Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198493 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Clement Drew
"Penyakit COVID-19, yang etiologinya adalah virus korona SARS-CoV2, telah menjadi pandemi dan masuk ke Indonesia sejak Maret 2020. Virus ini menyerang sistem pernapasan tubuh dan menyebabkan kematian melalui mekanisme gagal napas. Indonesia memasuki tahun 2021 di peringkat ke-20 sedunia dalam jumlah kasus konfirmasi positif terbanyak, yakni dengan jumlah sebesar 751,270 kasus dan 22,329 kematian. Pemerintah Indonesia merespon dengan mengeluarkan berbagai kebijakan upaya preventif seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB), 3M dan 3T. Namun angka kejadian dan kematian akibat COVID-19 masih terus meningkat. Penting untuk dapat ditelusuri faktor resiko yang dapat meningkatkan resiko kematian pasien positif COVID-19 dan bagaimanakah respon kepatuhan masyarakat akan implementasi upaya preventif yang dilakukan oleh pemerintah. Penelitian ini menelusuri efek dari usia lanjut (>=60 tahun), jenis kelamin, adanya gejala saluran pernapasan, gejala luar saluran pernapasan, riwayat komorbid seperti diabetes mellitus, hipertensi, gagal ginjal kronik, gangguan hati kronik, penyakit paru obstruktif kronik dan obesitas dengan analisis kohort retrospektif. Data analisis diperoleh dari penelusuran epidemiologis (PE) oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta di lima wilayah DKI Jakarta sejak bulan Maret - September 2020. Sedangkan untuk respon kepatuhan masyarakat akan dinilai dari sudut pandang petugas kesehatan, yakni dengan diskusi kelompok bersama petugas Sudinkes dan puskesmas lima wilayah DKI Jakarta. Dari 35,463 sampel data PE Dinkes, diketahui ada 1017 kematian (2.87%). Analisis multivariat regresi logistik menunjukan bila usia lanjut (>=60 tahun) meningkatkan RR kematian sebesar 6.736 (95% IK 5.538 - 8.193), jenis kelamin laki-laki sebesar 1.305 (95% IK 1.113 - 1.529), adanya gejala saluran pernapasan sebesar 2.563 (95% IK 2.034 - 3.229), adanya gejala luar saluran pernapasan sebesar 2.485 (95% IK 1.965 - 3.142), riwayat gagal ginjal kronik sebesar 3.227 (95% IK 2.154 - 4.834), adanya riwayat hipertensi sebesar 4.396 (95% IK 3.196 - 6.047) dan riwayat diabetes mellitus sebesar 4.415 (95% IK 2.846 - 6.849). Persepsi petugas kesehatan akan kepatuhan masyarakat adalah seragam di lima wilayah, yakni kepatuhan dinilai baik pada masa awal pandemi dan semakin melonggar seiring berjalannya waktu. Hambatan yang ditemui pada umumnya berakar dari kurangnya pengetahuan masyarakat akan penyakit COVID-19 dan bagaimana untuk mencegahnya. Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan bila usia lanjut, jenis kelamin, gejala saluran pernapasan, gejala luar saluran pernapasan, riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan gagal ginjal kronik meningkatkan resiko mortalitas pasien positif COVID-19 di DKI Jakarta. Selain itu kepatuhan masyarakat dinilai petugas kesehatan semakin melonggar, sehingga upaya preventif primer yang dilakukan pemerintah perlu diperdalam dengan menjangkau dengan dialog kelompok-kelompok yang masih tidak patuh.

COVID-19, which is caused by SARS-CoV2 coronavirus, have spread into a pandemic and entered Indonesia in March 2020. COVID-19 attacks human respiratory system and causes death by means of respiratory failure. Indonesia started 2021 in the 20th position worldwide for the country with most confirmed COVID-19 cases, with 751,270 cases and 22,329 deaths. The government have responded by issuing various preventive policy, such as Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), 3M and 3T. However, the cases and deaths per day continues to rise. It is imperative that factors increasing COVID-19 mortality can be identified and how its citizen responded to government’s efforts to implement its preventive policies. The study will explore the effect of elderly age (>=60 years old), gender, presence of respiratory symtoms, presence of extra-pulmonary symptoms, comorbids such as diabetes mellitus, hypertension, chronic renal failure, chronic liver disease, chronic obstructive pulmonary disease and obesity by using retrospective cohort analysis. Analysis data were obtained from Jakarta Provincial Department of Health’s (Dinkes) epidemiological investigation (PE) in DKI Jakarta’s five region from March-September 2020. To determine how obedient the citizen was, group discussions were held with health officials from the Department of Health and officials from Puskesmas in DKI Jakarta’s five region. From 35,463 data samples from Dinkes’ PE, there were 1017 deaths (2.87%). Multivariate logistic regression revealed that elderly age (>=60 years old) increases mortality risk by 6.736 (95% CI 5.538 - 8.193), male gender by 1.305 (95% CI 1.113 - 1.529), presence of respiratory symptoms by 2.563 (95% CI 2.034 - 3.229), presence of extra-pulmonary symptoms by 2.485 (95% CI 1.965 - 3.142), history of chronic renal failure by 3.227 (95% CI 2.154 - 4.834), hypertension comorbid by 4.396 (95% CI 3.196 - 6.047) and diabetes mellitus comorbid by 4.415 (95% CI 2.846 - 6.849). Health officials’ perception of citizen’s obedience were uniform in all five regions, in which they were obedient in the early period of pandemic, and it grew worse the longer the pandemic goes on. Most of the obstacles health officials met on the field originated from the citizen’s lack of knowledge about COVID-19 and how to prevent it from spreading. From this study, we acquired the knowledge that elderly age, male gendered, having respiratory symptoms, having extra-pulmonary symptoms, having comorbids such as hypertension, diabetes mellitus and chronic renal failure increases DKI Jakarta COVID-19 patients’ mortality risk. We also found that citizen’s obedience in health officials’ perspective have worsened, which warrants more effort from the government to implement primary prevention measures by method of dialogues with certain disobedient group in society."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Widuri Wulandari
"Pendahuluan: Komorbid Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu faktor risiko kematian pada kasus konfirmasi Coronavirus Diseases (COVID-19). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan komorbid DM dengan kematian pada kasus konfirmasi COVID-19 di DKI Jakarta, periode Maret-Agustus 2020 setelah dikontrol dengan variabel perancu.
