Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115615 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dede
"Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) tidak mengatur mengenai keberadaan bagi tenaga honorer sehingga kepegawaian tenaga honorer menjadi tidak jelas. Tesis ini membahas Kepegawaian Tenaga Honorer sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, membahas Bentuk Perlindungan Hukum bagi Tenaga Honorer setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Bentuk penelitian tesis ini adalah yuridis normatif, utamanya menggunakan data sekuder dengan studi dokumen melalui penelusuran dokumen. Adapun data primer yang dihasilkan dari wawancara dengan informan sebagai data pendukung, sebagai bahan mengkonfirmasi akan hasil penelitian. Analisis penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan sebelum adanya UU ASN, Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian telah mengatur tentang tenaga honorer, UU tersebut memberikan celah dalam hal pengangkatan tenaga honorer, tetapi pengaturan berkenaan dengan hak dari tenaga honorer tidak ditemukan. Setelah adanya UU ASN tidak terdapat celah untuk pengangkatan tenaga honorer, karena UU ASN tidak mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tenaga honorer. Dengan demikian perlindungan hukum bagi tenaga honorer menjadi tidak jelas, UU ASN tidak dapat menjadi pedoman bagi kepegawaian tenaga
honorer. Dengan dikeluarkannya Surat iEdaran iBupati iLebak Nomor i814.1/2.227-
BKPP/2018 itentang iLarangan iPengangkatan iTenaga iHonorer dan iSejenisnya
bertujuan agar tidak ada lagi pengangkatan tenaga honorer di Kabupaten Lebak, dan
harapannya bagi tenaga honorer agar dapat segera menjadi ASN dengan mengikuti
seleksi terlebih dahulu sehingga mereka bisa mendapatkan perlindungan hukum yang
setara setelah menjadi PNS atau PPPK.

The enactment of Law Number 5 of 2014 concerning State Civil Servants (ASN Law) does not regulate the existence of honorary staff so that the employment of honorary staff is unclear. This thesis discusses the Employment of Honorary Staff before and after the enactment of Law Number 5 of 2014 concerning State Civil Apparatus, discusses Forms of Legal Protection for Honorary Staff after the enactment of Law Number 5 of 2014 concerning State Civil Apparatus. The form of this thesis research is normative juridical, mainly using secondary data with document study through document search. The primary data generated from interviews with informants as supporting data, to confirm the legal materials used. This research uses a qualitative approach in analysis. The results showed that prior to the ASN Law, Law Number 43 of 1999 concerning Amendments to Law Number 8 of 1974 concerning Personnel Principles, this law provided a gap in the appointment of honorary staff, but the regulation was related to the rights of honorary staff were not found. After the existence of the ASN Law there was no gap for the appointment of honorary staff, because the ASN Law did not regulate matters related to honorary staff. Thus the legal protection for honorary staff is unclear, the ASN Law cannot serve as a guideline for honorary staffing. With the issuance of the Lebak Regent Circular Number 814.1 / 2.227-BKPP / 2018 concerning the Prohibition of Appointment of Honorary Staff and the like, the aim is that there will be no more appointment of honorary staff in Lebak Regency, and the hope is that the honorary staff can immediately become ASN by following the selection first so that they can get equal legal protection after becoming a PNS or PPPK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Subiyanto
"Tesis ini membahas tentang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Analisis Seleksi Terbuka dan Kompetitif serta Talent Pool). Permasalahan yang dikaji adalah bagaimana pengisian jabatan pimpinan tinggi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan bagaimana keunggulan serta kelemahan pengisian jabatan pimpinan tinggi melalui seleksi terbuka dan kompetitif serta talent pool. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian penelitian yang diperoleh adalah pertama, pengisian jabatan pimpinan tinggi dilakukan melalui dua cara yaitu melalui seleksi terbuka dan kompetitif serta talent pool. Pengisian jabatan melalui seleksi terbuka dan kompetitif dari aspek pengaturan sudah memadai karena telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan peraturan pelaksanaannya sedangkan pengisian jabatan dari talent pool tidak disebutkan secara spesifik dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara tetapi hanya menyebutkan bahwa pengisian jabatan secara terbuka dan kompetitif dapat dikecualikan terhadap instansi pemerintah yang telah menerapkan sistem merit dengan persetujuan Komisi Aparatur Sipil Negara. Salah satu persyaratan sistem merit adalah setiap instansi harus memiliki