Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91592 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Florencia Irena
"Artikel ini membahas dinamika pandangan masyarakat Prancis terhadap penggunaan nuklir sebagai sumber energi yang kemudian memengaruhi kebijakan pemerintah Prancis terhadap pemanfaatan tenaga nuklir sebagai sumber energi. Pemerintah Prancis mulai memanfaatkan tenaga nuklir sebagai sumber energi semenjak mengalami embargo minyak dari negara-negara Arab yang tergabung dalam OPEP pada 1974, sebagai akibat dari perang Arab-Israel. Prancis yang saat itu dipimpin oleh Presiden Georges Pompidou, memutuskan untuk memanfaatkan energi nuklir guna mengatasi krisis energi tersebut, sehingga pada 1977 Prancis sudah berhasil mengganti energi minyak bumi dengan energi nuklir untuk menopang sebagian besar industrinya. Namun, terjadi beberapa peristiwa besar yang mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai penggunaan tenaga nuklir. Kecelakaan reaktor tenaga nuklir di Ukraina dan Jepang menyadarkan rakyat Prancis akan bahaya yang ditimbulkan apabila terjadi ledakan reaktor nuklir. Desakan untuk mengganti energi nuklir dengan energi yang lebih aman mulai muncul, yang mengakibatkan pemerintah menyusun program untuk mulai mengurangi ketergantungannya pada energi nuklir ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dan teori Dekonstruksi Jacques Derrida yang digunakan untuk menjelaskan perubahan kebijakan pemanfaatan nuklir di Prancis. Perubahan kebijakan ini, terjadi karena terutama karena kekhawatiran masyarakat Prancis akan bahaya penggunaan nuklir sehingga mendorong pemerintah Prancis untuk menyelenggarakan debat nasional mengenai pemanfaatan tenaga nuklir. Setelah penyelenggaraan Le Débat National sur la Transition Énergetique pada 2014-2015, pemerintah Prancis di bawah Presiden François Hollande yang kemudian dilanjutkan oleh Presiden Emmanuel Macron, sepakat untuk mengurangi penggunaan energi nuklir sebagai penopang energi industrinya dari 75% menjadi 50% pada 2023. Upaya untuk menggantikannya dengan energi yang terbarukan menjadi tantangan tersendiri bagi kepala negara Prancis guna merealisasikan tuntutan warganya agar dapat hidup tanpa adanya ketakutan terhadap kemungkinan meledaknya reaktor nuklir di negaranya.

This article discusses the dynamics of the French public's view of the use of nuclear as an energy source which influences the French government's policy towards the use of nuclear as an energy source. The French government began to use nuclear as an energy source since oil embargo by the Arab countries that joined OPEP in 1974, as a result of the Arab-Israeli war. France, which was led by President Georges Pompidou, decided to use nuclear energy to overcome the energy crisis, so that in 1977 France had succeeded replacing petroleum energy with nuclear energy to sustain most of its industries. However, there were several major events that affected the public's view about the use of nuclear power. Nuclear power reactor accidents in Ukraine and Japan made the French people aware of the dangers posed by a nuclear reactor explosion. The urge to replace nuclear energy with safer energy began to emerge, which resulted in the government setting up a program to start reducing its dependence on nuclear energy. This study uses historical research methods and Jacques Derrida's deconstruction theory which is used to explain changes in nuclear utilization policies in France. This policy change occurred mainly because of the French public's concern about the dangers of nuclear use, which prompted the French government to hold a national debate on the use of nuclear. After Le Débat National sur la Transition Energetique in 2014-2015, the French government with President François Hollande, which was then followed by President Emmanuel Macron, agreed to reduce the use of nuclear energy as a support for industrial energy from 75% to 50% in 2023. replacing it with renewable energy is a challenge for the head of state of France to realize the demands of its citizens to live without fear of the possibility of a nuclear reactor exploding in his country."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Florencia Irena
