Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135110 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tuty Herawaty,author
"Stimulasi perkembangan yang dilakukan secara terarah pada usia dini meningkatkan kemampuan anak di semua ranah perkembangannya. Kualitas pengasuhan yang dilakukan oleh ibu dan lingkungan keluarga lain berperan dalam menentukan keberhasilan stimulasi. Metode edukasi yang lebih efektif dan informatif dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pengasuhan ibu. Video panduan stimulasi diperkirakan bisa menjadi sarana belajar yang baik.
Tujuan. Menilai kenaikan tingkat perkembangan (Developmental Quotient/DQ) bayi usia 6-12 bulan sesudah diberikan stimulasi oleh ibu dengan video panduan stimulasi dibandingkan dengan bayi yang dilakukan stimulasi mandiri oleh ibu berdasarkan buku KIA.
Metode. Penelitian uji acak terkendali terbuka (open randomized controlled trial) yang membandingkan kualitas pengasuhan dan tingkat perkembangan bayi usia 6-12 bulan sebelum dan sesudah pemberian video stimulasi perkembangan kepada ibu dibandingkan dengan stimulasi berdasarkan buku KIA. Penilaian kualitas pengasuhan menggunakan instrumen HOME Inventory dan tingkat perkembangan (DQ) menggunakan Griffith-III. Dinilai kualitas pengasuhan anak, DQ anak secara keseluruhan, perbandingan DQ sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok, hubungan kualitas pengasuhan dan DQ, serta kenaikan DQ pada kedua kelompok.
Hasil. Skor HOME Inventory kategori baik (skor ≥27) pada kelompok perlakuan sebesar 84,09% dan 15,91% kurang baik (skor <27), sedangkan pada kelompok kontrol 53,45% kategori baik dan 46,55% kurang baik. Tingkat perkembangan anak dalam DQ mendapatkan 16,16% di bawah rerata (<90), 58,82% rata-rata (DQ 90-109), dan 23,23% di atas rerata (>110). Kenaikan DQ dari pretest ke post-test pada kelompok perlakuan sebesar 14,27+12,12 dibandingkan dengan 1,37+18,55 pada kelompok kontrol.
Simpulan. Stimulasi dengan panduan video meningkatkan DQ bayi usia 6-12 bulan lebih tinggi daripada stimulasi berdasarkan buku KIA.

Developmental stimulation at an early age improves children's abilities in all areas of development. The quality of care performed by the mother and other family plays a role in determining the success of stimulation. More effective and informative educational methods are needed to improve the quality of maternal care. Stimulation guide videos are expected to be a good learning tool for mothers and caregivers of the child.
Objective.
Assessing the increase in the level of development (Developmental Quotient/DQ) infants aged 6-12 months after being given stimulation by mothers who received stimulation guidance videos compared to babies who were self-stimulated by mothers based on the MCH Handbook.
Methods.
An open randomized controlled trial that compared the quality of care and development levels of infants aged 6-12 months before and after treatment in the form of providing developmental stimulation videos to mothers compared to a control group that performed stimulation based on the MCH book. Assessment of the quality of care using the HOME Inventory instrument, and the level of development (DQ) using Griffith-III. Assessed the quality of childcare, DQ of children as a whole, comparison of DQ before and after treatment in the two groups, the relationship between the quality of care, and DQ and the increase in DQ in both groups.
Results.
HOME Inventory scores in the good category (score 27 and above) in the treatment group were 84.09% and 15.91% were not good (below 27), while in the control group 53.45% were in good categories and 46.55% were not good. The level of child development in the DQ was 16.16% below the average (<90), 58.82% on average (DQ 90-109) and 23.23% above the average (> 110). The increase in DQ from pretest to posttest in the treatment group was 14.27 + 12.12 compared to 5.02 + 18.55 in the control group.
Conclusions.
