Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198262 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyu Fajar Ramadhan
"Di masa sekarang ini masih banyak ditemui kasus perkawinan di bawah tangan dimana pernikahan hanya dilakukan berdasarkan ketentuan agama dan tidak mencatatkan pernikahan mereka kepada Pegawai Pencatat Nikah. Masalah yang timbul adalah apabila terhadap anak yang lahir dari perkawinan di bawah tangan tersebut, demi kesejahteraannya, ingin diakui dan disahkan sebagai anak sah. Pengajuan permohonan penetapan asal-usul anak kepada pengadilan adalah salah satu upaya pengakuan dan
pengesahan anak oleh anak yang lahir dari perkawinan di bawah tangan atau orang tua biologisnya agar dapat diakui sebagai anak sah dan agar anak tersebut dapat tercatat sebagai anak yang sah dalam Akta Kelahirannya. Penelitian ini akan membahas mengenai
Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js sebagai objek penelitian. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai bagaimana kedudukan hukum anak yang lahir hasil dari perkawinan di bawah tangan dan perlindungan terhadap hak-haknya dengan disahkannya asal usul anak tersebut oleh
pengadilan berdasarkan Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js ditinjau dari Hukum Kekeluargaan Islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat Yuridis Normatif dengan melakukan kajian terhadap ketentuan hukum yang mengatur mengenai kedudukan anak yang lahir
dari hasil perkawinan di bawah tangan serta pengesahan asal usul anak dalam hukum Islam dan putusan pengadilan serta dikaitkan dengan teori terkait. Penelitian ini juga akan melakukan komparasi hukum antara Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js dengan beberapa penetapan Pengadilan Agama lainnya yang memiliki kasus serupa dengan kasus dalam Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam
Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js, walaupun anak yang lahir hasil dari perkawinan di bawah tangan ditetapkan sebagai anak biologis dari kedua orang tuanya, namun anak tersebut tidak sepenuhnya berstatus sebagai anak sah. Dalam hal ini, anak yang lahir hasil dari perkawinan di bawah tangan diakui sebagai anak biologis dari kedua orang tuanya naumn dengan catatan memiliki hubungan keperdataan yang terbatas dengan ayah biologisnya. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menjamin kesejahteraan dan pemenuhan haknya selayaknya anak yang sah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Akta Kelahiran merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap hak anak yang lahir hasil dari perkawinan di bawah tangan.

At the present time there are still many cases of under-hand marriage where marriages are carried out only based on religious provisions and did not register their marriage with the Marriage Registration Officer. The problem that arises is when a child born from an under-hand marriage, for the sake of his welfare, wants to be recognized and legalized as a legitimate child. The submission of a petition for the determination of the origin of the child to the court is one of the effort to recognized and legalized a child by the child
born from an under-hand marriage or by the biological parents so that the child born from an under-hand marriage can be recognized as a legal child and can be registered as a legal child in his/her birth certificate. This research will discuss the Stipulation of the South Jakarta Religious Court Number: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js as the research object. This research raises the issues of how the legal position of a child born as a result of under-hand marriage and the protection of their rights by legalizing the child's origin by the court based on the Stipulation of the South Jakarta Religious Court Number: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js in terms of Islamic family law. This research uses a juridical normative research method by examining the legal provisions regulating the position of children born from the result of an under-hand marriage and legalizing the origin of the child in Islamic law and court decisions and related theories. This research will also make a legal comparison between the Decision of the South Jakarta Religious Court Number: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js with several other religious court decisions that have similar case with the case in the Decision of the South Jakarta Religious Court Number: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js. The results showed that in the Decision of the South Jakarta Religious Court Number: 298/ Pdt.P/2020/Pa.Js, although the child born as a result of an under-hand marriage was determined to be a biological child of both parents, the
