Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165915 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Ardyanti Rohadatul ‘Aisy
"Hidroksiklorokuin merupakan obat antimalaria yang digunakan dalam pengobatan lupus eritematosus sistemik, reumatoid artritis, dan malaria. Namun, hidroksiklorokuin memiliki efek samping seperti toksisitas okular, neurotoksisitas, gangguan gastrointestinal, hingga toksisitas berat seperti kardiotoksisitas. Oleh karena itu, diperlukan pemantauan terapi obat dalam penggunaan hidroksiklorokuin dosis tinggi atau jangka waktu yang panjang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode analisis dan preparasi sampel hidroksiklorokuin dalam VAMS menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi – Photodiode Array yang optimum dan tervalidasi berdasarkan pedoman Food and Drug Administration 2018. Analisis kuantifikasi hidroksiklorokuin dilakukan dengan KCKT-PDA dengan kolom C18 (Waters, Sunfire™ 5μm; 250 x 4,6mm), volume injeksi 100 μL, dan suhu kolom 45 ºC. Fase gerak terdiri atas asetonitril-dietilamin 1% (65:35) (elusi isokratik) dengan laju alir 0,8 mL/menit dan total waktu analisis 12 menit. Preparasi sampel dalam VAMS dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair dengan pelarut amonia 1% dan n-heksan-etil asetat (50:50 v/v) dengan volume masing-masing 500 μL. Darah di dalam VAMS dikeringkan selama 2 jam, lalu ditambahkan baku dalam dan larutan ammonia 1%. Sampel dikocok dengan vortex selama 15 detik dan disonikasi selama 5 menit. Kemudian ditambahkan n-heksan-etil asetat (50:50) lalu dikocok kembali dengan vortex selama 15 detik dan disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 10.000 rpm. Fase n-heksan-etil asetat diambil lalu dikeringkan dengan gas Nitrogen. Residu hasil pengeringan direkonstitusi dengan fase gerak sebanyak 150 μL dan dipindahkan ke vial autosampler untuk dianalisis dengan sistem KCKT-PDA. Metode ini telah memenuhi parameter validasi penuh menurut Food and Drug Administration 2018, dengan LLOQ 2 ng/mL dan rentang kurva kalibrasi 2-6500 ng/mL dengan koefisien korelasi 0,99927-0,99969.

Hydroxychloroquine is an antimalarial drug that used for systemic lupus erythematosus, rheumatoid arthritis, and malaria treatment. However, hydroxychloroquine has several side effects such as ocular toxicity, neurotoxicity, gastrointestinal disorder, and also severe toxicity like cardiotoxicity. Therefore, therapeutic drug monitoring of high dose or long-term use of hydroxychloroquine is needed. This study aims to obtain an optimum and validated analysis and preparation method for hydroxychloroquine in VAMS using High Performance Liquid Chromatography – Photodiode Array Detector based on Food and Drug Administration guidelines (2018). Hydroxychloroquine quantification was performed using HPLC-PDA with Waters Sunfire™ C18 (5μm; 250 x 4,6mm) column with injection volume of 100 μL, and the temperature of column was controlled at 45 ºC. Mobile phase consist of acetonitrile-diethylamine 1% (65:35) (isocratic elution) and delivered at a flow rate of 0,8 mL/min through out the 12 minutes run. Sample in VAMS is extracted by liquid-liquid extraction with ammonia 1% and n-hexane-ethyl acetate (50:50 v/v), 500 μL each as a solvent. Blood in VAMS was dried for 2 hours, then added with internal standard solution and 1% ammonia solution. The samples were mixed on vortex for 15 seconds and sonicated for 5 minutes. n-hexane-ethyl acetate (50:50) was added to the samples, then mixed again on vortex for 15 second and centrifuged for 5 minuted at a speed of 10,000 rpm. n-hexane-ethyl acetate phase was separated and dried under Nitrogen gas flow. The residue from drying process as reconstituted with 150 μL mobile phase and transferred to autosampler vial for analysis. This method has successfully qualify the Food and Drug Administration (2018) parameters, with 2 ng/mL of LLOQ, range of calibration curve 2-6500 ng/mL, and coefficient of correlation 0,99927-0,99969."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahaya Azzahra Rahmadhani
