Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80585 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Nurlaili Fitri
"Penelitian ini membahas perkembangan konsep menghadap notaris dalam pembuatan akta ditinjau dari perspektif cyber notary. Seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam tugas dan kewenangan notaris, tugas dan wewenangnya untuk proses membuat akta autentik yang semula dari sistem konvensional menuju pada sistem elektronik yang dinamakan cyber notary. Permasalahan dalam tesis ini yaitu perkembangan konsep menghadap dengan adanya perkembangan teknologi informasi, perkembangan konsep menghadap di negara lain khususnya negara yang mengadopsi cyber notary, dan konsep menghadap itu diterapkan dalam hukum di Indonesia dalam pelaksanaan cyber notary di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris-analitis. Hasil analisis, perkembangan konsep menghadap dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang sebelumnya menghadap notaris dilakukan secara fisik atau berhadapan langsung, dengan adanya perkembangan teknologi informasi menghadap notaris dapat dilakukan secara virtual atau audio-visual. Dahulu pekerjaan notaris bersifat konvensional, namun sekarang ini telah menggunakan alat teknologi informasi dan komunikasi dalam setiap kantor notaris. Perkembangan konsep menghadap di negara yang mengadopsi cyber notary khususnya di negara Belanda, Amerika Serikat, dan Korea Selatan, sebelum perkembangan teknologi semakin pesat, menghadap notaris di negara-negara tersebut dilakukan secara fisik saja. Saat ini kehadiran dapat dilakukan dengan cara audio-visual, kehadiran di hadapan Notaris melalui komunikasi audio-visual adalah sama halnya dengan kehadiran di hadapan Notaris secara fisik. Penerapan konsep menghadap notaris dalam pelaksanaan cyber notary di Indonesia berdasarkan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan sudah dilakukan seperti Penjelasan Pasal 15 ayat (3) UUJN, namun belum dapat dilaksanakan secara sempurna. Terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang belum bisa menjamin dan mengedepankan kepastian hukum serta belum memiliki payung hukum yang jelas terkait cyber notary di Indonesia.

This study discusses the evolution of the concept of before a notary in making a deed in terms of a cyber notary perspective. Along with the evolution of information and communication technology in the performance of a notary, their duties and authorities for the process of making an authentic deed which were originally from the conventional system will lead to an electronic system called a cyber notary. The problems raised in this study are the evolution of personal appearance concept with the evolution of information technology, the evolution of personal appearance concept in other countries, especially countries that adopt cyber notary, and the personal appearance concept is applied in Indonesian law in the implementation of cyber notary in Indonesia. The research method used is normative juridical research with explanatory-analytical research type. The results of the analysis show the evolution of personal appearance concept with the evolution of information technology that previously faced a notary was carried out physically or face to face, with the development of information technology facing a notary could be done virtually or audio-visually. In the past, the work of a notary was conventional, but now it has used information and communication technology tools in every notary office. The evolution of the concept of personal appearance concept in countries that adopt cyber notaries, especially in the Netherlands, the United States, and South Korea, before technological evolution grew rapidly, before a notary in these countries was done physically. Currently attendance can be done by audio-visual means, attendance before a notary through audio-visual communication is the same as being physically present before a notary. The application of the concept of before a notary in the implementation of a cyber notary in Indonesia based on several provisions of the legislation has been carried out such as UUJN, but has not been implemented perfectly. There are several laws and regulations that have not been able to guarantee and prioritize legal certainty and do not yet have a clear legal protection regarding cyber notaries in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Fernaldi Chastra
"Penelitian ini membahas pembacaan akta oleh Notaris dihadapan penghadap dalam rangka cyber notary, yakni pembacaan akta oleh Notaris secara elektronik. Ternyata hal tersebut bertentangan dengan keharusan hadir secara fisik dalam membacakan aktanya dihadapan penghadap. Sebenarnya kehadiran tersebut bisa dilakukan secara elektronik sehingga membaca aktanya menjadi lebih mudah untuk dilaksanakan. Permasalahan dalam tesis ini yaitu cara Notaris memastikan bahwa penghadap memang sungguh-sungguh paham terhadap akta yang akan dibubuhkan tanda tangan tersebut dalam pembacaan akta Notaris secara elektronik, makna sebenarnya dari pembacaan akta yang dilaksanakan oleh Notaris, dan cara pelaksanaan pembacaan akta oleh Notaris yang seharusnya apabila dikaitkan dengan cyber notary. Metode Penelitian untuk menganalisis permasalahan tersebut adalah dalam bentuk penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang dianalisis dengan metode kualitatif. Hasil analisis, cara Notaris memastikan bahwa