Video stimulation can increase the DQ value of infants aged 6-12 months more than self-stimulated method based on the MCH handbook.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Otty Mitha Sevianti
"ABSTRAK
Perkembangan anak merupakan sesuatu yang bersifat multi
dimensi dan terdiri atas area kognitif, bahasa, fungsi gerak, sosial emosional dan
perilaku adaptif, masing-masing memiliki nilai tersendiri namun saling
berintegrasi. Dua metode stimulasi (Glenn Doman (GD) dan Kemenkes (K))
dinilai kualitasnya dalam penelitian ini.
Tujuan.Mengetahui pengaruh perbedaan stimulasi metode GD dan K terhadap
skor perkembangan bayi usia 6-12 bulan.
Metode.Penelitian kohort prospektif pada bayi normal.Skrining perkembangan
awal dilakukan menggunakan alat ukur Denver.Pasca 3 bulan intervensi,
perkembangan bayi dinilai menggunakan BSID edisi-III yang terlebih dahulu
dilakukan uji validitas dan reliabilitas.Kualitas stimulasi rumah di nilai
menggunakan alat ukur HOME.
Hasil.Skor validitas dari BSID edisi-III adalah 0,964 (kognitif), 0,934 (bahasa),
0,822 (gerak) dengan Cronbach Alpha sebesar 0,918 serta reliabilitas test-retest
0,846. Subjek yang memenuhi kriteria sebanyak 88 orang, dengan jenis kelamin
laki-laki (61,4%), usia 9-12 bulan (68,2%), status gizi baik (75%). Perbedaan
bermakna terdapat pada skor HOME dan semua aspek penilaian perkembangan
BSID di kedua grup setelah masa intervensi 3 bulan (p<0,001). Skor grup GD
lebih unggul 1 angka dibandingkan K pada skor HOME (p=0,024) and 32 angka
lebih unggul pada skor BSID (p=0,002). Faktor jumlah anak bermakna secara
statistik memengaruhi perkembangan dengan risiko relative 3.13 (IK 95% 1.18-
8.33, p=0,022).
Simpulan.Instrumen BSID edisi-III versi Bahasa Indonesia merupakan alat ukur
yang sahih dan andal untuk digunakan pada penelitian ini. Secara umum tidak
terdapat perbedaan skor perkembangan bayi usia 6-12 bulan yang mendapat
stimulasi metode GD dan K kecuali perkembangan perilaku adaptif.

ABSTRACT
Child development is multi-dimensional and encompasses cognitive, language, sensory-motor, social-emotional, adaptive behavior domains, all of
which are interdependent. Two stimulation interventions (Glenn Doman (GD) and
Kemenkes (K) methods) were conducted in this study.
Aims.To investigate the difference in developmental aspects after intervention
with GD and K methods in infants age 6-12 months.
Methods. This was a prospective cohort study in normal developmental infants.
Developmental screening at enrollment used Denver instrument. Three months
post intervention, the development was assessed with BSID III, in which
validation and reliability test were undertaken as first step. A modified version of
HOME inventory was used as edition to assess home environment.
Results.The validity score of BSID-III was 0.964 (cognitive), 0.934 (language),
0.822 (motor) with Cronbach alpha of 0.918 and a reliability test-retest of 0.846.
There were 88 subjects fulfilled the criteria. Subject mostly were male (61.4%) 9-
12 months old (68.2%), normal anthropometric status (75%). The results revealed
significant differences in HOME score and all aspects of Bayley score in GD and
K group after 3 months intervention period (p<0.001). The GD benefited 1 point
compared with K group in HOME score (p=0.024) and 32 points in Bayley score
(p=0.002). Number of children was the most influential factor in infants’
development with a relative risk of 3.13 (CI95% 1.18-8.33, p=0.022).