"Favipiravir merupakan prodrug hasil modifikasi gugus pirazin dari senyawa T-1105 yang diberikan sebagai terapi COVID-19. Pada masa pandemi diperlukan teknik biosampling yang aman dan nyaman untuk subjek atau pasien. Volumetric Absorptive Microsampling (VAMS) merupakan teknik biosampling dengan volume darah yang kecil dan meminimalisasi efek hematokrit. Belum ada penelitian favipiravir dalam Volumetric Absorptive Microsampling menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi-Photodiode Array. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan dan memvalidasi metode analisis favipiravir dalam sampel VAMS menggunakan remdesivir sebagai baku dalam secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi−Photodiode Array. Analisis favipiravir dilakukan dengan menggunakan kolom C18 (Waters, Sunfire™ 5μm; 250×4,6 mm), volume injeksi 50 μL, laju alir 0,8 mL/menit, suhu kolom 30℃ pada panjang gelombang 300 nm. Pemisahan dilakukan menggunakan fase gerak asetonitril-asam format 0,2%-natrium dihidrogen fosfat 20 mM pH 3,5 dengan elusi gradien selama 15 menit. Preparasi sampel dilakukan dengan metode pengendapan protein menggunakan 500 μL metanol dengan pengocokan vortex selama 30 detik, sonikasi selama 15 menit, dan sentrifugasi pada 10.000 rpm selama 10 menit. LLOQ yang didapatkan sebesar 0,5 μg/mL dan rentang kurva kalibrasi 0,5-160 μg/mL dengan koefisien korelasi 0,99825-0,99860. Metode yang dikembangkan telah memenuhi parameter validasi penuh yang dikeluarkan oleh Food and Drug Administration 2018

Favipiravir is a prodrug of T-1105 made by modifying the pyrazine group as a COVID-19 therapy. During the pandemic, a safe and comfortable biosampling technique is needed for the subject or patient. Volumetric Absorptive Microsampling (VAMS) is a biosampling technique with a small blood volume and minimum hematocrit effect. There has been no study to analyze favipiravir in VAMS using High-Performance Liquid Chromatography-Photodiode Array yet. The aims of this study were to develop and validate an analytical method for quantifying favipiravir in VAMS using High Performance Liquid Chromatography – Photodiode Array with remdesivir as an internal standard. Analysis of favipiravir was performed using a C18 column (Waters, Sunfire™ 5μm; 250 × 4.6 mm), with injection volume of 50 μL, flow rate 0.8 mL/min, column temperature 30 ℃, and wavelength 300 nm. The separation was conducted under gradient elution with mobile phase consists of acetonitrile-0.2% formic acid-20 mM sodium dihydrogen phosphate pH 3.5 and run time 12 minutes. Sample preparation was carried out using a protein precipitation method with 500 μL of methanol as precipitating agent. Samples were mixed on vortex for 30 seconds, sonicated for 15 minutes, and centrifuged at 10,000 rpm for 10 minutes. The LLOQ obtained was 0,5 μg/mL and the calibration curve ranged from 0,5 to 160 μg/mL with a correlation coefficient of 0.99825-0.99860. The method developed has succesfully met the full validation requirements by Food and Drug Administration 2018."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Permata
"Acinetobacter baumannii merupakan bakteri patogen gram negatif penyebab dominan infeksi nosokomial. World Health Organization (WHO) menerbitkan daftar prioritas pertama resistensi antibiotik terhadap Acinetobacter baumannii yang merupakan kategori kritis sebagai ancaman serius bagi kesehatan masyarakat global. Sefoperazon-sulbaktam merupakan salah satu antibiotik yang sensitif terhadap infeksi Acinetobacter baumannii. Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit (RS) Dr. Soetomo Surabaya, telah terjadi resistensi terhadap antibiotik sefoperazon-sulbaktam sebanyak 27 %. Resistensi dapat terjadi karena konsentrasi di dalam darah tidak sesuai yang menyebabkan tidak efektifnya pengobatan. Metode bioanalisis dibutuhkan untuk penentuan konsentrasi obat di dalam darah. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh metode analisis sederhana, sensitif dan cepat yaitu analisis simultan sefoperazon sulbaktam dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) detektor Photo Diodearray (PDA). Selain itu, untuk memperoleh metode preparasi biosampling untuk Dried Blood Spots (DBS) dan Volumetric Absorptive Microsampling (VAMS), serta melakukan perbandingan peak area ratio, selektivitas, recovery dan stabilitas dari DBS dan VAMS. Analisis kromatografi dilakukan dengan metode isokratik dengan fase gerak dapar fosfat 10 mM pH 3,2 – asetonitril (83 : 17), kolom C18 Xbridge (250 mm x 4,6 mm; 5 µm), laju alir 1,0 mL/menit, panjang gelombang 210 nm, suhu 35°C. Ekstraksi cair – cair dengan etil asetat sebagai metode preparasi untuk sampel dalam DBS dan VAMS. Hasil validasi metode bioanalisis memenuhi syarat LLOQ, linieritas, selektivitas, akurasi dan presisi, recovery, integritas pengenceran, carry over dan stabilitas yang mengacu pada Guideline on Bioanalytical Method Validation dari European Medicines Agency tahun 2011 dan FDA 2018, dengan nilai LLOQ untuk sulbaktam sebesar 1 µg/mL dan sefoperazon 5 µg/mL dan nilai r ³ 0,995. Hasil uji perbandingan menunjukkan bahwa metode biosampling VAMS memberikan hasil yang lebih baik, namun terdapat beberapa hasil yang tidak berbeda signifikan dari penggunaan dengan DBS.