kelompok rencana suksesi yang dihasilkan oleh manajemen talenta. Kelompok rencana suksesi inilah yang disebut dengan talent pool. Kedua, Keunggulan seleksi terbuka dan kompetitif dilaksanakan melalui serangkaian tahapan seleksi sehingga hanya orang-orang terpilih yang sesuai dengan persyaratan jabatan saja yang dapat mengisi jabatan yang lowong. Kelemahannya adalah seleksi terbuka dan kompetitif memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama, kredibilitas panitia seleksi masih diragukan dan seleksi terbuka hanya dianggap sebagai formalitas karena masih adanya intervensi dari pejabat pembinaan kepegawaian yang masih ingin mempertahankan spoil system. Keunggulan seleksi melalui talent pool adalah talent pool dilakukan melalui sistem manajemen talenta dengan mencari pegawai-pegawai yang memiliki kompetensi dan potensi yang terbaik sehingga hanya pegawai-pegawai yang memiliki kompetensi dan potensi tertinggi yang dapat menduduki jabatan pimpinan tinggi termasuk juga jabatan administrasi dan jabatan fungsional. Kelemahannya yaitu talent pool dilaksanakan di lingkungan internal organisasi sehingga masih rentan terhadap intervensi kepentingan terutama oleh pejabat pembina kepegawaian yang berasal dari proses politik.

This thesis addresses the Filling of Senior Executive Services Position in Law Number 5 of 2014 regarding State Civil Apparatus (Analysis of Open and Competitive Selection and Talent Pool). The subject assessed is the method in filling Senior Executive Services position in Law Number 5 of 2014 regarding State Civil Apparatus and the advantages and disadvantages of filling Senior Executive Services positions through open and competitive selection and talent pool. This study uses normative juridical study method with statutory approach. The results of the study obtained are as follows: first, the filling of Senior Executive Services position is carried out by two methods, i.e. through open and competitive selection as well as through talent pool. The filling of positions through open and competitive selection is satisfactory from a regulatory aspect as it is governed in Law Number 5 of 2014 regarding State Civil Apparatus along with its implementing regulations, whereas the filling of positions by talent pool is not specifically provided in Law Number 5 of 2014 regarding Civil State Apparatus, it merely states that the filling of positions in an open and competitive manner may be excluded from government agencies that have implemented a merit system with the approval of the State Civil Apparatus Commission. One of the criteria of the merit system is that each agency shall have a succession plan group produced by talent management. This succession plan group is what meant as talent pool. Secondly, the advantage of open and competitive selection is that it is carried out through a series of selection stages hence only selected people qualifying for the requirements of the position may fill vacant positions. The disadvantage is that open and competitive selection is great in cost and also time consuming, the credibility of the selection committee is still doubtful and open selection is considered merely formality as intervention still takes place by staff development officials favoring spoil system. The advantage of selection through talent pool is that it is carried out through talent management system by seeking employees with best competence and potential hence only employees having the highest competence and potential may fill Senior Executive Services positions including administrative and functional positions. The disadvantage is that talent pool is carried out internally within the organization therefore it is exposed to intervention of interests, particularly by staff development officials originating from political process."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trisha Dayanara
"Penelitian ini membahas mengenai status guru honorer berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada tentang kepegawaian. Selain itu, skripsi ini juga membahas mengenai konsep Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan guru honorer. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dan metode kualitatif untuk pengolahan data. Simpulan dari penelitian ini yaitu status guru honorer dalam peraturan perundang-undangan adalah tidak jelas, namun adanya Pergub DKI Jakarta No. 235 Tahun 2015 dapat meredakan tuntutan terhadap permasalahan guru honorer di Jakarta. Hasil penelitian menyarankan bahwa pemerintah diharapkan dapat mengeluarkan peraturan yang mengatur mengenai guru honorer; merevisi UU ASN untuk memperjelas peran dan posisi dari PPPK dalam bagiannya menjadi Aparatur Sipil Negara; serta bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah diharapkan dapat mencontoh Pergub DKI Jakrta No. 235 Tahun 2015 dalam hal penyelesaian permasalahan guru honorer.

