Ditemukan 195028 dokumen yang sesuai dengan query
Anggrayna Pradikma
"Adaptasi K-drama menjadi webtoon adalah sebuah kasus baru dalam transmedia branding pada industri komik di era digital. Penelitian ini akan menganalisis apakah adaptasi K-drama menjadi webtoon telah memenuhi nilai-nilai sebagai transmedia branding yang baik dalam mencapai tujuan pemasaran. Teori yang digunakan adalah Teori Transmedia Branding dari Burghardt Tenderich yang menjelaskan terdapat tiga elemen utama dalam keberhasilan transmedia branding yakni narratives, participation, dan brands. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus komparatif dengan membandingkan satu variabel pada dua sampel yang berbeda. Ada dua judul webtoon yang dievaluasi, yaitu “Seventeen” dan “Ending Again”. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kedua judul webtoon tersebut memiliki elemen narratives dan participation yang tinggi, namun elemen brands pada webtoon Seventeen termasuk rendah dan pada webtoon Ending Again termasuk sedang. Dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing dalam memenuhi elemen transmedia branding yang baik.
The adaptation of K-drama into a webtoon is a new case in transmedia branding in the comic industry in the digital era. This study will analyze whether the adaptation of K-drama into a webtoon has fulfilled the values as a good transmedia branding in achieving marketing goals. The theory used is the Transmedia Branding Theory from Burghardt Tenderich which explains that there are three main elements in the success of transmedia branding, such as narratives, participation, and brands. The research method used is a comparative case study by comparing one variable in two different samples. There are two webtoon titles evaluated, namely "Seventeen" and "Ending Again". The results show that the two webtoon titles have high narratives and participation elements, but the brands element in Seventeen's webtoon is low and Ending Again's webtoon is moderate. So it can be concluded that both have their respective advantages and disadvantages in fulfilling the elements of good transmedia branding."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Jessycarania Jaxentia
"Korean Wave atau Hallyu telah memasuki era 2.0 di mana fans global dari seluruh penjuru dunia dapat menikmati budaya populer Korea melalui pengalaman transmedia di media sosial. Fenomena ini kemudian mendorong meningkatnya penggunaan konsep transmedia dalam strategi branding grup K-pop sebagai aktor budaya dalam Hallyu 2.0, salah satunya adalah penerapan transmedia branding. Menggunakan metode analisis konten, penelitian ini menganalisis bagaimana AESPA membangun brand persona melalui implementasi transmedia branding pada strategi branding mereka sebagai girl group K-pop representatif di era Hallyu 2.0. Penelitian ini menemukan bahwa AESPA menerapkan konsep transmedia branding dengan menggunakan tiga elemen desain, yaitu: narasi, partisipasi, dan brand. Penerapan elemen desain ini diperkuat dengan penciptaan worldview yang secara eksklusif mewadahi narasi AESPA serta inkorporasi teknologi mutakhir yang mendorong perluasan penyampaian pesan brand secara berkelanjutan ke cakupan audiens baik di ruang virtual dan juga dunia nyata. Melalui citra, identitas, nilai, dan keunggulan dari
brand AESPA yang terdefinisi melalui penerapan ketiga elemen transmedia branding tersebut, AESPA dapat memperkuat brand persona-nya sebagai “Metaverse girl group” yang membuat nilai kompetitif AESPA di lanskap industri K-pop menjadi lebih tinggi.
Korean Wave or Hallyu has entered its 2.0 era where global fans from around the world can enjoy Korean pop culture through transmedia experience in social media. This phemomenon then has led onto the increasing of transmedia concept usage on K-pop groups’ branding strategies as one of the cultural actors in Hallyu 2.0, which one of them is transmedia branding implementation. Using content analysis method, this study analyses how AESPA build their brand persona through transmedia branding implementation in their branding strategy as one of the representative K-pop girl groups in Hallyu 2.0 era. Findings found that AESPA has implemented transmedia branding concept using its three design elements, which are: narratives, participation, and brands. This three element designs impelementation is amplified by worldview building that exclusively accomodated AESPA’s narration and also advent technology incorporation that has driven expansive message dissemination continuously to audiences in virtual and also real world. Thus, through image, identity, value, and competitive values of AESPA as a brand that have been defined through transmedia branding’s elemen designs, AESPA are able to strengthen their brand persona as a “Metaverse girl group” that has significantly elevated AESPA’s competitive value in K-pop industry landscape."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Salsabila Fastdiecie