"Artikel ini membahas dinamika pandangan masyarakat Prancis terhadap penggunaan nuklir sebagai sumber energi yang kemudian memengaruhi kebijakan pemerintah Prancis terhadap pemanfaatan tenaga nuklir sebagai sumber energi. Pemerintah Prancis mulai memanfaatkan tenaga nuklir sebagai sumber energi semenjak mengalami embargo minyak dari negara-negara Arab yang tergabung dalam OPEP pada 1974, sebagai akibat dari perang Arab-Israel. Prancis yang saat itu dipimpin oleh Presiden Georges Pompidou, memutuskan untuk memanfaatkan energi nuklir guna mengatasi krisis energi tersebut, sehingga pada 1977 Prancis sudah berhasil mengganti energi minyak bumi dengan energi nuklir untuk menopang sebagian besar industrinya. Namun, terjadi beberapa peristiwa besar yang mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai penggunaan tenaga nuklir. Kecelakaan reaktor tenaga nuklir di Ukraina dan Jepang menyadarkan rakyat Prancis akan bahaya yang ditimbulkan apabila terjadi ledakan reaktor nuklir. Desakan untuk mengganti energi nuklir dengan energi yang lebih aman mulai muncul, yang mengakibatkan pemerintah menyusun program untuk mulai mengurangi ketergantungannya pada energi nuklir ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dan teori Dekonstruksi Jacques Derrida yang digunakan untuk menjelaskan perubahan kebijakan pemanfaatan nuklir di Prancis. Perubahan kebijakan ini, terjadi karena terutama karena kekhawatiran masyarakat Prancis akan bahaya penggunaan nuklir sehingga mendorong pemerintah Prancis untuk menyelenggarakan debat nasional mengenai pemanfaatan tenaga nuklir. Setelah penyelenggaraan Le Débat National sur la Transition Énergetique pada 2014- 2015, pemerintah Prancis di bawah Presiden François Hollande yang kemudian dilanjutkan oleh Presiden Emmanuel Macron, sepakat untuk mengurangi penggunaan energi nuklir sebagai penopang energi industrinya dari 75% menjadi 50% pada 2023. Upaya untuk menggantikannya dengan energi yang terbarukan menjadi tantangan tersendiri bagi kepala negara Prancis guna merealisasikan tuntutan warganya agar dapat hidup tanpa adanya ketakutan terhadap kemungkinan meledaknya reaktor nuklir di negaranya.

This article discusses the dynamics of the French public's view of the use of nuclear as an energy source which influences the French government's policy towards the use of nuclear as an energy source. The French government began to use nuclear as an energy source since oil embargo by the Arab countries that joined OPEP in 1974, as a result of the Arab-Israeli war. France, which was led by President Georges Pompidou, decided to use nuclear energy to overcome the energy crisis, so that in 1977 France had succeeded replacing petroleum energy with nuclear energy to sustain most of its industries. However, there were several major events that affected the public's view about the use of nuclear power. Nuclear power reactor accidents in Ukraine and Japan made the French people aware of the dangers posed by a nuclear reactor explosion. The urge to replace nuclear energy with safer energy began to emerge, which resulted in the government setting up a program to start reducing its dependence on nuclear energy. This study uses historical research methods and Jacques Derrida's deconstruction theory which is used to explain changes in nuclear utilization policies in France. This policy change occurred mainly because of the French public's concern about the dangers of nuclear use, which prompted the French government to hold a national debate on the use of nuclear. After Le Débat National sur la Transition Energetique in 2014-2015, the French government with President François Hollande, which was then followed by President Emmanuel Macron, agreed to reduce the use of nuclear energy as a support for industrial energy from 75% to 50% in 2023. replacing it with renewable energy is a challenge for the head of state of France to realize the demands of its citizens to live without fear of the possibility of a nuclear reactor exploding in his country."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Bob Lestari
"Fokus penelitian ini adalah pemikiran Partai Kristen Indonesia dalam Dewan Konstituante khususnya tentang Dasar Negara dan Hak Asasi Manusia. Dimulai dari kelahirannya serta keikutsertaannya dalam Pemilu 1955, menjadi fraksi dalam Dewan Konstituante serta sikapnya dalam menanggapi anjuran pemerintah untuk kembali kepada UUD 1945. Penulisan skripsi ini menggunakan metode sejarah. Periode penelitian dimulai dari tahun 1955 hingga 1959.

