Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183454 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azura Zuhria
"Kemajuan teknologi dan globalisasi mendorong perubahan di berbagai bidang, salah satunya di bidang perekonomian. Namun, perubahan tidak selalu membawa dampak positif, tetapi juga dampak negatif. Salah satu dampak negatif yang dari perubahan ini adalah timbul kejahatan lintas batas dan kejahatan terorganisir, seperti kejahatan pencucian uang. Sehingga, negara perlu membentuk suatu perjanjian bantuan hukum timbal balik antar negara untuk memberantas dan menanggulangi kejahatan yang terjadi yang disebut MLAT. MLAT mengatur berbagai bantuan hukum, salah satunya menyita, merampas, dan membekukan aset hasil kejahatan. Negara menggunakan asas retroaktif dalam MLAT yang menyebabkan bantuan hukum berlaku secara surut sebagai upaya menanggulangi dan memberantas kejahatan, seperti MLAT Indonesia-Swiss. Sedangkan, Pasal 28 VCLT menyatakan bahwa perjanjian berlaku secara non-retroaktif, kecuali ditentukan lainnya dalam perjanjian. Perjanjian yang berlaku surut juga berpotensi melanggar hak seseorang untuk tidak dihukum oleh hukuman yang berlaku surut. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan mengkaji mengenai kedudukan hukum asas retroaktif dalam MLAT serta melakukan perbandingan dengan MLAT yang telah diratifikasi Indonesia. Kesimpulannya, asas non-retroaktif dalam Pasal 28 VCLT tidak mutlak. Asas retroaktif dalam MLAT Indonesia-Swiss tidak menyimpangi hukum perjanjian internasional. Walupun begitu, akan lebih baik MLAT berlaku secara non-retroaktif. Apabila MLAT bersifat retroaktif, maka penerapan harus dilaksanakan dengan hati-hati.

Advances in technology and globalization have driven changes in various fields, one of which is in the economy. However, change does not always bring positive impacts, but also negative impacts. One of the negative impacts of this change is the emergence of cross-border crime and organized crime, such as money laundering. Thus, States needs to form a mutual legal assistance agreement among them to eradicate and overcome crimes that occur. MLAT regulates various legal assistance, one of which is confiscation, seizure, and freezing of assets resulting from crimes. States includes the retroactive principle in MLAT which causes legal assistance to apply retroactively as an effort to tackle and eradicate crime, such as Indonesia-Swiss MLAT. Meanwhile, Article 28 of the VCLT states that an international agreement applies non-retroactively, unless established otherwise in the treaty. A retroactive treaty also has the potential to violate a person's right not to be punished by a retroactive penalty. This research is normative, by examining the legal position of the retroactive principle in MLAT and compare MLATs which has been ratified by Indonesia. In conclusion, the principle of non-retroactivity in Article 28 of the VCLT is not absolute. The retroactive principle in the Indonesia-Swiss MLAT does not deviate from law of treaties. Even so, it would be better for MLAT to apply non-retroactively. If the MLAT is retroactive, it must be implemented with caution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mawar Fitriany
"Korupsi dan tindak pidana ikutannya berupa pencucian uang merupakan tindak pidana yang memberikan dampak negatif secara meluas. Tindak pidana tersebut semakin berkembang karena globalisasi yang menyebabkan batas-batas negara menjadi tidak jelas. Pencucian uang kini dilakukan secara lintas batas sehingga perlu bantuan hukum timbal balik antar negara untuk melawannya. Salah satu kerja sama yang penting adalah untuk membekukan, menyita dan merampas sarana dan hasil tindak pidana. Pelaksaan bantuan hukum timbal balik dapat berdasarkan pada resiprositas, UNTOC, UNCAC atau bahkan berdasarkan perjanjian internasional dalam tingkat bilateral, multilateral atau regional. Otoritas yang memiliki peranan besar dalam pelaksanaan kerja sama pemberian bantuan untuk pembekuan, penyitaan dan perampasan adalah Otoritas Pusat, Unit Intelijen Keuangan dan Penyidik. Namun, dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum masih terdapat banyak rintangan. Yang menjadi penghambat dalam pelaksaannya adalah terdapat perbedaan mengenai pandangan terhadap tindak pidana dan kepentingan nasional masing-masing negara, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan ekonomi. Dengan demikian, dirasakan perlu bagi penyidik untuk mempelajari hukum asing. Selain itu Indonesia perlu menaikkan posisi tawar, serta mengatur secara lebih praktis ketentuan yang berkaitan dengan bantuan hukum timbal balik, atau melakukan pendekatan secara kasuistis untuk kepentingan resiprositas dalam permintaan bantuan. Dengan melihat belum banyaknya praktik yang berkaitan dengan bantuan timbal balik untuk pembekuan, penyitaan dan perampasan, maka perlu pula dilakukan studi banding di negara-negara yang sudah sering melakukan praktik tersebut.