Metode: Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif. Kriteria inklusi adalah kasus yang terkonfirmasi COVID-19 dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) yang dilaporkan kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) provinsi DKI Jakarta, dengan variabel yang lengkap. Kriteria eksklusi adalah wanita hamil. Dari total 41.008 kasus dalam laporan COVID-19 dinkes provinsi DKI Jakarta, terdapat 30.641 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 1.480 sampel dalam penelitian ini diambil dari semua (740) kasus COVID-19 dengan komorbid DM dan 740 kasus COVID-19 tanpa komorbid DM yang diambil melalui simple random sampling dari 29.901 kasus COVID-19 tanpa komorbid DM. Data analisis menggunakan regresi cox proporsional hazard.
Hasil penelitian menunjukkan besar hubungan kasar komorbid DM dengan kejadian kematian pada kasus COVID-19 Crude Hazard Ratio (CHR) 7,4 (95% CI 4,5-12,3, nilai p < 0,001). Besar hubungan komorbid DM dengan kejadian kematian pada kasus COVID-19 setelah dikontrol oleh kovariat (komorbid hipertensi dan kelompok usia (> 50 tahun dan < 50 tahun) adalah Adjusted Hazard Rasio 3,9 (95% CI 2,2-6,8 nilai p <0,001), yang berarti kasus COVID-19 dengan komorbid DM berisiko 3,9 kali untuk mengalami kejadian kematian.
Diskusi: Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lainnya yang menunjukkan komorbid DM meningkatkan risiko kematian COVID-19. Untuk menurunkan kejadian kematian pada kasus COVID-19 dengan komorbid DM, diperlukan strategi pencegahan dan tatalaksana COVID-19 dengan triase dan perhatian khusus untuk tatalaksana cepat dan tepat serta monitoring untuk kasus COVID-19 dengan komorbid DM.

Introduction: Comorbid Diabetes Mellitus (DM) is one of the risk factors for Coronavirus Diseases (COVID-19) mortality. Aim of this study is to determine the association of comorbid diabetes mellitus and COVID-19 mortality among COVID-19 confirmed cases in DKI Jakarta for period March-August 2020, after being controlled with confounding variables.
Methode: The study design is a retrospective cohort. The inclusion criteria are confirmed cases of COVID-19 with Polymerase Chain Reaction (PCR) reported to the DKI Jakarta provincial health office, with complete variables. Exclusion criteria is pregnant women. Of the total 41,008 cases in the Jakarta provincial health office's COVID-19 report, there are 30,641 cases that met the inclusion and exclusion criteria. 1,480 samples in this study are taken from all (740) COVID-19 cases with comorbid DM and 740 COVID-19 cases without comorbid DM which are taken through simple random sampling of 29,901 COVID-19 cases without comorbid DM. The data were analyzed using cox proportional hazard regression.
The study result indicates that the crude association between DM and mortality among COVID-19 confirmed cases is Crude Hazard Ratio (CHR) 7,4 (95% CI 4,5-12,3, pValue < 0,001). While association between DM and mortality among COVID-19 confirmed cases after being controlled by covariates (hypertensive comorbidities and age groups (> 50 years and < 50 years) is 3.9 (95% CI 2.2- 6.8, p Value <0.001), which means that COVID-19 cases with comorbid DM have a 3.9 times risk of death.