penghadap memang sungguh-sungguh paham terhadap akta yang akan dibubuhkan tanda tangan tersebut dalam pembacaan akta Notaris secara elektronik adalah pembubuhan tanda tangan elektronik oleh penghadap di dalam aktanya, bukti rekaman suara dan gambar, serta disclaimer. Makna sebenarnya dari pembacaan akta yang dilaksanakan oleh Notaris adalah memberikan pengertian pada penghadap bahwa akta tersebut berasal dari keinginan penghadap yang dibuat dihadapan Notaris, meyakinkan kebenaran mengenai keinginan penghadap yang tercantum di dalam akta tersebut, serta memberikan peluang bagi penghadap untuk melaksanakan pengecekan kembali terhadap apa yang tertulis di dalam akta tersebut sehingga penghadap memiliki kebebasan untuk menerima akta tersebut atau tidak. Cara pelaksanaan pembacaan akta oleh Notaris yang seharusnya apabila dikaitkan dengan cyber notary yaitu pemakaian sarana elektronik yang dinyatakan secara sah oleh suatu ketentuan hukum sehingga Notaris tidak lagi harus melaksanakan pembacaan aktanya secara konvensional. Hal inilah yang diterapkan di negara Jepang. Oleh sebab itu, sebaiknya dilaksanakan penyuluhan oleh Ikatan Notaris Indonesia, kepatuhan secara penuh terhadap semua peraturan yang berlaku seharusnya dimiliki oleh Notaris, dan revisi terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris, terutama tentang pembacaan akta oleh Notaris seharusnya dilaksanakan oleh Pemerintah.

This study discusses the reading of the deed by a Notary before the parties in the context of cyber notary, namely the reading of the deed by a Notary electronically. It turns out that this is contrary to the requirement to be physically present in reading the deed before the parties. Actually, the attendance can be done using electronic means so that reading the deed becomes easier to carry out. The problem in this thesis is the method of the Notary to ensure that the parties really understands the deed to be affixed with the signature in the electronic reading of the Notary's deed, the true meaning of reading the deed carried out by the Notary, and the method of carrying out the reading of the deed by the Notary that ought to when linked with cyber notary. The research method to analyze these problems is in the form of normative juridical research using primary data and secondary data which are analyzed by qualitative methods. The results of the analysis, the method of the Notary to ensure that the parties really understands the deed to be affixed with the signature in the electronic reading of the Notary's deed are the affixing an electronic signature by the partiesin the deed, evidence of sound and image recordings, and a disclaimer. The true meaning of reading the deed carried out by the Notary are to give the understanding to the parties that the deed came from the wishes of the parties made before the Notary, to ensure the truth about the wishes of the parties stated in the deed, and to give the opportunity for the parties to carry out a re-check of what is written in the deed so that the parties has the freedom to accept the deed or not. The method of carrying out the reading of the deed by the Notary that ought to when linked with cyber notary is the use of electronic means which are legally declared by a legal stipulation so that the notary no longer has to carry out the reading of the deed conventionally. This matter is applied in Japan. Therefore, counseling should be carried out by the Indonesian Notary Association, full obedience with all prevail regulations should be owned by a Notary, and revisions to the Law on Notary Positions, especially regarding the reading of deeds by a Notary, should be carried out by the Government."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Wulandari
"Era revolusi 4.0 dan society 5.0 memberi kemudahan bagi manusia dalam menjalankan aktivitas dalam seluruh bidang kehidupan termasuk bidang kenotariatan. Konsep cyber notary merupakan salah satu bentuk perubahan yang disebabkan perkembangan teknologi. Penerapan konsep cyber notary dapat menjadi terobosan bagi profesi notaris untuk memberikan pelayanan jasa yang cepat, tepat, dan efisien kepada masyarakat. Indonesia selaku negara yang menganut mazhab notaris latin tidak terlepas dari dorongan untuk melakukan perubahan bidang kenotariatan. Namun, penerapan konsep ini tidak dapat serta merta dilakukan sebab peraturan yang mengatur mengenai penerapan konsep cybernotary di Indonesia masih belum rinci. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kemungkinan penerapan konsep cyber notary dalam peraturan hukum nasional di Indonesia; dan, kekuatan pembuktian akta notaris yang dibuat secara elektronik. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan studi dokumen melalui penelusuran literatur atas data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemungkinan penerapan konsep cyber notary di Indonesia sangat mungkin untuk diterapkan. Akta yang dibuat secara elektronik memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan akta autentik konvensional dan memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai akta autentik apabila telah dilaksanakan perubahan atas peraturan terkait jabatan notaris dan peraturan lainnya. Untuk itu perlu merevisi UUJN dengan mengatur pemberlakuan cyber notary sehingga pelaksanaan tugas dan jabatan notaris dapat dilaksanakan lebih efisien, efektif dan cepat tanpa mengurangi kekuatan hukum dari akta tersebut.