Acinetobacter baumannii is a gram-negative pathogenic bacteria that causes the majority of nosocomial infection. The World Health Organization (WHO) published the first priority list of antibiotic resistance against Acinetobacter baumannii which is a critical category as a serious threat to global public health. Cefoperazone-sulbactam is an antibiotic combination that is susceptible to Acinetobacter baumannii infection. According to studies conducted at the Dr. Soetomo Surabaya Hospital, up to 27% of patients exhibited resistance to cefoperazone-sulbactam medicines. When the drug in the blood is under the required concentration, the treatment is ineffective and resistance can develop. For this reason, a simple, sensitive, and fast analytical method is needed for the analysis of cefoperazone-sulbactam. This research was conducted to obtain a simple, sensitive and fast analytical method using the High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Photo Diode Array (PDA) detector. In addition was obtained preparation method for the Dried Blood Spots (DBS) and Volumetric Absorptive Microsampling (VAMS), as well as to compare the peak area ratio, selectivity, recovery and stability of DBS and VAMS. Chromatographic analysis was carried out using the isocratic method with 10 mM phosphate buffer mobile phase pH 3.2 – acetonitrile (83:17), C18 Xbridge column (250 mm x 4.6 mm; 5 m), flow rate 1.0 mL/min, wavelength 210 nm, temperature 35ºC. Sample preparation method was performed by liquid-liquid extraction using ethyl acetate as a solvent. The results showed that the analytical method carried out meet the validation parameters requirements (LLOQ, linearity, selectivity, accuration and precision, recovery, dilution integrity, carry over and stabilitty) that refer to the Guideline on Bioanalytical Method Validation from the European Medicines Agency in 2011 and the FDA 2018, with an LLOQ value for sulbactam of 1 µg/mL and cefoperazone at 5 µg/mL and r ³ 0,995. The comparison test results demonstrated that the VAMS biosampling method provided better results, however certain results were not statistically different from those obtained using DBS in some cases"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Shabrina
"Tamoksifen merupakan salah satu antiestrogen golongan Selective Estrogen Receptor Modulator yang telah dijadikan standar utama dalam mengobati kanker payudara ER+. Tamoksifen akan mengalami metabolisme membentuk tiga metabolit aktif, diantaranya: N-desmetiltamoksifen, 4-hidroksitamoksifen, dan endoksifen, metabolit yang memberikan efek terapi. Konsentrasi endoksifen > 3,3 ng/mL pada sampel darah kering memiliki tingkat kekambuhan 30% lebih rendah. Dalam analisis kadar tamoksifen dan metabolitnya, pengambilan sampel darah dapat dilakukan melalui fingerprick dengan teknik biosampling Volumetric Absorptive Microsampling (VAMS). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar tamoksifen dan metabolit aktifnya pada 35 pasien kanker payudara dalam sampel VAMS untuk memantau kadarnya dalam darah dengan mengaplikasikan suatu metode analisis senyawa. Metode ultrasound-assisted liquid extraction digunakan untuk preparasi sampel VAMS dan dianalisis menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Ultra Tinggi-Spektrometri Massa (KCKUT-SM/SM) dengan baku dalam propranolol. Metode analisis yang digunakan untuk penelitian ini telah divalidasi parsial dan telah memenuhi persyaratan serta linear pada rentang konsentrasi 2,5 – 200 ng/mL untuk tamoksifen; 2,5 – 40 ng/mL untuk endoksifen; 3 – 30 ng/mL untuk 4-hidroksitamoksifen; dan 2 – 600 ng/mL untuk N-desmetiltamoksifen. Hasil yang diperoleh dari 35 sampel VAMS ialah rentang kadar tamoksifen terukur 16,16 ng/mL hingga 160,82 ng/mL, kadar endoksifen 3,37 ng/mL hingga 28,09 ng/mL, kadar 4-hidroksitamoksifen 1,55 ng/mL hingga 24,08 ng/mL, dan kadar N-desmetiltamoksifen 206,01 ng/mL hingga 590,79 ng/mL. Semua sampel VAMS pasien yang dianalisis memiliki kadar endoksifen di atas 3,3 ng/mL melebihi ambang batas.

