Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 233047 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angellita Buulolo
"Selama beberapa tahun terakhir, penelitian terkait dengan perilaku konsumen menjadi topik yang hangat. Salah satu yang menjadi perhatian penelitian dalam beberapa tahun terakhir adalah faktor yang dapat memengaruhi terbentuknya compulsive buying behavior. Dalam penelitian ini akan membahas faktor baik secara eksternal seperti materialisme, dan internal seperti mindset dan consumer anxiety. Penelitian ini mengambil sudut pandang kelompok penggema dari dua grup K-POP besar Super Junior (E.L.F) dan NCT (NCTzen) di Indonesia berusia dewasa muda, yang melakukan pembelian produk terkait K-POP dalam sebulan terakhir. Metode yang dilakukan untuk penelitian ini adalah Structural Equation Model (SEM). Hasil penemuan dari penelitian ini sendiri menunjukkan jika faktor eksternal seperti materialisme masih menjadi faktor terkuat terbentuknya compulsive buying behavior dengan faktor yang memengaruhi materialisme seperti celebrity endorsement, peer group, dan television advertisement. Selain itu terdapat penemuan jika mindset tidak dapat berpengaruh langsung terhadap compulsive buying behavior.

Several studies have been conducted in recent years to investigate consumer behavior. One of the research topics that researchers are interested in is the factors that can influence the development of compulsive buying behavior. This study will look at external factors like materialism as well as internal factors like mindset and consumer anxiety. This study focuses on fans of the two major K-POP groups Super Junior (E.L.F) and NCT (NCTzen) in Indonesia, as well as young people who purchased K-POP-related merchandise in the previous month. This study was carried out using the Structural Equation Model (SEM). According to the findings of this study, external factors such as materialism, as well as variables that influence materialism such as celebrity endorsements, peer groups, and television advertisement, are still the most significant indicators in the establishment of compulsive buying behavior. Furthermore, it was discovered that mindset has no direct influence on compulsive buying behavior."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kirana Amarissa Qonita Muniruzaman
"Perilaku menggemari idola K-pop dapat berdampak pada hubungan romantis penggemarnya. Salah satunya adalah romantic beliefs penggemar yang berperan penting pada tahap awal membangun sebuah hubungan romantis. Sebelumnya, mayoritas penelitian lebih berfokus pada hubungan parasosial yang intensitas perilakunya lebih ringan dibandingkan celebrity worship. Penelitian ini bertujuan untuk memperkaya literatur celebrity worship dengan melihat peran setiap tingkatan celebrity worship (entertainment-social, intense-personal feelings, dan borderline-pathological) dalam memprediksi romantic beliefs penggemar K-pop. Penelitian diikuti oleh 238 penggemar K-pop berumur 18-25 tahun (80.3% perempuan) dan diuji menggunakan alat ukur Celebrity Attitude Scale (CAS) dan Romantic Beliefs Scale (RBS). Uji hierarchical multiple regression menunjukkan bahwa entertainment-social (R2 = 0.045, p < .05), intense-personal feelings (R2 = 0.090, p < .05), dan borderline-pathological (R2 = 0.100, p < .05) dapat memprediksi romantic beliefs secara signifikan bahkan setelah status hubungan romantis dan status pernikahan orang tua dikontrol. Semakin tinggi intensitas celebrity worship penggemar K-pop, maka semakin ideal romantic beliefs-nya. Hasil ini dapat digunakan untuk melengkapi literasi mengenai celebrity worship serta dijadikan pertimbangan oleh pelaku intervensi dan manajemen artis K-pop dalam melakukan tindakan yang berkaitan dengan penggemar K-pop

The behavior of worshiping K-pop idols can have an impact on the fans’ romantic relationships in real life, including their romantic beliefs. Romantic beliefs play an important role in the beginning stage of a relationship. Previous research mainly focused on parasocial relationships which are less intense than celebrity worship. The purpose of the study was to examine the role of each level of celebrity worship (entertainment-social, intense-personal feelings, and borderline-pathological) in predicting K-pop fans’ romantic beliefs. In this study, 238 K-pop fans between the ages of 18 to 25 years (80.3% female) participated and were tested using Celebrity Attitude Scale (CAS) and Romantic Beliefs Scale (RBS). Hierarchical multiple regression showed that entertainment-social (R2 = 0.045, p < .05), intense-personal feelings (R2 = 0.090, p < .05), and borderline-pathological (R2 = 0.100, p < .05) could significantly predict romantic beliefs even after controlling the fans’ relationship status and their parent’s marital status. Therefore, the higher the intensity of a fan’s celebrity worship, the more ideal their romantic beliefs are. This finding provides new information to the existing literature regarding celebrity worship and can be taken into consideration by interventionists and K-pop artist management when taking actions related to K-pop fans"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahadi Pradana