The focus of this study is to know how Partai Kristen Indonesia think about ideology and human right in constituante council of Indonesia. The purpose of this study is to understand about which ideology and human right that the party wanted. But it will begin with dynamic process of the party and ended by the stand of the party to face “kembali kepada UUD 1945”. This research is based on history metod. The periode of this research will begin from year 955 to 1959."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46927
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firdania Iryanti
"Sebagai negara yang meregulasi praktik prostitusi, Prancis memiliki serangkaian kebijakan dan masalah seputar legalitas Pekerja Seks Komesial (PSK). Setelah penandatangan konvensi PBB (mengenai eksploitasi manusia) pada tahun 1949, Prancis resmi menjadi negara abolisionis yang melarang praktik muncikari dan transaksi seksual berbayar yang melibatkan pihak ketiga. Larangan ini kemudian yang menjadi dasar pembuatan kebijakan pada masa pemerintahan Nicolas Sarkozy dan François Hollande. Penelitian ini membandingkan kebijakan mengenai regulasi praktik prostitusi pada masa pemerintahan Nicolas Sarkozy dan masa pemerintahan François Hollande dengan menggunakan metode kualitatif dan teknik studi kepustakaan. Penelitian ini membuktikan bahwa keputusan Sarkozy untuk mengimplementasikan la Loi pour la Sécurité Intérieure (le délit de racolage) pada tahun 2003 menimbulkan masalah karena PSK menjadi pihak yang dikriminalisasi. Di sisi lain, keputusan Hollande untuk menghapus kebijakan Sarkozy dan menerapkan la Loi de Pénalisation de Client de Prostituée juga tidak menyelesaikan masalah karena mengkriminalisasi pelanggan jasa prostitusi. Pada akhirnya, penelitian ini membuktikan bahwa Sarkozy dan Hollande memiliki pendekatan berbeda dalam menanggulangi masalah prostitusi, namun tujuan akhir dari keduanya adalah untuk menghapus budaya prostitusi di Prancis secara bertahap.

As a state that regulates prostitution, France has a set of policies and problems on the legalities of commercial sex workers (CSWs). After ratifying a UN convention (on abolishing slavery and human trafficking) in 1949, France banned pimping activities and third-party sexual transactions, thus officially becoming an abolitionist state. This ban became the precedent for regulations made by the Nicolas Sarkozy and François Hollande administration respectively. This research compares the regulations on prostitution by both administrations using qualitative method and literature review. This research shows that Sarkozy’s decision to implement la Loi pour la Sécurité Intérieure (le délit de racolage) in 2003 was problematic as it criminalises CSWs. On the other hand, Hollande’s decision to reverse Sarkozy’s policy and enact la Loi de Pénalisation de Client de Prostituée also fails to offer a solution as it instead criminalises patrons of prostitution. Finally, this research proves that although both Sarkozy and Hollande have different approaches to curb prostitution, their goal is to gradually suppress prostitution culture in France."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Mikha Benanta
"Fokus dari penulisan karya tulis ini adalah untuk memperlihatkan bagaimana perubahan kebijakan keamanan energi nuklir Prancis pasca peristiwa Fukushima dikaji dari kajian keamanan internasional, ekonomi politik internasional, dan masyarakat transnasional. Dalam kajian keamanan internasional, perubahan kebijakan keamanan energi Prancis akan dilihat dari perubahan penggunaan kekuatan militer dan juga intervensi politik di lokasi sumber energi nuklir Prancis, kajian ekonomi politik internasional fokus pada perubahan produksi bahan baku dan juga energi nuklir siap pakai, sedangkan dalam kajian masyarakat internasional akan melihat bagaimana perubahan posisi energi nuklir di Prancis sebagai energi yang mampu digunakan dalam jangka waktu yang panjang dan memiliki dampak kerusakan lingkungan yang minim.