Tamoxifen is one of the antiestrogens of the Selective Estrogen Receptor Modulator class that has become the main standard in treating ER+ breast cancer. Tamoxifen is metabolized into three active metabolites, including: N-desmethyltamoxifen, 4-hydroxytamoxifen, and endoxifen, metabolites that provide therapeutic effects. Endoxifen concentrations above 3.3 ng / mL in dried blood spot have a 30% lower recurrence rate. In the analysis of tamoxifen levels and their metabolites, blood sampling can be done with biosampling technique, Volumetric Absorptive Microsampling (VAMS). This study aims to analyze the levels of tamoxifen, endoxifen, 4-hydroxytamoxifen, and N-desmethyltamoxifen in 35 breast cancer patients in VAMS samples to monitor their levels in the blood by applying a compound analysis method. Ultrasound-assisted liquid extraction method was used to extract VAMS samples and analyzed using UPLC-MS/MS with propranolol as internal standard. The analytical method used for this research has been partially validated and has met the requirements as well and linear with the linearity range of 2.5 – 200 ng/mL for tamoxifen; 2.5 – 40 ng/mL for endoxifen; 3 – 30 ng/mL for 4-hydroxytamoxifen; and 2 – 600 ng/mL for N-desmethyltamoxifen. The result on 35 VAMS samples showed that tamoxifen levels were in the range of of 16.16 ng / mL to 160.82 ng / mL; 3.37 ng / mL to 28.09 ng / mL for endoxifen; 1.55 ng / mL to 24.08 ng / mL for 4-hydroxytamoxifen; and 206.01 ng / mL to 590.79 ng / mL for N desmethytamoxifen. All VAMS samples of patients analyzed had endoxifen levels above 3.3 ng / mL exceeding the threshold."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hema Novita Rendati
"Rifampisin dan isoniazid merupakan regimen pengobatan tuberkulosis utama yang memerlukan pengukuran kadar dalam darah untuk mengoptimalkan proses pengobatan dan mencegah resistensi. Metode biosampling yang sering digunakan memiliki keterbatasan terkait kenyamanan pasien. Volumetric Absorptive Microsampling (VAMS) hadir untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan mengaplikasikan teknik biosampling VAMS untuk analisis rifampisin dan isoniazid pasien tuberkulosis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi-photodiode array. Sampel VAMS diekstraksi menggunakan 1 mL asetonitril dengan baku dalam cilostazol dan dianalisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi pada suhu kolom 40°C yang terdeteksi pada 261 nm. Fase gerak yang digunakan terdiri dari 50mM buffer amonium asetat pH 5,0-asetonitril-metanol (40:30:30) dengan laju alir 0,5 mL/menit selama 15 menit. Metode ini telah memenuhi persyaratan parameter validasi yang ditetapkan oleh FDA tahun 2018 yaitu selektivitas, carry-over, batas bawah kuantifikasi, linearitas, akurasi, presisi, perolehan kembali, integritas pengenceran, dan stabilitas. Analisis dilakukan dengan kurva kalibrasi pada kisaran 1,0–30 μg/ml untuk rifampisin dan 0,4-20 μg/ml untuk isoniazid. Hasil analisis dari 21 pasien tuberkulosis RSUD dr. Chascullah Abdulmadjid Kota Bekasi menunjukkan bahwa 52,38% pasien memiliki konsentrasi darah yang rendah pada setidaknya salah satu obat, 28,57% pasien berada dalam kisaran terapeutik, dan 23,81% memiliki konsentrasi isoniazid yang tinggi dalam darah. Penyesuaian dosis diperlukan untuk sebagian besar pasien yang memiliki konsentrasi subterapetik. Metode ini efektif untuk mendukung pemantauan terapi rifampisin dan isoniazid terkait kenyamanan dan keamanan pasien.

