Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132852 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adisty Fahira Pribadi
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis transaksi jasa logistik yang menjadi sengketa pajak antara PT X dan Pemeriksa Pajak mengenai saat pengakuan pendapatan serta menganalisis pelaporan PPN terkait. Sengketa pajak tersebut muncul karena Pemeriksa Pajak melakukan koreksi positif atas pengakuan pendapatan transaksi jasa logistik karena teknik pemeriksaan ekualisasi di mana penjualan dalam PPN lebih besar dari peredaran usaha dalam PPh Badan. Analisis dalam penelitian ini dilakukan menggunakan teori sengketa pajak, konsep penghasilan, pengakuan pendapatan, pengukuran pendapatan dan matching cost againts revenues principle. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengakuan pendapatan yang dikoreksi secara akuntansi sudah dilakukan dalam periode sebelumnya dan secara perpajakan sudah dilaporkan dalam periode sebelumnya. Secara akuntansi, pendapatan ini sudah seharusnya dilakukan pada periode sebelumnya karena telah memenuhi accrual basis, matching cost againts principle, dan PSAK 23. Secara perpajakan, pengakuan ini telah memenuhi persyaratan pembukuan dan prinsip taat asas menggunakan stelsel akrual. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan peraturan perpajakan tidak terdapat indikasi keterlambatan penerbitan faktur pajak karena terdapat opsi untuk menerbitkan faktur pajak bersamaan dengan penerbitan faktur penjualan pada periode berikutnya.

This study aims to analyze logistics service transactions that became a tax dispute between PT X and the tax authorities regarding the time of revenue recognition and analyze the related VAT reporting. The tax dispute arose because the Tax Auditor made a positive correction on the revenue recognition of logistics service transactions due to the equalization inspection technique where sales in VAT are greater than business circulation in Corporate Income Tax. The analysis in this study was carried out using dispute theory, the concept of income, revenue recognition, measurement of income and matching costs against revenues principles. The method in this study uses a qualitative method by in-dept interviews. The results of this study indicate that the corrected revenue has been recognized in the previous period and reported in the previous period. From accounting point of view, this income should have been made in the previous period because it has complied with the accrual basis, matching cost againts principle, and PSAK 23. In taxation, this recognition has complied with the bookkeeping requirements and the principles of compliance using accrual system. Furthermore, the results of the study indicate that based on tax regulations there is no indication of delay in the issuance of tax invoice because there is an option to issue tax invoices together with the issuance of commercial invoices in the next period."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cyntia Ayudia
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis transaksi uang titipan yang menjadi sengketa pajak antara fiskus dan PT X mengenai saat pengakuan pendapatan serta menganalisis implikasi perpajakan yang timbul atas transaksi tersebut. Analisis yang dilakukan dalam
penelitian ini menggunakan teori penghasilan, kewajiban (liabilitas), prinsip matching cost against revenue, claim of right doctrine, pajak pertambahan nilai, dan sengketa pajak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa koreksi positif peredaran usaha
atas penerimaan yang dicatat sebagai uang titipan berdasarkan kontrak Perjanjian Pengikatan Jual Beli belum dapat diakui sebagai penghasilan karena tidak memenuhi syarat kumulatif berdasarkan PSAK 23, tidak memenuhi prinsip matching cost against revenue, dan tidak memenuhi konsep claim of right doctrine. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa koreksi tidak dapat dibenarkan sehingga bukan merupakan objek pajak penghasilan, namun pembayaran angsuran jual beli kendaraan dapat menimbulkan implikasi pada pajak pertambahan nilai.