Discussion: The results of this study are in line with other studies that indicate DM co- morbidities increase the risk of death from COVID-19. To reduce the incidence of death in COVID-19 cases with comorbid DM, a strategy for preventing and treating COVID- 19 with triage and special attention is needed for rapid and prompt management and monitoring for COVID-19 cases with comorbid DM.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfalast Susetyo Dewanto
"Coronavirus Disease 2019 atau COVID-19 merupakan pandemi yang menjangkiti di lebih dari 200 negara di seluruh dunia. Indonesia sebagai negara terpadat keempat di dunia, diprediksi akan menghadapi ancaman besar pandemi ini. Sebagai ibukota negara, wilayah DKI Jakarta sangat terinfeksi dan disebut sebagai episentrum penyebaran COVID-19 di Indonesia. Upaya pemerintah DKI Jakarta menekan penyebaran virus yakni penerapan kebijakan perketatan atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada tanggal 25 Maret hingga 4 Juni 2020, selanjutnya diterapkan kebijakan PSBB transisi atau pelonggaran untuk memulihkan ekonomi. Kenaikan jumlah kasus positif dan kematian yang siginfikan pasca PSBB pelonggaran mengindikasikan adanya potensi manfaat (benefit) yang dapat diperoleh apabila terus dilakukan PSBB perketatan terus menerus. Penelitian ini ingin mengetahui besarnya benefit dari selisih antara kebijakan PSBB pelonggaran, dengan simulasi PSBB perketatan terus menerus sampai batasan tanggal 31 Agustus 2020. Benefit dampak kesehatan dihitung melalui morbiditas cost of illness diantaranya: Biaya Medis dan kehilangan produktivitas (TPL). Juga mortalitas menggunakan Nilai Statistik Kehidupan (VSL). Model ARIMA digunakan untuk simulasi prediksi pada data kasus positif dan metode transfer nilai satuan untuk prediksi kasus kematian. Apabila terus dilakukan perketatan, secara total kasus positif DKI Jakarta menurun sebesar 54,2% menjadi 18.460 kasus dan kematian hanya 550 kasus. Manfaat biaya medis yang dapat diperoleh bisa menghemat anggaran kesehatan sebesar Rp1,26 Trilyun. TPL berimbas pada kebanyakan rentang usia 30-34, 25-29, dan di atas 60 tahun dan memiliki manfaat sebesar Rp56 Milyar. Kematian banyak terjadi pada rentang usia di atas 60 tahun, manfaat VSL yang didapat Rp15,5 Trilyun.

Coronavirus Disease 2019 or COVID-19 is a pandemic that has affected more than 200 countries around the world. Indonesia, as the fourth most populous country in the world, is predicted to face a huge threat from this pandemic. As the national capital, the DKI Jakarta area is highly infected and is referred to as the epicenter of the spread of COVID-19 in Indonesia. The efforts of the DKI Jakarta government to suppress the spread of the virus through the implementation of more restrictive policies or Large-Scale Social Restrictions (PSBB) from March 25 to June 4, 2020, then the implementation of loosening of the restriction of the PSBB policy to recover the economy have impacted on various aspects. The increase in the number of positive cases and deaths, which became quite significant after the relaxation of the restrictions, states that the potential benefits that can be obtained through the continuation of the implementation of PSBB are conspicuously obtrusive. This study, in consequence, wants to see the major ideals of the difference in the policy of alleviating the rigorousness of the restriction (PSBB), and in the progressive suppression of PSBB execution that had taken place until 31 August 2020. The health impact benefits are calculated through the morbidity of disease costs, including: Medical Costs and lost productivity (TPL), while the mortality using the Value Statistics of Life (VSL). ARIMA model is used for prediction simulation on positive case data and unit value transfer method for prediction of death cases. If the strict rules are saliently successful in containing the development of positive cases, then the total cases in DKI Jakarta will only have 54.2% or 18,460 cases and the death will only be 550 cases. Benefits of medical costs that can incur are a cut of the health budget amounting up to IDR 1.26 trillion. TPL affects most of those aged between 30-34, 25-29, and above 60 years and it also yields a benefit of IDR 56 billion. From the death of many aged above 60 years, it will contribute to the benefits of VSL that totals up to IDR 15.5 trillion."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfianita
"Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020, telah menyatakan bahwa Coronavirus Disease-19 (Covid-19) mewabah sebagai pandemi global. Pandemi ini telah memberikan dampak krisis bagi dunia kesehatan, khususnya di Indonesia sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menanggung semua biaya pengobatan pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit. Pada kenyataannya proses pembayaran klaim memiliki beberapa kendala yang salah satunya Kementerian Kesehatan mengatakan kasus dispute rumah sakit mencapai 10,7 triliun rupiah. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan desain deskriptif untuk mengetahui bagaimana implementasi sistem klaim Covid-19 di DKI Jakarta tahun 2020 yang dilihat dari variabel komunikasi, sumber daya, disposisi, struktur birokrasi serta faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keberlanjutan sistem ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada umumnya hambatan yang terjadi pada sistem klaim pasien Covid-19 yaitu karena perbedaan persepsi antar petugas dan keterbatasan sumber daya manusia sehingga berkas yang dikumpulkan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan sistem ini antara lain kepastian kebijakan, pemahaman petugas terhadap kebijakan, kelengkapan dokumen, dan kecukupan sumber daya manusia. Oleh karena itu diharapkan pemerintah dapat melakukan sosialisasi atau pelatihan saat mengeluarkan kebijakan baru terkait sistem klaim ini agar implementasinya dapat berjalan dengan baik.