The era of the industrial revolution 4.0 and society 5.0 made it easy for humans to carry out activities in all areas of life, including the notarial field. The concept of cyber notary is one form of change caused by technological developments. The application of the cyber notary concept can be a breakthrough for the notary profession to provide fast, precise, and efficient services to the public. Indonesia as a country that adheres to the Latin notary school is inseparable from the urge to make changes to the notary field. However, the application of this concept cannot be carried out immediately because the regulations governing the application of the cybernotary concept in Indonesia are still not detailed. The problems raised in this study are the possibility of applying the concept of cyber notary in national legal regulations in Indonesia; and, the power of proof of a notarial deed made electronically. This research is a normative juridical research using document studies through literature searches on secondary data. The results of this study indicate that it is possible to apply the concept of cyber notary in Indonesia. A deed made electronically has the same proving power as a conventional authentic deed and fulfills the requirements to be said to be an authentic deed if changes have been made to regulations related to the position of a notary and other regulations. For this reason, it is necessary to revise the UUJN by regulating the implementation of a cyber notary so that the implementation of the duties and positions of a notary can be carried out more efficiently, effectively and quickly without reducing the legal force of the deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Fajar Matra
"Tesis ini membahas mengenai fenomena adanya wacana untuk menerapkan cyber notary di Indonesia. Penerapan cyber notary di Indonesia tentunya tidak serta merta dapat diterapkan begitu saja, melainkan harus memperhatikan berbagai aspek yang terkait terutama yang berhubungan dengan Undang-undang Jabatan Notaris. Penelitian ini menggunakan kajian hukum normatif, sedangkan pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan. Penulis menyimpulkan bahwa konsep cyber notary ini belum dapat diterapkan secara utuh di Indonesia, hal ini dikarenakan masih banyak hal-hal mengenai konsep cyber notary yang berbenturan dengan Undang-undang Jabatan Notaris.

This thesis discusses the phenomenon of the discourse to apply cyber notary in Indonesia. The application of Cyber Notary in Indonesia would not necessarily be applied that easily, however it must pay attention to the various aspects which mainly related to the Law of Notary Professions. This research uses normative legal analysis, while the data collection is conducted through literature research. The author concludes that the concept of cyber notary can`t be fully applicable yet in Indonesia, this is because there are still many matters regarding cyber notary concept which is conflicting against the Law of Notary Professions."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T23327
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Aditya Haryadi
"Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat dewasa ini telah membawa berbagai dampak yang sangat signifikan dalam kehidupan umat manusia. Berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh perkembangan telekomunikasi telah memungkinkan hubungan antar umat manusia dapat berlangsung secara cepat dan mudah tanpa memperhitungkan aspek ruang dan waktu. Di sisi lain, notaris sebagai pejabat umum yang bertugas melayani masyarakat diharapkan tidak ketinggalan dalam menyikapi perkembangan yang terjadi ini.
Notaris di Indonesia yang berasal dari sistem latijnse-notariaat berdasarkan sistem hukum civil law tentunya memiliki perbedaan prinsipil dengan notary-public yang berasal dari sistem hukum common law. Perbedaan tersebut tentunya juga berpengaruh dalam praktek jasa yang diselenggarakannya sesuai dengan kultur dan hukum di negara yang bersangkutan. Dengan memanfaatkan teknologi internet, notaris diharapkan dapat melayani tuntutan kebutuhan masyarakat secara lebih cepat, praktis, dan efisien sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.