This study discusses about honorary teacher's status by the laws concerning government employee. This study also discusses about Government Employee with Work Agreement in Law No. 5 of 2014 concerning the Civil State Apparatus which is expected to solve honorary teacher's problem. This study uses the juridical-normative methods and qualitative methods for data processing. The conclusion of this study is that honorary teacher's status in unclear by the law but Jakarta Governor Regulation No. 235 Year 2015 could solve honorary teacher's problem in Jakarta. The results of the study suggest that the government is expected to regulate about honorary teacher; revise the Civil State Apparatus Law to clarify the role and position of Government Employee with Work Agreement as Civil State Apparatus; also for the central government and local governments are expected to follow the example of Jakarta Governor Regulation No. 235 Year 2015 in solving honorary teacher's problem.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S65860
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonita Augustine
"Penelitian ini bertujuan menggambarkan perencanaan kepegawaian bagi pegawai honorer kategori dua yang tidak lolos Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Kabupaten Bogor. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif. Teknik pengumpulan data yaitu wawancara mendalam dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perencanaan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor adalah mempekerjakan kembali pegawai honorer kategori dua yang tidak lolos Calon Pegawai Negeri Sipil dengan pertimbangan lingkungan; peramalan; tujuan; rencana; dan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Perencanaan ini perlu memperhatikan Rancangan Undang-undang Aparatur Sipil Negara; Upah Minimum Regional dan jaminan; pengembangan dan pelatihan; serta pembatasan usia kerja.

The purpose of this research is to describe the staff planning for second category of honorary employees who are not qualified to be civil servants in Bogor Regency. This research is a qualitative approach. The result shows that staff planning of Bogor Regency government is to reinstate category two of honorary employees who aren't qualified to be public servants. This staff planning is based on environmental, forecasting, purposes, plans, and supported by Bogor Regency government, but needs to consider the existence of „Rancangan Undang-undang Aparatur Sipil Negara‟; Regional Minimum Payment and insurance; training and developing; and limitation of employees‟ age.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S54484
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Imam Wildan Purbo Prakoso
"Kompetensi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Indonesia yang belum sesuai dengan bidangnya, menjadi latar belakang hadirnya pengaturan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). PPPK diharapkan mampu mengatasi kebutuhan pegawai yang profesional dan kompeten dalam birokrasi. Beberapa permasalahan muncul dalam peraturan perundang-undangan Aparatur Sipil Negara (ASN), antara lain PPPK memiliki permasalahan terkait konsep pengadaan PPPK khususnya manajemen kepegawaian dan implikasi penerapan PPPK terhadap eksistensi dan kedudukan pegawai non-PNS. Melalui metode penelitian yuridis normatif data dikumpulkan dalam bentuk studi kepustakaan dan diolah serta dianalisis secara kualitatif yang kemudian disajikan secara deksriptif.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, konsep PPPK dalam manajemen kepegawaian adalah untuk memperoleh ASN yang memiliki kompetensi dan profesionalitas, serta kedudukan dan tugas yang jelas dalam melakukan pelayanan publik, melalui penataan manajemen PPPK. Pembentukan PPPK sebagai bagian dari ASN, berimplikasi pada hak dan kewajiban PPPK yang dijamin dalam UU ASN. Secara umum PPPK memiliki hak yang hampir sama dengan PNS, dengan perbedaan terletak pada hak keuangan, yaitu PPPK tidak memiliki hak pensiun. Sedangkan mengenai kewajiban, UU ASN memberlakukan kewajiban yang sama antara PPPK dengan PNS. Guna mengisi kekurangan pengaturan PPPK dalam UU ASN pemerintah perlu membuat pengaturan mengenai identifikasi yang jelas mengenai kriteria, prosedur rekrutmen, pemetaan kebutuhan, dan periodisasi masa kerja, dan pengawasan mengenai efektivitas kinerja PPPK. Pemerintah pusat juga perlu melakukan intervensi guna menjamin terlaksananya hak-hak keuangan PPPK, khususnya untuk daerah yang membutuhkan PPPK, namun memiliki anggaran terbatas.