The following academic writing attempts to show the changing of French nuclear energy security policy after ?nuclear disaster? took place in Fukushima, Japan. To highlight the change, the study havce employed three different academic frameworks of analysis namely: international security, international political economy, and transnational society. International security focuses on the changing of French military and political intervention on location of nulear mining, in the mean time, through international political economy, the paper sees the changing of French nuclear sources and nuclear energy production, while transnational society sees how nuclear energy position altered as a perpetual and enviromentalfriendly energy secources."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Velda Leona Dewi
"Modal sosial berasal dari posisi dan status sosial seseorang, yang mampu membuat suatu individu menggerakkan kelompok atau individu lain yang memiliki sumber daya atau kewenangan modal untuk tujuan tertentu. Keberhasilan Prancis dalam menjadikan nuklir sebagai energi hijau dalam ranah Uni Eropa mempromosikan energi hijau, mengindikasikan adanya modal sosial yang dimiliki oleh Prancis. Hal tersebut menjadi pembahasan dalam penelitian ini sebab Prancis mendukung penuh cenderung tidak goyah, dan mendapatkan banyak penolakan dalam mempromosikan energi hijau di European Green Deal. Kontradiksi terjadi pada tahun 2021, saat EU Taxonomy memasukkan dan mempertimbangkan nuklir menjadi energi berkelanjutan rendah karbon dengan syarat. Penelitian ini mengulik alasan Prancis mendukung keras nuklir sebagai energi hijau serta hal apa yang membuat nuklir mampu masuk dalam bursa energi hijau. Melalui konsep kepentingan nasional Thierry de Montbrial, penelitian ini mampu menemukan alasan Prancis mendukung penuh nuklir sebagai energi hijau dan melalui teori modal sosial Bourdieu, ditemukan modal sosial yang Prancis miliki sehingga nuklir diterima sebagai energi hijau. Kedua teori ini erat kaitannya dengan identitas, maka digunakan teori indentitas Stuart Hall untuk menjadi jembatan antara keduanya. Melalui penelitian ini diketahui bahwa Prancis memiliki identitas yang kuat di masa lalu, sehingga merujuk pada kepentingan nasionalnya saat ini yaitu menjadi negara superpower beridentitas. Nuklir yang menjadi strategi Prancis membutuhkan aspek modal sosial untuk mendukung keberhasilannya. Dengan identitasnya yang kuat, modal sosial Prancis beragam di antaranya adalah pelopor Uni Eropa, pelopor energi hijau dan ekosistemnya, serta konsistensi penggunaan nuklir di negaranya. Pada akhirnya, power yang berasal dari identitas adalah modal sosial utama Prancis dalam menjadikan nuklir sebagai energi hijau.