Rifampicin and isoniazid are anti-tuberculosis drugs that require measurement of blood levels to optimize the treatment process and prevent resistance. The conventional biosampling technique often used has limitations related to patient comfort. Volumetric Absorptive Microsampling (VAMS) exists to overcome it. This study aims to develop and apply the VAMS technique for the analysis of rifampicin and isoniazid in tuberculosis patients using a high-performance liquid chromatography-photodiode array. VAMS samples were extracted using 1 mL of acetonitrile with internal standard cilostazol and analyzed using high-performance liquid chromatography at a column temperature of 40°C detected at 261 nm. The mobile phase used consisted of 50 mM ammonium acetate buffer pH 5.0, acetonitrile, and methanol (40:30:30) with a flow rate of 0.5 mL/minute for 15 minutes. This method has met the validation parameter requirements set by the FDA in 2018, namely selectivity, carry-over, lower limit of quantification, linearity, accuracy, precision, recovery, dilution integrity, and stability. Analysis was carried out with a calibration curve in the range of 1.0–30 μg/ml for rifampicin and 0.4–20 μg/ml for isoniazid. The results from 21 tuberculosis patients of RSUD Dr. Chascullah Abdulmadjid Bekasi showed that 52.38% of patients had low blood concentrations of at least one of the drugs, 28.57% of patients were in the therapeutic range, and 23.81% had high concentrations of isoniazid. Dosage adjustments are necessary for most patients who have subtherapeutic concentrations. This method is effective in supporting the monitoring of rifampicin and isoniazid therapy regarding patient comfort and safety."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Mardhiani
"Fenitoin merupakan obat antibangkitan yang digunakan dalam pengobatan kejang dalam bentuk monoterapi maupun kombinasi dengan obat antibangkitan lainnya. Namun, fenitoin memiliki rentang indeks terapi yang sempit yaitu 10 – 20 μg/mL, sehingga untuk mencapai efek terapi yang optimal perlu dilakukan pemantauan kadar obat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi preparasi sampel yang optimum untuk analisis fenitoin dalam VAMS, serta mendapatkan metode analisis tervalidasi untuk analisis fenitoin dalam VAMS dengan internal standard karbamazepin menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan mengaplikasikannya untuk pemantauan kadar fenitoin dalam darah pasien epilepsi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dengan rejimen dosis 2 x 100 mg dan 3 x 100 mg secara monoterapi maupun kombinasi. Kondisi optimasi preparasi sampel yang optimum diperoleh dengan menggunakan pelarut metanol, sonikasi selama 15 menit, dan vorteks selama 2 menit. Metode analisis yang dikembangkan dinyatakan valid sesuai dengan guideline dari FDA 2018 dengan nilai LLOQ yang didapatkan sebesar 0,1 μg/mL dengan rentang kurva kalibrasi 0,1 – 30,0 μg/mL dengan nilai r ≥ 0,9997. Aplikasi pemantauan kadar fenitoin dalam darah dilakukan terhadap 30 subyek pasien epilepsi diperoleh rentang kadar fenitoin dari 0,81 – 17,45 μg/mL, dimana hanya 9 subyek yang kadarnya berada dalam rentang terapi obat yang seharusnya.

Phenytoin is an anticonvulsant drug that is used for treatment of seizures as monotherapy or combination with other anticonvulsant drugs. However, phenytoin has a narrow therapeutic index range of 10 – 20 μg/mL, so to achieve an optimal therapeutic effect it is necessary to monitor drug levels. The purpose of this study was to obtain the optimum sample preparation conditions for the analysis of phenytoin in VAMS, as well as to obtain a validated analytical method for the analysis of phenytoin in VAMS with the internal standard of carbamazepine using high performance liquid chromatography (HPLC) and apply it for monitoring blood levels of phenytoin in epilepsy patients at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo with a dosage regimen of 2 x 100 mg and 3 x 100 mg as monotherapy or in combination. Optimum conditions for sample preparation were obtained using methanol as solvent, sonicated for 15 minutes, and vortexed for 2 minutes. The analytical method developed was declared valid in accordance with the guidelines from the FDA 2018 with an LLOQ value of 0.1 μg/mL with a calibration curve range of 0.1 – 30.0 μg/mL with correlation coefficient r ≥ 0.9997. The application of monitoring blood levels of phenytoin was carried out on 30 subjects with epilepsy patients. The range of phenytoin levels was from 0.81 to 17.45 μg/mL, where only 9 subjects had levels within the range of proper drug therapy."
Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikhsan
"Akrilamida merupakan senyawa karsinogen yang ada dalam rokok, kopi, dan makanan yang diproses dengan pemanasan tinggi (≥120oC). Di dalam tubuh, akrilamida dimetabolisme menjadi glisidamida yang lebih reaktif. Resveratrol merupakan salah satu senyawa bahan alam yang dilaporkan dapat mendetoksifikasi akrilamida dan glisidamida. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis akrilamida dan glisidamida dalam Volumetric Absorptive Microsampling (VAMS), mulai dari optimasi kondisi kromatografi dan metode preparasi sampel, validasi metode analisis, hingga aplikasinya dalam studi farmakokinetika pada tikus yang diberikan resveratrol. Kondisi kromatografi optimal adalah kolom C-18 Sunfire TM Waters® (5 µm; 250 x 4,6 mm); fase gerak dapar fosfat 6 mM pH 3,5-metanol (96:4); laju alir 0,5 mL/menit; suhu kolom 30oC; dideteksi menggunakan detektor UV pada panjang gelombang 210 nm; dan menggunakan isoniazid sebagai baku dalam. Metode preparasi sampel VAMS yang optimal menggunakan pengendapan protein dengan asetonitril 100% sebagai pelarut pengekstraksi, pengocokan dengan vorteks selama 30 detik, sonikasi selama 5 menit, dan pemutaran dengan setrifugasi selama 1 menit. Hasil validasi memenuhi persyaratan sesuai Pedoman Bioanalisis FDA 2018. Metode analisis yang valid digunakan untuk studi farmakokinetika akrilamida dan glisidamida pada tikus jantan Sprague-Dawley yang diberikan resveratrol. Hasil analisis secara statistika menunjukkan bahwa pemberian resveratrol menurunkan nilai t1/2, Cmax, AUC0-72, dan AUC0-∞, serta meningkatkan nilai Cl dan Ke dari akrilamida dan glisidamida (p<0,05).

Acrylamide is a carcinogen that can be found in cigarette, coffee, and foods heated at high temperatures (≥120oC). In body, acrylamide is metabolized to glycidamide which is a more reactive agent. Resveratrol is one of natural product which has been reported that it can detoxify acrylamide and glycidamide. This study was aimed to develop an analytical method of acrylamide and glycidamide in Volumetric Absorptive Microsampling (VAMS), from chromatographic condition and sample preparation optimization, analytical method validation, until its application to a pharmacokinetics study in rats administered resveratrol. The optimum chromatographic condition was obtained using C-18 SunfireTM Waters® column (5 µm; 250 x 4.6 mm); buffer phosphate 6 mM pH 3.5-methanol (96:4) as the mobile phase; the flow rate was 0.5 mL/min; the column temperature was 30oC; detected by UV detector at wavelength of 210 nm; and using isoniazid as the internal standard. The optimum sample preparation in VAMS was using protein precipitation with acetonitrile 100% as the extracting solvent, vortexed for 30 s, sonicated for 5 min and centrifuged for 1 min. The results of validation fulfilled the requirements according to FDA 2018 Bioanalytical Guideline. The valid analytical method was applied for pharmacokinetics study of acrylamide and glycidamide in male Sprague-Dawley rats administered resveratrol. The statistical analysis showed that the administration of resveratrol decreased t1/2, Cmax, AUC0-72, and AUC0-∞, and increased Cl and Ke of acrylamide and glycidamide (p<0.05)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Ramadhanti Nurhaliza
"Siklofosfamid (CP) merupakan salah satu obat kanker golongan agen pengalkilasi yang efektif digunakan untuk mengobati kanker payudara, limfoma non-Hodgkin, dan lain-lain. CP harus diubah menjadi metabolit aktifnya (4-hidroksisiklofosfamid/4-OHCP) untuk menghasilkan efek terapeutik. Siklofosfamid diubah menjadi 4-OHCP oleh beberapa enzim di hati, salah satunya sitokrom P450 2B6 (CYP2B6). CYP2B6 merupakan salah satu gen CYP yang paling bersifat polimorfik yang dapat memengaruhi regulasi transkripsional, ekspresi protein, dan kadar 4-OHCP dalam tubuh. Kadar 4-OHCP dapat menjadi parameter bahwa terapi yang diberikan efektif. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kecepatan hidroksilasi 4-OHCP dengan cara membandingkan konsentrasi 4-OHCP terhadap CP. Penelitian ini menggunakan 43 sampel Dried Blood Spot (DBS) pasien kanker payudara Indonesia yang terdapat CP dalam regimen terapinya. Darah pasien rata-rata diambil pada 2,23±0,38 jam (tmax CP) setelah pemberian kemoterapi. Sampel diekstraksi dengan pengendapan protein dan dianalisis menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Ultra Tinggi Tandem Spektrometri Massa (KCKUT-SM/SM); kolom Acquity UPLC BEH C18 (2,1 x 100 mm; 1,7μm); suhu kolom 50°C; fase gerak asam format 0,01% - metanol dengan elusi gradien; laju alir 0,15mL/menit; volume injeksi 10 μL. Deteksi massa menggunakan ESI (+) dengan nilai m/z 260,65>140,03 untuk siklofosfamid, 33,65>221,04 untuk 4-OHCP-SCZ, dan 337,71>225,05 untuk 4-OHCP-d4-SCZ. Validasi parisal yang dilakukan memenuhi persyaratan FDA 2018. Metode ini linear pada rentang 5 – 60.000 ng/mL untuk CP dan 5 – 1000 ng/mL untuk 4-OHCP. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dari 43 pasien didapatkan rentang CP 2106,16 – 34386,90 ng/mL. dan 4-OHCP 24,85 – 995,071 ng/mL. Berdasarkan rasio 4-OHCP/CP, terdapat 53% (23 subjek) tergolong rapid metabolizer, dan 47% (20 subjek) tergolong poor metabolizer.