child was not fully considered as a legitimate child. In this case, children born as a result of under-hand marriage are recognized as biological children of both parents, provided that they have a limited civil relationship with their biological father. This is intended to ensure the welfare and fulfillment of the rights of a legitimate child. The results also show that a birth certificate is a form of protection for the rights of children born as a result of an under-hand marriage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dio Bintang Gidete
"Penetapan Pengadilan Nomor 508/Pdt.P/2022/PN.Jkt.Sel berkaitan dengan pencatatan perkawinan tidak sah memiliki implikasi hukum yang signifikan. Penetapan ini berdampak pada status hukum pasangan yang melaksanakan perkawinan serta akibat hukum yang timbul dari perkawinan antaragama. Putusan tersebut seolah-menunjukan bahwa suatu pengakuan perkawinan dari negara dapat diberikan meskipun belum tentu perkawinan tersebut sah. Secara hukum suatu perkawinan yang tidak sah dari sudut pandang hukum mempengaruhi hak dan kewajiban kedua pihak. Hal ini mencakup hak-hak terkait harta bersama, pewarisan, anak yang lahir, serta hak-hak lain yang terkait dengan status perkawinan mereka. Analisis dalam studi ini menunjukkan bahwa akibat hukum dari pencatatan perkawinan yang dinyatakan tidak sah meliputi pembatalan status hukum perkawinan yang telah tercatat, hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak sebagai sebagai suami istri yang menjadi subjek perkara. Selain itu, aspek sosial dan psikologis dari ketidaksahteraan yang dialami oleh pihak-pihak yang terlibat juga menjadi perhatian penting. Studi ini menyoroti pentingnya kejelasan hukum terkait prosedur pencatatan perkawinan dan perlindungan hukum bagi individu yang terlibat dalam perkawinan antaragama yang dinyatakan tidak sah. Implikasi hukum yang dihasilkan dari Putusan Nomor 508/Pdt.P/2022/PN.Jkt.Sel menjadi bagian dari diskusi lebih lanjut dalam merevisi kebijakan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan pencatatan perkawinan serta perlindungan hukum bagi individu yang terkena dampak dari ketidakpastian hukum atas perkawinan mereka. Dalam konteks sosial, putusan ini juga menggaris bawahi pentingnya kesadaran akan hukum dan prosedur hukum terkait perkawinan. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang implikasi hukum dari pencatatan perkawinan yang tidak sah, masyarakat diharapkan dapat menghindari permasalahan hukum yang kompleks dan potensial merugikan di masa depan.

Court Determination Number 508/Pdt.P/2022/PN.Jkt.Sel regarding the registration of invalid marriages has significant legal implications. This determination has an impact on the legal status of couples whose marriages are invalid according to applicable law in Indonesia, especially in the South Jakarta area. The ruling shows that registration of marriages that are invalid under the law can have detrimental consequences. Legally, a marriage that is invalid in the eyes of the court affects the rights and obligations of both parties. This includes rights related to joint property, child custody, and other rights related to legal marital status. The analysis in this study shows that the legal consequences of registering an invalid marriage include the cancellation of the legal status of a registered marriage, the rights and obligations of both parties who are the subject of the case, as well as the implications for the status of children born from the marriage. Apart from that, the social and psychological aspects of the ill-being experienced by the parties involved are also important concerns. This study highlights the importance of legal clarity regarding marriage registration procedures and legal protection for individuals involved in invalid marriages. The legal implications resulting from Decision Number 508/Pdt.P/2022/PN.Jkt.Sel are part of further discussions in revising policies and legislation relating to marriage registration as well as legal protection for individuals affected by illegitimate marriages. In a social context, this decision also underlines the importance of awareness of the law and legal procedures related to marriage. Through a better understanding of the legal implications of invalid marriage registration, it is hoped that society can avoid complex and potentially detrimental legal problems in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Georgina Agatha T.
"Dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 terhadap penambahan ketentuan dari Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan, kini anak luar kawin dapat mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya apabila dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat bukti hukum lainnya yang dapat membuktikan bahwa anak tersebut memang memiliki hubungan darah atau biologis dengan laki-laki sebagai ayah kandungnya. Seiring dengan berjalannya waktu, ilmu pengetahuan dan teknologi sudah amat maju dan berkembang. Pembuktian anak luar kawin dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ialah menggunakan metode tes DNA (Deoxyribo Nucleic Acid). Dalam hukum Islam, mengenai pembuktian menggunakan tes DNA terhadap penentuan nasab seorang anak terdapat berbagai pendapat berbeda yang dilontarkan oleh ahli hukum Islam. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pandangan hukum Islam terhadap pembuktian anak luar kawin dalam penentuan nasab dengan menggunakan pembuktian melalui tes DNA serta akibat hukumnya apabila anak tersebut dapat dinasabkan kepada ayah biologisnya. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dilakukan penelitian hukum dengan menggunakan suatu metode berbentuk yuridis normatif dengan cara meneliti bahan pustaka maupun data sekunder. Hasil analisis adalah, bahwa pembuktian anak luar kawin dengan menggunakan tes DNA dalam hukum Islam diletakan pada “maqasid asy-syariah” yang memiliki arti “segala sesuatu perbuatan tergantung pada tujuannya”, karena maksud dan tujuan dari tes DNA untuk mengetahui pertalian darah seorang anak terhadap ayah kandungnya, maka hal tersebut memberikan suatu manfaat kepada anak itu sendiri, dan apabila tujuan tes DNA tersebut melenceng dari suatu ketentuan atau perintah yang telah ditentukan hukum Islam, maka eksistensinya tentu akan dilarang.

With the issuance of Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010 on the addition of Article 43 paragraph (1) of the Marriage Law, now illegitimate child can have a civil relationship with their biological father if it can be proven by science and technology or other legal evidence that can prove that the child does have a blood or biological relationship with a man as his biological father. As time goes by, science and technology are very advanced and developed. Now proving illegitimate children with science and technology, using the DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) testing method. In Islamic Law, regarding proof using a DNA test to determine nasab of a illegitimate child there are various different opinions expressed by Islamic jurists. The problem raised in this study is the view of Islamic law on proving illegitimate children in determining of nasab using proof through DNA testing and the legal consequences if the child can serve his biological father. To answer these problems, legal research was carried out using a normative juridical method by examining library materials and secondary data. The results of the analysis are, that proving the child outside of marriage using DNA testing in Islamic law is placed in the “maqasid asy-sharia”, which means "all actions depend on their purpose". Because the purpose of DNA testing is to determine the relationship of a child's blood to his biological father, then it provides a benefit to the child himself, and if the purpose of the DNA test deviates from a provision or order stipulated by Islamic law, then its existence will certainly be prohibited.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hary Mulyo Yanuar
"ABSTRAK Perkawinan campuran adalah suatu perkawinan antara dua warganegara yang berbeda, dimana satu pihak warga negara Indonesia dan pihak lain warga negara asing. Calon suami istri sebelum atau pada waktu perkawinan atau suami istri setelah perkawinan, dapat membuat perjanjian kawin mengenai harta benda dalam perkawinan. Perjanjian kawin dalam perkawinan campuran, yang dibuat setelah berlangsungnya perkawinan mengenai harta kawin berupa hak atas tanah, tidak dapat berlaku surut terhadap hak atas tanah yang diperoleh sebelum adanya perjanjian kawin. Status hak atas tanah berupa hak milik, hak guna bangunan dan hak guna, usaha, tidak dapat dipunyai atau dimiliki oleh warga negara asing baik secara langsung maupun tidak langsung. Bagaimana jika hak atas tanah berupa hak guna bangunan yang diperoleh selama perkawinan campuran, dilakukan pemisahan harta berdasarkan penetapan pengadilan. Dalam menjawab masalah tersebut, dipergunakan metode penelitian normatif, dengan mengkaji keabsahan perkawinan campuran,  subjek dan objek hak atas tanah dan waktu  hak atas tanah diperoleh, yaitu sejak atau sebelum  perkawinan campuran sah secara hukum. Harta kawin berupa hak atas tanah yang diperoleh sebelum perkawinan campuran sah, tetap merupakan milik pribadi masing masing suami istri, yang tidak dapat dijadikan objek pemisahan harta  Harta kawin berupa hak atas tanah yang diperoleh setelah perkawinan campuran sah, yang oleh undang-undang pokok agraria, dilarang dipunyai oleh warga negara asing melalui perkawinan campuran, tidak dapat dilakukan melalui pemisahan harta.