This study aims to analyze the cash deposit transaction which is a tax dispute between the tax authorities and PT X regarding the time of revenue recognition and to analyze the tax implications arising from the transaction. The analysis of this study used the base theroy principals: theory of income, obligations (liabilities), the principle of matching costs
against revenue, claims of right doctrine, value added tax, and tax disputes. The study approach in this research is qualitative with in-depth interviews. The results of this study indicate that the positive correction of business circulation of receipts recorded as cash deposit under the contract of binding purchase agreement cannot be recognized as income
because it does not meet the cumulative requirements under the finansial accounting standard (PSAK 23), does not meet the principle of matching cost against revenue, and does not meet the concept of claim of right doctrine. Furthermore, the results of the study indicate that the correction cannot be justified so that it is not an object of income tax, but the payment of the purchase and sale of vehicles can have implications for the value added tax."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Hilda Sulistio
"Pemberlakuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan memperluas basis PPN melalui pengurangan fasilitas PPN menjadi objek PPN yang diberikan pembebasan. Dengan adanya perubahan peraturan ini, maka jasa asuransi memiliki kewajiban administratif baru yang harus dipenuhi sebagai pelaku kebijakan. UU HPP berlaku efektif pada 1 April 2022, dan belum ada peraturan pelaksanaannya saat penelitian selesai. Kajian ini akan menganalisis perbedaan kebijakan PPN atas jasa asuransi sebelum dan sesudah UU HPP berlaku dan akan dikaitkan dengan asas kepastian dan efisiensi. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivis dengan jenis penelitian deskriptif. Data primer dan sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perbedaan tersebut terletak pada sisi administrasi dan kepastian hukum. Penerapan kebijakan ini belum memberikan kepastian bagi perusahaan asuransi karena adanya kendala dalam menentukan dasar pemungutan pajak dan waktu penerbitan faktur pajak. Karena perusahaan jasa asuransi belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban perpajakannya, maka dari segi efisiensi wajib pajak, kebijakan ini tidak efisien dengan biaya material, waktu, dan psikologis yang timbul selama pelaksanaan kebijakan ini.

The enactment of the Tax Regulations Harmonization Law expanded the VAT base through the reduction of VAT facilities to become VAT objects that are granted exemptions. With the change in this regulation, insurance services have new administrative obligations that must be fulfilled as policy actors. the HPP Law effective date is on April 1, 2022, and there are no implementing regulations when the research is completed. This study will analyze the differences in VAT policies for insurance services before and after the HPP Law is effective and will be linked to the principles of certainty and efficiency. This research used a post-positivist approach with a descriptive research type. Primary and secondary data were obtained through library research and in-depth interviews. The result of the study concluded that the differences were on the administrative side and legal certainty. The application of this policy has not provided certainty for insurance companies due to constraints in determining the base of tax collection and time for issuing tax invoices. Because insurance service companies have not fully implemented their tax obligations, in terms of taxpayer efficiency, this policy is not efficient with material, time, and psychological costs that arise during the implementation of this policy. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Elisabet
"Indonesia dan Uni Eropa telah mengambil langkah unilateral untuk menerapkan
pajak layanan digital. Skripsi ini mengkaji (i) pengaturan pajak layanan digital di
Indonesia dan Uni Eropa serta (ii) apakah pengaturan pajak layanan digital tersebut
melanggar kewajiban nondiskriminasi negara anggota WTO dalam GATS. Melalui
penelitian hukum yuridis normatif dan pendekatan perundang-undangan,
komparatif, dan kasus, dapat disimpulkan bahwa pertama, pajak layanan digital
dikenal di Indonesia sebagai pajak transaksi elektronik dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang menerapkan kriteria kehadiran ekonomi signifikan. Di
Uni Eropa, pajak layanan digital diatur melalui Council Directives, di mana
pengaturan pengenaan pajak tersebut menggunakan metode ring-fencing dan
kriteria significant economic presence. Kedua, kewajiban nondiskriminasi dalam
GATS terdapat dalam Pasal II tentang Most-Favoured Nation dan Pasal XVII
tentang National Treatment serta yurisprudensi yang relevan dari putusan WTO.
Pengaturan pajak layanan digital Indonesia dan Uni Eropa tidak bersifat
diskriminatif, sebab berdasarkan indikator-indikator yang ada, tidak terbukti
adanya diskriminasi de jure maupun de facto. Saran berdasarkan kesimpulan
tersebut yaitu bagi Indonesia dan Uni Eropa untuk mempersiapkan bukti yang
menunjukkan tidak adanya perlakuan kurang menguntungkan terhadap negara
anggota WTO tertentu dalam praktik pengenaan pajak layanan digital oleh
Indonesia dan Uni Eropa apabila terdapat negara anggota yang mengajukan gugatan
diskriminasi ke WTO. Selanjutnya, apabila terdapat negara anggota yang
mengambil tindakan retaliasi, Indonesia dan Uni Eropa disarankan untuk
mengajukan gugatan diskriminasi ke WTO atas tindakan retaliasi tersebut.

Indonesia and the European Union (EU) have taken unilateral actions to implement
digital services tax. This thesis examines (ii) digital services tax regulation in
Indonesia and the EU and (ii) whether the digital services tax regulation violates
the non-discrimination obligation of WTO members according to the GATS.
