Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210867 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasya Shafira
"Sebanyak 12,3% dari kasus HIV pada tahun 2014-2018 di wilayah Asia dan Pasifik merupakan penasun. Hasil Laporan STBP sejak 2007 selalu menunjukkan kelompok kunci yang memiliki prevalensi tertinggi adalah penasun. Pada tahun 2015 prevalensi HIV pada penasun sebanyak 28,7%. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi kejadian HIV pada penasun adalah perilaku berisiko penasun, perilaku berisiko seks dan penggunaan kondom. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor sosiodemografi, pengetahuan dan persepsi, perilaku penggunaan napza, perilaku berisiko seks, dan perilaku pencegahan dengan kejadian HIV pada kelompok kunci pengguna narkotika suntik (penasun) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder STBP 2018-2019. Sampel yang digunakan adalah penasun yang ada diseluruh Indonesia yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dengan jumlah sampel sebanyak 1.364. data dianalisis secara univariat dan bivariat. Prevalensi HIV sebanyak 13,7%. Angka ini menglami penurunan cukup signifikan dibandingkan dengan hasil tahun sebelumnya. Terdapat hubungan signifikan antara umur (p-value 0,001; PR= 15,3) dan lama menjadi penasun (p-value 0,001; PR= 7,1). Diharapkan program cakupan PTRM dan LASS dapat menjangkau lebih luas untuk mengurangi perilaku berisiko yang penasun lakukan.

As many as 12.3% of HIV cases in 2014-2018 in the Asia and Pacific region were IDUs. The results of IBBS (STBP) reports since 2007 have always shown that the key group with the highest prevalence is IDU. In 2015 the HIV prevalence among IDU was 28.7%. One of the factors that can influence the incidence of HIV among IDUs is the risk behavior of IDUs, sexual risk behavior and the use of condoms. This study aims to determine the relationship between sociodemographic factors, knowledge and perceptions, drug use behavior, sexual risk behavior and HIV prevention behavior in key groups of injecting drug users (IDUs) in Indonesia. This study uses secondary data from the 2018-2019 IBBS. The sample used was IDU throughout Indonesia in accordance with the inclusion and exclusion criteria with a total sample size of 1,364. data were analyzed by univariate and bivariate. The HIV prevalence was 13.7%. This figure has decreased significantly compared to the previous year's results. There was a significant relationship between age (p-value 0.001; PR = 15.3) and length of time to be IDU (p-value 0.001; PR = 7.1). PTRM and NSP coverage programs can reach more widely to reduce the risky behavior that IDUs engage in."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maratul Arifatuddina
"Terdapat 11.160 kasus HIV di Indonesia pada tahun 2020 dan 1,2% di antaranya adalah kelompok Waria. Transmisi HIV secara homoseksual (21,4%) lebih berisiko dibandingkan heteroseksual (17,9%). Faktor yang mempengaruhi kejadian HIV pada Waria adalah pengetahuan pencegahan HIV dan perilaku berisiko HIV. Penelitian ini menggunakan data STBP 2018-2019 dengan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian yaitu seorang yang secara biologis laki-laki dan dikenali sebagai Waria berumur 15 tahun atau lebih yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berujumlah 2.357. Data dianalisis secara univariat dan bivariat. Prevalensi HIV pada Waria tahun 2018-2019 di Indonesia sebesar 12,9%. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan pencegahan HIV pada variabel menerima informasi HIV dan pengetahuan pencegahan (tidak melakukan seks) dengan kejadian HIV pada Waria pada tahun 2018-2019 di Indonesia. Terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku berisiko HIV pada variabel usia pertama kali seks anal, pernah menjual seks, mempunyai pasangan seks tidak tetap, dan status sifilis dengan kejadian HIV pada Waria pada tahun 2018-2019 di Indonesia.