Kata Kunci: Harta Kawin, Perkawinan Campuran, Pemisahan Harta


ABSTRACT Mixed marriage is a marriage between two different citizens, where one party is an Indonesian citizen and the other is a foreign citizen. Prospective husband and wife before or at the time of marriage or husband and wife after marriage, can make a marriage agreement regarding property in marriage. Agreements for marriage in mixed marriages, which are made after the marriage takes place regarding the property of marriage in the form of land rights, cannot apply retroactively to the rights to land acquired prior to the marriage agreement. The status of land rights in the form of property rights, building use rights and usufructuary rights, business, cannot be owned or owned by foreign citizens either directly or indirectly. What if the land rights in the form of building usufructuary rights obtained during mixed marriages are carried out by the separation of assets based on court decisions. In answering the problem, normative research methods are used, by examining the validity of mixed marriages, the subject and object of land rights and when land rights are obtained, ie from or before a mixed marriage is legally legal. Marital assets in the form of land rights acquired before a mixed marriage are legal, still private property of each husband and wife, which cannot be the object of the separation of assets of married property in the form of land rights obtained after a legal mixed marriage, which is based on agrarian law, prohibited from being owned by foreign nationals through mixed marriages, cannot be done through the separation of property.

Keywords: Marriage Assets, Mixed Marriage, Property Separation

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51855
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hary Mulyo Yanuar
"Perkawinan campuran adalah suatu perkawinan antara dua warganegara yang berbeda, dimana satu pihak warga negara Indonesia dan pihak lain warga negara asing. Calon suami istri sebelum atau pada waktu perkawinan atau suami istri setelah perkawinan, dapat membuat perjanjian kawin mengenai harta benda dalam perkawinan. Perjanjian kawin dalam perkawinan campuran, yang dibuat setelah berlangsungnya perkawinan mengenai harta kawin berupa hak atas tanah, tidak dapat berlaku surut terhadap hak atas tanah yang diperoleh sebelum adanya perjanjian kawin. Status hak atas tanah berupa hak milik, hak guna bangunan dan hak guna, usaha, tidak dapat dipunyai atau dimiliki oleh warga negara asing baik secara langsung maupun tidak langsung. Bagaimana jika hak atas tanah berupa hak guna bangunan yang diperoleh selama perkawinan campuran, dilakukan pemisahan harta berdasarkan penetapan pengadilan. Dalam menjawab masalah tersebut, dipergunakan metode penelitian normatif, dengan mengkaji keabsahan perkawinan campuran,  subjek dan objek hak atas tanah dan waktu  hak atas tanah diperoleh, yaitu sejak atau sebelum  perkawinan campuran sah secara hukum. Harta kawin berupa hak atas tanah yang diperoleh sebelum perkawinan campuran sah, tetap merupakan milik pribadi masing masing suami istri, yang tidak dapat dijadikan objek pemisahan harta  Harta kawin berupa hak atas tanah yang diperoleh setelah perkawinan campuran sah, yang oleh undang-undang pokok agraria, dilarang dipunyai oleh warga negara asing melalui perkawinan campuran, tidak dapat dilakukan melalui pemisahan harta.

Mixed marriage is a marriage between two different citizens, where one party is an Indonesian citizen and the other is a foreign citizen. Prospective husband and wife before or at the time of marriage or husband and wife after marriage, can make a marriage agreement regarding property in marriage. Agreements for marriage in mixed marriages, which are made after the marriage takes place regarding the property of marriage in the form of land rights, cannot apply retroactively to the rights to land acquired prior to the marriage agreement. The status of land rights in the form of property rights, building use rights and usufructuary rights, business, cannot be owned or owned by foreign citizens either directly or indirectly. What if the land rights in the form of building usufructuary rights obtained during mixed marriages are carried out by the separation of assets based on court decisions. In answering the problem, normative research methods are used, by examining the validity of mixed marriages, the subject and object of land rights and when land rights are obtained, ie from or before a mixed marriage is legally legal. Marital assets in the form of land rights acquired before a mixed marriage are legal, still private property of each husband and wife, which cannot be the object of the separation of assets of married property in the form of land rights obtained after a legal mixed marriage, which is based on agrarian law, prohibited from being owned by foreign nationals through mixed marriages, cannot be done through the separation of property."