Through conducting a judicial normative legal research whilst applying a statutory,
comparative and case-study approach, it can be concluded that firstly, digital
services tax in Indonesia is known as an electronic transaction tax and is regulated
by law, which implements significant economic presence criteria. In the European
Union, digital services tax is regulated through the Council Directives, in which the
regulation implements ring-fencing method as well as significant economic
presence criteria. Secondly, the non-discrimination obligations in GATS are
promulgated in Article II concerning Most-Favored Nation Treatment and Article
XVII concerning National Treatment as well as relevant jurisprudence of WTO
case laws. Indonesia and the EU's digital services tax regulation are not
discriminatory, because based on existing indicators, the existence of both de jure
and de facto discrimination is not proven. The suggestion would be for Indonesia
and the EU to provide evidence that shows the absence of unfavorable treatment of
certain WTO member states in digital services tax practices by Indonesia and the
EU, in the event that there are member states who decides to challenge the measures
to the WTO. Subsequently, in the event that certain member states decide to take
retaliation measures, it is suggested that Indonesia and the EU challenge said
measure to the WTO.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Elisabet
"Indonesia dan Uni Eropa telah mengambil langkah unilateral untuk menerapkan
pajak layanan digital. Skripsi ini mengkaji (i) pengaturan pajak layanan digital di
Indonesia dan Uni Eropa serta (ii) apakah pengaturan pajak layanan digital tersebut
melanggar kewajiban nondiskriminasi negara anggota WTO dalam GATS. Melalui
penelitian hukum yuridis normatif dan pendekatan perundang-undangan,
komparatif, dan kasus, dapat disimpulkan bahwa pertama, pajak layanan digital
dikenal di Indonesia sebagai pajak transaksi elektronik dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang menerapkan kriteria kehadiran ekonomi signifikan. Di
Uni Eropa, pajak layanan digital diatur melalui Council Directives, di mana
pengaturan pengenaan pajak tersebut menggunakan metode ring-fencing dan
kriteria significant economic presence. Kedua, kewajiban nondiskriminasi dalam
GATS terdapat dalam Pasal II tentang Most-Favoured Nation dan Pasal XVII
tentang National Treatment serta yurisprudensi yang relevan dari putusan WTO.
Pengaturan pajak layanan digital Indonesia dan Uni Eropa tidak bersifat
diskriminatif, sebab berdasarkan indikator-indikator yang ada, tidak terbukti
adanya diskriminasi de jure maupun de facto. Saran berdasarkan kesimpulan
tersebut yaitu bagi Indonesia dan Uni Eropa untuk mempersiapkan bukti yang
menunjukkan tidak adanya perlakuan kurang menguntungkan terhadap negara
anggota WTO tertentu dalam praktik pengenaan pajak layanan digital oleh
Indonesia dan Uni Eropa apabila terdapat negara anggota yang mengajukan gugatan
diskriminasi ke WTO. Selanjutnya, apabila terdapat negara anggota yang
mengambil tindakan retaliasi, Indonesia dan Uni Eropa disarankan untuk
mengajukan gugatan diskriminasi ke WTO atas tindakan retaliasi tersebut.

Indonesia and the European Union (EU) have taken unilateral actions to implement
digital services tax. This thesis examines (ii) digital services tax regulation in
Indonesia and the EU and (ii) whether the digital services tax regulation violates
the non-discrimination obligation of WTO members according to the GATS.
Through conducting a judicial normative legal research whilst applying a statutory,
comparative and case-study approach, it can be concluded that firstly, digital
services tax in Indonesia is known as an electronic transaction tax and is regulated
by law, which implements significant economic presence criteria. In the European
Union, digital services tax is regulated through the Council Directives, in which the
regulation implements ring-fencing method as well as significant economic
presence criteria. Secondly, the non-discrimination obligations in GATS are
promulgated in Article II concerning Most-Favored Nation Treatment and Article
XVII concerning National Treatment as well as relevant jurisprudence of WTO
case laws. Indonesia and the EU's digital services tax regulation are not
discriminatory, because based on existing indicators, the existence of both de jure
and de facto discrimination is not proven. The suggestion would be for Indonesia
and the EU to provide evidence that shows the absence of unfavorable treatment of
certain WTO member states in digital services tax practices by Indonesia and the
EU, in the event that there are member states who decides to challenge the measures
to the WTO. Subsequently, in the event that certain member states decide to take
retaliation measures, it is suggested that Indonesia and the EU challenge said
measure to the WTO.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Briliana Aiko Shiga
"Pada 2021, pemerintah Indonesia menetapkan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengatur beberapa perubahan kebijakan dalam bidang perpajakan, salah satunya kebijakan pajak atas natura. Natura yang kini dipotong oleh Pajak Penghasilan (PPh), dapat menimbulkan kompleksitas antara pemotongan PPN terhadap natura yang digunakan sebagai pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan kebijakan pajak atas natura setelah diberlakukannya UU HPP, khususnya dampaknya terhadap pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma dari natura yang sudah menjadi objek PPN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi lapangan melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kebijakan ini meningkatkan beban administrasi perusahaan, risiko perpindahan lapisan tarif pajak bagi karyawan, serta kompleksitas dalam menentukan objek pajak yang tepat antara natura, pemakaian sendiri, dan pemberian cuma-cuma. Penelitian ini memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar dapat menekankan sosialisasi dan edukasi berkelanjutan kepada Wajib Pajak untuk meminimalkan kesalahan dalam pelaksanaan peraturan baru. Perusahaan juga diharapkan proaktif dalam memantau informasi perpajakan terbaru dan menjaga komunikasi dengan otoritas pajak guna memastikan kepatuhan dan kelancaran implementasi kebijakan baru ini.