Conclusions.The Bahasa Indonesia version of BSID-III was a reliable and valid
tool for the assessment of this study. There was no difference in developmental
score at age 6-12 months who had GD and K stimulation methods except for
adaptive behavior scale."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Sulastri
"Latar belakang: Bayi moderate to late preterm menempati 80% populasi kelompok usia bayi prematur. Banyaknya komplikasi dan komorbiditas yang dapat terjadi pada bayi prematur menuntut adanya pemantauan perkembangan yang konsisten, praktis, efisien, dan sedini mungkin. Hal tersebut ditujukan untuk mencegah, mendeteksi, dan memberikan penanganan awal yang optimal. Instrumen uji tapis yang baik harus memiliki validitas, reliabilitas, sensitivitas dan spesifitas yang baik, serta lengkap meliputi semua aspek ranah perkembangan. Tujuan: Membandingkan sensitivitas dan spesifisitas uji tapis ASQ-3 dan Denver II terhadap baku emas Bayley-III dalam deteksi gangguan perkembangan pada bayi prematur usia koreksi 6–12 bulan.
Metode: Penelitian potong lintang pada bayi prematur usia koreksi 6-12 bulan di Klinik Tumbuh Kembang RSCM pada bulan Oktober-Desember 2023. Kuesioner ASQ-3 diisi oleh orang tua dengan panduan petugas. Pemeriksaan Denver II dan Bayley III dinilai oleh dokter residen anak dan psikolog klinis anak yang terlatih pemeriksaan Bayley III. Hasil pemeriksaan dianalisis statistik dengan SPSS 25.
Hasil: Enam puluh dua subjek penelitian diperiksa dan didapatkan sensitivitas ASQ-3 dan Denver II dibandingkan dengan Bayley-III pada bayi prematur usia koreksi 6-12 bulan masing- masing adalah 89,66% dan 79,31% sedangkan spesifisitasnya sebesar 93,94% dan 87,88%. Selain itu, ASQ-3 memiliki nilai PPV, NPV, PLR, NLR dan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Denver II.
Kesimpulan: Uji tapis ASQ-3 memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dibandingkan dengan Denver II untuk deteksi gangguan perkembangan pada bayi prematur usia koreksi 6-12 bulan. Kuesioner ASQ-3 dapat digunakan untuk uji tapis gangguan perkembangan bayi prematur yang efektif dan mudah digunakan.

Background: Moderate to late preterm baby occupies 80% age group of preterm babies. The complications and comorbidities occur in preterm require consistent, practical, and efficient early developmental monitoring to aim optimal initial intervention. The developmental screening test instrument must have good validity, reliability, sensitivity and specificity, and covering all aspect developmental domain.
Objective: This study aims to investigate the sensitivity and specificity of two brief developmental screening, the Ages and Stages Questionnaires, 3rd Edition, Indonesian-version (ASQ-3) with the Denver Developmental Screening test II (Denver II).
Method: A cross-sectional design conducted in corrected aged 6 to 12 months preterm infants from Growth and Developmental Social Paediatric Clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital in October to December 2023. The ASQ-3 questionnaires was filled in by parents with guidance from health workers. Denver II and Bayley III was assessed by paediatric resident and trained paediatric clinical psychologist. Results: A total of 62 preterm infant was recruited. Sensitivity of ASQ-3 and Denver II compared to Bayley-III were 89,66% and 79,31%, respectively with specificity 93,94% and 87,88%, respectively. Furthermore, ASQ-3 showed higher PPV, NPV, PLR, NLR, and accuracy compared to Denver II.
Conclusion: The ASQ-3 questionnaires had significantly higher sensitivity and specificity compared to Denver II for developmental delay screening. This tool was appropriate for consistent screening due to its effectiveness and simplicity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ninis Indriani
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
610 JKI 18:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Sunardi
"Tujuan: Mengoptimalkan tumbuh kembang anak dengan mengetahui hubungan antara pola pemberian ASI dan MP·ASI dengan stunting pada bayi usia 6-12 bulan dan mengkatkan kadar seng serum bayi usia 6-12 bulan.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain nested case control. Subyek penelitian adalah bayi stunting dan tidak stunting.