There were 11,160 HIV cases in Indonesia in 2020 and 1.2% of them were transgender. Homosexual (21.4%) HIV transmission is more at risk than heterosexual (17.9%). Factors that influence the incidence of HIV among Waria are knowledge of HIV prevention and HIV risk behavior. This study used the 2018-2019 IBBS data with a cross sectional research design. The sample of the study was a person who was biologically male and identified as transgender aged 15 years or more who fulfilled the inclusion and exclusion criteria in total of 2,357. Data were analyzed by univariate and bivariate. The prevalence of HIV among Waria in 2018 - 2019 in Indonesia is 12.9%. There is a significant relationship between HIV prevention knowledge on the variable receiving HIV information and knowledge of prevention (not having sex) to the incidence of HIV among Waria in 2018-2019 in Indonesia. There is a significant relationship between HIV risk behavior in the variables of age at first anal sex, having sold sex, having irregular sex partners, and syphilis status to the incidence of HIV among transgender women in 2018-2019 in Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Dwifa Sari
"HIV/AIDS sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk di Indonesia. Laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki merupakan salah satu kelompok yang berisiko tinggi mengalami HIV/AIDS. Kasus HIV pada LSL mengalami peningkatan dari tahun 2010 yaitu dari 506 kasus menjadi 9856 kasus pada tahun 2019 (Kemenkes, 2019). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan faktor sosiodemografi dan perilaku seksual berisiko dengan kejadian HIV pada LSL di Indonesia tahun 2018-2019 berdasarkan data Survey Terpadu Biologis dan Perilaku 2018-2019. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan menggunakan data sekunder STBP tahun 2018-2019. Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode total sampling dengan kriteria inklusi seseorang secara biologis laki-laki berumur 15 tahun atau lebih di kota survei setidaknya selama satu tahun terakhir dan mengakui dirinya sebagai biseksual/homoseksual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi LSL yang mengalami kejadian HIV positif yaitu 20.4%. Berdasarkan analisis regresi logistik, faktor yang memiliki hubungan signifikan adalah status perkawinan (OR=2.08 95%CI 1.210-3.566), penggunaan kondom dengan pasangan tetap pria (OR=1.9 95%CI 1.240 – 2.896), dan pesta seks (OR=2.032 95%CI 1.126 – 3.667).

HIV / AIDS is still a health problem in the world including in Indonesia. Men have sex with men is one of the high-risk groups experiencing HIV. HIV cases in MSM have increased from 2010, from 506 cases to 9856 cases in 2019 (Ministry of Health, 2019). The purpose of this study was to determine the relationship of sociodemographic factors and risky sexual behavior with HIV incidence in MSM in Indonesia in 2018-2019 based on Integrated Biological and Behavioral Survey data 2018-2019. The design of this study was cross sectional using secondary data of IBBS 2018-2019. The sample in this study used a total sampling method with inclusion criteria is men biologically aged 15 years or older in the survey city for at least the past one year and recognized themselves as bisexual / homosexual. The results showed that the proportion of MSM who experienced an HIV positive incidence was 20.4%. Based on logistic regression analysis, factors that have a significant relationship are marital status (OR = 2.08 95% CI 1,210-3,566), condom use with male permanent partners (OR = 1.9 95% CI 1,240 - 2,896), and sex parties (OR = 2,032 95% CI 1,126 - 3,667)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Noor Azzahra
"Dilaporkan terdapat 38,4 juta orang yang hidup dengan HIV pada tahun 2021 dan terdapat sebanyak 58 juta kasus kasus kronis Hepatitis C pada tahun 2019. Pengguna NAPZA suntik merupakan populasi yang paling rentan untuk terinfeksi kedua virus ini akibat jalur transmisi kedua virus ini yang sangat besar melalui jarum suntik tidak steril. Kedua penyakit ini dapat terjadi secara bersamaan yang menyebabkan percepatan progres keduanya menjadi kronis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian koinfeksi HIV/HCV untuk mencegah penyebaran yang lebih lanjut dengan melakukan analisis bivariat dengan menggunakan chi-square dan melihat crude prevalence ratio. Studi cross-sectional dari data STBP 2018-2019 di tujuh kabupaten/kota Jawa Barat populasi Penasun dilakukan dan didapatkan bahwa positivity rate koinfeksi HIV/HCV pada Penasun mencapai sebesar 9%. Ditemukan bahwa terdapat hubungan antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawninan, riwayat dipenjara, usia pertama kali menggunakan NAPZA suntik, lama menggunakan NAPZA suntik, pernah menggunakan alat suntik tidak steril, usia pertama kali berhubungan seksual, hubungan seksual satu tahun terakhir, penggunaan kondom dengan pasangan tetap, pengetahuan komprehensif HIV, akses LASS, dan akses PTRM dengan kejadian koinfeksi HIV/HCV. Dari hasil tersebut diperlukan intervensi yang tepat untuk mencegah dan menanggulangi tingginya kejadian koinfeksi HIV/HCV pada Penasun.