Social capital comes from a person's position and social status, which is able to make an individual move a group or other individuals who have capital resources or authority for certain purposes. France's success in making nuclear a green energy within the realm of the European Union in promoting green energy indicates that France has social capital. This is the subject of discussion in this study because France fully supports it, tends not to falter, and receives a lot of resistance in promoting green energy in the European Green Deal. The contradiction occurs in 2021, when the EU Taxonomy includes and considers nuclear to be a low-carbon sustainable energy with conditions. This research explores the reasons why France strongly supports nuclear as green energy and what makes nuclear capable of being included in the green energy market. Through Thierry de Montbrial's concept of national interest, this research is able to find out why France fully supports nuclear as green energy and through Bourdieu's theory of social capital, French social capital is found so that nuclear is accepted as green energy. These two theories are closely related to identity, so Stuart Hall's identity theory is used to become a bridge between the two. Through this research it is known that France has had a strong identity in the past, so that it refers to its current national interest, which is to become a superpower country with an identity. Nuclear as a French strategy requires aspects of social capital to support its success. With its strong identity, France's social capital is diverse, including being a pioneer of the European Union, a pioneer of green energy and its ecosystem, as well as the consistency of the use of nuclear in the country. In the end, power that comes from identity is France's main social capital in making nuclear a green energy. "
Lengkap +
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roestini Wulan Indrakesuma
"Dalam skripsi ini, kami membahas pemikiran Soekarno tentang rakyat Marhaen. Untuk ini skripsi kami bagi menjadi lima bab. Bab pertama: menjelaskan riwayat hidup, latar belakang pemikiran Soekarno, dan kehidupan politik selama perjuangan Soekarno sampai masa kemerdekaan. Riwayat hidup Soekarno menjelaskan bahwa ia adalah anak seorang guru Jawa dan ibu asal bangsawan Bali. Ia terpengaruh oleh kebudayaan Jawa khususnya cerita wayang. Disamping itu ia belajar di HBS Surabaya lalu melanjutkan ke THS Bandung sampai lulus. Ia menikah dengan Inggit Garnasih, Fatmawati, dan lain-lain yang tujuan perkawinannya kadang-kadang berlatar belakang politis. Masa hidup Soekarno penuh ditandai dengan perjuangan menegakkan kemerdekaan, mempersatukan bangsanya dan memberi landasan ideologis terhadap perjuangan itu. Soekarno yang lahir pada tanggal 6 Juni 1901 itu berhasil mengantarkan bangsanya menuju pintu kemerdekaan, dan ia wafat sebelum mampu menciptakan idealisasinya tentang terhentuknya rakyat Marhaen pada tanggal 21 Muni 1970. Meskipun demikian, ia telah berhasil menguraikan pemikiran tentang keberadaan rakyat Marhaen di dalam karangan-karangannya yang terdapat di dalam buku Di bawah Bendera Revolusi, Indonesia Menggugat, Amanat Proklamasi Pidato 17 Agustus, Lahirnya Pancasila, Sarinah, Mencapai Indonesia Merdeka dan lain-lainnya. Latar belakang pemikiran Soekarno ditandai dengan adanya ideologi Islam, Marxisme dan Nasionalisme. Soekarno adalah sintesa dari Nasionalisme, Islam dan Marxisme. Ideologi Islam diterima Soekarno dari Cokroaminoto, bapaknya Fatmawati dan ayahnya sendiri yang beraliran Islam Jawa. Ajaran Marxisme diterima Soekarno dari temannya yang bernama Semaun, Musa dan Alimin. Sedangkan ideologi Nasionalisme diterima Soekarno dari pengamatannya yang tajam terhadap kehidupan bangsanya sendiri yang terdiri dari berbagai suku bangsa, adat, agama tetapi mempunyai persamaan nasib. Kehidupan politik di masa perjuangan Soekarno ditandai oleh adanya berbagai gerakan yang masih terpecah belah dalam bidang ideologis sehingga akan meluntur tujuan perjuangan bangsa. Oleh karena itu, la membentuk PNI dengan landasan Marhaenisme dan membentuk PPPKI yang akan menghimpun seluruh kekuatan rakyat."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S16063
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andina Hapsari
"Konsep `harmonis`telah menjadi bagian dari budaya masayarat RRT sejak lama. Konsep ini tetap dipegang teguh oleh masyarakat RRT hingga sekarang khususnya setelah Hu Jintao mengangkat konsep ini sebagai target dari masa pemerintahannya dengan slogan `Membangun Masyarakat Sosialis Harmonis`. Makalah ini membahas mengenai apa yang dimaksud dengan masyarakat harmonis dan mengapa Hu Jintao menjadikannya sebagai target dari masa pemerintahannya. Penelitian dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan historis, yang mencakup tahap heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dari hasil penelitian ini terungkap bahwa masyarakat harmonis pada masa pemerintahan Hu Jintao adalah masyarakat yang demokratis yang diatur oleh hukum, jujur dan adil, dapat dipercaya, stabil dan tertib, serta menjaga hubungan yang baik antara manusia dan lingkungan alamnya. Latar belakang Hu Jintao serta keadaan RRT pada masa perintahannya menyebabkan membangun masyarakat sosialis harmonis sebagai target masa pemerintahannya.