At March 11th 2020, World Health Organization (WHO) has declared Coronavirus Disease-19 as global pandemic. This pandemic has given crisis impact for health world, especially Indonesia so that the government stated that they will provide all treatment cost for Covid-19 patients that are admitted to hospital. However some claims payment process are deferred due to certain issues where Ministry of health said dispute hospital cases reach IDR 10,7 trillion. Therefore, this research was conducted in qualitative with descriptive design to understand how is implementation of Jakarta’s claims payment process of Covid-19 in 2020 that was attributed with variables communication, resource, disposition, bureaucracy structure and factors that contribute system’s continuity. This research reveals that issue of claiming system was determined by different perception between each staff and limited human resources resulting document collected are not corresponding with rule. Factors that are affecting THIS system’s success rate are policy certainty, worker’s comprehension of the policy, document completion, and sufficiently human resources. Therefore, it is hoped that the government can conduct socialization or training when issuing new policies related to this claim system so that its implementation can run well."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ageng Wiyatno
"Pneumonia merupakan penyakit infeksi pernafasan akut yang menyebabkan kematian tinggi di dunia khususnya pada anak-anak dan lansia. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai jenis infeksi yang mayoritas disebabkan oleh kelompok virus dan bakteri. Selama pandemi COVID-19, prevalensi pneumonia meningkat akibat sirkulasi SARS-CoV-2 yang juga dapat menyebabkan pneumonia. Penelitian ini mengidentifikasi etiologi virus dan bakteri pada kasus-kasus positif dan negatif COVID-19 di Jakarta, Indonesia. Penelitian ini menganalisis 245 kasus pneumonia yang terdiri atas 173 sampel negatif SARS-CoV-2 dan 72 sampel positif SARS-CoV-2. Sampel tersebut diperiksa menggunakan delapan panel virus menggunakan konvensional PCR dan dua panel bakteri menggunakan RT-PCR. Penelitian ini berhasil mengidentifikasi etiologi dari 109 (44.5%) sampel yang mayoritas adalah SARS-CoV-2 (n=41, 16.7%), paramyxovirus (n=18, 7.3%), herpesvirus (n=16, 6.5%) dan influenza (n=12, 4.9%). Sedangkan, dari kelompok bakteri sebanyak H.influenzae (n=21, 8.6%) dan S. pneumoniae (n=14, 5.7%). Prevalensi koinfeksi pada kasus pneumonia di Indonesia selama pandemik COVID-19 adalah 6.1%, dimana pada kasus positif SARS-CoV-2 (18.8%) lebih tinggi daripada pada kasus negatif (5.8%). Penelitian ini menggambarkan prevalensi patogen pada masa awal pandemik COVID-19 di Indonesia dan pengaruhnya dalam menyebabkan pneumonia pada pasien.

Pneumonia is an acute respiratory infection that causes high mortality in the world, especially in children and the elderly. Pneumonia can be caused by various types of infections, the majority of which are caused by groups of viruses and bacteria. During the COVID-19 pandemic, the prevalence of pneumonia increased due to circulating SARS-CoV-2 which can also cause pneumonia. This study identifies viral and bacterial etiology in positive and negative cases of COVID-19 in Jakarta, Indonesia. We analyzed 245 pneumonia cases consisting of 173 SARS-CoV-2 negative samples and 72 SARS-CoV-2 positive samples. We were able to identify the etiology of 109 (44.5%) samples, the majority of which were SARS-CoV-2 (n=41, 16.7%), paramyxovirus (n=18, 7.3%), herpesvirus (n=16, 6.5%) and influenza (n=12, 4.9%). Meanwhile, from the group of bacteria H. influenzae (n=21, 8.6%) and S. pneumoniae (n=14, 5.7%) were detected in this study. The prevalence of coinfection in pneumonia cases in Indonesia during the COVID-19 pandemic was 6.1%, whereas positive cases of SARS-CoV-2 (18.8%) were higher than in negative cases (5.8%). This study describes the prevalence of the pathogen in the early days of the COVID-19 pandemic in Indonesia and its influence in causing pneumonia in patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shela Rachmayanti
"Latar Belakang: SARS-CoV-2 variant of concern, Delta, menyebabkan lonjakan kasus dan mortalitas yang sangat tinggi di Indonesia pada pertengahan tahun 2021. Hal ini berdampak pada tingginya beban fasilitas kesehatan sehingga banyak pasien yang melakukan isolasi mandiri. Studi ini bertujuan untuk mempelajari dampak komorbiditas terhadap mortalitas pasien COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri pada periode tersebut.
Metode: Studi kohort retrospektif ini dilakukan dengan menggunakan data surveilans Dinas Kesehatan DKI Jakarta dari bulan Mei–September 2022. Population eligible adalah mereka yang berusia ≥18 tahun, terkonfirmasi positif Covid-19 dengan PCR dan melakukan isolasi mandiri, serta merupakan warga tetap DKI Jakarta. Probabilitas kesintasan dihitung dalam pengamatan 30 hari dengan menggunakan metoda Kaplan Meier. Analisis multivariat untuk mengestimasi risiko terjadinya kematian karena adanya komorbiditas dilakukan dengan menggunakan Regresi Cox multiple dan Cox-Extended jika ditemukan pelanggaran terhadap asumsi proportional hazard (adjusted Hazard Ratio dan IK95%).