In 2021, approximately 38.4 million individuals were reported to be living with HIV, while an estimated 58 million cases of chronic hepatitis C were recorded in 2019. Among vulnerable populations, IDU (injecting drug users) face the highest risk of contracting both viruses due to the transmission through unsterile needles. Co-infection of HIV and HCV can occur simultaneously, leading to an accelerated progression of chronic infections. This research aims to identify factors associated with the occurrence of HIV/HCV co-infection in order to prevent further spread. Bivariate analysis using chi- square and examining the crude prevalence ratio was conducted using cross-sectional data from 2018-2019 IBBS in seven districts/cities of West Java among the injecting drug user population. The study revealed a 9% positivity rate of HIV/HCV co-infection among injecting drug users. Several factors were found to be correlated with HIV/HCV co- infection, including age, gender, education level, marital status, history of imprisonment, age at first drug use through injection, duration of drug injection, use of unsterile equipment, age at first sexual intercourse, sexual activity within the past year, condom usage with regular partners, comprehensive knowledge of HIV, access to sterile syringe services, and access to methadone treatment. These findings emphasize the need for targeted interventions to prevent and address the high incidence of HIV/HCV co-infection within the injecting drug user population. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vella Ovelia
"Kejadian HIV pada populasi menyuntik narkoba cukup tinggi yaitu lebih dari 40% dari kasus baru yang ada. Di Indonesia, kejadian HIV berkisar antara 50%-90% pada penasun. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara faktor sosiodemografi dan perilaku menyuntik dengan status HIV pada Pengguna NAPZA suntik di 4 kota di Indoneisa (Yogyakarta, Tangerang, Pontianak, Makassar tahun 2013. Desain penelitian adalah cross sectional menggunakan data Survei Terpadu Biologis Perilaku 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah penasun pria atau wanita berumur 15 tahun atau lebih yang tinggal di Kota lokasi survey dan menyuntik NAPZA selama satu bulan terakhir.
Hasil penelitian diperoleh penasun dengan status HIV (+) sebesar 61,35%. Adapun variabel yang bermakna secara statistik yaitu usia (PR: 0,662; 95%CI: 0,519?0,844), lama menggunakan NAPZA suntik (PR: 1,844; 95%CI: 1,485?2,289) hubungan seksual (PR: 1,882; 95%CI: 1,271?2,788), akses pelayanan kesehatan (PR: 1,285; 95%CI: 1,048?1,576) dan akses LASS (PR: 0,811; 95%CI: 0,674?0,977). Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan perilaku berisiko pada usia reproduktif dan memperluas akses pelayanan kesehatan dan layanan alat suntik steril.

HIV incidence in the population inject drugs is quite high at more than 40% of new cases are there. In Indonesia, HIV incidence ranges from 50% -90% in IDUs. The purpose of this study was to determine the relationship between the sociodemographic and behavioral factors injected with HIV status on injecting drug users in four cities in Indonesia (Yogyakarta, Tangerang, Pontianak, Makassar in 2013. The study design was cross sectional using data from Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2013. Samples IDUs in this study were male or female aged 15 years or older who live in the city survey locations and injecting drugs during the last month.