Cyclophosphamide (CP) is an alkylating agent for anticancer and effective in treating breast cancer, non-Hodgkin lymphoma, and others. CP must be converted to its active metabolite (4-hydroxycyclophosphamide/4-OHCP) to produce a therapeutic effect. CP is converted to 4-OHCP by several enzymes in the liver, cytochrome P450 2B6 (CYP2B) is one of them. CYP2B6 is one of the most polymorphic CYP genes that can affect transcriptional regulation, protein expression, and the level of 4-OHCP in the body. The level 4-OHCP can be a parameter of whether the therapy is effective. Therefore, the purpose of this study is to determine the hydroxylation rate of 4-OHCP by comparing the level of 4-OHCP to CP. This study used a sample of 43 breast cancer patients Dried Blood Spot who contained CP in their regiment therapy which was taken in average time 2.23± 0.38 hours (tmax CP) after CP’s administration. Samples were extracted by protein precipitation method and analysed using Ultra Performance Liquid Chromatography-Tandem Mass Spectrometry (UPLC-MS/MS); Acquity UPLC BEH C18 column (2,1 x 100 mm; 1,7μm); temperature was 50°C; 0,01% formic acid - methanol as mobile phase with gradient elution for 6 minutes; flow rate was 0,15mL/minute; and injected volume 10 μL. Mass detection using a triple quadrupole with ESI (+) and multiple reaction monitoring detection with m/z values 260,65>140,03 for cyclophosphamide, 33,65>221.04 for 4-OHCP-SCZ, dan 337.71>225.05 for 4-OHCP-d4-SCZ. The partial validation performed has successfully met the validation requirements that refer to FDA 2018. This method was linear in the range of 5 – 60.000 ng/mL for CP and 5 – 1000 ng/mL for 4-OHCP. The result showed that from 43 patients, the CP levels ranged from 2106,16 – 34386,90 ng/mL. and 24,85 – 995,071 ng/mL for 4-OHCP. Based on the 4-OHCP/CP ratio, 53% (23 subjects) were classified as rapid metabolizers, and 47% (20 subjects) were classified as poor metabolizers."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasmina Diptasaadya
"Belakangan ini, telah ditemukan penyakit menular yang disebabkan oleh virus corona baru yang dinamakan penyakit coronavirus 2019 (COVID-19). Penyakit ini dapat menyebabkan gangguan pernapasan, demam, dan kelelahan pada orang yang terinfeksi. Sampai saat ini masih belum ada obat dan vaksin yang efektif untuk pengobatan dan pencegahan penyakit ini. Maka dari itu, WHO menyarankan agar orang – orang tetap berada di rumah dan menjaga jarak sosial (social distancing) untuk memutus rantai penularan penyakit. Dikarenakan diadakannya karantina dan social distancing ini, FDA menyatakan bahwa hal tersebut dapat menghambat protokol sampling pada uji klinis pengembangan obat dan produk medis. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dibutuhkan alternatif metode sampling yang dapat diaplikasikan dengan mudah di rumah. Saat ini, Volumetric Absorptive Microsampling (VAMS) telah menjadi perhatian dalam penggunaannya di bidang klinis dan bioanalisis. Review artikel ini membahas mengenai keuntungan dan tantangan yang mungkin ditemukan dalam penggunaan VAMS sebagai alternatif sampling uji klinis pengembangan obat dan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) selama pandemi COVID-19. VAMS dinyatakan sebagai terobosan mikrosampling yang cerdas dikarenakan pengambilan sampel yang mudah, dapat dilakukan sendiri oleh pasien di rumah, penyimpanan dan pengiriman pada suhu ruang, dan volume yang diambil sedikit serta sifat invasif minimal apabila dibandingkan dengan metode sampling konvensional. Pada aspek bioanalisis, VAMS diklaim dapat menyerap volume yang tepat sehingga dapat meningkatkan akurasi dan presisi metode analisis, serta dapat mengurangi efek hematokrit (HCT) yang terjadi pada sampel Dried Blood Spots (DBS). Penggunaan VAMS diharapkan dapat segera diimplementasikan dalam uji klinis dan PKOD selama pandemi ini berlangsung mengingat kelebihan yang dimilikinya.

