Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126678 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Parluhutan, Vincent Gidion
"Dengan adanya otonomi daerah, maka Pemerintah Pusat menugaskan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan daerahnya masing-masing dengan menggunakan kas daerahnya masing-masing. Pendapatan dari daerah diperoleh dengan adanya pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah sendiri meliputi pajak propinsi dan pajak kabupaten/kota. Salah satu pendapatan asli daerah adalah pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor. Di dalam pengertian kendaraan bermotor salah satu yang termasuk kendaraan bermotor adalah alat berat. Alat berat sendiri baru termasuk dalam kendaraan bermotor pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan direvisi dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif atau doktrinal dan pendekatan yang dilakukan ialah melalui pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). Teknik pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan dengan cara Penelitian Kepustakaan (library research). Salah satu yang menjadi permasalahan adalah ketika adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XV/2017 yang menyebutkan bahwa alat berat tidak lagi termasuk dalam kendaraan bermotor. Akibat dari putusan tersebut adalah bahwa alat berat tidak lagi dapat dikenakan pajak kendaraan bermotor apabila tidak adanya peraturan baru yang mengatur pajak alat berat. Putusan ini tidak berlaku apabila adanya pajak terutang yang belum dibayar wajib pajak.

With regional autonomy, the central government assigns regional governments to develop their respective regions using their respective regional treasuries. Revenue from the regions is obtained from regional taxes and regional retribution. Local taxes include regional taxes and city taxes. One of the regional revenues is vehicle tax and vehicle name transfer fee. In the definition of vehicles, one of which includes vehicles is heavy equipment. Heavy equipment itself is only included in vehicles in Law Number 34 of 2000 and revised by Law Number 28 of 2009 concerning Regional Taxes and Regional Retribution. The research method used is normative or doctrinal juridical research and the approach taken is through the Statute Approach. Data collection techniques in this writing are carried out by means of Research Library. One of the problems was when the Constitutional Court Judgement Number 15/PUU-XV/2017 stated that heavy equipment was no longer included in motorized vehicles. The result of this decision is that heavy equipment can no longer be subject to vehicle tax in the absence of a new regulation regulating heavy equipment tax. This decision does not apply if there is a tax payable that has not been paid by the taxpayer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustam Rizki Effendi
"Sejak di keluarkanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XV/2017 yang memutuskan pada pokoknya menyatakan bahwa pengaturan pemungutan pajak terhadap alat-alat berat dan alat-alat besar melalui skema pemungutan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Maka dari itu, penelitian ini mengkhususkan pembahasan pada pengaturan  pajak kendaraan bermotor atas alat-alat berat dan alat-alat besar sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XV/ 2017 dan pengaturan yang ideal terhadap objek pajak alat-alat berat dan alat-alat besar. Pada penelitian ini akan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif yang mana berlandaskan pada bahan pustaka atau data sekunder atau dengan kata lain penelitian ini mengacu pada norma hukum peraturan perundang-undangan dan referensi dokumen lain yang terkait dengan pengkajian, penelitian dan proses legislasi. Hasil penelitian ini adalah objek pajak alat-alat berat dan alat-alat besar dipungut berdasarkan skema pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor yang mana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juncto Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah. Selain itu, pengaturan yang ideal terhadap objek pajak alat-alat berat dan alat-alat besar harus menggunakan teori demokrasi hukum pajak dengan memuat hukum pajak materiil dan hukum pajak formil serta memperhatikan tujuan keadilan umum dan merata, fungsi perpajakan, dan mengikuti prosedur pembuatan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Since the issuance of the Constitutional Court Decision Number 15/PUU-XV/2017 which decided in essence that the regulation of tax collection on heavy equipment and large equipment through a motor vehicle tax collection scheme and motor vehicle transfer fees in Law Number 28 of 2009 concerning Regional Taxes and Regional Levies is contrary to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and has no binding legal force. Therefore, this study focuses on the discussion of the regulation of motor vehicle tax on heavy equipment and large equipment prior to the Constitutional Court Decision Number 15/PUU-XV/2017 and the ideal regulation of the tax object of heavy equipment and large equipment. This research will use a juridical-normative research method which is based on library materials or secondary data or in other words, this research refers to the legal norms of laws and regulations and other document references related to assessment, research and the legislative process. The results of this research that heavy equipment and large equipment tax objects are collected based on the motor vehicle tax scheme and motor vehicle transfer fees which are regulated in Law Number 28 of 2009 concerning Regional Taxes and Levies in conjunction with Government Regulation Number 55 of 2009 2016 concerning General Provisions and Procedures for Collecting Regional Taxes. In addition, the ideal regulation of the tax object of heavy equipment and large equipment must use the theory of material tax law and formal tax law and pay attention to the objectives of general and equitable justice, the function of taxation, and follow the procedures for making applicable laws and regulations. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asril P.
"Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Yang menjadi permasalahan adalah mengapa alat-alat berat dan alat-alat besar dikategorikan sebagai objek pajak kendaraan bermotor dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan apakah sudah tepat pajak kendaraan bermotor terhadap alat-alat berat dan alat-alat besar dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah jika dibandingkan dengan dari Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan Dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa alasan menjadikan alat-alat berat sebagai perluasan objek pajak kendaraan bermotor adalah untuk meningkatkan sumber penerimaan daerah dari sektor pajak. Jika ditinjau dari Undang-Undang Jalan dan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Umum dengan Undang- Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih terdapat perbedaan definisi tentang alat berat. Timbulnya perbedaan penafsiran karena dalam Undang- Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak ada definisi alat berat. Dalam Undang-Undang tersebut tidak ditemukan definisi apa yang dimaksud dengan alat berat melainkan hanya mencantumkan jenis-jenis alat berat.

This writing of this thesis is using library research methods with secondary data as the source. The problem is why heavy and large equipments are categorized as the object of vehicles taxation based on Act Number 28 of 2009 about Tax and Regional Levies and Is it correct if compared to Act Number 38 of 2004 about Road and Act Number 22 of 2009 about Traffic and Road Transport.
The result study concluded that why heavy equipments are the object of taxation vehicle is to increase regional inputs from its taxation. If it is reviewed from Act of Road and Act of Traffic and Road Transport compared to Ant of Taxation and Regional Levies it has different definition on the equipments. The occurance of different point of view is that, theret is no exact definition about heavy equipment on law of taxation and regional levies. The law is only mention the types.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Imana
"Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor atas Alat Berat dari awal diterapkan menimbulkan berbagai polemik di masyarakat. Hingga pada akhir 2017 keluar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Put-15/PUU-XV/2017 yang membatalkan pengenaan pajak kendaraaan bermotor atas alat berat. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan alasan ditolaknya uji materi terhadap pengenaan pajak kendaraan bermotor atas alat berat pada tahun 2012, alasan dikabulkannya uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada tahun 2015, alasan dikabulkannya uji materi kembali terhadap pengenaan pajak kendaraan bermotor atas alat berat pada tahun 2017, serta mengalisis perlakuan pajak kendaraan bemotor atas alat berat pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Put-15/PUU-XV/2017.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan metode analisis data kualitatif. Pihak pemilik alat berat sebaiknya tetap berkontribusi dalam pengenaan pajak kendaraaan bermotor atas berat, sebagaimana ditegaskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor Put-15/PUU-XV/2017 bahwa selama masa tenggang waktu 3 (tiga) tahun, alat berat masih dapat dikenakan pajak. selain itu, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebaiknya melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam perumusan kebijakan pajak terhadap alat berat kedepannya

The imposition of motor vehicle tax on heavy equipment which has been applied from the beginning generate various polemics in Indonesia. At the end of 2017, Constitutional Court of the Republic of Indonesia declared The Constitutional Court Judgement Number Put-15/PUU-XV/2017, which cancelled the imposition of motor vehicle tax on heavy equipment that has been applied before. This study aims to explain the reasons why there was rejection of material test on imposition of motor vehicle tax on heavy equipment in 2012, the reasons why there was granting of judical review on Law Number 22 2009 on traffic and road transport in 2015, The reasons why there was re-examination granting of materials against the imposition of motor vehicle tax on heavy equipment in 2017, and analyze the treatment of motor vehicle tax on heavy equipment after The Constitutional Court Judgement Number Put-15/PUU-XV/2017.