2016
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rahditya Putra
"Skripsi ini membahas tentang beberapa permasalahan terkait dengan pelaksanaan perkawinan melalui telepon yang ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Hukum Islam. Penelitian ini menggunakan studi kasus berupa Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No: 1751/P/1989). Penelitian ini berfokus pada dua pokok permasalahan, yakni keabsahan pelaksanaan perkawinan yang dilakukan melalui telepon berdasarkan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan tentang pertimbangan hukum hakim tentang keabsahan pelaksanaan perkawinan yang dilakukan melalui telepon dalam Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No: 1751/P/1989. Penelitian ini bermetodekan yuridis-normatif yang metode pengambilan data berfokus pada studi literatur dan wawancara narasumber. Hasil penelitian berkesimpulan bahwa pelaksanaan perkawinan yang dilakukan melalui media telepon sah untuk dilakukan berdasarkan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan berkesimpulan bahwa pertimbangan hukum hakim pada dalam Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No: 1751/P/1989 sudah tepat. Hasil penelitian ini menyarankan agar pelaksanaan perkawinan metode ini dilaksanakan dalam keadaan mendesak saja dan perlu dilakukannya perbaikan dalam pelaksanaannya.
This thesis discusses some problems related to the implementation of marriage through phone which reviewed based on The Law No. 1 Year 1974 about Marriage and The Islamic Law. This research using the case study from South Jakarta Religious Court, The Decision No: 1751/P/1989. This study focuses on two main issues, namely: the validity of marriages performed over the phone based on The Islamic Law and The Law No. 1 of 1974 and the consideration from the South Jakarta Religious Court Decision No: 1751/P/1989 judge about the validity of the marriage conducted by phone. This study focus on juridical normative study. The data retrieval methods focus on the study of literature and informant interviews. The results concluded that the implementation of marriage throught phone is legitimate to be done based on The Islamic Law and The Law No. 1 of 1974. Moreover that the legal reasoning of the consideration from judge at the South Jakarta Religious Court Decision No: 1751/P/1989 are correct. The results of this study suggest that the implementation of marriage with this method must beimplemented in a pinch and needed to do repairs in the implementation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53672
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Yessi Meilinda
"Penelitian ini membahas mengenai akibat hukum penerimaan dan penolakan isbat nikah terhadap perkawinan siri di Indonesia. Dalam kehidupan masyarakat banyak ditemukan perkawinan yang tidak dicatatkan yang hanya memperhatikan aspek keagamaannya saja tanpa memperhatikan amanat dari peraturan perundang-undangan khususnya Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Demi memberikan kepastian hukum kepada suami istri yang tidak melakukan pencatatan perkawinan diberi kesempatan untuk mengajukan permohonan isbat nikah kepada Pengadilan Agama sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama dalam mengabulkan atau menolak permohonan isbat nikah dan akibat hukum terhadap penetapan hakim yang mengabulkan dan menolak permohonan isbat nikah terhadap status perkawinan, status anak dan harta benda dalam perkawinan pada Penetapan Pengadilan Agama Nomor 108/Pdt.P/2018/PA.JB dan Nomor 0108/Pdt.P/2018/PAJT. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif yang menggunakan data sekunder. Adapun analisa data dilakukan secara eksplanatori. Hasil analisa mengenai pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan isbat nikah pada Penetapan Pengadilan Agama Nomor 108/Pdt.P/2018/PA.JB karena memenuhi syarat sah perkawinan. Analisa dalam menolak permohonan isbat nikah pada Penetapan Pengadilan Agama Nomor 0108/Pdt.P/2018/PAJT bahwa para pemohon telah melanggar ketentuan Pasal 40 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam. Akibat hukum dikabulkan penetapan isbat nikah maka status perkawinan diakui oleh hukum, status anak adalah anak sah, terhadap harta benda dalam perkawinan berlaku ketentuan dalam peraturan perundangan-undangan. Terhadap isbat nikah yang ditolak maka status perkawinan tidak diakui oleh hukum, status anak adalah anak luar kawin, terhadap harta benda dalam perkawinan tidak berlaku ketentuan dalam peraturan perundangan-undangan.