An infectious disease, COVID-19, caused by a new type of coronavirus has been discovered recently. This disease can cause respiratory distress, fever, and fatigue in infected people. It still has no effective drug and vaccine for the treatment and prevention. Therefore, WHO recommends that people should stay at home and maintain social distancing to break the chain of the disease transmission. Due to the quarantine and social distancing, the FDA stated that this could hamper clinical trial protocols for the drug development and medical products. To overcome this problem, an alternative sampling method that can be applied easily at home is needed. Currently, Volumetric Absorptive Microsampling (VAMS) has become an attention in its use in clinical and bioanalytical fields. This review discusses the advantages and challenges that might be found in the use of VAMS as an alternative sampling tool for clinical trials in drug development and therapeutic drug monitoring (TDM) during the COVID-19 pandemic. VAMS is stated as a smart microsampling breakthrough due to the easy sampling, can be done at home, storage and delivery at room temperature, and the volume taken is small and minimally invasive compared with conventional sampling methods. In bioanalysis aspect, VAMS is able to absorb a fixed volume that can increase accuracy and precision of analytical methods, and to reduce the hematocrit effects (HCT) obtained in Dried Blood Spots (DBS) samples. The use of VAMS is expected to be implemented immediately in clinical trials and TDM during this pandemic considering the benefits it has."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avisha Nurfitriana Daniati
"Amfetamin atau di Indonesia banyak dikenal sebagai zat yang menjadi bahan campuran shabu ini masuk ke dalam kelas substansi sintetis yang bekerja pada susunan saraf pusat SSP . Amfetamin memiliki efek psikologikal yang luas sehingga biasa digunakan sebagai pengobatan terapi. Oleh karena efek menyenangkan dan menyebabkan tidak mengantuk, sehingga amfetamin sering disalahgunakan. Pembuktian penyalahgunaan ini memerlukan analisis amfetamin dalam matriks biologis. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode analisis amfetamin dalam dried blood spot DBS menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa KG-SM yang optimum dan tervalidasi. Pemisahan dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Gas-Spektrometri Massa dengan Kolom Kapiler DB-5 MS 30 m x 0,25 mm; 0,25 mm ; fase gerak gas Helium; laju alir 0,8 mL/menit; deteksi massa pada nilai 44,00 dan 91,00 untuk amfetamin serta 58,00 dan 77,00 untuk efedrin HCl sebagai baku dalam. Preparasi sampel yang optimum adalah dengan menotolkan 20 mL darah utuh yang telah ditambahkan analit 100 ng/mL pada kertas DBS dan dikeringkan selama 3 jam. Sampel diekstraksi menggunakan metanol 500 mL dan disonikasi selama 20 menit, bagian larutan metanol dipindahkan ke dalam vial yang ditambahkan 10 mL 0,25 HCl dalam metanol dan diuapkan dibawah aliran gas nitrogen. Residu direkonstitusi dengan etil asetat sebanyak 50 mL. Hasil validasi terhadap metode analisis amfetamin yang dilakukan memenuhi persyaratan validasi berdasarkan EMEA Bioanalytical Method Validation Guidelinetahun 2011. Metode yang diperoleh linear pada rentang konsentrasi 4,00 ndash; 60,00 ng/mL dengan r > 0,999.

Amphetamine or in Indonesia known as a compound of shabu is a synthetic substance that work on the central nervous system CNS . Amphetamines have extensive physchological effects so commonly used as therapeutic treatments. Because the effects of amphetamine are euphoria and alertness, so amphetamines are often misused. This proof of abuse requires the analysis of amphetamine in biological matrix. Thus, this study aim to obtain the method of amphetamine analysis in dried blood spots using an optimum and validated gas chromatography mass spectrometry GC MS . Separation was performed by Gas Chromatography Mass Spectrometry with DB 5 MS Capillary Column 30 m x 0.25 mm 0.25 m Helium as a gas phase 0.8 mL min flow rate mass detection at values of m z 44.00 and 91.00 for amphetamines and m z 58.00 and 77.00 for ephedrine HCl as an internal standard. Optimized sample preparation was performed by 20 mL of blood were pipetted onto the center of DBS cards, then dried for 3 hours. the extraction was performed by adding 500 mL of methanol and then the sample was sonicated for 20 minutes, the methanolic solution was transferred into the vial containing 10 mL of 0,25 HCl in methanol and evaporated under a gentle stream of nitrogen, then the residue was reconstituted with 50 mL of ethyl acetate solution. The validation result of amphetamine analysis method fulfilled the validation requirement based on EMEA Bioanalytical Method Validation Guideline of 2011. The obtained method of linear in the concentration range 4.00 ndash 60.00 ng mL with r 0.999. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>