This study used a qualitative approach with in-depth interview data collection techniques and qualitative data analysis methods. The owners of heavy equipment should still contribute to the imposition of heavy motor vehicle taxes, as defined in the decision of the Constitutional Court of Put-15/PUU-XV/2017 that for a period of 3 (three) years, the equipment may still be subject to tax. In addition, Directorate General of Fiscal Balance should engage all stakeholders in making the tax policy on future heavy equipment
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Adri
"Tesis ini membahas tentang putusan Mahkamah Agung No.41P/HUM/2009 tentang uji materiil Peraturan Daerah tentang Pajak Kendaraan Bermotor khususnya Alat-alat Berat dan Alat-alat Besar yang mana sebagian pihak merasa dirugikan dengan adanya Perda tersebut oleh karenanya pihak yang merasa telah dirugikan mengajuakan Judicial Review ke Mahkamah Agung. Oleh karena itu timbul permasalahan apakah pembentukan Perda tersebut telah sesuai dengan tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan kemudian selain itu menginai permohonan hak uji yang di ajukan oleh pemohon ditolak Mahkamah Agung dengan alasan telah melewati batas waktu pengajuan permohonan, namun dengan terbitnya Perma Nomor 1 Tahun 2011 yang mencabut ketentuan mengenai batasan waktu pengajuan hak uji apakah permohonan tersebut dapat diajukan lagi mengingat adanya asas Nebis In Idem. Maka dari itu Peraturan Daerah yang bertentangan tersebut dianggap merugikan sebagian pihak khususnya pengusaha pemilik atau pengguna jasa Alat-alat Berat dan Besar sehingga Peraturan Daerah tersebut perlu ditinjau ulang dengan mengajukan uji materiil (judicial review) ke Mahkamah Agung karena telah lewat tenggat waktu pengajuan Hak Uji Materiil hal ini juga menjadikan hambatan pihak yang merasa dirugikan karena suatu peraturan perundang-undangan ataupun peraturan daerah yang asas, materi muatannya tidak sesuai dengan tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan serta bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, dilihat dari hal tersebut seharusnya Pemerintah Daerah khususnya dalam membentuk dan/atau membuat suatu peraturan daerah baiknya di sounding agar terhindar dari konflik yang mungkin akan timbul, disosialisasikan agar masyarakat tahu serta harus diberitahukan ke Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia. Mahakamh Agung juga baiknya memberikan kejelasan jangan hanya karena melewati batas waktu permohonan langsung ditolak tanpa melihat dahaulu dampak yang timbul dari peraturan tersebut.