Hasil: Jumlah subyek 90 bayi usia 6-12 bulan, 30 kasus, 60 kontrol. Kelompok kasus diambil secara purposive, sedangkan kelompok kontrol adalab bayi tidak stunting dengan matching jenis kelamin dan usia dalam rasio satu banding dua yang diambil acak sederhana. Subyek terdiri atas 45 bayi perempuan dan 45 bayi Iaki-laki. Sebagian besar (73,3%) subyek berusu.9-12 bulan. Berat badan lahir <-1 SD ditemukan pada 24,4% subyek dan panjang badan lahir <-1 SD pada 15,9% subyek (n= 44). Responden, yaitu ibu subyek, sebagian besar (87,8%) berusia antara 17-'15 lahun dan 58,9"10 berpendidikan rendah. Hampir seluruh subyek (96,7%) mendapat asupan seng di bawah AKG 2004. Pada penelitian ini didapatkan BB lahir <-1 SD merupakan faktor risiko yang bennakna (OR =1,51; P < 0,001) Untuk stunting. Uji statistik menuujukkan pola pemberian ASI dan MP-ASI kalegori tidak baik meningkatkan risiko stunting (OR = 1,122; 95% CI 0,351-3,581), walaupun seeara statistik tidak bermakna. Dengan analisis tambahan didapatkan tidak dilanjutkanya ASI setelah mendapat MP-ASI merupakan faktor risiko bermakna Untuk stunting (p ~0,039; OR 5,8). Rerata kadar seng serum bayi stunting 12,4 ± 1,7 umoL, yaitu termasuk dalam rentang marjinaI (10,7-<13 umol/L). Sebanyak 56,1% subyek stunting mempunyai kadar seng serum di bawah niIai normal (13 umol/L) dan 20% mempunyai kadar seng serum rendah «10,7 umol/L). Uji kore1asi menunjukan tidak ada hubungan antara kadar seng serum dengan asupan seng dan panjang badan untuk usia.
Kesimpulan: Pola pemberian ASI dan MP-ASI kategori tidak baik meningkatkan risiko stunting. Rerata kadar seng serum bayi stunting pada peneitian ini berada dalam rentang marjinal.

Objective: Aim of the study was to optimize child grosth by investigating the relationship between breastfeeding and complementary feeding practice and stunting among 6-12 mo infants, and to examine the zinc status of 6-12 months old stunted infants.
Method : A "nested" case-control design was used in this study. Subjects were stunted and nonstunted infants.
Results : A total of90 subjects of 6-12 mo infants in Tangerang participated in this study (30 cases and 60 _Is). Purposive sampling was used to obtain cases, while simple random sampling was used among matched controls (by gender and age). Gender were equally distributed in both groups. Mostof1he subjects (733%) were between 9-12 mo. Birth weight <-1 SD were found in 24.4% and length (n = 44) <-I SO in 15.9% subjects. Respondents, the subjects'mothers; mostly (87.8%) were between 17-35 yr and 58.9% were low educated.. Almost all (96.7%) subjects had zinc intake below Indonesian RDA 2004. This study demonstrated that birth weight <-1 SD was a significance risk factor (p<0.001; OR = 7.57) fur stunting. Statistical analysis showed that inappropriate breastfeeding and complementary feeding practice increased 1he risk fur stunting (OR= 1.122; 95% Cl 0351-3587), although statistically not significant. Further analysis showed that not continuing breastfeeding was a significant risk further for stunting (OR = 5.8 and p = 0.039). Mean serum zinc levels of 1he stunted subjects was 12.4 ± 1.7 umol/L (marginal levels 10.7-<13 pmollL). Serum zinc levels of 56.7% stunted subjects were under be normal levels (13 umol/L) and 20% hail low serum zinc levels <10.7 umol/L). Serum zinc levels did not show relationship with zinc in lake and height for age Z-score.
Conclusion : inappropriate feeding practice increased 1he risk for stunting. Mean serum zinc levels of stunted subjects in this study were in marginal range.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32010
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Apriyana
"Skripsi ini dilatar-belakangi oleh pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi dengan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran dan hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI eksklusif di wilayah Puskesmas Pasir Angin Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor.