Dewasa ini telah cukup banyak penyelenggaraan jasa notaris secara elektronik yang ditawarkan melalui websites di internet. Berdasarkan hal tersebut akan timbul pertanyaan bagaimanakah konsep dan sistem jasa notaris secara elektronik yang telah berjalan dalam praktek itu? Selain itu, dapatkah praktek tersebut diterapkan oleh para notaris Indonesia sesuai dengan sistem hukum kenotariatan yang berlaku? Apa saja pula kendala yang dihadapi dan bagaimanakah seharusnya konsep perangkat hukum kenotariatan yang harus disiapkan guna mendukung terwujudnya hal tersebut? Permasalahan tersebut akan dianalisis dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif.
Tipe penelitian yang digunakan bersifat evaluatif, merupakan suatu problem-identification, dan hasil yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Telekomunikasi yang menjadi basis dari fenomena tersebut diharapkan dapat menjadi dasar penyelenggaraan jasa notaris secara elektronik yang diharapkan, sesuai dengan Undangundang Telekomunikasi yang telah dimiliki Indonesia. Dengan demikian, para notaris Indonesia diharapkan dapat turut ambil bagian sesuai dengan kultur dan hukum kenotariatan yang berlaku di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16371
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Granvianto Parindra
"Cyber notary merupakan kewenangan yang dimiliki notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (3) huruf m Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Konsep cyber notary merupakan suatu metode atau cara berkerja Notaris yang memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti video conference dan e-signature. Namun dalam praktiknya, konsep cyber notary tersebut tidak dapat dilakukan oleh notaris karena bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN yang mengatur bahwa notaris harus hadir untuk membacakan dan menandatangani akta. Dengan ditetapkannya status darurat kesehatan masyarakat akibat COVID-19 oleh Pemerintah Republik Indonesia, semua aktivitas perkantoran dihimbau untuk sementara waktu agar dapat dilakukan secara Work From Home. Kepastian hukum bagi kemudahan berusaha harus tetap dilakukan. Sedangkan, jabatan Notaris tidak dapat dilakukan secara Work From Home. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, Penelitian ini akan menganalisis kewenangan notaris untuk menerapkan konsep cyber notary serta urgensi dan tantangan yang dihadapi oleh notaris, apabila ingin menerapkan konsep cyber notary dalam mendukung kemudahan berusaha pada masa kedaruratan COVID-19.

Cyber notary is the authority possessed by a notary as stipulated in Article 15 paragraph (3) letter m of Law of the Republic of Indonesia Number 2 of 2014 concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning Notary Position (UUJN). The concept of cyber notary is a method or way of working for a notary that utilizes developments in information and communication technology such as video conferencing and e-signatures. However, in practice, the concept of cyber notary cannot be carried out by a notary because it is contrary to the provisions in Article 1868 of the Indonesian Civil Code (KUHPerdata) and Article 16 paragraph (1) letter m UUJN which stipulates that a notary must be present to read and sign the deed. . With the stipulation of a public health emergency status due to COVID-19 by the Government of the Republic of Indonesia, all office activities are temporarily advised to work from home. Legal certainty for the ease of doing business must be maintained. Meanwhile, the position of Notary cannot be done Work From Home. By using normative juridical research methods, this study will analyze the authority of notaries to apply the cyber notary concept as well as the urgency and challenges faced by notaries, if they want to apply the cyber notary concept in supporting the ease of doing business during the COVID-19 emergency."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Farahzita
"Notaris ataupun Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) selaku pejabat umum, keduanya berwenang mengeluarkan akta autentik tetapi dengan jenis yang berbeda. Untuk dapat suatu akta dikatakan sebagai akta autentik, maka harus memenuhi persyaratan dari verlijden, yang diartikan sebagai serangkaian tindakan-tindakan yang dilakukan oleh notaris atau PPAT, saksi-saksi dan para penghadap, sehingga merupakan suatu proses, yang dimulai dengan penyusunan akta oleh notaris atau PPAT, kemudian dibacakan oleh notaris atau PPAT kepada para penghadap dan saksi-saksi,dan akhirnya ditanda tangani oleh para penghadap, saksi-saksi, dan notaris atau PPAT. Berdasarkan uraian diatas, terdapat 2 (dua) rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu pertama, meneliti bentuk penerapan asas verlijden pada pembuatan akta PPAT, dan kedua upaya yang dapat dilakukan agar Notaris dan PPAT dapat saling bekerjasama tanpa melanggar peraturan yang berlaku. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan tipologi penelitian eksplanatori analitis. Hasil analisa dari penelitian yaitu pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang menyatakan bahwa Untuk pemenuhan sifat autentik dari akta yaitu pembacaan akta dilakukan sendiri oleh PPAT, Penandatanganan para pihak, saksi dan oleh PPAT, dilakukan segera setelah pembacaan akta dimaksud. Sehingga terdapat rangkaian perbuatan yang harus dilaksanakan secara berurutan oleh PPAT dalam membuat akta sebagai bentuk penerapan atas asas Verlijden dan sesuai dengan yang ada dalam peraturan Pasal 22 PP 37 Tahun 1998 dan berkaitan dengan kerjasama antara Notaris dan dengan tetap menjaga kerahasiaan dan tidak menyalahi peraturan perundang-undangan dan kode etik.