The competence of Indonesian Civil Servants (PNS) that is not in accordance with their fields, is the background of the presence of the regulation of Government Employees with Work Agreements (PPPK) in Law Number 5 of 2014 concerning State Civil Apparatus (ASN Law). PPPK is expected to be able to address the needs of professional and competent employees in the bureaucracy. Some problems arise in the legislation of the State Civil Apparatus (ASN), among others, PPPK has problems related to the concept of PPPK procurement, especially management of personnel and the implications of the application of PPPK to the existence and position of non-PNS employees. Through normative juridical research methods data is collected in the form of literature review and processed and analyzed qualitatively which is then presented descriptively.
Based on the results of the analysis, the concept of PPPK in staffing management is to obtain ASN that has competence and professionalism, as well as a clear position and duty in conducting public services, through the management of PPPK. The establishment of PPPK as part of the ASN has implications for the rights and obligations of PPPK guaranteed under the ASN Law. In general, PPPK has almost the same rights as civil servants, with the difference in financial rights, namely PPPK does not have pension rights. As for obligations, the ASN Law imposes the same obligations between PPPK and PNS. To fill in the shortcomings of the PPPK regulation in the ASN Law, the government needs to make arrangements regarding clear identification of criteria, recruitment procedures, needs mapping, and periodization of tenure, and supervision on the effectiveness of PPPK performance. The central government also needs to intervene to ensure the implementation of PPPK's financial rights, especially for regions that need PPPK, but have a limited budget.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T55053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggria Septariani
"Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara tidak mengenal istilah pegawai honorer, pegawai tidak tetap, tenaga kerja sukarela, ataupun sejenisnya. Undang-Undang tersebut hanya menyebutkan pegawai aparatur sipil negara hanya terdiri atas pegawai negri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Sehingga status hukum dari pegawai pemerintah bukan APARATUR SIPIL NEGARA yang sebelumnya dikenal didalam peraturan sebelumnya menjadi hilang. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menganalis dari peraturan perundangundangan khusunya di bidang kepegawaian. Di dalam peraturan perundang-undangan sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai selain dari pegawai negeri sipil sepanjang dibutuhkan oleh instansi pada pemerintahan tersebut baik di instansi pemerintah pusat maupun di daerah. Sehingga dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 pegawai pemerintah bukan aparatur sipil negara menjadi tidak diatur keberadaannya. Seharusnya ada kebijakan dari pemerintah untuk mengakomodasi dari polemik yang ada pada pegawai pemerintah bukan aparatur sipil negara tersebut

In Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipi Negara, the term honorary employees, non-permanent employees, voluntary workers, or the like is not recognized. The law only states that state civil servants only consist of civil servants and government employees with work agreements. So that the legal status of non-APARATUR SIPIL NEGARA government employees previously known in the previous regulations was lost. The research method used is normative juridical by analyzing the laws and regulations, especially in the field of personnel. In the laws and regulations prior to the enactment of the APARATUR SIPIL NEGARA Law, authorized officials can appoint employees other than civil servants as long as required by the agency in the government, both in central and regional government agencies. So with the enactment of Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara government employees not state civil servants are not regulated. There should be a policy from the government to accommodate the polemics that occur in government employees, not the state civil apparatus."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wurjati Rida
"Puskesmas pada hakekatnya mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar yang bermutu, terjangkau oleh masyarakat dan sebagai motor pembangunan kesehatan di daerah kerjanya, sedangkan pelayanan yang dilakukan secara garis besar terdiri dari pelayanan medik dan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan penunjang untuk membantu mencapai penyediaan obat yang bermutu, tersedia dalam jumlah yang cukup, mudah didapat dengan harga yang terjangkau. Obat merupakan komponen esensial dari suatu pelayanan kesehatan, sehingga persepsi masyarakat tentang hasil dari pelayanan kesehatan adalah diterimanya obat setelah berkunjung ke sarana pelayanan kesehatan.