Hasil: Terdapat 15.088 kasus Covid-19 terkonfirmasi dan melakukan isolasi mandiri. Kesintasan selama 30 hari pengamatan secara keseluruhan adalah 96,31%. Kesintasan lebih rendah terjadi pada kelompok dengan komorbiditas, berusia ≥60 tahun, laki laki dan memiliki gejala (p<0.00). Cox-extended multivariat menunjukan risiko kematian pada kelompok yang memiliki komorbiditas pada pengamatan <7hari adalah sebesar aHR3,78(IK95%: 2,94-4,87) dan pada pengamatan 7 hari atau lebih sebesar aHR1,78(IK95%: 1,41-2,95). Analisa multivariat lebih lanjut mendapatkan bahwa pasien dengan hipertensi dan DM mempunyai risiko untuk kematian sebesar aHR 3,20 (IK95%: 2,25-4,57) dibandingkan dengan mereka yang tidak mempunyai keduanya (hipertensi dan DM). Gangguan imunologi merupakan komorbid yang paling berperan meningkatkan mortalitas [aHR13,14 (IK95%: 2,79-91,71)]
Kesimpulan: Besarnya risiko mortalitas karena morbiditas selama masa pengamatan 30 hari ternyata berbeda pada pengamatan <7 hari (lebih tinggi) dibandingkan dengan 7-30 hari. Gangguan imunologi, adanya hipertensi dan DM Bersama merupakan komorbiditas yang paling berperan terhadap kesintasan, disamping variable lain, yaitu usia lanjut, laki laki dan bergejala.

Background: SARS-CoV-2 variant of concern, Delta, caused a surge in both the number of cases and deaths in Indonesia in mid-2021. This led to an increased burden to health facilities which caused patients to self-isolate at home. This study aims to investigate the impact of comorbidities to COVID-19 mortality among patients who self-isolated during that period.
Methods: This retrospective cohort study was conducted using surveillance data from May-September 2022, provided by DKI Jakarta District Health Office. The eligible population comprised of patients ≥18 years of age, COVID-19 confirmed by PCR, underwent self-isolation, and DKI Jakarta residents. The 30-day cumulative survival probability was calculated using Kaplan-Meier methods. Multivariable analysis was conducted to estimate mortality risk due to comorbidities using multiple Cox regression or Cox-extended if the proportional hazard assumption was violated (adjusted Hazard Ratio and 95%CI).
Results: A total of 15.088 patients with confirmed COVID-19 infection who underwent self-isolation were analysed. Overall 30-day survival was 96.31%. Survival was lower among those with comorbidities, age ≥60 years, male and symptomatic patients (p<0.00). Multivariable Cox-extended analysis revealed that the risk of mortality in patients observed <7 days was aHR3,78 (95%CI: 2,94-4,87) and those in patients observed ≥7 days was aHR1,78 (95%CI: 1,41-2,95). Further multivariable analysis showed that the risk of mortality of patients with both hypertension and diabetes was aHR 3,20 (95%CI: 2,25-4,57) compared to patients with neither condition. Immunological dysfunction was identified to pose the highest risk for mortality with aHR13,14 (95CI%: 2,79-91,71).
Conclusion: The risk of mortality posed by comorbidities during the 30-day follow-up was higher during <7-day observation compared to those with follow-up during 7–30 days. Survival was affected the most by immunological dysfunction, followed by the presence of both hypertension and diabetes, aside from other variables: old age, male and presence of symptoms.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magfira Adha Hernayanti
"Tesis ini membahas tentang hubungan antara faktor demografi, faktor individu, dan faktor pekerjaan terhadap kejadian kelelahan (fatigue) pada pekerja kantor di DKI Jakarta pada masa pandemi Covid-19 Maret 2020 – April 2022 di wilayah DKI Jakarta. Kebijakan yang mulai memberlakukan bekerja di kantor, di rumah atau Campuran di kantor dan di rumah berisiko pada terjadinya kelelahan pada pekerja. Data yang dikumpulkan untuk analisis, terkait faktor demografi (usia dan jenis kelamin), faktor individu (kehidupan sosial keluarga, kuantitas tidur, kualitas tidur, gangguan kesehatan, keadaan psikologis, dan perilaku tidak baik), dan faktor pekerjaan (kebijakam, penjadwalan, lingkungan ruang, beban kerja, durasi kerja, dan pekerjaan lain) terhadap kejadian kelelahan pada pekerja kantor diteliti menggunakan kuesioner (google form) kepada 202 responden di DKI Jakarta. Analisis menggunakan Chi-Square 2x2 untuk uji hubungan dua variabel dan uji regresi linear logistik untuk multivariat. Hasil telitian menunjukkan bahwa di DKI Jakarta selama masa pandemi Covid-19 Maret 2020 – April 2022 di wilayah DKI Jakarta, ada 33,7% pekerja mengalami kelelahan. Pekerja yang bekerja di kantor lebih banyak yang mengalami kelelahan yaitu 45,9%, sedangkan yang bekerja di rumah atau campuran 26,6% yang mengalami kelelahan. Uji statistik mendapatkan pekerja dengan gangguan kesehatan berpeluang 3,3 kali lebih berisiko kelelahan dibandingkan dengan pekerja yang tidak ada gangguan kesehatan (p 0,001; OR 3,300 (1,615-6,742)), yang berperilaku tidak baik lebih berisiko 2,4 kali dibandingkan yang berperilaku baik (p 0,012; OR 2,400 (1,214-4,745)), serta yang punya beban kerja berat berisiko 2,1 kali dibandingkan dengan yang tidak (p 0,038; OR 2,127 (1,041-4,344)). Sehingga, perlu dibangun model kebijakan untuk mengatasi persoalan kelelahan pada pekerja kantor di Masa Pandemi Covid-19 di Wilayah DKI Jakarta Wilayah DKI Jakarta.