Corruption as a predicate crime and its follow up crime, money laundering, have been giving negative impact significantly. Those crimes grow fast because of the globalization that blurring the idea about the border. Nowadays, money laundering is involving transnational activity, thus, the mutual legal assistance between government is needed. One of the most important mutual legal assistance is the one that related to freezing, seizing, and forfeiting the instrument and the proceed of crime. This mutual legal assistance is held based on reciprocity, UNTOC, UNCAC or based on an international treaty in bilateral, multilateral or regional scope. The authorities which have a big role in this cooperation related to freezing, seizing, and forfeiting are Central Authority, Financial Intelligence Unit, and investigator. However, in fact, there are many problems facing this cooperation. The substantive problems are the dissimilar point of view about crime and the different national interests, especially the one that related to the economy. Based on those facts, it is important for the investigator to understand foreign law. Furthermore, Indonesia should rise up their bargaining power and build more practical regulation, or doing a casuistic approach. By realizing there is not much practice related to this issue in our country, it is important to run a comparative study with the country which already familiar with that practice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gurning, Hendra Andy Satya
"Sistem Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance) atau sering disingkat dengan MLA merupakan sistem kerjasama internasional dalam bidang pencegahan dan pemberantasan kejahatan khususnya terhadap kejahatan lintas negara (transnasional crime). Sistem ini lahir dari kaidah-kaidah hubungan antarnegara yang telah diterapkan oleh Indonesia baik dengan perjanjian maupun tidak. Pada awal tahun 2006, Pemerintah Republik Indonesia bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Batik dalam Masalah Pidana, yang menjadikan payung hukum dalam penerapan sistem ini di Indonesia. Terkait kasus penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Pemerintah Indonesia sangat serius dalam menerapkan sistem ini dengan tujuan utama adalah dalam mencari, mengejar, dan menyita, serta mengembalikan aset-aset hasil korupsi di Indonesia, Berkenaan dengan penyusunan tesis ini, penulis mencoba melihat pelaksanaan sistem bantuan timbal balik antarnegara di Indonesia dari 4 (empat) aspek yaitu: Pertama, sistem bantuan timbal balik sebagai sistem yang mendukung proses penegakan hukum; Kedua, sistem bantuan timbal balik sebagai sistem yang lahir dari hubungan antarnegara yang lebih menekankan kepada prinsip kerjasama; Ketiga, Hubungan antar kewenangan penegakan hukum harus lebih sistematis dan terpadu untuk menerapkan sistem bantuan timbal balik sebagai upaya pemberantasan kejahatan yang luar biasa (extraordindry crime); dan Keempat, adalah bentuk sistem bantuan timbal batik yang menekankan pelaksanaannya pada perjanjian dan resiprositas sebagai perwujudan Good Governance. Pelaksanaan sistem bantuan timbal balik mendapat prediksi masalah yang akan muncul, mengingat sistem ini merupakan hal baru dalam mendukung Hukum Acara Pidana di Indonesia maka diperlukan kajian tentang bagaimana pelaksanaan sistem ini dapat menyesuaikan dengan pelaksanaan kewenangan masing-masing lembaga penegak hukum di Indonesia sehingga dapat dicapai suatu kesempurnaan dalam pelaksanaan sistem ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Kusuma Listya
"Upaya perlawanan terhadap korupsi yang merupakan tindak kejahatan lintas batas (transnational organized crime), kini menjadi salah satu agenda global penting yang membutuhkan kerjasama internasional untuk menanggulanginya. UNCAC merupakan sebuah institusi internasional yang menyasar isu korupsi, disahkan pada tahun 2003 dan hingga kini dianggap sebagai kerangka kerjasama internasional paling penting yang memberikan pilar-pilar utama dalam pemberantasan korupsi – pencegahan, penegakan hukum, kerjasama internasional, serta asset recovery.
Penelitian ini secara khusus berupaya untuk melihat efektivitas UNCAC dalam proses asset recovery hasil korupsi Indonesia yang berada di Swiss, melalui kerangka Mutual Legal Assistance yang merupakan salah satu ketentuan di dalamnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa UNCAC tidak berhasil menjamin proses asset recovery melalui MLA antara Indonesia dan Swiss, karena: 1) Lemahnya proses dan mekanisme pengawasan, 2) Tertutupnya kemungkinan aksi kolektif negara-negara anggota, serta 3) Ketidakmampuan UNCAC dalam memfasilitasi proses negosiasi secara reguler dan terukur antara kedua belah pihak.