This thesis discusses the Supreme Court ruling on judicial No.41P/HUM/2009 Regulation on Motor Vehicle Tax in particular Heavy Equipment and Large Equipment which is where most parties feel aggrieved by any local regulation therefore those who felt he had aggrieved filed a judicial review to the Supreme Court. Therefore raised the question of whether the formation of the regulation in accordance with the procedures for the establishment of legislation later than that of the right to request that the proposed test by the Supreme Court rejected the applicant with the reasons already passed the deadline for applications, but with the publication of Supreme Court Regulation No. 1 In 2011, striking down the provisions regarding the filing time limit test whether the application can be filed again in light of the principle Nebis In Idem. Thus the local regulation to the contrary shall be deemed detrimental to some people especially businessmen owners or users of services of Heavy Equipment and Large so that local regulation is necessary to review by filing a judicial (Judicial Review) to the Supreme Court because the filing deadline has passed judicial review it also makes the barriers those who feel aggrieved because of a legislation or regulations that principle, materials charges do not correspond to the establishment of procedures for legislation and regulations conflict with the higher, it should be seen from the local government, especially in established and/or local regulations make a sounding good in order to avoid conflicts that may arise, that they should know and the public should be notified to the Ministry of Justice and Human Rights of the Republic of Indonesia and the Ministry of Interior of the Republic of Indonesia. The Supreme Court also made it clear not only a good idea because the application deadline passes immediately rejected without notice before the effects of the regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36142
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincentius Oesman
"Penelitian ini mengangkat permasalahan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011. Menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan UU untuk permasalahan pertama, serta penelitian hukum empiris untuk permasalahan kedua. Dengan lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011, maka menimbulkan permasalahan baru karena melegalkan prinsip outsourcing dan hubungan kerja yang salah selama ini dalam outsourcing melalui mekanisme penyediaan jasa pekerja. Selain itu, Putusan tersebut bertentangan dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai negative legislator serta bertentangan dengan asas kepribadian dalam perjanjian. Dalam praktek Putusan ini tidak dilaksanakan, alasan utamanya adalah karena belum adanya UU yang mengatur sebagai tindak lanjut dari suatu putusan Mahkamah Konstitusi. Sebagai saran, seharusnya pemerintah segera membuat UU terkait tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi dengan catatan memperbaiki prinsip outsourcing dan hubungan kerja yang salah dalam penyediaan jasa pekerja.

This study raised the problem in Constitustional Court's Verdict No. 27 PUU IX 2011. Using the normative law method with enactment approach for the first problem, and empirical law research for the second one. With the birth of the Constitutional Court's Verdict No. 27 PUU IX 2011, new problems are arisen because it is permitted outsourcing principal and incorrect work relationship of outsorcing through the mechanism of the service provider. Beside, the Verdict against the Constitutional Court's authority as negative legislator and also against the personality principal in an agreement. In practice, the Verdict is not enforced, the main reason is because there isn't enactment yet that sets as the follow up of a Constitutional Court's Verdict. As a recommendation, the government should immediately forms an enactment as the follow up for this Verdict, with some notes to repair the outsourcing principle and incorrect work relationship in a service provider.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Adrian Nathaniel
"Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XXI/2023 menjadi jawaban atas dualisme pembinaan Pengadilan Pajak di bawah Kementerian Keuangan dan Mahkamah Agung yang telah berlangsung sejak awal pembentukannya. Diputus inkonstitusionalnya norma hukum dalam ketentuan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak mensyaratkan pembinaan atas aspek organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak untuk dialihkan secara bertahap dari Kementerian Keuangan ke bawah satu atap Mahkamah Agung paling lambat 31 Desember 2026. Skripsi ini membahas 3 (tiga) persoalan: i) perkembangan dan eksistensi lembaga peradilan pajak di Indonesia, ii) keberlakuan sistem pembinaan atas badan peradilan di Indonesia dan pengaruhnya terhadap independensi kekuasaan kehakiman, dan iii) analisis penyatuatapan pembinaan Pengadilan Pajak di bawah Mahkamah Agung. Penelitian terhadap ketiga permasalahan tersebut dilakukan secara doktrinal dengan menggunakan pendekatan yang terpadu untuk menjawab masing-masing persoalan. Hasil dari Penelitian ini dipaparkan pertama-tama secara deskriptif menyangkut uraian teoritis dan historis mengenai lembaga peradilan pajak dan sistem pembinaan badan peradilan di Indonesia, untuk selanjutnya bermuara pada analisis secara preskriptif untuk menjawab aspek-aspek penyatuatapan pembinaan Pengadilan Pajak yang harus ditindaklanjuti. Tindak lanjut pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XXI/2023 berarti reformasi total Pengadilan Pajak, khususnya menyangkut aspek pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangannya.