This research discusses the relationship between demographic, individual factors, and occupational factors on the incidence of fatigue among workers in DKI Jakarta during the period of covid-19 March 2020 – April 2022 in DKI Jakarta. Policies that start enforcing work in the office, at home, or Mixed in the office and at home, can put workers at risk of fatigue. Data collected for analysis related to demographic factors (age and gender), individual factors (family social life, sleep quantity, sleep quality, health problems, psychological conditions, and negative behavior), and work factors (policy, work scheduling, space design, workload, duration of work, and other occupations) on the incidence of fatigue studied using a questionnaire (google form) to 202 worker respondents in DKI Jakarta. Analysis using Chi-Square 2x2 to test the relationship between two variables and linear logistic regression test for multivariate. The research results show that in DKI Jakarta during the Covid-19 pandemic period March 2020 – April 2022 in the DKI Jakarta area, 33.7% of workers experienced fatigue. More workers who work in offices experience fatigue, namely 45.9%, while those who work at home or a mixture of 26.6% experience fatigue. Statistical tests found that workers with health problems had a 3.3 times greater risk of fatigue compared to workers without health problems (p 0.001; OR 3.300 (1.615-6.742)), those who behaved badly were 2.4 times more at risk than those who behaved well (p 0.012; OR 2.400 (1.214-4.745)), and those who have a heavy workload are at risk 2.1 times compared to those who don't (p 0.038; OR 2.127 (1.041-4.344)). So, it is necessary to build a policy model to overcome the problem of fatigue in office workers during the Covid-19 Pandemic Period in the DKI Jakarta Region."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitty Noorillah
"Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Dengan adanya penyebaran virus Covid-19 ini Indonesia menerapkan beberapa kebijakan dan peraturan yang bertujuan untuk pencegahan persebaran virus Covid-19. Salah satu kebijakan yang diterapkan di Indonesia salah satunya kebijakan yang mengatur tentang perjalanan internasional dan pelaksanaan karantina bagi pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri. Pada tesis ini akan membahas tentang ancaman penyalahgunaan kebijakan karantina pelaku perjalanan luar negeri dan strategi dalam mencegah potensi penyalahgunaan kebijakan karantina tersebut di Indonesia. Latar belakang masalah yang mendasari penelitian ini adalah adanya perubahan kebijakan karantina pelaku perjalanan luar negeri yang berlaku secara dinamis dan cepat di negara Indonesia sepanjang tahun 2020 sampai dengan 2022. Adanya temuan beberapa pelanggaran pelaksanaan karantina yang diduga terjadi akibat oknum pelaksana karantina maupun penyelenggara karantina juga mendorong peneliti untuk mendalami permasasalahan tersebut. Penelitian ini menggunakan teori intelijen, teori keamanan nasional, teori strategi dan teori Human Security. Penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan secara kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif. Pengumpulan data penelitian melalui wawancara dan studi pustaka. Berdasarkan hasil wawancara, ditemukan ancaman dari pelanggaran sebagai bentuk penyalahgunaan kebijakan karantina PPLN adalah meningkatnya angka positif Covid-19 di Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena belum pahamnya PPLN terhadap pentingnya pelaksanaan karantina PPLN pasca melakukan perjalanan internasional dan kurangnya sosialisasi kepada masyarakat terkait perubahan regulasi perjalanan internasional yang mengatur terkait pelaksanaan karantina PPLN tersebut. Strategi untuk mengatasi ancaman penyalahgunaan kebijakan karantina PPLN yaitu mengoptimalisasi edukasi kepada masyarakat, menindak tegas setiap upaya pelanggaran yang dilakukan oleh oknum PPLN, meningkatkan kualitas sarana dan prasarana akomodasi repatriasi, melakukan evaluasi dan pengawasan secara ketat pada pelaksanaan karantina dan membuat Standar Operasional Prosedur sebagai pedoman bagi penyelenggara karantina guna mengetahui tugas, peran dan fungsinya dengan baik dalam pelaksanaan karantina PPLN di Indonesia.