Notaries or Land Deed Making Officials (PPAT) as public officials, both have the authority to issue authentic deeds but with different types. For a deed to be said to be an authentic deed, it must meet the requirements of verification, which is defined as a series of actions taken by a notary or PPAT, witnesses and witnesses, so that it is a process, which begins with the preparation of a deed by a notary or PPAT, then read by a notary or PPAT to the appearers and witnesses, and finally signed by the appearers, witnesses, and the notary or PPAT. Based on the description above, there are 2 (two) problem formulations in this study, namely first, examining the form of application of the Verlijden principle in making PPAT deeds, and secondly efforts that can be made so that Notaries and PPATs can cooperate with each other without violating applicable regulations. To answer this problem, a juridical-normative research method with a typology of explanatory-analytical research is used. The results of the analysis of the research are Article 22 of Government Regulation Number 37 of 1998 concerning the Regulation of the Position of Land Deed Officials which states that for the fulfillment of the authentic nature of the deed, namely the reading of the deed is carried out by PPAT itself, the signing of the parties, witnesses and by PPAT, is carried out immediately after the reading the deed in question. So that there is a series of actions that must be carried out sequentially by PPAT in making a deed as a form of application of the Verlijden principle and in accordance with the provisions of Article 22 PP 37 of 1998 and relating to cooperation between Notaries and while maintaining confidentiality and not violating the laws and regulations. invitation and code of ethics."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Jessica
"Perkembangan serta perubahan teknologi informasi saat ini mempengaruhi hampir seluruh sendi dan budaya kehidupan manusia. Hal tersebut menandakan adanya transisi budaya dari awalnya transaksi dilakukan secara luring berkembang menjadi daring. Pengaruh Teknologi Informasi ini juga mempengaruhi prosedur notaris dalam membuat akta autentik. Bahwa perkembangan hukum di dunia mengenal apa yang disebut dengan akta autentik elektronik, tanda tangan elektronik, bahkan cyber notary. Namun terkait dengan penjelasan Pasal 15 Ayat (3) UUJN mengenai cyber notary tidak ada penjelasan atau perintah yang lebih jelas sehingga menjadi perdebatan maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini berkaitan dengan perbandingan politik hukum yang dilakukan pemerintah Negara Jepang dan Indonesia dalam mendukung penerapan penyelenggaraan sistem notaris elektronik, pembuatan akta autentik elektronik di Negara Jepang agar memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti yang sempurna, dan pengaturan yang seharusnya terkait dengan akta autentik elektronik di Indonesia ke depannya. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis mengenai cyber notary dalam bidang kenotariatan. Mengingat kemajuan teknologi sudah sangat pesat sehingga tidak dapat lagi dihindari, dan penggunaan teknologi menjadi lebih efektif, efisien dan biaya yang murah bagi manusia dalam melakukan pekerjaannya. Metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini yaitu yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan (comparative approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach) antara hukum dua negara yaitu Undang-Undang Notaris Jepang No. 53 Tahun 1908 jo. Undang-Undang Notaris Jepang No. 74 Tahun 2011 dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 jo. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris melalui teknik analisis datanya dilakukan secara kualitatif dan pengumpulan datanya menggunakan data sekunder sebagai data utama yakni studi dokumen yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder sedangkan data primer sebagai data pendukung yakni wawancara dengan beberapa orang notaris sebagai narasumber. Jepang telah mereformasi Undang-Undang Notarisnya sehingga sistem cyber notary telah terlaksana sejak tahun 2000 dan notaris elektronik harus terdaftar dalam list yang dikoordinir oleh Kementerian Kehakiman sehingga terdapat pelatihan atau kualifikasi khusus. Jepang juga telah mempunyai Undang-Undang Tanda Tangan Elektronik dan Bisnis Sertifikasi sejak tahun 2000, yang mana undang-undang tersebut saling berhubungan dengan Undang-Undang Notarisnya. Selain itu dalam pelaksanaan notaris elektronik dan tanda tangan elektronik terdapat Penyelenggara Usaha Sertifikasi Jepang yang telah mendapatkan akreditasi dari Menteri yang berwenang sehingga kekuatan pembuktian akta autentik elektronik tersebut menjadi kekuatan pembuktian yang sempurna. Pengaturan akta autentik elektronik yang seharusnya di Indonesia yaitu menambahkan pengertian akta elektronik sebagai akta autentik dalam Pasal 1 UUJN, menambahkan dan memperjelas secara detail kewenangan notaris terkait cyber notary dalam Pasal 15 Ayat (3) UUJN, merevisi dan memperluas kata menghadap dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf M, dan mengamandemen Pasal 5 Ayat (4) UU ITE.

Developments and changes in information technology currently affect almost all joints and culture of human life. This indicates a cultural transition from initially transactions carried out offline to developing online. The influence of Information Technology also influences notary procedures in making authentic deeds. That the development of law in the world recognizes what is called an authentic electronic deed, electronic signature, and even a cyber notary. However, in relation to the elucidation of Article 15 Paragraph (3) UUJN regarding cyber notary, there is no clearer explanation or order, so it becomes a debate, further research is needed on this matter. The issues raised in this study relate to the comparison of legal politics carried out by the governments of Japan and Indonesia in supporting the implementation of the implementation of an electronic notary system, making authentic electronic deeds in Japan so that they have the force of law as perfect evidence, and the arrangements that should be related to deed electronic authentic in Indonesia in the future. This research generally aims to examine and analyze cyber notaries in the notary field. Considering that technological progress has been so rapid that it can no longer be avoided, and the use of technology has become more effective, efficient and inexpensive for humans in carrying out their work. The research method used in this writing is normative juridical with a comparative approach and a statute approach between the laws of the two countries, namely Japanese Notary Law No. 53 of 1908 jo. Japanese Notary Law No. 74 of 2011 with Law no. 2 of 2014 jo. Law No. 30 of 2004 concerning the Position of Notary through data analysis techniques carried out qualitatively and data collection using secondary data as the main data, namely document studies consisting of primary legal materials and secondary legal materials while primary data as supporting data, namely interviews with several notaries as resource persons. Japan has reformed its Notary Law so that the cyber notary system has been implemented since 2000 and electronic notaries must be registered on a list coordinated by the Ministry of Justice so that there is special training or qualifications. Japan has also had Electronic Signature and Certification Business Laws since 2000, which are interrelated with its Notary Laws. In addition, in the implementation of electronic notaries and electronic signatures, there are Japanese Certification Business Operators who have received accreditation from the competent Minister so that the strength of proof of the authentic electronic deed becomes a perfect evidentiary force. The regulation of authentic electronic deed that should be in Indonesia is adding the definition of an electronic deed as an authentic deed in Article 1 UUJN, adding and clarifying in detail the authority of a notary related to cyber notary in Article 15 Paragraph (3) UUJN, revising and expanding the word facing in Article 16 Paragraph (1) letter M, and amending Article 5 Paragraph (4) of the ITE Law. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Amien
"Tesis ini membahas mengenai pentingnya penyuluhan hukum bagi seorang Notaris sebelum dan saat pembuatan aktanya. Ketentuan mengenai Penyuluhan hukum bagi seorang Notaris terdapat pengaturannya dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris.
Dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan utamanya dengan menggunakan data sekunder dan wawancara tertulis dengan informan guna mendapat keterangan mengenai fungsi penyuluhan hukum bagi Notaris baik sebelum dan saat pembuatan aktanya dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang menjadi dasar pembuatan suatu Akta Notaris adalah adanya kehendak atau keinginan para pihak untuk dapat memformulasikan maksud dan tujuannya ke dalam akta yang notaril.
Notaris dalam hal ini berwenang untuk memberikan penyuluhan hukum dengan tetap memperhatikan batasan bahwa saran maupun pendapat yang diberikan notaris baik sebelum dan saat pembuatan aktanya tidak menyalahi kewenangan yang dmilikinya dalam artian saran atau pendapat yang diberikan notaris tetap berada di luar para pihak atau bukan sebagai pihak dalam akta yang dibuatnya. Notaris dalam pelaksanaan tugas dan jabatannya senantiasa harus bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak dan netral sehingga akta yang dibuatnya dapat melindungi kepentingan dari kedua belah pihak. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29448
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Siti Wahyuandari
"ABSTRAK
Tesis ini membahas keabsahan keputusan Rapat Pembina Yayasan atas
pemberhentian Pengurus dan/atau Pengawas Yayasan sebelum jangka waktunya
berakhir dan sejauhmana kewenangan serta tanggung jawab Notaris dalam
pembuatan aktanya. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan yuridis
empiris, dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Dalam
penerapannya penelitian ini merupakan penelitian problem focused yang
menghubungkan penelitian murni dengan penelitian terapan, yaitu permasalahan yang
diteliti didasarkan pada teori atau dilihat kaitannya antara teori dan praktek. Hasil
penelitian menyarankan perlunya sosialisasi lebih mendalam mengenai Undang-
Undang Yayasan kepada seluruh pihak yang terkait termasuk para penegak hukum,
secara khusus mengenai Rapat Pembina Yayasan agar keputusan yang dihasilkan
ataupun keputusan yang akan dinyatakan dalam akta Notaris tidak bertentangan
dengan Anggaran Dasar dan Undang-Undang Yayasan. Pemahaman akan kuorum
kehadiran dan kuorum pengambilan keputusan yang sah dalam Rapat Pembina
Yayasan menjadi hal yang cukup krusial karena dapat berakibat suatu keputusan
Pembina atau Akta Notaris dinyatakan batal demi hukum oleh putusan pengadilan.
Meskipun yayasan adalah badan hukum nirlaba yang mempunyai maksud dan tujuan
bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang pengelolaannya selama ini
dilandasi dengan kebiasaan, sejak diberlakukannya Undang-Undang Yayasan,
yayasan dituntut untuk menjadi lembaga yang professional dan transparan, sehingga
perlu menerapkan prinsip good corporate governance dalam pengelolaannya,
sehingga yayasan di Indonesia dapat menjadi sebuah noble-industry sesuai dengan
maksud dan tujuan pendiriannya.

ABSTRACT
This thesis discusses the validity of the statement of Foundation Board of Directors
Meeting on the termination of Foundation’s Executive and/or Superintendent before
his term ends and the extent of authority and responsibility of the Notary in making a
notary deed. This research is normative and empirical juridical, with the approach of
legislation and approach to the concept. In its application, this research is a problem
focused research which linking purely research with applied research, meaning the
problems of the research based on the theory or seen relation between theory and
practice. The results suggest the need to socialize more about the Law Foundation to
all relevant parties, including law enforcement, especially on Board of Directors
Meeting so that the resulting decisions or the statement that will stated in the Notary
deed does not conflict with the Foundation’s Statute and the Law. Understanding of
the quorum and the quorum of legitimate decision-making in the Board of Directors
Meeting will be quite crucial because it can result that a decision of the Board of
Directors or the Notary Deed declared null and void by a court ruling. Although the
foundation is a non-profit legal entity which has the sole purpose that are social,
religious and humanitarian whose management has been based on the habits, since
the enactment of the Law Foundation, the foundation is required to become a
professional, transparent and accountable, so it is necessary to apply the principles of
good corporate governance in its management so that the foundation in Indonesia can
become a “noble-industry” in accordance with its purposes and objectives."
2013
T36131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>