The concept of harmony has been part of the Chinese culture for a long time. This concept has been firmly held by the Chinese, especially after Hu Jintao promoted this concept as a target of his administration with "Building a Harmonious Socialist Society" as its slogan. This paper will discuss what does harmonious society mean and why did Hu Jintao made it as the target of his administration. The study was conducted using a qualitative method with a historical approach, which includes the stages of heuristics, criticism, interpretation, and historiography. From the research that have been gathered so far, harmonious society during Hu Jintao's administration was a society that is democratic and ruled by law; fair and just; trustworthy and fraternal; full of vitality, stable and orderly; as well as maintaining good relations between humans and their natural environment. Hu Jintao's background and the condition of the PRC at that time led him to make harmonious society as the focus in his administration."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Aulia Ikhsani
"ABSTRAK
Pada tahun 1978 Cina memasuki era baru dengan melakukan reformasi dan keterbukaan di bawah komando Deng Xiaoping. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan dukungan dari semua pihak. Berbagai kebijakan dijalankan demi terwujudnya hal tersebut, salah satunya kebebasan untuk memberikan kritik terhadap pemerintahan. Masyarakat menggunakan kesempatan tersebut untuk menyuarakan tuntutannya mengenai kondisi yang mereka alami melalui dazibao dan petisi. Situasi yang cair tersebut juga digunakan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi politiknya. Melalui dazibao dan kegiatan diskusi serta publikasi organisasi jurnal bawah tanah dixiakanwu, mereka mendiskusikan permasalahan politik di Cina yang menandakan lahirnya gerakan dinding demokrasi minzhu qiang yundong pada tahun 1978. Mereka menuntut reformasi politik melalui pelaksanaan minzhu atau yang sering kali diartikan sebagai demokrasi. Namun bagi masyarakat Cina dan aktifis yang terlibat dalam Gerakan Dinding Demokrasi minzhu merupakan suatu konsep yang mempunyai arti lebih dari sekedar demokrasi. Hal ini jugalah yang membuat slogan minzhu menjadi slogan utama dalam gerakan sosial lainnya dalam tuntutan pelaksanaan reformasi politik Cina yang terjadi pada tahun 1978 hingga 1989

ABSTRACT
In 1978 China entered a new era of reform and modernization under Deng Xiaopings command. In order to achieve it, support from all parties is unevitably necessary. Various policies are implemented to achieve such condition, one of which is the freedom for critism to the government. The society used the opportunity to voice out their demands regarding the conditions they faced through dazibao and petitions. Relax political atmosphere was also used by the society to convey their political aspiration. Through publication such as dazibao dan underground journals and public discussions and debates, they discuss political issues in China which marked the birth of Democratic Wall Movement in 1978. They demanded political reform through the implementation of minzhu) which often interpreted as democracy. However, for Chinese people and activists involved in Democratic Wall Movement, minzhu is a concept of democracy which has more meaning than democracy itself. This is also the reason minzhu became themain slogan during democratic wall movement in 1978-1979 and even other social movements in the demand of the implementation of Chinese political reform that took place in 1978-1989."
Lengkap +
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Adi Surya
"Tesis ini dilatarbelakangi oleh situasi bangsa Indonesia yang sedang mencari format demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya mengkaji kekuatan dan kelemahan implementasi teori dari pemikiran politik Barat tentang demokrasi. Berkaitan dengan hal tersebut, tesis ini berusaha mencari alternatif demokrasi dari pemikiran tokoh Indonesia.