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) is a new type of disease that has never been identified in humans before. With the spread of the Covid-19 virus, Indonesia has implemented several policies and regulations aimed at preventing the spread of the Covid-19 virus. One of the policies implemented in Indonesia is a policy that regulates international travel and the implementation of quarantine for domestic and foreign travellers. This thesis will discuss the threat of quarantine policy abuse by foreign travelers and strategies to prevent potential abuse of quarantine policy in Indonesia. The background of the problem underlying this research is the change in the quarantine policy for foreign travelers that applies dynamically and quickly in Indonesia from 2020 to 2022. The findings of several quarantine implementation violations that are suspected to have occurred due to quarantine implementers and quarantine organizers also encourage researchers to explore the problem. This study uses intelligence theory, national security theory, strategy theory and Human Security theory. This study also uses a qualitative approach using descriptive analysis. Collecting research data through interviews and literature study. Based on the interview results, it was found that the threat of violations as a form of abuse of the PPLN quarantine policy was the increase in the positive number of Covid-19 in Indonesia. This can happen because PPLN do not understand the importance of implementing PPLN quarantine after international travel and lack of socialization to the public regarding changes to international travel regulations that regulate the implementation of the PPLN quarantine. Strategies to overcome the threat of abuse of the PPLN quarantine policy include optimizing education for the public, taking firm action against any attempted violations committed by PPLN elements, improving the quality of repatriation accommodation facilities and infrastructure, evaluating and strictly supervising the implementation of quarantine and establishing Standard Operating Procedures as a guideline for Quarantine organizers to know their duties, roles and functions well in implementing PPLN quarantine in Indonesia."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Ramadhani Putri Wicaksana
"COVID-19 merupakah penyakit menular yang menjadi permasalahan baru di hampir seluruh dunia. COVID-19 telah menginfeksi jutaan orang dan menghilangkan jutaan nyawa di dunia, termasuk di Indonesia. DKI Jakarta yang merupakan ibukota Indonesia menduduki peringkat pertama kasus terkonfirmasi COVID-19 tertinggi dan peringkat kedua kasus kematian COVID-19 tertinggi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang mempengaruhi kejadian kematian pasien COVID-19 dari aspek demografi, komorbiditas, serta faktor risiko lain di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang dengan analisis univariat dan bivariat. Sumber data penelitian ini berasal dari formulir Penyelidikan Epidemiologi (PE) yang dikumpulkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Populasi studi pada penelitian ini adalah seluruh pasien COVID-19 sejak bulan Agustus 2020 hingga bulan Februari 2021 di DKI Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik (p<0,05) antara usia dengan kelompok usia 30-39 tahun (PR 3,318; 95% CI 1,922-5,726), usia 40-49 tahun (PR 6,510; 95% CI 3,848-11,013), usia 50-59 tahun (PR 18,782; 95% CI 11,431-30,862), dan usia ≥60 tahun (PR 50,412; 95% CI 30,965-82,071). Kemudian, pasien berjenis kelamin laki-laki lebih berisiko untuk meninggal dunia dibandingkan dengan pasien perempuan (PR 1,411; 95% CI 1,206-1,650). Lalu, berdasarkan komorbiditas, hipertensi (PR 3,900; 95% CI 2,994-5,081), diabetes mellitus (PR 3,003; 95% CI 1,816-4,967), dan penyakit jantung (PR 6,330; 95% CI 3,866-10,366) memiliki hubungan yang bermakna secara statistik terhadap kematian pasien COVID-19. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk mempelajari mekanisme lebih lanjut terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kematian COVID-19.

COVID-19 is an infectious disease which is becoming the new problem in almost all over the world. COVID-19 has infected millions of people and has killed millions of lives in the world, including in Indonesia. DKI Jakarta, which is the capital city of Indonesia, has the highest number of confirmed COVID-19 cases and placed second for the highest number of COVID-19 deaths in Indonesia. This study aims to determine the risk factors affecting the death in COVID-19 patients from the aspects of demographics, comorbidities, and other risk factors in DKI Jakarta. This study used a cross-sectional design with univariate and bivariate analysis. This study used the data from the Epidemiological Surveillance (ES) forms by the Provincial Health Office of DKI Jakarta. The study population was all patients with confirmed COVID-19 from August 2020 to February 2021 in DKI Jakarta. The results of this study showed that there was a statistically significant relationship (p<0.05) between the age group of 30-39 years (PR 3,318; 95% CI 1,922-5,726), age group of 40-49 years (PR 6,510; 95% CI 3,848-11,013), age group of 50-59 years (PR 18,782; 95% CI 11,431-30,862), and age group of ≥60 years (PR 50,412; 95% CI 30,965-82,071). Then, male patients were more likely to die from COVID-19 than female patients (PR 1.411; 95% CI 1.206-1.650). Then, based on comorbidity, hypertension (PR 3.900; 95% CI 2.994-5.081), diabetes mellitus (PR 3.003; 95% CI 1.816-4.967), and heart disease (PR 6.330; 95% CI 3.866-10.366) were associated with the mortality of COVID-19 patients. This research is expected to be the reference for studying the pathophysiology related to the factors affecting the death of COVID-19."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggun Mekar Kusuma
"Latar Belakang: Infeksi severe acute respiratory syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) pada pasien lansia sering berkembang menjadi berat dengan tingkat kematian yang tinggi. Tes laboratorium yang dapat digunakan sebagai prediktor keparahan dan kematian COVID-19 tidak spesifik dan sering dijumpai pada kondisi lainnya. Penelitian tentang hubungan antara nilai cycle threshold (CT) awal uji polymerase chain reaction (PCR) dengan kejadian gagal nafas dan kematian saat perawatan pada pasien lansia yang terinfeksi SARS-CoV-2 belum ada. Penelitian yang melaporkan cut-off nilai CT yang dapat digunakan untuk interpretasi atau stratifikasi risiko pada pasien lansia juga belum ada.