International efforts in the fight against corruption–which is considered as the transnational organized crime-has become an important global agenda that requires international cooperation. UNCAC is an international institution that focus on the corruption issues. Passed in 2003 and entered into force in 2005, UNCAC regarded as the most important international framework which provides four main pillars in the fight against corruption - prevention, law enforcement, international cooperation, and asset recovery.
This research specifically sought to measure the effectiveness of UNCAC in the asset recovery process between Indonesia and Switzerland through one of the the provisions in the convention, Mutual Legal Assistance (MLA) framework.
The results showed that UNCAC does not succeed to ensure the asset recovery process through MLA between Indonesia and Switzerland, because: 1) The lack of control mechanism process, 2) The lack of possibility of collective action among member states, and 3) the inability of UNCAC in facilitating the negotiation process on a regular basis between the two parties.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dika Anggoro Novianto
"Kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat dunia. Kejahatan atau tindak pidana yang awalnya berkutat di dalam satu wilayah Negara saja semakin berkembang hingga dirasakan hingga di luar wilayah suatu Negara. Jenis kejahatan yang seperti itu disebut sebagai kejahatan transnasional. Dalam rangka menanggulangi kejahatan jenis tersebut semakin merajalela, dilaksanakan suatu mekanisme yang diharapkan akan efektif memfasilitasi kerjasama antar Negara. Kerjasama yang dimaksud adalah Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana. Kerjasama Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana dibuat dalam bentuk perjanjian bilateral internasional hingga perjanjian multilateral internasional. Pengikatan antar Negara dalam bentuk perjanjian bilateral dianggap lebih efektif karena melibatkan dan berlaku hanya dalam yurisdiksi dua Negara.

Crimes are growing along with the development of the world community. Crime which initially taken place just in one state?s territory then growing up to be taken place in more than one state?s territory. This type of the crime called as transnational crime. In order to cope with that increasing crime there is one mechanism that is expected to facilitate effective international cooperation which can be called as Mutual Legal Assistance in Criminal Matters. Mutual Assistance In Criminal Matters were made in the form of international bilateral agreements or in multilateral international treaties. Bilateral agreements are considered to be more effective because it involves and applies only in the jurisdiction of two states.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Reynold Andika
"ABSTRAK
Terbentuknya perjanjian ekstradisi dan bantuan timbal balik dalam masalah pidana antara Pemerintah Republik Indonesia dengan negara-negara lain merupakan upaya strategis dalam rangka meningkatkan kerjasama di bidang penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan. Dengan terbentuknya perjanjian ekstradisi tersebut maka para pelaku tindak pidana yang sedang dicari dan melarikan diri keluar negeri tidak dapat lolos dengan mudah dari tuntutan hukum. Walaupun masalah ekstradisi pada dasarnya dipandang sebagai bagian dari hukum internasional, tetapi pembahasannya tidak mungkin hanya ditekankan pada segi hukum internasional saja. Banyak hal yang tidak diatur lebih jauh dalam perjanjian-perjanjian ekstradisi, terutama jika masalahnya merupakan masalah dalam negeri dari masing-masing negara. Tesis ini membahas mengenai Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyelundupan Manusia Lintas Negara Melalui Perjanjian Ekstradisi dan Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana. Penelitian ini bersifat yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat beberapa kendala dalam praktik pelaksanaan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyelundupan manusia lintas negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006. Penelitian ini juga menjelaskan secara rinci kendala apa saja yang dihadapi dan bagaimana cara mengatasi kendala-kendala tersebut.