This research discusses the legal consequences of accepting and rejecting marriage wives on unregistered marriage in Indonesia. In life, there are many unregistered marriage that only pay attention to religious aspects without paying attention to the mandate of the laws, especially Article 2 paragraph 2 of the Marriage Law Number 1 of 1974. To provide legal certainty to husband and wife who do not register their marriage, they are given the opportunity to submit a marriage request to the Religious Court as in Article 7 paragraph (2) Compilation of Islamic Law. This research’s problem are regarding the basis for the consideration of the Religious Court Judges in granting or rejecting the request for the isbat marriage and the legal consequences of the decision of the judge on marital status, child status and assests in marriage in the Religious Court Decision Number 108/Pdt.P/2018/PA.JB and Number 0108/Pdt.P/2018/PAJT. This research use normative juridical research’s method and secondary data. The data analysis was done explanatory. The results of the analysis illustrate the consideration of the judge’s consideration of granting the marriage request in the Religious Court Decision Number 108/Pdt.P/2018/PA.JB because it meets the legal requirements of marriage. Rejects the marriage request in the Religious Court Decision Number 0108/Pdt.P/2018/PAJT that the applicants have violated the provisions of Article 40 letter (a) Compilation of Islamic Law. As a result of the law the stipulation of marriage is granted, the marital status is recognized by law, the status of the child is a legitimate child, and the provisions of the laws and regulations apply to marital property. For a marriage that is rejected, the marital status is not recognized by law, the status of the child is an out of wedlock child, and the marital assests do not apply the provisions of the statutory regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azalea Lintang Setiawan
"Penelitian ini membahas mengenai putusan Pengadilan Agama mengenai penolakan Isbat Nikah terhadap pernikahan siri. Isbat Nikah dilakukan untuk membuktikan pernikahan yang dilakukan serta mendapat bukti fisik atas pernikahannya yaitu akta nikah. Pengertian pernikahan siri tidak secara jelas disebutkan dalam undang-undang, namun secara umum pernikahan siri adalah pernikahan yang dilakukan secara rahasia atau diam-diam dengan tujuan tertentu dan tidak dilakukan dihadapan Pegawai Pencatat Nikah (PPN), sehingga tidak punya kekuatan hukum. Di Indonesia hingga saat ini masih banyak orang yang tidak mencatatkan perkawinannya. Banyak yang tidak mengetahui pentingnya mencatatkan perkawinan. Hal ini paling sering merugikan anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Untuk anak, perkawinan yang tidak dicatatkan orangtuanya akan mengakibatkan tidak adanya nama ayah di akta kelahirannya dan anak tidak dapat memperoleh hak-hak nya sebagai anak. Metode penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini merupakan normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau sekunder belaka. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah studi penelitian kepustakaan atau studi literatur. Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder. Dalam skripsi ini Penulis menganalisis Penetapan Nomor 49/Pdt.P/2021/PA.Mkm, dimana pertimbangan Hakim sudah tepat untuk menolak permohonan isbat nikah karena bertentangan dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI), Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan juga dalil-dalil Hukum Islam.

This research discusses the decision of the Religious Court regarding the rejection of Isbat Marriage against siri marriage. Isbat Marriage is carried out to prove the marriage and obtain physical evidence of the marriage, namely the marriage certificate. The definition of siri marriage is not clearly stated in the law, but in general siri marriage is a marriage that is carried out in secret or secretly with a specific purpose and is not carried out in front of a Marriage Registration Officer (PPN), so it has no legal force. In Indonesia until now there are still many people who do not register their marriages. Many do not know the importance of registering a marriage. This is most often detrimental to the children born from the marriage. For children, a marriage that is not registered by their parents will result in the absence of the father's name on their birth certificate and the child cannot obtain their rights as a child. The research method used in this thesis is normative, which is legal research conducted by examining library or secondary materials only. The data collection technique that the author uses is a library research study or literature study. The type of data collected is secondary data. In this thesis, the author analyzes Stipulation Number 49/Pdt.P/2021/PA.Mkm, where the Judge's consideration is correct to reject the application for isbat nikah because they are contrary to the Compilation of Islamic Law (KHI), Marriage Law Number 1 of 1974 and also the arguments of Islamic Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husin
"Pembauran budaya antar suku bangsa, kebudayaan agama, dan negara yang menyebabkan perubahan pandangan terutama pada ikatan antar individu seperti ikatan perkawinan antar orang yang berbeda agama. Perbedaan agama ini sebelumya tidak menjadi masalah hingga timbul pengaturan terbaru dalam hukum positif di Indonesia, yakni adanya definisi perkawinan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Kemudian pada tahun 2006 keluar Undang-Undang Adminduk yang menyatakan perkawinan beda agama dapat dicatat berdasarkan penetapan pengadilan. Berdasarkan hal tersebut, penulis akan menganalisis Penetapan Pengadilan Negeri No. 112/Pdt.P/2008/PN.Ska yang akan dikaitkan dengan peraturan terkait seperti UU No.1 tahun 1974, UU No. 23 tahun 2006. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini ialah yuridis normatif dengan sumber data melalui studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini bahwa UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan kemudian diubah menjadi UU No. 24 tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan saat ini yang dijadikan sebagai dasar permohonan perkawinan beda agama.