"ABSTRAK
Lirik-lirik lagu K-Pop merupakan salah satu medium untuk menyebarkan dan melanggengkan budaya patriarki. Studi-studi sebelumnya telah membahas mengenai patriarki dalam budaya musik populer seperti musik rock, rock and roll, pop, musik Indonesia, dan juga K-Pop. Penelitian ini melihat pada bagaimana penggemar lagu K-Pop di Indonesia memaknai lirik-lirik lagu K-Pop yang berisi nilai-nilai patriarki lewat terjemahan lirik lagu terkait. Berangkat dari konsep Stuart Hall 1991 mengenai situated audiences, artikel ini berargumen bahwa penggemar K-Pop di Indonesia merupakan pembaca yang tersituasi secara hegemonic-dominant pada lirik lagu mengenai perempuan pasif, negotiated pada lirik lagu mengenai perempuan yang melakukan balas dendam pada pacarnya, dan oppositional pada lirik lagu yang merendahkan perempuan secara vulgar, dan bergantung pada struktur makna individu. Temuan artikel ini adalah pembaca memaknai lirik lagu passive women secara hegemonic-dominant, lirik lagu distrust of women secara negotiational, dan lirik lagu derogatory naming and shaming of women dan sexual objectification of women secara oppositional. Artikel ini menerapkan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan berfokus pada studi gender karena banyak terdapat pembahasan mengenai reproduksi budaya patriarki dalam industri musik. Peneliti berfokus pada penggemar musik K-Pop di Indonesia.

ABSTRACT
K-Pop lyrics are one of many mediums to perpetuating and spreading patriarchal culture. Previous studies have discussed patriarchy on popular culture music such as rock, rock roll, pop, Indonesian pop, and also K-Pop. This article discussing on how Indonesian K-Pop fans interpreting K-Pop patriarchal lyrics based on the translation. Using Stuart Hall rsquo;s 1991 situated audiences concept, this article argue that K-Pop fans interpreting with hegemonic-dominant toward the lyrics implying passive women, negotiated toward the lyrics about a woman who took revenge againts her boyfriend, dan oppositional toward the lyrics that are sexually degrading to women depends on their meaning structures. This article rsquo;s findings are readers interpret lyrics about passive women with hegemonic-dominant, lyrics about distrust of women with negotiational, and lyrics about derogatory naming and shaming of women with oppositional. This study is written based on qualitative approach with in-depth interview to collects data, and focused mainly on gender studies due to many discussion about reproduction of patriarchal culture on music industry and also on Indonesian K-Pop fans. "
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Citra Nastiti
"Fanfiksi homoerotis merupakan sebuah medium dan ruang yang digunakan oleh penggemar untuk saling terhubung dengan menyalurkan perasaan dan pandangan mereka terhadap idola pada penggemar lain lewat imajinasi dan fantasi. Dalam fandom K-Pop Indonesia kehadiran fanfiksi homoerotis dengan tokoh idola (real person slash) yang memuat unsur seksual masih memicu pro-kontra, terutama di fandom ATINY (fans ATEEZ) Indonesia. Artikel ini menganalisis bagaimana dalam komunitas penggemar yang mempraktikkan penulisan fanfiksi homoerotis dalam fandom K-Pop terdapat proses pe-liyan-an terhadap golongan penggemar tertentu berdasarkan perasaan dan pandangan yang diyakini dalam fandom. Melalui pendekatan etnografi digital dan konsep afek, terlihat bahwa pro-kontra ini hadir karena penggemar yang terlibat masih terjebak dalam paradoks terhadap penerimaan terhadap LGBTQIA+ dalam konteks fanfiksi semata dan ketaatan terhadap norma serta moral yang masih berlaku di Indonesia yang tidak menerima LGBTQIA+ dan diskusi tentang seksualitas. Ekspresi seksual dimunculkan dalam fanfiksi homoerotis lewat rekonstruksi persona idola, yang membuat penggemar dapat merasakan empati atau simpati pada cerita yang mereka baca. Terdapat perasaan yang kompleks dalam praktik ini, dimana afek positif dan negatif yang muncul dibarengi dengan kebingungan dan skeptisme terhadap pandangan yang dianut oleh masing-masing anggota fandom. Hal ini memperlihatkan bahwa meskipun fanfiksi homoerotis telah membuka jalan bagi penggemar Indonesia untuk menerima kehadiran orientasi seksual dan identitas gender lain, penerimaan tersebut masih terpaku pada apa yang menurut mereka benar sesuai dengan standar moral yang dianut lingkungannya.