ABSTRACT
The establishment of extradition agreements and mutual assistance in criminal matters between the Government of the Republic of Indonesia and other countries is a strategic effort in the framework of increasing cooperation in the field of law enforcement and the implementation of justice. With the formation of extradition agreements and mutual assistance in criminal matters, the perpetrators of crimes that are being sought and fleeing abroad cannot escape easily from lawsuits. Although the problem of extradition is basically seen as part of international law, the discussion cannot be emphasized only in terms of international law. Many things are not further regulated in extradition agreements and mutual assistance, especially if the problem is a domestic problem from each country. This thesis discusses Law Enforcement Against Actors of Transnational People Smuggling through Extradition Agreements and Mutual Assistance in Criminal Matters. This research is normative juridical. The results of the study concluded that there were several obstacles in the practice of law enforcement against perpetrators of transnational people trafficking crimes based on Law No. 1 of 1979 and Law No. 1 of 2006. The study also explained in detail what obstacles were faced and how to overcome these obstacles.

 

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52402
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harefa, Kasman Yori
"ABSTRAK
Tindak pidana Perompakan merupakan kejahatan transnasional (lintas negara) penanggulangan dan pemberantasannya memerlukan kerjasama Bilateral ataupun Multilateral, Republik Indonesia dengan Republik Sosialis Viet Nam telah memiliki perjanjian Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana telah di sahkan dengan Undang-Undang RI Nomor 13 tahun 2015, upaya Central Authority (Polri dan Kejaksaan Agung RI) dalam membantu penegakan hukum yang di lakukan TNI AL terhadap para pelaku perompakan MT Orkim Harmony berbendera dengan menggunakan sarana Mutual Legal Assistance ke Pemerintah Republik Sosial Viet Nam dapat terlaksana dan efektif dalam penerapannya karena adanya hubungan hubungan baik antar negara, walaupun TNI AL bukan sebagai Pejabat atau Lembaga yang dapat mengajukan permohonan Mutual Legal Assistance.

ABSTRACT
Of criminal acts of piracy is to combat transnational crimes need corporate to eradication reduction and a bilateral or multilateral scheme, the Republic of Indonesia with Socialist Republik of Viet Nam have such agreement on Treaty on mutual legal assistance in criminal matters between the of Indonesia number 13 year 2015, an effort to central authority (Polri and Kejaksaan Agung Republic of Indonesia) in helping law enforcement in doing the TNI AL againts piratical players MT Orkim Harmony the flag state Malaysia through other means mutual legal assistance can be done and effective in its application due to a good relationship between the state, although the TNI AL is not as an officer or a institution that can submit a request for mutual legal assistance.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathiyah Tsamara
"ABSTRAK
Perkembangan teknologi memberikan berbagai kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan, namun juga menempatkan masyarakat dunia untuk menghadapi berbagai tantangan baru khususnya dalam menangani kejahatan lintas negara yang memanfaatkan teknologi pada sektor perbankan. Penelitian ini membahas mengenai pembukaan rahasia bank yang didasarkan atas permohonan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dari negara lain diatur dan diimplementasikan di Indonesia, serta implementasi terhadap pembukaan rahasia bank sebagai tanggapan atas permohonan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dari negara lain apabila tidak dilakukan penyidikan atas perkara tersebut di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, namun juga dilengkapi dengan informasi yang diperoleh melalui wawancara. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank yang didasarkan atas permohonan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dari negara lain diatur dalam Pasal 40 dan Pasal 42 Undang-Undang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006. Adapun apabila tidak dilakukan penyidikan atas perkara yang berlangsung di yurisdiksi negara lain, tidak ada perbedaan ketentuan yang berlaku mengenai pelaksanaan pembukaan rahasia bank sebagai tanggapan atas permohonan bantuan untuk perkara tersebut. Saran yang Penulis berikan kepada Pemerintah dan instansi terkait adalah agar dapat dimasukkan ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank untuk perkara-perkara pidana yang penyelesaiannya dilakukan di luar yurisdiksi Indonesia dalam Undang-Undang Perbankan dan penegasan kewenangan OJK untuk memberikan izin tertulis pembukaan rahasia bank berkaitan dengan permintaan bantuan hukum timbal balik dalam penanganan perkara pidana yang berada di yurisdiksi negara lain, serta maksimalisasi kerja sama informal agency to agency communication antara financial intelligence unit (FIU) seperti PPATK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Mahardhika
"Korupsi bukan hanya menjadi masalah suatu negara saja, tetapi sudah berkembang sebagai masalah transnasional karena melibatkan berbagai negara. Contohnya adalah banyak koruptor di Indonesia yang melarikan diri dan aset hasil kejahatannya ke luar negeri, terutama negara-negara yang menjadi safe haven. Salah satu negara yang sering menjadi tempat penyimpanan aset hasil korupsi Indonesia adalah Singapura. Indonesia dan Singapura telah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption UNCAC. UNCAC memuat berbagai strategi penting untuk penanganan korupsi baik di level nasional maupun internasional. Salah satu terobosan penting dalam UNCAC adalah kerjasama internasional dalam asset recovery yang dapat dilakukan melalui mutual legal assistance MLA. Meskipun Indonesia dan Singapura sama-sama sudah meratifikasi UNCAC, akan tetapi Indonesia menghadapi kesulitan dalam menerapkan kerjasama MLA terkait asset recovery dengan Singapura.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana kerjasama MLA terkait asset recovery antara Indonesia dan Singapura menurut kerangka UNCAC dipengaruhi oleh perilaku dan faktor domestik di antara kedua negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama MLA antara Indonesia dan Singapura dalam upaya pengembalian asset hasil korupsi belum efektif karena adanya tantangan dari faktor politik domestik serta perbedaan eksternalitas isu pemberantasan korupsi yang berpengaruh terhadap perilaku masing-masing negara.
Tantangan-tantangan tersebut terdiri dari tantangan internal yang berasal di Indonesia yaitu: 1 political will kurang didukung oleh aktor-aktor di level domestik, 2 masalah harmonisasi UNCAC dengan peraturan nasional, 3 system kerahasiaan bank, 4 kemampiuan teknis yuridis yang dialami dalam proses pembuatan MLA, serta 5 masalah kapasitas dan koordinasi antar lembaga penegak hukum yang terlibat dalam MLA dan asset recovery, terutama Kemenkumham sebagai otoritas pusat. Selain itu, Indonesia juga menghadapi tantangan dari segi eksternal, yaitu: 1 kepentingan Singapura terkait investasi asing, 2 lack of trust, dan 3 prinsip dual criminality.