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2012 dengan sampel ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan sebanyak 80 orang yang diperoleh dengan teknik accidental sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, dengan analisis data univariat dan bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan 77,5% tidak ASI eksklusif. Variabel yang memiliki hubungan bermakna secara statistik adalah pendidikan, pengetahuan dan ASI segera.

The thesis was based on the importance of exclusive breastfeeding with the purpose of the study to knowing the description and relationship factors that influence the exclusive breastfeeding behavior in Pasir Angin Health Center Bogor District Cileungsi.
The design study is a cross sectional study was done in May-June 2012 with a sample of mothers that have a infants aged 6-12 months, as many as 80 people who obtained the accidental sampling technique. The instrument was used questionnaire, with univariate and bivariate data analysis.
The results showed 77.5% were exclusively breastfed. Variables that have statistically significant relationships are education, knowledge and Immediate breastfeeding.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Antonia C.C. Paramitha
"Latar belakang: Perkembangan anak merupakan isu besar di dunia dan jumlah kasus ketelambatan tumbuh kembang anak di Indonesia masih tinggi. Banyak faktor dapat mempengaruhi terjadinya keterlambatan tumbuh kembang anak, salah satunya adalah nutrisi anak pada awal kehidupannya yang diperoleh melalui ASI (Air Susu Ibu). WHO merekomendasikan agar semua bayi menerima ASI eksklusif dengan periode minimal 6 bulan untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Di Indonesia, terdapat peningkatan jumlah pemberian ASI tetapi jumlah tersebut masih dianggap rendah dan tidak memuaskan.
Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mempelajari hubungan antara ASI eksklusif dengan perkembangan anak pada anak umur 9 ? 36 bulan.
Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Data mengenai perkembangan anak diperoleh dari tes dengan menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) sedangkan status ASI diperoleh dari kuesioner yang diisi oleh ibu dari anak yang dites. Dari 222 anak di Puskesmas Jatinegara dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), terdapat 89 anak yang memenuhi kriteria inklusi.
Hasil: Dari 89 anak yang dites, terdapat 39 anak dengan keterlambatan tumbuh kembang (43,82%) dan 29 anak dengan ASI eksklusif (32,58%). Proporsi anak dengan perkembangan normal adalah 56,18% dan persentase anak dengan ASI tidak eksklusif adalah 67,42%. Anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif memberikan kontribusi besar dalam kelompok anak dengan keterlambatan perkembangan (79,49%) dan 2,806 lebih tinggi mengalami keterlambatan perkembangan dibandingkan anak dengan ASI eksklusif.
Kesimpulan: Anak yang menerima ASI eksklusif memiliki perkembangan bahasa, motor dan sosial personal yang lebih baik dibandingkan dengan anak tanpa ASI eksklusif.

Background: Child development is a big issue in the world and the number of children with delayed development case in Indonesia is considered high. There are many factors that influence the occurrence of developmental delay including child's early nutrition, which is obtained through breastfeeding. WHO recommends for all babies to receive exclusive breastfeeding for at least 6 months to achieve optimal growth and development. In Indonesia, there is an increase percentage of breastfeeding however it is still considered low and unsatisfactory.
Aim: This research is conducted to study about the relationship between exclusive breastfeeding and child development in children aged 9 - 36 months old.
Methods: A cross sectional study was conducted using Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) to obtain child development status and questionnaire on breastfeeding completed by mother. From 222 children in both Puskesmas Jatinegara and Cipto Mangunkusumo Hospital, there were 89 children who met the inclusion criteria of this study.
Results: From the 89 children, there were 39 children with developmental delay (43.82%) and 29 children with exclusive breastfeeding (32.58%). Children with normal development were 56.18% and the percentage of children with nonexclusive breastfeeding was 67.42%. Children with non-exclusive breastfeeding contributed higher in the delayed development group (79.49%) and have 2.806 times higher possibility to experience delayed development. compared with those with exclusive breastfeeding.