The results obtained IDUs with HIV status (+) amounted to 61.35%. The variables are statistically significant age (PR: 0.662; 95% CI: 0.519 to 0.844), duration of injecting drug use (PR: 1.844; 95% CI: 1.485 to 2.289) sexual relations (PR: 1.882; 95% CI: 1.271 to 2.788), access to services health (PR: 1.285; 95% CI: 1.048 to 1.576) and access LASS (PR: 0.811; 95% CI: 0.674 to 0.977). Therefore, there should be the prevention of risk behavior of reproductive age and expand access to health care and services sterile syringe.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65164
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delistia Afifi
"Latar belakang: Wanita Pekerja Seks (WPS) adalah populasi berisiko tinggi terhadap kejadian infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Persentase HIV pada WPS di Kota Jayapura kian mengalami peningkatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor perilaku berisiko yang dapat mempengaruhi kejadian HIV pada WPS di Kota Jayapura.
Metode: Sebanyak 361 WPS terpilih sebagai sampel melalui Time Location Sampling (TLS) dan Simple Random Sampling (SRS). Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah chi square dan regresi logistik. Variabel yang diikutsertakan dalam analisis ini meliputi variabel karakteristik demografi dan faktor perilaku berisiko yang dilakukan oleh WPS.
Hasil: Persentase HIV pada penelitian ini diestimasikan mencapai 6.6%. Hasil analisis multivariabel menunjukkan variabel yang berhubungan dengan kejadian HIV diantaranya: (a) usia muda [p=0.03; 18-24 tahun: AOR=2.92; 95% CI=0.89-9.57 | 25-34 tahun: AOR= 3.93; 95% CI=1.33-11.63]; (b) usia seks pertama kali yang sangat muda [p=0.03; AOR=3.31; 95% CI=1.09-10.05]; (c) penggunaan kondom [p=0.03; AOR-0.10; 95% CI=0.01-0.81].
Kesimpulan: WPS yang berusia muda lebih berpotensi untuk terinfeksi HIV. Sementara WPS muda yang terinfeksi HIV, juga berisiko untuk terjangkit penyakit lain Human Papillomavirus (HPV) yang persisten dan dapat berujung pada kanker serviks. Oleh karena itu, pemeriksaan HIV dan penyakit menular seksual lain perlu dilakukan secara rutin untuk kalangan WPS agar dapat ditangani lebih dini.

Background: Female Sex Workers (FSW) are high-risk population for Human Immunodeficiency Virus (HIV) infection. Prevalence of HIV among FSW in Jayapura has increased. This study aims to identify behavioral factor of HIV among FSW in Jayapura.
Method: Data were collected on 361 FSW that selected by Time Location Sampling (TLS) and Simple Random Sampling (SRS). Chi-square and logistic regression were used to determine variables that associated with HIV infection. Demographic characteristics and behavioral factors are included in this study.
Results: HIV prevalence was estimated at 6.6% among FSW. In multivariable analysis variables associated with HIV infection included: (a) young age [p=0.03; 18-24 years: AOR=2.92; 95% CI=0.89-9.57 | 25-34 years: AOR= 3.93; 95% CI=1.33-11.63]; (b) early age at first sexual intercouse [p=0.03; AOR=3.31; 95% CI=1.09-10.05]; (c) condom use [p=0.03; AOR-0.10; 95% CI=0.01-0.81].