In 2021, the Indonesian government enacted the Harmonization of Tax Regulations Law (HPP Law), which introduced several policy changes in taxation, including the taxation of benefits in kind. Benefits in kind, now subject to Income Tax (PPh), may lead to complexity regarding the application of VAT on benefits in kind used for personal consumption and gratuitous gifts. This study aims to analyze the changes in taxation policy on benefits in kind following the implementation of the HPP Law, particularly its impact on personal use and gratuitous gifts of benefits in kind already subject to VAT. This research employs a qualitative approach, collecting data through field studies involving in-depth interviews and literature reviews. The findings indicate that the policy change increases administrative burdens for companies, risks of tax bracket shifts for employees, and complexities in determining the correct tax objects among benefits in kind, personal use, and gratuitous gifts. The study recommends that the government emphasize continuous socialization and education for taxpayers to minimize errors in implementing the new regulations. Companies are also encouraged to proactively monitor the latest tax information and maintain communication with tax authorities to ensure compliance and smooth implementation of the new policy."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairunnisya Wati
"Laporan ini menganalisis pemeriksaan pajak penghasilan badan tahun 2016 PT DEF yang disebabkan karena kompensasi kerugian fiskal serta permohonan pengajuan restitusi pajak penghasilan badan. Terdapat beberapa koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa terkait SPT PPh Badan tahun 2016 milik PT DEF, yaitu peredaran usaha, objek PPh Pasal 21, serta biaya usaha lainnya. Koreksi dari hasil pemeriksaan disebabkan karena perbedaan penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku oleh Pemeriksa dan PT DEF. PT DEF menanggapi koreksi tersebut dengan menyediakan dokumen-dokumen terkait sebagai bukti bentuk kepatuhan PT DEF terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dari hasil analisis tersebut disimpulkan bahwa PT DEF telah melakukan sebagian kewajiban perpajakannya dengan baik, yaitu pada biaya usaha lainnya, namun belum dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik pada hasil pemeriksaan peredaran usaha dan objek PPh Pasal 21. Sehingga pada peredaran usaha dan objek PPh Pasal 21 diperlukan pemahaman peraturan perundang-undangan perpajakan serta manajemen perpajakan yang lebih baik oleh PT DEF.

This report analyzes PT DEF's 2016 corporate income tax audit due to the compensation for fiscal losses as well as applications for corporate income tax refund. There are some corrections made by the Tax Auditor regarding the 2016 Corporate Income Tax Return of PT DEF, namely gross income, object of Article 21 Income Tax, and other operating expenses. Corrections from the results of the tax audit are due to differences in the application of tax laws and regulations applied by the Tax Auditor and PT DEF. PT DEF responded to the corrections by providing related documents as proof of PT DEF's compliance with applicable tax laws and regulations. From the results of the analysis it was concluded that PT DEF had carried out part of its tax obligations well, which is in the other operating expense, but had not been able to carry out its tax obligations in audit results of gross income and object of Article 21 Income Tax. So, in gross income and object of Article 21 Income Tax it is necessary for PT DEF to have a better comprehension on related tax laws and regulations and a better tax management."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta Salemba Empat 2000,
343.04 Und u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Farah Nabiila
"Kegiatan retur tidak mungkin dihindari dalam proses bisnis perusahaan, termasuk pula yang dilakukan PT X. Sebagai salah satu perusahaan yang dikenakan koreksi pajak oleh DJP dalam hal pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan Impor Barang Kena Pajak yang diretur kembali yang tidak memiliki hubungan dengan kegiatan usaha PT X pada Tahun Pajak 2015 dan 2017. Penelitian ini menganalisis koreksi pajak pertambahan nilai PT X terkait koreksi fiskus atas pengkreditan Pajak Masukan perolehan Impor Barang Kena Pajak yang diretur kembali ke luar Daerah Pabean yang berujung pada sengketa untuk Tahun Pajak 2015 serta menganalisis apakah sudah sesuai dengan asas ease of administration. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik penumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Sengketa disebabkan oleh adanya perbedaan argumen antara PT X dengan DJP terkait penafsiran peraturan yang berhubungan dengan frasa “kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen” pada Pasal 9 Ayat 8 huruf b Undang - Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan perlakuan atas koreksi yang dikenakan dengan tahun pajak berbeda kasus pengkreditan Pajak Masukan perolehan Impor Barang Kena Pajak untuk kegiatan retur kembali serta koreksi yang dikenakan kepada PT X tidak memenuhi asas ease of administration.