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku yaitu faktor individu, psikologis dan organisasi antara lain meliputi pengetahuan, sikap, nilai dan persepsi , umur, jenis kelamin, ketrampilan, ketersediaan sumber daya. pedoman sarana dan prasarana, serta pengalaman kerja.. Oleh karena itu dalam penelitian ini ingin melihat gambaran kinerja petugas pengelola obat puskesmas di Kota Bekasi Tahun 2004 dan hubungan antara variabel bebas (independent) meliputi jenis kelamin, umur, masa kerja, pendidikan, pengetahuan, pelatihan, motivasi, supervisi, imbalan, fasilitas dan beban kerja dengan variabel terikat (dependen) yaitu kinerja petugas pengelola obat puskesmas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung pendekatan kualitatif dengan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua petugas pengelola obat puskesmas di Kota Bekasi. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh petugas pengelola obat puskesmas di Kota Bekasi yang merupakan total sample sebesar 31 orang. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan cara memperoleh data primer yaitu pengamatan menggunakan kuesioner. Data kualitatif dilakukan menggunakan wawancara. Pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak pengolah data dan rekapitulasi hasil wawancara.
Semua responden mempunyai kinerja yang berada pada kelompok sedang dan baik. Lebih dari dua pertiga responden mempunyai skor yang berada pada kelompok sedang, dengan nilai mean 28,52 dan median 29,00 dari skala 0 sampai dengan 38, maka dapat disimpulkan bahwa pengelola obat puskesmas di Kota Bekasi mempunyai kinerja yang cuk-up baik. Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor internal (pendidikan) dengan kinerja pengelola obat puskesmas di Kota Bekasi. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor eksternal (supervisi, imbalan, fasilitas dan beban kerja) dengan kinerja pengelola obat puskesmas di Kota Bekasi.
Untuk meningkatkan kinerja petugas pengelola obat puskesmas disarankan agar pemerintah kota Bekasi mengalokasikan tenaga farmasis sebagai tenaga pengelola obat nimal 1(satu) orang asisten apoteker untuk satu puskesmas.

Truthfully, the health center has main task to provide a quality primary health care and to be a health development motor in its working area. The main service of health center consists of medical and pharmacy services. Pharmacy service is a supporting service to attempt a quality and adequate quantity of drugs supply, as well as affordable.
Drugs are the essential component in health care. So, the perception of community about the output of health care is drugs received soon after visiting the health care facilities.
There are three major factors affected the behavior: individual, psychological, and organizational factors that consist of knowledge, attitude, value, perception, age, sex, skill, resources availability, guidelines, facilities, and working experience. For that reason, the study was conducted to assess the working performance of pharmacy officers at health centers in the City of Bekasi in 2004. It was also conducted to assess the relation between independent variables consisted of age, sex, period of working span, education, skill, training, motivation, supervision, compensation, facilities, and working load, and dependent variable that consisted of the working performance of pharmacy officers.
This study used quantitative and qualitative approach with cross sectional design. The population of this study was all pharmacy officers at health centers in the City of Bekasi. The sample of this study was total sampling that comprised of all pharmacy officers at health centers in the City of Bekasi as many as 31 respondents. Quantitative collecting was conducted by obtaining primary data that is interviewing respondents using questionnaire. While qualitative data was obtained by conducting in-depth interview. In this study, data processing used a software and recapitulation of interview result.
All respondents had the working performance that lain between a fair group and a good group. More than two third of respondents had score in a fair group with mean 28.52 and median 29 out of scale between 0 and 38. The result above showed that pharmacy officers at health centers in the City of Bekasi had good working performance. Statistically, the result of this study showed that there was significant relation between internal factor (education) and working performance of pharmacy officers at health centers in the City of Bekasi. Meanwhile, there was no relation between external factors (supervision, compensation, facilities, and working load) and the working performance of pharmacy officers at health centers in the City of Bekasi.