Conclusion: Young FSW are at higher risk to be infected with HIV. Meanwhile, young FSW with HIV are also at high-risk of having other diseases, such as Human Papillomavirus (HPV) and cervical cancer. Therefore, for FSW, it is necessary to routinely do medical check up for HIV and other sexually transmitted infection so that they can be treated early.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Indrawati
"ABSTRAK
Perilaku seks berisiko merupakan media penularan HIV yang utama dikalangan populasi kunci seperti populasi waria. Faktor risiko kejadian HIV positif pada perilaku seks waria adalah lama melakukan seks anal, konsistensi penggunaan kondom, jumlah pasangan seks, menjual seks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku seks berisiko tersebut dengan kejadian HIV positif. Desain penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional, menggunakan data sekunder Survey Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2018-2019 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI dengan jumlah responden waria sebanyak 3116. STBP tersebut menggunakan Time Location Sampling (TLS) dan Simple Random Sampling (SRS) sebagai metode sampling responden waria. Sampel penelitian ini diperoleh dengan menggunakan total sampling dari populasi eligible. Informasi terkait perilaku sek berisiko diperoleh melalui interview yang menggunakan kuesioner terstandar dan status HIV diperoleh melalui pemeriksaan serologis meggunakan rapid test. Metode analisis yang digunakan adalah chi-square dan cox regression model. Penelitian menemukan bahwa waria yang memiliki perilaku seks berisiko tinggi berpeluang terinfeksi HIV sebesar 1,45 kali (PR adjusted = 1,45; CI 95% 1,16-1,81) dibandingkan dengan waria yang memiliki perilaku seks berisiko rendah.

ABSTRACT
The most important risk factor as a primary driver of HIV infection in transgender population is risky sex behavior such as duration of anal sex, consistency of condom use, number of partner sex and selling sex. This study was aimed to investigate association between risky sex behavior and HIV among transgender population in Indonesia 2018-2019. This study was done as secondary data analysis from a national cross-sectional study, namely the Intergrated Biological and Behavior Survey (IBBS) 2018-2019, done by the Ministry of Health of Republic of Indonesia. In this IBBS, Time Location Sampling (TLS) dan Simple Random Sampling (SRS) were used. All of eligible population were to be study participants of this study. Risky sex behaviors was assessed through guided interview, while HIV infection was determined by series of rapid serologic test. Association, between risky sex behavior and HIV, using PR (prevalent ratio), was analyzed using chi-square test and cox regression model. This study found that transgenders with high risk sex behavior were 1.45 times more likely (95% CI 1,16-1,81) to get HIV infection as compared to transgenders with low risk sex behavior."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selma Eliana Karamy
"Infeksi klamidia merupakan salah satu infeksi menular seksual yang paling umum terjadi secara global. WPS, terutama di daerah perkotaan, menghadapi risiko infeksi yang lebih tinggi karena lingkungan kerja serta gaya hidup yang berisiko. Jakarta merupakan kota yang memiliki karakteristik kosmopolitan dan perkotaan dengan industri seks yang aktif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi klamidia pada WPS di Kota Jakarta Barat. Penelitian dilakukan menggunakan desain cross-sectional dengan menganalisis data Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2018-2019. Analisis data terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Ukuran asosiasi yang digunakan adalah prevalence ratio (PR). Dari 283 WPS yang dilibatkan dalam penelitian, positivity rate infeksi klamidia di Kota Jakarta Barat mencapai 42.8%. Berdasarkan analisis bivariat, Faktor risiko yang signifikan terhadap infeksi klamidia pada WPS di Kota Jakarta Barat meliputi usia yang lebih muda, status cerai, dan jumlah pelanggan per minggu sebanyak ≥ 5 orang. Lama bekerja selama ≥ 10 tahun juga menjadi faktor signifikan yang bersifat protektif. Tingginya angka infeksi klamidia pada WPS di Kota Jakarta Barat menekankan perlunya memperkuat penjangkauan kepada WPS untuk memberi informasi dan edukasi mengenai IMS dan menganjurkan WPS agar melakukan pemeriksaan secara rutin, terutama bagi WPS yang berusia muda.