Homoerotic fanfiction is both a medium and a space used by fans to connect with each other by channeling their feelings and ideas of an idol to other fans via imagination and fantasy. In Indonesian K-Pop fandom, sexualized homoerotic fanfiction that used an idol’s image is a controversial issue, especially within Indonesian ATINY (ATEEZ’s fans) fandom. This article views how within a fan community which engages in homoerotic fanfiction writing, there is a process of othering towards a certain group of fans, and this is done based on the feelings and values shared by fandom. Through digital ethnographic approach and affect framework, this research discovers that the contradiction between acceptance of homoerotic fanfiction and discrimination of those who oppose it was born because fans are trapped in a paradox of accepting LGBTQIA+ only in the space of fanfiction while still strongly comply with Indonesian’s norm and moral standard that does not accept LGBTQIA+ nor openly discuss sexuality. The sexual expressions are shown in text via idol’s persona reconstruction, which made fans sympathize or empathize with the stories they read. There are complex emotions in this practice, where both positive and negative affect are present accompanied by confusion and skepticism on the views held by fans in fandom. This finding shows that even though homoerotic fanfiction opens a path for Indonesian fans to accept the existence of other sexual orientations and gender identities, this form of acceptance is still limited to what they deemed as right, and dictated by the norm they follow."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rafi
"Selama beberapa tahun terakhir, Populartitas K-Pop semakin menanjak, dari yang dulu hanya merupakan sebuah subkultur di Internet, sekarang telah menjadi sensasi global. Menanjaknya popularitas K-Pop itu dikarenakan strategi marketing mereka yang secara efektif dapat memperbesar jumlah penggemarnya dan mempengaruhi sikap pembelian para penggemar. Maka dari itu penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh social media marketing dan content marketing terhadap berkembangnya perilaku impulsive buying di kalangan fans K-Pop dengan menggunakan brand loyalty dan celebrity worship sebagai variabel mediasinya. Penelitian ini menggunakan non-probability sampling dan menggunakan 324 responden agar peneliti dapat mendapatkan data yang valid dan terpercaya mengenai perilaku pembelian impulsif dan apa yang mempengaruhinya. Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan PLS-SEM dimana hasil dari analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa social media marketing dan content marketing tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap impulsive buying. Namun, content marketing dapat mempengaruhi perilaku pembelian impulsif melalui variabel mediasi brand loyalty. Maka dari itu, hal utama yang mempengaruhi impulse buying adalah adanya rasa kesetiaan kepada suatu brand yang dimana perilaku tersebut dipengaruhi oleh strategi content marketing.

For the last few years, K-Pop have been growing in popularity, from once being only a subculture within the Internet, now have become a global sensation. This growth in popularity is attributed to the extensive marketing operation that these K-Pop production companies have done and in response not only that their fanbase are getting bigger but also influencing their purchasing behavior. This research is conducted to analyze the effect of social media marketing and content marketing towards its effect for the development of impulse buying among K-Pop fanbase with the use of brand loyalty and celebrity worship as its mediating variable. This research manages to get 324 respondents by the use of non-probability sampling, in order to get a reliable and valid data regarding impulse buying behavior and what affects it. The data collected then analyze using PLS-SEM where it is concluded that both social media marketing and content marketing does not have a significant direct effect towards impulse buying. However, content marketing does affect impulse buying behavior through the mediating variable of brand loyalty. Therefore, impulse buying is mainly affected by brand loyalty which in itself is influenced by marketer’s content marketing effort."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Rahadanti
"Kurangnya hubungan sosial di dunia nyata dapat mendorong remaja untuk membangun kedekatan dengan sosok idola atau biasa disebut relasi parasosial. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu apakah kesepian berhubungan dengan kepemilikan relasi parasosial pada remaja penggemar K-pop. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan menyasar pada sampel remaja penggemar K-Pop (N=575) yang berkewarganegaraan Indonesia dan berusia 15-19 tahun. Analisis data dilakukan menggunakan teknik analisis Pearson Product Moment Correlation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesepian tidak berhubungan dengan kepemilikan relasi parasosial pada remaja penggemar K-pop. Adapun implikasi dari penelitian ini adalah sebagai sumber pengetahuan dan sarana refleksi diri terkait kesepian dan kepemilikan relasi parasosial di usia remaja.