The Constitutional Court Decision Number 26/PUU-XXI/2023 serves as an answer to the dualism of the Tax Court guidance under the Ministry of Finance and the Supreme Court that has been going on since its establishment. The inconstitutionality of the legal norms in the provisions of Article 5 paragraph (2) of Law Number 14 Year 2002 on the Tax Court requires the guidance of the organizational, administrative, and financial aspects of the Tax Court to be transferred gradually from the Ministry of Finance to the Supreme Court no later than 31 December 2026. This thesis discusses 3 (three) issues: i) the development and existence of tax judicial institutions in Indonesia, ii) the applicability of the guidance system for judicial bodies in Indonesia and its influence on the independence of judicial power, and iii) analysis of the unification of the Tax Court's guidance under the Supreme Court. This research was conducted in a doctrinal manner by using an integrated approach to answer each issues. The results of this research are presented first descriptively concerning the theoretical and historical description of the tax court institution and the system of guidance of judicial bodies in Indonesia, to then lead towards a prescriptive analysis to answer the various aspects of the unification of the Tax Court guidance that must be followed up. The follow-up after the Constitutional Court Decision Number 26/PUU-XXI/2023 means a total reform of the Tax Court, especially in regards of its organization, administration, and financial aspects."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Bonatua Mangaraja
"Penelitian ini menggunakan pendekatan positivisme dengan metode wawancara mendalam. Hasil yang diperoleh dalam tesis ini adalah bahwa pengenaan alat-alat berat dan besar sebagai objek PKB sebenarnya telah sesuai dengan prinsip The Four Canons. Pengenaan PKB terhadap Alat-Alat Berat dan Besar sesuai dengan prinsip equity, karena menganut baik konsep road user tax maupun konsep property tax; sesuai prinsip certainty, karena telah diatur dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maupun Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur; dan sesuai dengan prinsip economy, karena memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan asli daerah. Namun demikian, pengenaan pajak ini belum memenuhi prinsip convenience of payment, karena masih banyak wajib pajak yang belum membayar pajak.

This research uses positivism approach by conducting in depth interview. The Analysis shows that the imposition of PKB on heavy and big equipment is fit with the The Four Canons Theory. The imposition of PKB on heavy and big equipment fits with the equity principle, because it accomodates both road user tax and property tax; it also fit with the certainty principle, because it is stipulated by the Law of Regional Taxes and Charges and East Kalimantan Province's local regulation; and it fits with economy principle, because it surely increase Local's revenue. However, the high level of tax arrears could also reflect that the imposition of the tax does not fit with the convenience of payment principle.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T29096
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rifki Wicaksono
"ABSTRAK
Adanya kebijakan Penangguhan pelaksanaan upah minimum sebagaimana diatur Pasal 90 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Penjelasannya telah menimbulkan penolakan dari para pekerja karena dianggap bertentangan dengan larangan bagi pengusaha untuk membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Pengujian ketentuan Penangguhan pelaksanaan upah minimum itu pun dimohonkan para pekerja kepada Mahkamah Konstitusi. Namun Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 72/PUU-XII/2015 tetap mempertahankan ketentuan penangguhan pelaksanaan upah minimum tersebut dan hanya merubah Penjelasan dalam Pasal 90 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Atas Putusan tersebut permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah, Apakah akibat hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XII/2015 terhadap ketentuan penangguhan pelaksanaan upah minimum dan perlindungan bagi pekerja? dan Bagaimana analisis sistem hukum penangguhan pelaksanaan upah minimum pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XII/2015? Tesis ini menggunakan penelitian normatif dengan pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Penangguhan pelaksanaan upah minimum tidak serta merta menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar upah pekerjanya berdasarkan upah minimum dan penangguhan pelaksanaan upah minimum justru merupakan upaya perlindungan terhadap pekerja atas hak mendapatkan pekerjaan sebagaimana dijamin oleh konstitusi, yang terancam apabila perusahaannya bangkrut/merugi karena tidak mampu membayar upah pekerjanya berdasarkan ketentuan upah minimum, selain itu sistem hukum penangguhan pelaksanaan upah minimum yang ada saat ini belum mengakomodir maksud dan tujuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XII/2015 karena terdapat beberapa masalah dalam substansi, struktur dan kulturnya sehingga tentu berdampak pada implementasinya.