Conclusion: Children who get exclusive breastfeeding have better outcome in language, motor and social personal development compared to those with nonexclusive breastfeeding.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana Purbasari
"ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar zat mangan dengan status perkembangan bayi. Studi cross-sectional dilakukan pada 84 bayi berusia 8-10 bulan di Jakarta Pusat tahun 2014. Metode pengukuran kadar zat mangan menggunakan LCMS/MS sedangkan status perkembangan dinilai dengan kuesioner Denver. Kemudian, dilakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan diperoleh distribusi kadar mangan tidak normal sehingga analisis dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney nilai p signifikan.

ABSTRACT
Kadar mangan memiliki nilai tengah 1,9?g/L dan jumlah bayi suspek gangguan perkembangan sebanyak 6 orang. Dari uji Mann-Whitney diperoleh nilai p=0,439 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar zat mangan dan status perkembangan bayi.
Purpose of this study is to determine relation between manganese concentration and developmental status. Cross sectional study was done involving 84 infants aged 8 10 months old in Central Jakarta on 2014. Manganese concentration was measured by LCMS MS while developmental status was assessed by Denver questionnaire. Next, Kolmogorov Smirnov normality test was done and showed non normal data distribution hence followed by Mann Whitney test."
2016
S70387
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
RR Mindo Poetri Permata
"Gangguan Perkembangan Pervasif (GPP) merupakan kelompok gangguan yang ditandai dengan abnormalitas dalam interaksi sosial, pola komunikasi, kecenderungan minat, gerakan yang terbatas, stereotipik, dan berulang. Prevalensi GPP dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berbagai faktor diduga berkaitan dengan GPP termasuk faktor perkembangan anak usia 0-12 bulan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara gangguan perkembangan anak usia 0-12 bulan dengan gangguan perkembangan pervasif. Penelitian ini menggunakan metode kasus-kontrol dengan jumlah kasus sebanyak 52 anak (44 laki-laki dan 8 orang perempuan) dan kelompok kontrol berjumlah 156 anak (132 laki-laki dan 24 orang perempuan). Kedua kelompok memiliki usia rerata 7,3 tahun. Data diperoleh dari wawancara dengan ibu kandung masing-masing anak.
Hasil penelitian menunjukkan gangguan perkembangan berdasarkan skor KPSP berhubungan dengan gangguan perkembangan pervasif. Sebanyak 16 anak (30,8%) pada kelompok kasus mengalami gangguan perkembangan pada usia 3 bulan dengan nilai p=0,001 dan OR=25,818. Hasil penelitian juga menunjukkan hasil yang bermakna pada KPSP 6 bulan (p=0,001 OR=30,477), 9 bulan (p=0,001 OR=18,442), dan 12 bulan (p=0,001 OR=245,333). Disimpulkan bahwa gangguan perkembangan anak usia 0-12 bulan merupakan faktor resiko penting Gangguan Perkembangan Pervasif.

Pervasive development disorders (PDD) is a group of developmental disorder that is characterized by abnormalities in social interaction, communication, tendency of interest, limited movement, stereotyped and repetitive. Prevalence of PDD is increasing every year. Many factors are suspected to have correlation with PDD including children development aged 0-12 months factors.
This study aimed to analyze the relationship between developmental disorders of children aged 0-12 months with pervasive developmental disorder. This case-control study includes 52 children diagnosed with PDD (44 males, 8 females, mean age of 7.3 years) and 156 normal developing children as control group (132 males, 24 females, mean age of 7.3 years). Historical data was obtained from their mothers. The results showed developmental disorders based on the scores KPSP associated with pervasive developmental disorder. A total of 16 children (30.8%) in the case group experienced a developmental disorder at the age of 3 months with a value of p = 0.001 and OR = 25.818.
The results also show significant results on KPSP 6 months (p = 0.001 OR = 30.477), 9 months (p = 0.001 OR = 18.442), and 12 months (p = 0.001 OR = 245.333). In coclusion, developmental disorders of children aged 0-12 months has an important role as risk factors of Pervasive Developmental Disorder (PDD).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>