Lack of social relations in the real world would encourage adolescence to build closeness with idol figures through parasocial relationships. This study aims to find out whether loneliness is related to having parasocial relationships in adolescent K-pop fans. This research was conducted using a quantitative method and targeted a sample of young K-Pop fans (N=575) who are Indonesian citizens aged 15-19. The Pearson Correlation analysis technique is used to do data analysis. This study shows that loneliness is not related to parasocial relationships in adolescent K-pop fans. However, this study could be used as a source of knowledge and self-reflection related to loneliness and ownership of parasocial relations in adolescence"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahrotul Mufidah Rahiyan
"Penggemar budaya industri K-Pop semakin banyak bermunculan dari berbagai kalangan, tidak terkecuali remaja. Fenomena terkini menunjukkan bahwa penggemar K-Pop memiliki well-being yang baik. Salah satu faktor yang memengaruhi well-being adalah self-eficacy. Self-eficacy individu dapat berbeda-beda pada setiap domain spesifik dalam kehidupan mereka, salah satunya domain sosial. Penelitian ini melihat hubungan antara social self-eficacy dan well-being menggunakan metode kuantitatif. Karakteristik partisipan penelitian ini adalah remaja berusia 15–19 tahun dan penggemar K-Pop (N = 579). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Self-Ef icacy Questionnaire for Children dan EPOCH Measure of Adolescents Well-Being. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara social self-ef icacy dan well-being (r(579) = .523). Hubungan positif yang signifikan juga ditemukan antara social self-ef icacy dan engagement (r(579) = .184), perseverance (r(579) = .368), optimism (r(579) = .325), connectedness (r(579) = .428), serta happiness (r(579) = .432). Implikasi dari penelitian ini adalah remaja dan orang dewasa di sekitarnya perlu bekerja sama untuk berpartisipasi dalam membangun self-ef icacy pada diri remaja karena semakin baik tingkat self-ef icacy pada domain sosial, maka akan semakin baik pula well-being mereka, dan sebaliknya.
Fans of the South Korean pop music industry’s culture are increasingly emerging from various backgrounds, including teenagers. Recent phenomena show that K-Pop fans have good well-being. One of the factors that influence well-being is self-efficacy. Individual self-efficacy can vary in each specific domain in their life. This study looks at the relationship between social self-efficacy and well-being using quantitative methods. The participants in this study were adolescents aged 15–19 years and K-Pop fans (N = 579). The instruments used in this study were the Self-Efficacy Questionnaire for Children and the EPOCH Measure of Adolescents Well-Being. The results of the Pearson correlation analysis show that there is a significant positive relationship between social self-efficacy and well-being (r(579) = .523). Significant positive relationship also found between social self-efficacy and engagement (r(579) = .184), perseverance (r(579) = .368), optimism (r(579) = .325), connectedness (r(579) = .428), also happiness (r(579) = .432). The implication of this research is that adolescents and adults around them need to work together to participate in building self-efficacy in adolescents because the better the level of social self-efficacy, the better their well-being will be, and vice versa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Tsana Dhia
"K-Pop merupakan fenomena global yang marak di Indonesia, terutama selama beberapa tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan prediktif distress psikologis terhadap celebrity worship serta peran maladaptive daydreaming sebagai mediator. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa distress psikologis memiliki hubungan yang signifikan dengan celebrity worship dan maladaptive daydreaming berperan sebagai mediator (Zsila et al., 2019). Meskipun telah diteliti, penelitian ini dilakukan khusus pada penggemar K-Pop (N = 252) kalangan usia emerging adulthood, yaitu 18-25 tahun (M = 21.04, SD = 1.713). Celebrity worship diukur menggunakan Celebrity Attitude Scale oleh Maltby et al. (2002), sedangkan distress psikologis diukur dengan The Kessler Psychological Distress Scale (K10) oleh Kessler et al. (2002). Maladaptive Daydreaming Scale-16 (MDS-16) oleh Somer et al. (2017b) digunakan untuk mengukur Maladaptive Daydreaming. Analisis mediasi dilakukan menggunakan fitur PROCESS Versi 4.0 dari SPSS Versi 24. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan langsung antara distress psikologis dan celebrity worship (𝛽 = -.0289, > .05). Namun, penelitian ini membuktikan bahwa maladaptive daydreaming berperan sebagai mediator dalam hubungan distress psikologis dan celebrity worship (𝛽 = .20, BootSE = .06, Cl 95% [.08, .34]). Apabila distress psikologis naik, maladaptive daydreaming juga akan naik. Seiring dengan kenaikan maladaptive daydreaming, celebrity worship pun akan mengalami kenaikan.