Chlamydia is one of the most common sexually transmitted infections globally. Female sex workers (FSW), especially in urban areas, face a higher risk of infection due to their risky work environment and lifestyle. Jakarta is a city that has cosmopolitan and urban characteristics with an active sex industry. This research was conducted to determine the factors associated with the incidence of chlamydia infection among FSWs in West Jakarta. The research was conducted using a cross-sectional design by analyzing data from the 2018-2019 Integrated Biological and Behavioral Survey (IBBS). The data were analyzed using univariate and bivariate analysis with the chi-square test. Prevalence ratio (PR) was used as the measure of association. Of the 283 FSWs involved in the study, the positivity rate of chlamydia infection in West Jakarta reached 42.8%. Based on the bivariate analysis, significant risk factors for chlamydia infection among FSWs in West Jakarta include younger age, divorced status, and having ≥ 5 customers per week. Length of work for ≥ 10 years is also a significant factor that is protective. The high rate of chlamydia infection among FSWs in West Jakarta highlights the need to increase outreach to FSWs in order to educate them about STIs and encourage them to perform regular screenings, especially for young FSWs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tirza Amadea Nugroho
"Salah satu metode yang paling sederhana dan efektif untuk mencegah transmisi HIV dan IMS lainnya ialah pemakaian kondom. Hal ini penting untuk diperhatikan, terutama bagi WPS memiliki perilaku seks berisiko tinggi sehingga berisiko tinggi tertular HIV. Namun, sayangnya penggunaan kondom pada WPS di Indonesia masih belum maksimal, Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap perilaku penggunaan kondom pada WPS. Penelitian dilakukan menggunakan desain studi cross sectional untuk menganalisis data 4465 WPS responden STBP 2018-2019. Didapatkan hasil bahwa 46,8% responden memiliki perilaku penggunaan kondom yang baik. Faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom adalah tingkat pengetahuan terkait HIV, keterpajanan informasi terkait HIV, akses pada kondom, persepsi risiko, umur, dan status pernikahan.

One of the simplest and most effective means for HIV transmission prevention is condom usage. This is important to note especially for FSWs who have high risk sexual behavior and thus have high risk of transmitting HIV. However, condom usage among FSWs in Indonesia is still not optimum. Therefore, this study aims to find out which factors are associated with condom usage among FSWs. A cross-sectional study was conducted to analyze the data acquired from IBBS 2018-2019 on 4465 respondents. This study showed that 46,8% of respondents have consistent condom usage. Factors associated with condom usage among FSWs are HIV knowledge, exposure to HIV information, access to condoms, risk perception, age, and marital status."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmah Yasinta
"Kualitas hidup berkaitan dengan keinginan manusia untuk hidup sehat dan sejahtera. WHOQoL mengukur kualitas hidup dengan empat domain dasar, yaitu fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendalami faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pengguna narkoba suntik (penasun) di sembilan kota di Indonesia tahun 2012. Penelitian ini menggunakan data sekunder SCP Penasun 2012 dan WHOQoL-BREF dengan desain cross sectional.
Hasil analisis menunjukkan proporsi penasun terbanyak adalah laki-laki (96,7%), berumur dewasa (>24 tahun) 87,8%, dan memiliki riwayat pendidikan tinggi (79,3%). Variabel kualitas hidup penasun menunjukkan Rata-rata skor kualitas hidup responden adalah 52,58 dengan skor kualitas hidup terendah adalah 25 dan yang tertinggi 77.
Hasil temuan lainnya variabel yang berhubungan dengan kualitas hidup penasun, yaitu umur (p value = 0,003) dan status penggunaan alat suntik (p value = 0,029). Skor kualitas hidup kurang cenderung pada penasun yang berpendidikan rendah dan masih berbagi alat suntik.

Quality of life related to the human desire to live a healthy and prosperous. WHOQOL measures quality of life with four basic domains, namely the physical, psychological, social, and environmental. The purpose of this study was to explore the factors that affect the quality of life for injecting drug users (IDUs) in nine cities in Indonesia in 2012. This study uses secondary data Behavior Rapid Survey for IDUs 2012 and WHOQOL-BREF with cross sectional design.
The analysis shows the highest proportion of IDUs was male (96,7%), aged adults (> 24 year old) 87,8%, and has a history of higher education (79,3%). Variable quality of life shows Variable quality of life of IDUs shows average quality of life score of respondents was 52.58 with the lowest quality of life score was 25 and the highest 77.
The other findings variables related to the quality of life of IDUs are age (p value = 0.003) and the use of non-sterile syringes. (p value = 0,029). Quality of life scores are less likely to IDUs who have lower education and still share syringes.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54433
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>