ABSTRACT
The minimum wage policy that serves as a safety net for workers to keep their income from declining in a way that endangers workers' nutrition is subject to legal uncertainty, since Article 90 section (2) of Law Number 13 Year 2003 on Manpower provides that minimum wage provisions may be disregarded with the policy of Suspension of The implementation of the minimum wage and supported by the Elucidation of that article which allows employers not to pay the wage difference in the period of suspension, thereby creating a contradiction to the prohibition for employers to pay wages lower than the minimum wage. It is certainly rejected by workers because the suspension of the minimum wage is considered to be a "trick" of employers to pay their workers under the minimum wage provisions so that a test against the provision of suspension of the implementation of the minimum wage to the Constitutional Court is then submitted. However, in fact, the Constitutional Court through Decision Number 72/PUU-XII/2015 retains the provisions concerning the suspension of the minimum wage exercise and only changes the Elucidation in Article 90 paragraph (2) of Law Number 13 Year 2003 on Manpower. On the verdict, the question arises, what is the purpose and objective of the provision of suspension of minimum wage implementation especially after the Constitutional Court Decision Number 72/PUU-XII/2015 and what is the relevance to the protection for workers so that the provision is still maintained? This will be further elaborated in this thesis. This thesis uses normative research with case approach and conceptual approach as well as aims to test the hypothesis that the current legal system for deferring the minimum wage is insufficient to accommodate the purpose and objectives of Constitutional Court Decision Number 72/PUU-XII/2015 because there are several gaps described in the elements of the legal system according to Lawrance M. Friedman consisting of substance, structure and culture."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47713
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imran Ahmad
"Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 mengenai Pengujian UU 22/2001 menyebabkan BP Migas dibubarkan. BP Migas dinyatakan bertentangan dengan konstitusi karena eksistensinya menyebabkan negara kehilangan hak menguasai sumber daya migas. Penguasaan negara yang paling utama, dapat diwujudkan melalui negara melakukan pengelolaan langsung dengan menunjuk atau memberikan konsesi kepada perusahaan negara untuk menyelenggarakan pengelolaaan usaha hulu migas. SKK Migas kemudian dibentuk untuk menggantikan BP Migas.
Dalam penulisan ini Penulis akan mengacu pada Teori Hak Menguasai Negara dan pemikiran Konstitusi Ekonomi, untuk menganalisis dua pokok permasalahan menyangkut peran dan fungsi SKK Migas yang menggantikan tugas dan fungsi BP Migas dan bagaimana seharusnya bentuk pengaturan pengelolaan usaha hulu migas yang memperhatikan peran perusahaan negara. Metode Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi kepustakaan dan penelusuran peraturan perundang-undangan serta putusan hakim, kemudian dianalisis secara deskriptif.
Hasil dari penelitian ini dapat disimpulan bahwa peran dan fungsi SKK Migas pada dasarnya adalah sama dengan BP Migas yang telah dibubarkan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/20012. Hal tersebut terjadi karena SKK Migas diberi fungsi yang sama dengan tugas yang dimiliki oleh BP Migas, tugas BP Migas terdapat dalam Pasal 44 UU 22/2001 telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Dibentuknya SKK Migas untuk mengambil alih pengelolaan usaha hulu migas mengindikasikan tidak ada perubahan yang mendasar yang berkaitan dengan penguasaan negara terhadap sumber daya alam migas.
Pengelolaan sumber daya migas yang mengedepankan kepentingan nasional dan sejalan dengan pemikiran konstitusi ekonomi (Pasal 33 UUD 1945) adalah harus ada keberpihakan pemerintah pada Perusahaan Negara (BUMN) dengan menugaskan Perusahaan Negara untuk mengelola sumber daya migas. Dengan diberikannya kuasa pertambangan kepada Perusahaan Negara untuk mengelola sumber daya migas, Perusahaan Negara dapat bekerja sama dengan pihak ketiga. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39207
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>