K-Pop ia  a rising global phenomenon in Indonesia, especially the last several years. This study aims to evaluate the predictive relationship between psychological distress and celebrity worship, also the role of maladaptive daydreaming as mediator. Previous studies found that psychological distress has a significant relationship with celebrity worship and maladaptive daydreaming is one of the mediator (Zsila et al., 2019). However, this study specifically aimed to emerging adult K-Pop fans (N = 252) age 18-25 years old (M = 21.04, SD = 1.713). Celebrity worship measured by Celebrity Attitude Scale (CAS) by Maltby et al. (2002) and psychological distress used The Kessler Psychological Distress Scale (K10) by Kessler et al. (2002). Maladaptive Daydreaming Scale-16 (MDS-16) by Somer et al. (2002) used for maladaptive daydreaming. Mediation was analyzed using PROCESS 4.0 from SPSS version 24. This study found that psychological distress has no direct effect on celebrity worship (𝛽 = -.0289, p > .05). However, maladaptive daydreaming was found as a mediator (𝛽 = .20, BootSE = .06, Cl 95% [.08, .34]). In conclusion, an increase in psychological distress is followed by an increase in maladaptive daydreaming then an increase in maladaptive daydreaming is followed by an increase in celebrity worship."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifatus Shahira
"Popularitas Korean pop music (K-pop) mengalami peningkatan yang cukup pesat dalam beberapa tahun belakangan. Keberhasilan ini tidak terlepas dari peran penggemar yang tiada henti memberi dukungan terhadap grup K-pop favoritnya melalui berbagai cara. Perilaku ini dipengaruhi oleh dua faktor, yakni identifikasi dengan komunitas penggemar (fan community identification) dan identifikasi dengan idola (fan identification). Kedua identifikasi tersebut mempengaruhi intensi perilaku (behavioral intention) mereka sebagai penggemar. Pada penelitian ini juga telah dilakukan studi komparasi antara pembentukan behavioral intention pada penggemar laki-laki (fanboy) dan penggemar perempuan (fangirl). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara fan community identification dengan behavioral intention dalam bentuk attendance intention, positive WOM intention, dan fan loyalty pada penggemar K-pop di Indonesia serta melihat pengaruh fan identification sebagai variabel mediasi dan perceived authenticity sebagai variabel moderasi. Desain penelitian yang digunakan adalah descriptive research design dengan pendekatan cross-sectional. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling method dengan kriteria sampel, yakni merupakan Generasi Z atau Milenial, menggemari minimal satu grup K-pop, merupakan anggota fandom K-pop, dan pernah menghadiri konser/event K-pop. Kemudian, diperoleh data sebanyak 128 sampel penggemar laki-laki dan 283 sampel penggemar perempuan yang kemudian diolah menggunakan metode Partial Least Square-Structural Equation Modelling (PLS-SEM) dengan software SmartPLS 4.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dari fan community identification terhadap fan identification dan behavioral intention, khususnya dalam hal attendance intention dan fan loyalty, pada penggemar laki-laki maupun perempuan. Pada penggemar perempuan, fan identification memediasi hubungan antara fan community identification dengan seluruh bentuk behavioral intention, namun pada penggemar laki-laki, fan identification hanya memediasi hubungan antara fan community identification dengan fan loyalty. Dalam hal peran perceived authenticity sebagai mediator, hasil penelitian menunjukkan bahwa perceived authenticity hanya mempengaruhi hubungan antara fan community identification dan attendance intention pada penggemar laki-laki dan hanya mempengaruhi hubungan antara fan community identification dan fan identification pada penggemar perempuan.