Pertanyaan penelitian ini adalah mengapa Soekarno menolak Demokrasi Parlementer dan bagaimana pemikiran politik Soekarno tentang Demokrasi Terpimpin. Teori yang digunakan dalam menjawab pertanyaan penelitian tersebut adalah teori sosialisasi politik dari Gabriel Almond, teori demokrasi dari Robert Dahl, William Ebenstein dan Lyman Tower Sargent serta teori partai politik dari R.H. Soltau, Gabriel Almond dan Duverger. Sedangkan metode penelitian menggunakan metode penelitian pustaka (library reseach).
Adapun kesimpulan penelitian ini menjelaskan bahwa Soekarno menolak Demokrasi Parlementer karena (1) hanya bersifat demokrasi politik tanpa demokrasi ekonomi (2) melindungi keberlangsungan sistem kapitalisme (3) menimbulkan instabilitas politik. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong-royong antara semua kekuatan Nasional. Inti daripada pimpinan dalam Demokrasi Terpimpin adalah permusyawaratan, tetapi suatu permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, bukan oleh perdebatan dan penyiasatan yang diakhiri dengan pemungutan suaa (voting).
Soekarno menekankan prinsip gotong royong dan musyawarah mufakat dalam suasana kekeluargaan dalam Demokrasi Terpimpin sehingga demokrasi tidak mengenal oposisi. Dalam menerjemahkan konsepsi ini ke dalam perangkat politik, Soekarno membentuk Kabinet Gotong Royong yang terdiri dari perwakilan semua partai di parlemen dan membentuk Dewan Nasional yang berisi golongan fungsional sebagai cerminan masyarakat. Kabinet Gotong Royong dan Dewan Nasional ini menjadi jembatan sehingga setiap tindakan Pemerintah selaras dengan kehendak masyarakat.
Temuan penelitian ini adalah bahwa Soekarno beranggapan Demokrasi Parlementer tidak cocok dengan situasi dan kondisi Indonesia karena sesuai dengan kepribadian dan dasar hidup bangsa Indonesia yakni nilai-nilai Pancasila yang di dalamnya terkandung semangat kekeluargaan, gotong royong dan musyawarah untuk mufakat. Implikasi teoritisnya adalah bahwa teori sosialisasi politik, teori demokrasi dan teori partai politik dapat diterapkan untuk menganalisis tesis ini.

Topic Political Views of Soekarno on Guided Democracy 175 pages 7 books 6 internet sources Based on Indonesia rsquo s search for a democracy that is congruent with its foundational values this thesis shows the efforts done to review the strengths and weaknesses of implementing Western political concepts in democracy Furthermore this thesis shows the search for an alternative from Indonesian political thinkers This study questions the reason Soekarno rejects parliamentary democracy and his political thoughts on guided democracy The theories used in answering these questions are Gabriel Almond's theory of political socialization Robert Dahl's theory of democracy as well as William Ebenstein and Lyman Tower's theory of political parties from R H Soultau Gabriel Almond and Duverger In addition this study utilizes the library research method as a means for research Having explained Soekarno's grounds for rejecting parliamentary democracy as a conclusion this research shows that his main reasons consist of the fact that parliamentary democracy is merely political democracy without economic democracy a protector of capitalism and a catalyst of political instability Guided democracy is a type of people's democracy that is led by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberations amongst representatives and is cored by the discussion of all national powers to agree unanimously The heart of leadership in a guided democracy is deliberation that is led by innate wisdom and not by a debate that results in voting Soekarno accentuates the principles of cooperation and deliberation in a family atmosphere in a guided democracy so that democracy does not encounter any oppositions In interpreting this concept on a political device Soekarno formed the Mutual Cooperation Cabinet Kabinet Gotong Royong that consists of representatives from all the political parties in the parliament and the National Council's concept made up of functional groups that reflects the people This cabinet and council became the bridge that harmonizes the government's actions with the people rsquo s will The principal findings of this research is Soekarno's opinion that parliamentary democracy is not suitable with Indonesia's situation and condition primarily because it is not in accordance with the personality of the nation or the values of Pancasila which contains the spirit of family mutual cooperation and deliberation The theoretical implication is that the theory of political socialization the theory of democracy and the theory of political parties can be applied in analyzing."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>