Returns are unavoidable in the company's business processes, including those carried out by PT X. As one of the companies subject to tax correction by DGT in terms of crediting Input Tax on the acquisition of returned Imported Taxable Goods that have no relationship with PT X's business activities in the 2015 and 2017 Fiscal Years. This research discusses the analysis of PT X's value added tax correction related to the tax authority correction for crediting the Input Tax on the acquisition of the Imported Taxable Goods returned outside the Customs Area which resulted in a dispute for the 2015 Fiscal Year and analyzes with Ease of Administration principle in deliberation. This study uses a qualitative approach with data collection techniques through in-depth interviews and literature study. The dispute was caused by differences in arguments between PT X and the DGT regarding the interpretation of regulations relating to the phrase “production, distribution, marketing and management activities” in Article 9 Paragraph 8 letter b of the VAT Law and Sales Tax on Luxury Goods. The result of this research concludes that there are differences in the treatment of corrections imposed by different tax years in the case of crediting the Input Tax on the acquisition of Taxable Goods for returns and corrections imposed on PT X that do not fulfill the Ease of Administration principle."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Kade Dewi Utami
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapat Pemeriksa dan PT. ABC atas sengketa koreksi tentang service charge serta menganalisis implikasi pajak yang timbul dalam sengketa koreksi atas service charge ini. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teori sistem pemungutan pajak, pemeriksaan pajak, teori akuntansi dan konsep penghasilan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan melakukan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini adalah menurut pendapat Pemeriksa, service charge yang diterima dari transaksi sewa hotel harus diakui sebagai penghasilan PT. ABC karena service charge tersebut merupakan bagian yang melekat pada penerimaan utama PT. ABC dan implikasi pajak yang timbul adalah atas komponen service charge tersebut dikenakan pajak di level perusahaan dan karyawan karena Pemeriksa tidak melakukan penyesuaian pada biaya operasional. Sementara menurut PT. ABC service charge merupakan utang kepada karyawan karena substansi service charge merupakan hak karyawan sehingga tidak berhak diakui sebagai penghasilan PT. ABC, dimana hal ini menyebabkan ketidaksesuaian menurut ketentuan pajak karena PT. ABC diwajibkan untuk memotong PPh 21 karyawan. Oleh karena itu, disajikan skema alternatif dimana Wajib Pajak dapat mengubah skema pencatatan atas service charge atau dengan melakukan rekonsiliasi fiskal.

This study aims to analyze the argumentation between fiscus and PT. ABC for fiscal adjustment dispute regarding service charge as well as analyzing the tax implications arising in the correction dispute regarding service charge. The analysis conducted in this study uses the theory of tax collection systems, tax audits, accounting theories and revenue concepts. The method used in this research is descriptive qualitative by conducting in depth interviews. The results of this study are according to the fiscus' argument, service charge received from a hotel rental transaction must be recognized as revenue of PT. ABC because the service charge is an integral part of PT. ABC and the tax implications arising are that the service charge component is taxed at the company and employee level because the fiscus does not make adjustments to operational costs. Meanwhile according to PT. ABC service charge is a liability to the employee because the substance of the service charge is the employees right so it is not entitled to be recognized as revenue of PT. ABC, where this might cause dispute according to the tax regulations because PT. ABC is required to withold personal employee income tax. Therefore, alternative schemes is presented where the Taxpayer can change the scheme used to record transaction related to service charge or by conducting fiscal reconciliation each year."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>