this
antibiotic was used for therapy. Cases in the control group were resistant cases against an antibiotic and therefore were
given another antibiotic, against which the patients were sensitive. A total of 34 cases were selected as research
subjects, whereas 41 cases were included in the control group. The factor influencing the use of antibiotics against
which patient were resistant was “having a job of the patient” (odds ratio = 0,25 and 95 % CI 0,09 – 0,71). In
comparison the group of patients with a job with the group without a job: the group with a job had a 75 % lower risk in
using ineffective antibiotics."
Institut Sains dan Teknologi Nasional. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Siswati
"Penggunaan obat yang tidak rasional seperti antibiotika pada ISPA bukan pneumonia merupakan masalah yang mengkhawatirkan karena dapat menghambat penurunan angka morbiditas dan mortalitas penyakit, menyebabkan pemborosan karena pemakaian yang tidak perlu serta menimbulkan efek samping dan resistensi terhadap bakteri, Penggunaan antibiotika untuk kasus ISPA bukan Pneumonia dan diare di Kota Padang masih tinggi yaitu rata-rata 28 %, dengan target ideal 0 % dan target propinsi kecil dart 20 %.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi penggunaan antibiotika pada balita penderita ISPA bukan Pneumonia di puskesmas se-Kota Padang, dan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen yang meliputi umur, latar belakang pendidikan, pengetahuan, sikap terhadap pedoman pengobatan, keterampilan dalam penetapan diagnosis, adanya tenaga kesehatan panutan, permintaan pasien, supervisi serta pelatihan dengan variabel dependen yaitu perilaku penggunaan antibiotika pada balita penderita ISPA bukan pneumonia.
Penelitian ini dilakukan dengan 2 metode yaitu metode kuantitatif dengan desain cross sectional dan metode kualitatif. Proporsi penggunaan antibiotika pada balita penderita ISPA bukan pneumonia 24,3 % dan hasil analisis bivariat pada penelitian kuantitatif diperoleh adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan responder, sikap responden terhadap pedoman pengobatan, supervisi dan pelatihan dengan perilaku penggunaan antibiotika pada balita penderita ISPA bukan pneumonia . Hasil pada penelitian kualitatif sebagian besar menunjang hasil yang diperoleh pada penelitian kuantitatif.
Dengan hasil penelitian ini diharapkan adanya penurunan penggunaan antibiotika yang tidak rasional, khususnya pada penderita ISPA bukan pneumonia dengan menginterverisi faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku dalam penggunaan antibiotika ini.

Factors Related to Antibiotic Use Health Center Personal Behavior for Children Under Five Years with Non Pneumonic Acute Respiratory Tract Infections in PadangIrrational drug use such as antibiotic for non pneumonic acute respiratory tract infections is the problem because reduction in the quality of drug therapy leading to increased morbidity and mortality increased cost, adverse reactions and bacterial resistance. Antibiotic use for non pneumonic acute respiratory tract infections and nonspecific diarrhea in Health Center Padang City, average 28,0 % . It is much higher than ideal target of 0 % and still height than province target of less than 20 °/a,
The aim of this study to know how much antibiotic use proportion in children under five years with non pneumonic acute respiratory tract infections, and to know about relationship independent variable such as age, background study, knowledge, attitude of standard treatment, skill of decision diagnoses, prescribes behavior, patients demands, supervision and formal training with dependent variable antibiotic use behavior for children under five years with non pneumonic acute respiratory tract infections.
Study with 2 methods, Quantitative method with cross sectional design and Qualitative method. Result of antibiotic use proportion 24,3 %, and bivariat analysis in quantitative method result significant relationship between knowledge, attitude of standard treatment, supervision, and formal training with antibiotic use behavior for children under five years with non pneumonic acute respiratory tract infections. Amount of qualitative result support quantitative result study.
Result study may use to decrease irrational antibiotic use behavior, especially to decision making for drug use interventions in non pneumonic acute respiratory tract infections.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T7743
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>