"Saat ini penggunaan media sosial di masyarakat dengan intensitas tergolong tinggi menjadi hambatan sekaligus peluang bagi perpustakaan dalam menjalankan fungsinya yang berorientasi kepada pengguna. Saat ini sudah banyak perpustakaan yang menggunakan media sosial sebagai sarana promosi layanan dan koleksi yang dimilikinya. Akan tetapi, masih banyak perpustakaan yang belum dapat mengelola media sosial secara efektif. Hal ini jugalah yang terjadi pada akun media sosial Instagram Perpustakaan Jakarta. Hingga akhirnya pada tahun 2022 dilakukan revitalisasi Perpustakaan Jakarta dan dilakukan re-branding perpustakaan melalui akun media sosial salah satunya instagram. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi strategi pengelolaan media sosial instagram Perpustakaan Jakarta dalam membangun branding perpustakaan di era digital serta hambatan-hambatan yang dialami. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif studi kasus dengan pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi yang dilakukan selama periode waktu Oktober 2023 hingga November 2023 di Perpustakaan Jakarta. Informan ditentukan dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini menggunakan teori The Circular Model of SOME yang dituturkan oleh Regina Luttrell yang memiliki 4 aspek yakni sharing, optimize, manage, dan engage. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa Perpustakaan Jakarta berupaya untuk menunjukkan identitas, ciri khas maupun citra yang melekat dan berkesan di dalam benak pengguna melalui konsep yang dimilikinya yakni perpustakaan hadir sedekat itu sebagai ruang ketiga untuk masyarakat dalam belajar, berkarya, dan bertumbuh. Kemudian pemanfaatan pengelolaan instagram dalam membangun branding Perpustakaan Jakarta dilakukan melalui berbagai hal dimulai dari pembuatan konten instagram yang diunggah berupa foto, video ataupun carousel serta disesuaikan dengan konsep untuk meningkatkan insight atau kunjungan para pengguna instagram. Pesan dibuat, dikemas, dan disampaikan sedemikian rupa sehingga pengguna mengerti, menerima pesan serta berupaya memicu ketertarikan pengguna untuk berinteraksi. Perpustakaan Jakarta juga bekerjasama dan berkolaborasi dengan influencer, komunitas, tokoh, ataupun instansi tertentu.
The high use of social media in society is both a challenge and an opportunity for libraries to carry out their user-oriented functions. Currently, several libraries use social media as a means of promotion for their services and collections. However, there are still many libraries that cannot manage their social media effectively. This also happened to Jakarta Library's Instagram social media account, until in 2022, it was revitalized and re-branded. The aim of this research is to identify the Jakarta Library's Instagram social media management strategy and obstacles in building library branding in the digital era. This research uses a qualitative case study method. Data collected using interviews and observations from October 2023 to November 2023 at the Jakarta Library. Informants were determined using purposive sampling technique. This research uses the Regina Luttrell’s Circular Model of SOME which has 4 aspects: sharing, optimizing, managing and engaging. The research concluded that the Jakarta Library seeks to show its identity, characteristics, and image that stick and impress in the minds of users through its concept of the library exists as a third space for the community to learn, work, and grow. Then the use of Instagram management in building Jakarta Library branding is done through various things starting from creating Instagram content which is uploaded in the form of photos, videos or carousels and adapting it to the concept to increase insight or visits by Instagram users. Messages are created, packaged and delivered in such a way that users understand, receive the message and try to trigger the user's interest in interacting. The Jakarta Library also collaborates and collaborates with influencers, communities, figures or certain institutions."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Rena Gusti Amanda
"Digital gaze merupakan suatu fenomena yang terbentuk dari intensifnya interaksi manusia dengan teknologi, khususnya interaksi manusia dengan Information and Communication Technology (ICT). Digitalisasi sebagai mata rantai dalam sistem ICT telah mendatafikasi lanskap komunikasi manusia menjadi pesan digital, sehingga proses interaksi dan pertukaran informasi dapat berlangsung secara telepresen. Fenomena digital gaze menjadi bukti bahwa manusia pada era komunikasi digital saat ini hidup dalam kejatuhan terhadap persepsi orang lain, sebab dia menatap diri sendiri sebagaimana orang lain dibalik layar menatap dirinya. Munculnya dialektika digital gaze ini membuat proses tatap-menatap di jagad digital menjadi semakin tajam, sehingga tatapan orang lain dibalik layar dianggap sedemikian rupa berarti, dan juga berpengaruhnya bagi kehidupan penggunanya. Hal ini akhirnya mempengaruhi bagaimana perilaku pengguna tersebut dalam mengungkap informasi personalnya di jagad digital. Salah satu mekanisme yang belakangan ini ramai diperbincangkan oleh masyarakat digital, dan berkaitan erat dengan digital gaze itu sendiri adalah konstruksi identitas melalui konsep yang disebut dengan personal branding. Melalui personal branding, manusia pada era komunikasi digital menciptakan konstruksi diri yang berkaitan dengan digital gaze orang lain, sehingga alih-alih memuat realitas personal, personal branding belakangan ini justru menjadi tidak jauh berbeda dengan sabotase citra yang terdiri dari beragam kecohan dan justru mengacaukan persepsi manusia.