Corruption is not only a state solution, but it develops as a transnational problem because of various countries. An example is a lot of corruptors in Indonesia who are the result of their crimes abroad, especially the countries that become safe haven. One of the countries that is often the place where Indonesia 39s corruption is stored is Singapore. Indonesia and Singapore have ratified the United Nations Convention against Corruption UNCAC. UNCAC is an important step for both national and international handling. One of the key breakthroughs in UNCAC is to assist in the recovery of assets that can be done through mutual legal assistance MLA. Although Indonesia and Singapore have both ratified UNCAC, Indonesia is facing difficulties in implementing MLA cooperation related to asset recovery with Singapore.
This study aims to analyze how MLA cooperation related to recovery of assets between Indonesia and Singapore by UNCAC. The result of the research indicates that MLA cooperation between Indonesia and Singapore in the effort of recovering the assets of corruption has not been effective because there are factors that support the internalities and issues of externalities of corruption eradication issues that give rise to the behavior of each country.
These challenges consist of internal origin in Indonesia 1 political will is not supported by domestic actors, 2 UNCAC harmonization problems with national regulations, 3 confidential bank system, 4 juridical ability who are involved in the MLA process, and 5 capacity and inter agency coordination issues involved in MLA and asset recovery, especially Kemenkumham as the central authority. In addition, Indonesia also faces external obstacles, namely 1 investment related Singaporean interests, 2 lack of trust, and 3 dual crime principles.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Sukardi
"Tesis ini membahas mekanisme Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance) dalam perampasan aset hasil tindak pidana korupsi di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006, Pelaksanaan serta Hambatan Dalam Pelaksanaan Bantuan Timbal Balik tersebut. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perampasan aset hasil tindak pidana korupsi melalui Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana memiliki mekanisme yang sama dengan jenis Bantuan Timbal Balik lainnya. Pelaksanaan Bantuan belum maksimal karena ada hambatan baik internal maupun eksternal. Penelitian menyarankan agar pemerintah semakin aktif mengadakan perjanjian antar negara dan melakukan perbaikan Central Authority.

This thesis discusses the mechanism of Mutual Assistance in Criminal Matters (Mutual Legal Assistance) in the recovery of assets as results of corruption in Indonesia based on Law No. 1 of 2006, Implementation and Obstacles in the Implementation of the Mutual Assistance. Research using normative juridical methods. The study concluded that the assets obtained through corruption Mutual Assistance in Criminal Matters has a mechanism similar to other types of Mutual Assistance. Implementation Assistance is not maximized because there are both internal and external barriers. Research suggests that more active government entered into agreement and the Central Authority to make improvements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T28578
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>