The assimilation of cultures between ethnic, religious, cultural and country changes the views of individual especially for their relation such as different religion marriage. In the beginning there isn’t problem with the different of the religion, but after arising arrangement until recent positive law in Indonesia is a existence of the definition of marriage in article 1 of the law Number 1/ 1974 about Marriage that stating “marriage was born inner ties between a man with a woman as husband and wife with the aim of forming a family (of a household) happy and eternal based on God". Based on that, the writer will analyze the determination of District Court Number 112/Pdt.P/2008/PN.Ska will be associated with the regulations such as Act Number 1 of 1974, Act Number 23 of 2006. The methodology in this study use juridical normative with data source through the study of librarianship. The results of this research is that law Number 23 of 2006 about the Residency and Changed to Administration of Act No. 24-2013 about changes of Act Number 23 of 2006 about the Administration of the Population here, currently used to have the marriage of difference religious request."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57174
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Adella
"Peraturan perundang-undangan telah mengatur mengenai perjanjian perkawinan. Ketentuan mengenai perjanjian perkawinan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, akan tetapi setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maka ketentuan undangundang inilah yang berlaku. Ketentuan perjanjian perkawinan diatur dalam pasal 29 Undang- Undang Hukum Perdata. Dalam pasal 29 ayat 1 dinyatakan bahwa perjanjian dibuat dengan bentuk tertulis dan disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Berdasarkan pasal 29 ayat 3 yang menegaskan perjanjian perkawinan berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, maka perjanjian perkawinan juga harus didaftarkan bersamaan dengan pendaftaran perkawinan untuk dapat disahkan bersamaan dengan perkawinan.
Dalam membahas yang menjadi permasalahan Penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Bahan hukum dan data diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan survey lapangan dengan wawancara notaris dan pegawai arsip Pengadilan Negeri.
Dari hasil penelitian dalam masyarakat terhadap warganegara Indonesia yang melangsungkan perkawinan di luar wilayah Indonesia setelah kembali ke Indonesia harus mendaftarkan perkawinan dan perjanjian perkawinan secara bersamaan di Indonesia. Namun karena yang dicatatkan hanya perkawinannya saja sehingga perjanjian perkawinannya tidak ikut dicatatkan bersamaan pencatatan perkawinan. Terhadap pendaftaran perjanjian perkawinan setelah perkawinan belum memiliki pengaturan dalam perundang-undangan. Untuk itu digunakan jalan keluar dengan meminta izin kepada Pengadilan Negeri berupa Penetapan Pengadilan Negeri.

Legislation have been set regarding the marriage covenant. Provisions regarding the aggrement marriage set forth in the Book of the Civil Code Act, but after the passing of Law set forth in article 29 of Law Civil Law. In Article 29 paragraph 1 stated that the agreement made with the written form and approved by the Civil Registrar of Marriage. Beside article 29, paragraph 3 which confirms the marriage agreement effective from the marriage took place, then the marriage contract should also be registered conducted with the registration of marriages to be legalized along with marriage.
The author discusses the problems of using a normative juridical approach. Legal materials and data obtained through library research and field survey by interviewing the notary and civil court records.
From the results of research in Indonesian society of citizens who hold a marriage outside Indonesian territory after returning to Indonesia must register the marriage and the marriage covenant together in Indonesia. However, because the only recorded marriage alone, so the marriage agreement did not enter recorded simultaneously recording marriage. Against registration of a marriage agreement after the marriage has not been setup in the legislation. It is used to exit with the permission from the District Court of the District Court Decision.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43624
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>