Digital gaze is a phenomenon formed from intensive human interaction with technology, especially human interaction with Information and Communication Technology (ICT). Digitalization as a link in the ICT system has registered the landscape of human communication into digital messages, so that the process of interaction and exchange of information can take place telepresence. The phenomenon of digital gaze is proof that humans in the era of digital communication are currently living in a fall from the perceptions of others, because they look at themselves as other people behind the screen look at themselves. The emergence of this digital gaze dialectic makes the process of staring at the digital world even sharper, so that the gazes of other people behind the screen are considered meaningful, and also have an effect on the lives of users, this ultimately affects how users behave in disclosing personal information in the digital world. One of the mechanisms that has recently been widely discussed by the digital community and is closely related to the digital gaze itself is the construction of identity through a concept called personal branding. Through personal branding, humans in the digital communication era create self-constructions that are closely related to other people's digital gaze, so that instead of loading personal realities, recent personal branding has become not much different from image sabotage which consists of various deceptions. and it messes with human perception."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Anita Dewi Prameswari
"Meningkatnya aktivitas dalam jaringan sepanjang lima tahun terakhir serta mudahnya akses teknologi mengubah gaya masyarakat global dalam memproduksi maupun mengonsumsi konten, termasuk dalam bidang hiburan seperti bermain gim. Genshin Impact menjadi salah satu role-playing game (RPG) yang meledak di pasaran termasuk di Indonesia. Dengan menggunakan konsep transmedia branding dari Tenderich, peneliti ingin menggali bagaimana implementasi elemen tersebut dalam kampanye yang dilakukan Genshin Impact. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis isi. Hasil penggalian menunjukan bahwa penerapan transmedia branding oleh Genshin Impact didominasi oleh aspek partisipasi, dimana mereka memanfaatkan budaya populer, artis yang terlibat, serta penggemar untuk meningkatkan keterlibatan mereka dalam mempromosikan gim tersebut; sedangkan aspek lainnya yaitu naratif dan brand lebih tidak dominan meski tetap digunakan.
The growth of online activities in the last five years and the accessibility of technology have changed the way the global community produces and consumes content, including gaming. Genshin Impact became one of the role-playing-games (RPG) that exploded in the market, including Indonesia. By using the concept of transmedia branding from Tenderich, this paper would like to explore how the implementation of these elements in the campaign carried out by Genshin Impact. This research uses a qualitative approach with a content analysis method. The results show that the implementation of transmedia branding by Genshin Impact is dominated by the participation element, where they utilize popular culture, involving actresses and fans to increase their engagement in promoting the game; while the other aspects, namely narrative and brand, are less dominant even though they are still used."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Abednego Kurniawan Sigit
"Transformasi struktural utama di industri musik telah didokumentasikan secara luas sejak kehadiranteknologi digital yang telah menciptakan berbagai platform pemasaran untuk industri musik. Transisi ke musikdigital dan online tidak lain hanyalah perubahan menyeluruh dalam lingkungan media dan landasanfundamental bagi restrukturisasi seluruh industri. Dalam jangka waktu singkat, perubahan signifikan telahterjadi ketika mereka memindahkan konsumen untuk mengadopsi model bisnis streaming dan berlangganan.Format-format yang berubah ini juga membawa pada dominasi radio dan televisi. Oleh karena itu, alternatifyang lebih murah untuk katalog musik seperti media online dan seluler lebih baik. Eksposisi ini menempatkanindustri musik independen untuk mempertimbangkan isu-isu kunci dalam konteks transformasi cepat ini.
The transition to digital and online is nothing but a complete change in the media environment and afundamental foundation for the restructure of the whole entertainment industry. In a short timeframe, significantchanges in music industry have happened as they move consumers to adopt streaming and subscription businessmodels. These changing formats have been brought against the dominance of physical music storage. Asopposed to radio and television, music catalogue such as online and mobile media are much preferable,particularly on independent music. This exposition situates any independent music party to consider key issuesin the context of this rapid transformation. Within this shift, many factors play a role to affect music industry,artists, and consumers. This research will further findings by implementing content analysis from severalprevious researches."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Jakarta: KEMENTRIAN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
059 TRM
Majalah, Jurnal, Buletin Universitas Indonesia Library
Amandra Mustika Megarani
"Penelitian ini membongkar komodifikasi dalam proses produksi komik di Indonesia dengan menggunakan Ockto Baringbing—pemenang International Manga Award 2013, sebagai studi kasus tunggal. Peneliti menelusuri pembuatan komik-komik Ockto pada tiga penerbit yang mewakili struktur industri penerbitan komik di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan penerbit melakukan komodifikasi yang mengacu pada selera, perilaku konsumsi dan gaya hidup masyarakat modern. Komik dijadikan waralaba transmedia, direproduksi dalam berbagai format media dan bebagai bentuk cinderamata. Penerbit juga merancang interaksi semu dengan fan lewat komunitas fandom komik di media sosial maupun dunia nyata untuk menjaga loyalitas pembaca. Persaingan antar penerbit hanya melanggengkan ideologi kapitalisme.
This study exposes commodification in the production process of Indonesia comics by using Ockto Baringbing-Winner of the 2013 International Manga Award, as a single case study. Researcher explores the making of Ockto’s works on three publisher which respresent the structure of comic publishing industry in Indonesia. Results of this study indicate that publishers do commodification according to taste, consumption behavior and lifestyle of modern society. Comics being used as transmedia franchises, reproduced in a variety of media formats and in the various forms of merchandise. Artificial interaction with fan community designed to keep the loyality via social media and real world. Competition among publishers only perpetuates the ideology of capitalism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43735
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dewi Haroen
Tangerang: DH Media, 2018
150.1 DEW p
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2021
321.8 DEM
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library