The popularity of Korean pop music (K-pop) has seen a significant rise in recent years. This success is largely due to the relentless support from fans who promote their favorite K-pop groups in various ways. This behavior is influenced by two factors: identification with the fan community (fan community identification) and identification with the idols (fan identification). Both types of identification impact their behavioral intention as fans. This study also conducted a comparative analysis of how behavioral intention is formed among male fans (fanboys) and female fans (fangirls). The aim of this research is to analyze the relationship between fan community identification and behavioral intention in terms of attendance intention, positive word-of-mouth (WOM) intention, and fan loyalty among K-pop fans in Indonesia. Additionally, the study examines the influence of fan identification as a mediating variable and perceived authenticity as a moderating variable. The research design used is a descriptive research design with a cross-sectional approach. The sampling method employed is purposive sampling, with the criteria being that the participants are Generation Z or Millennials, fans of at least one K-pop group, members of a K-pop fandom, and have attended a K-pop concert or event. Data were collected from 128 male fans and 283 female fans and were analyzed using Partial Least Square-Structural Equation Modelling (PLS-SEM) with SmartPLS 4.0 software. The results of the study indicate that there is a positive influence of fan community identification on fan identification and behavioral intention, particularly in terms of attendance intention and fan loyalty, among both male and female fans. Among female fans, fan identification mediates the relationship between fan community identification and all forms of behavioral intention. However, among male fans, fan identification only mediates the relationship between fan community identification and fan loyalty. Regarding the role of perceived authenticity as a moderator, the findings show that perceived authenticity only affects the relationship between fan community identification and attendance intention among male fans, and the relationship between fan community identification and fan identification among female fans."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfida Hanum
"

Perilaku menggemari selebritas disebut dengan celebrity worship, yang tergambarkan melalui perilaku mulai dari mendiskusikan selebritas bersama teman hingga memuja selebritas ke tahap yang lebih ekstrem. Celebrity worship ditandai dengan adanya keterlibatan emosional antara penggemar dengan selebritas. Namun, ikatan dan paparan pada selebritas secara terus menerus dapat menimbulkan kecenderungan penggemarnya untuk melakukan perbandingan diri. Perbandingan diri tersebut dapat memicu ketidakpuasan pada citra tubuh yang kemudian dapat mengarah pada perilaku makan terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran Body Image Dissatisfaction (BID) sebagai mediator hubungan antara celebrity worship dengan perilaku makan terganggu pada sampel penggemar K-Pop usia emerging adulthood (18-25 tahun). Hasil penelitian pada penggemar K-Pop (N = 219) menggunakan Celebrity Attitude Test (CAS), Eating Attitude Test-8 (EAT-8), dan Body Shape Questionnaire-Revised-10 (BSQ-R-10) menunjukkan bahwa terdapat indirect effect yang signifikan antara celebrity worship dan perilaku makan terganggu melalui BID (𝛽 = .07, BootSE = .01, CI = [.0425 – .0987]). Hasil penelitian ini mendukung hipotesis penelitian bahwa BID memediasi hubungan antara celebrity worship dan  perilaku makan terganggu. Temuan ini mengimplikasikan bahwa semakin tinggi celebrity worship pada penggemar K-Pop, maka semakin tinggi pula BID yang dirasakan, hingga meningkatkan perilaku makan terganggu pada penggemar K-Pop. 


Celebrity worship is a form of idolizing celebrities that ranges from discussing celebrity with friends to worshiping celebrities to a more extreme level. Celebrity worship is referred to as a one-sided emotional attachment to a celebrity. However, continuous exposure to celebrities could lead to a tendency for fans to do self-comparisons that trigger dissatisfaction with body image and further become disordered eating behavior. This study aims to see whether Body Image Dissatisfaction (BID) mediates the relationship between celebrity worship and disordered eating behavior among emerging adulthood (18-25 years of age) K-Pop fans. The results of this study (N = 219) using Celebrity Attitude Test (CAS), Eating Attitude Test-8 (EAT-8), dan Body Shape Questionnaire-Revised-10 (BSQ-R-10) showed that there was a significant indirect effect between celebrity worship and disordered eating behavior through BID (𝛽 = . 07, BootSE = .01, CI = [.0425 – .0987]). The results of this study proved that BID mediates the relationship between celebrity worship and disordered eating behavior. This finding implies that the higher the celebrity worship of K-Pop fans, the higher the perceived BID, which then increases the tendency of disordered eating behavior among K-Pop fans.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>