Tujuan: Membuktikan peran nilai CT awal uji PCR untuk memprediksi kejadian gagal nafas dan kematian saat perawatan pada pasien lansia terkonfirmasi COVID-19.
Metode: Penelitian ini merupakan suatu kohort retrospektif yang melibatkan pasien lansia terkonfirmasi COVID-19 yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta periode Juni 2020 sampai Desember 2021. Kriteria inklusi adalah pasien berusia ≥ 60 yang tahun memiliki diagnosis COVID-19 kasus konfirmasi dan terdapat hasil nilai CT awal uji PCR di dalam rekam medis. Kriteria eksklusi adalah rekam medis tidak ditemukan atau data tidak lengkap, pasien sudah gagal nafas atau meninggal saat datang, pasien pulang paksa atau pindah rumah sakit.
Hasil: Penelitian ini melibatkan 543 subyek dengan median usia 67,59 tahun (rentang interkuartil [RIK] 63,12-73,35), sebanyak 55,6% subyek berjenis kelamin laki-laki dan 50,6% subyek memiliki dua atau lebih komorbiditas. Komorbiditas yang paling sering ditemui adalah hipertensi (55,1%), DM (39,6%), penyakit ginjal kronis (15,3%), penyakit jantung koroner (15,1%) dan kanker (10,3%). Median nilai CT awal uji PCR pada kelompok yang mengalami gagal nafas lebih rendah (23,76 vs. 28,07), p<0,001. Cut-off terbaik dari nilai CT awal uji PCR untuk memprediksi gagal nafas adalah 23,8 (sensitivitas 51,0% dan spesifisitas 76,4%). Median nilai CT awal uji PCR pada kelompok yang meninggal lebih rendah (23,55 vs. 28,14), p<0,001. Cut-off terbaik dari nilai CT awal uji PCR untuk memprediksi kematian adalah 25 (sensitivitas 60,3% dan spesifisitas 70,0%).
Simpulan: Nilai CT awal uji PCR yang rendah merupakan prediktor tingginya kejadian gagal nafas dan kematian saat perawatan pada pasien lansia terkonfirmasi COVID-19 dengan nilai cut-off 23,8 dan 25 secara berturut-turut.

Background: Severe acute respiratory syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) in elderly is often severe with a high mortality rate. Laboratory tests are not specific for predicting severity and mortality of COVID-19 and are common in other conditions. There is no study on the relationship between polymerase chain reaction (PCR) cycle threshold (CT) value with respiratory failure and mortality in hospitalized elderly patients with confirmed COVID-19. CT value-based risk stratification or interpretation in elderly is also limited by the absence of CT cut-off values.
Objective: This sudy aims to determine the role of initial PCR CT value to predict respiratory failure and mortality in hospitalized elderly patients with confirmed COVID-19.
Methods: This retrospective cohort study utilised data of elderly inpatients with confirmed COVID-19 in Cipto Mangunkusumo Hospital, Indonesia’s national general hospital from June 2020 to December 2021. The inclusion criterion was complete data of initial PCR CT value in medical records from elderly inpatients aged 60 years and older with confirmed COVID-19. Exclusion criteria were incomplete data or no medical records found, those who had respiratory failure or deceased on arrival, those who was forced dicharged or moved to another hospital.
Results: A total of 543 elderly patients were enrolled in this study. Among all, the median age was 67.59 years (interquartile range (IQR) 63.12-73.35); 55.6% patients were men and 50.6% patients had two or more comorbidities. The common comorbidities were hypertension (55,1%), diabetes mellitus (39,6%), chronic kidney disease (15,3%), coronary heart disease (15,1%) and cancer (10,3%) The median CT value of group with acute respiratory distress syndrome (ARDS) was lower (23.76 vs. 28.07), p<0.001. The best cut-off for predicting ARDS was 23.8 (sensitivity of 51.0% and specificity of 76.4%). The median CT value of non-survivor group was lower (23.55 vs. 28.14), p<0.001. The best cut-off for predicting ARDS was 25 (sensitivity of 60.3% and specificity of 70.0%).
Conclusions: A low PCR CT value is a predictor of high respiratory failure and mortality in hospitalized elderly patients with confirmed COVID-19, the best cut-off was 23.8 and 25 respectively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>