In order to increase the working performance of pharmacy officers at health centers, it was recommended that the local government should allocate the pharmacist as pharmacy officer at least one pharmacy assistant in each health center.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T20062
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati Pratiwi Irmasika
"Rancangan Sistem Remunerasi Staf Medis di RSIA Buah Hati CiputatPada Era Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2017Perubahan kebijakan pemberian jasa medis RSIA Buah Hati Ciputat di era Jaminan KesehatanNasional menyebabkan keresahan di kalangan staf medis, oleh karena itu penelitian ini bertujuanmenyusun rancangan sistem remunerasi staf medis dengan menggunakan pedekatan kuantitatifdilanjutkan dengan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jasa medis di RSIABuah Hati Ciputat sudah memenuhi prinsip remunerasi seperti yang diungkapkan oleh 79 stafmedis dan telah meningkatkan kenyamanan kerja bagi staf medis. Besaran gaji pokok staf medismasih lebih rendah daripada ketentuan pemerintah. Tunjangan jabatan belum diberikan kepadasemua jabatan struktural yang melibatkan staf medis. Pay for performance diberikan kepadasemua staf medis dengan menggunakan sistem persentase, menyebabkan peningkatan jumlahkunjungan laboratorium. Pay for people diberikan hanya pada saat tertentu misal saat barumemulai pelayanan JKN dan cukup efektif untuk meningkatkan jumlah kunjungan pasien JKNrata-rata sebesar 50 . Nilai pekerjaan staf medis spesialis ditentukan berdasarkan standar yanglazim berlaku di rumah sakit yang memiliki level yang sama. Kesimpulannya adalah penerapansistem remunerasi di RSIA Buah Hati Ciputat sudah memenuhi prinsip-prinsip remunerasi namunpemberian komponen remunerasi belum sesuai dengan ketentuan pemerintah. Penelitimenyarankan agar RSIA Buah Hati Ciputat dapat melakukan perbaikan sistem remunerasi stafmedis yang sesuai dengan peraturan pemerintah, memperbaharui formula penghitungan insentif,menyusun formula baku penghitungan bonus, melakukan survey gaji secara rutin dan melakukanpenentuan nilai pekerjaan dengan mengkombinasikan hasil analisis dan evaluasi pekerjaan dengansurvey gaji.Kata kunci : prinsip remunerasi, komponen remunerasi, analisis dan evaluasi pekerjaan, surveygaji, penentuan nilai pekerjaan.

The Design of Remuneration System of Medical Staff at RSIA Buah HatiCiputat In The Age Of National Health Assurance At 2017Changes in the policy of providing medical services RSIA Buah Hati Ciputat in the era ofNational Health Insurance caused anxiety among the medical staff, therefore this research aims todesign the system of remuneration of medical staff by using quantitative approaches followed byqualitative. The results showed that the provision of medical services at RSIA Buah Hati Ciputathas fulfilled the principle of remuneration as revealed by 79 of medical staff and has improvedthe working comfort for medical staff. The amount of basic medical staff salaries is still lowerthan the government requirement. Job allowances have not been granted to all structural positionsinvolving medical staff. Pay for performance is given to all medical staff using a percentagesystem, leading to an increase in the number of laboratory visits. Pay for people is given only atcertain times for example when just starting JKN services and effective enough to increase thenumber of visits JKN patients on average by 50 . The value of the work of a specialist medicalstaff is determined by standards that are common in hospitals of the same level. The conclusion isthat the application of remuneration system at RSIA Buah Hati Ciputat has fulfilled the principlesof remuneration but the remuneration component has not been in accordance with governmentregulation. The researcher suggested that RSIA Buah Hati Ciputat can repair the remunerationsystem of medical staff in accordance with the government regulation, update incentivecalculation formula, prepare the formula of bonus calculation, conduct salary survey routinely anddo the job value determination by combining the result of analysis and job evaluation with surveysalary.Keywords remuneration principle, remuneration component, job analysis and evaluation, salarysurvey, job value determination
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>