Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146529 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahdiah Imroatul Muflihah
"Indonesia merupakan negara tertinggi kasus Tuberculosis ke 2 pada tahun 2020. Dalam empat tahun terakhir angka penemuan kasus di Kab. Sidoarjo masih <75%. Sehingga penelitian ini untuk menganalisis capaian penemuan kasus TBC paru di Puskesmas dengan angka penemuan kasus tertinggi dan terendah di Wilayah Kabupaten Sidoarjo tahun 2021. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain studi kasus. Dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2021. Hasil penelitian dari sisi input memiliki tenaga kesehatan yang cukup, sarana prasarana dan pendanaan yang memadai serta telah memiliki SOP pada setiap pelaksanaannya, namun untuk pelatihan SDM pada puskesmas penemuan kasus terendah 2 PJ program TB masih belum mendapatkan pelatihan dikarenakan baru memegang program TB. Dari sisi proses terdapat strategi pada kegiatan promosi kesehatan, penemuan kasus dengan menggunakan strategi pasif dan aktif, serta pencatatan dan pelaporan yang telah menggunakan SITB berbasis web yang ditunjang dengan formulir baku, namun terdapat kelemahan kurangnya sosialisasi kepada para kader TBC pada puskesmas dengan angka penemuan kasus terendah. Sisi Output cakupan penemuan kasus pada triwulan 1 masih jauh dari target yang ditentukan. Hasil penelitian menyarankan perlu adanya sosialisasi kembali terhadap para kader, adanya pemetaan kembali bagi tenaga kesehatan yang belum mendapatkan pelatihan, serta melakukan penyuluhan kepada masyarakat tanpa bertemu secara langsung.

Indonesia was the country with the second highest Tuberculosis case in 2020. In the last four years the case finding rate in Kab. Sidoarjo was still <75%. So this study is to analyze the achievement of pulmonary Tuberculosis case finding at the public health center with the highest and lowest case finding rates in the Sidoarjo Regency in 2021. This type of research is a qualitative research with a case study design. Held in June-July 2021. The results of the research from the input side have sufficient health personnel, adequate infrastructure and funding and already have a standart operational prosedur for each implementation, but for training human resources at the public health center, the lowest case finding 2 person of responsible in Tuberculosis program still has not received training because they are new to join the program. From the process side there are strategies for health promotion activities, case finding using passive and active strategies, as well as recording and reporting that have used web-based SITB supported by standard forms, but there is a weakness in the lack of socialization to Community health worker TB at the Public health center with lowest case finding rates. The output side of the coverage of case finding in the first quarter is still far from the specified target. The results of the study suggest that there is a need for re-socialization of Community health worker TB, re-mapping for health workers who have not received training, and conducting outreach to the community without meeting in person.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ester Tarida Ulibasa
"Tuberkulosis sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Indonesia negara tertinggi kedua untuk kasus TB terbanyak, Kabaupaten Tangerang penyumbang paling tinggi di Provinsi Banten, penemuan kasus TB di Kabupaten masih belum mencapai target. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan faktor determinan petugas TB yang berpengaruh dalam pelaksanaan kasus tuberkulosis paru di Puskesmas Kabupaten Tangerang. predisposisi yaitu pengetahuan, motivasi, imbalan, dan pemahaman tugas; faktor pemungkin yaitu sumber daya, tugas rangkap dan pelatihan; maupun faktor penguat yaitu supervisi. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dengan metode campuran. Populasi penelitian adalah seluruh petugas TB di Puskesmas se-Kabupaten Tangerang dengan total sebanyak 44 orang, maka seluruh populasi diambil sebagai sampel dengan kriteria inkulsi sebanyak 35 orang petugas. Tahapan analisis data yaitu univariat, bivariat dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh sumber daya (p=0,003), supervisi (p=0,001), pelatihan (p=0,027), imbalan (p=0,001), tugas rangkap (p=0,001), tugas rangkap (p=0,001), pemahaman tugas(p=0,001), motivasi(p=0,001) dan pengetahuan (p=0,001) terhadap pelaksanaan penemuan kasus TB. Diharapkan puskesmas perlu berkomitmen dalam mendukung pelaksanaan penemuan kasus TB dengan cara menginstruksikan, melakukan supervisi, memberikan reward. Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang agar dapat melengkapi sarana maupun prasarana.

Tuberculosis is still a public health problem in the world, especially in developing countries including Indonesia. Indonesia is the second highest country for the most TB cases, Tangerang Regency is the highest contributor in Banten Province, the discovery of TB cases in the Regency has not yet reached the target. The purpose of the study was to determine the relationship between the determinants of TB officers who had an effect on the implementation of pulmonary tuberculosis cases at the Tangerang District Health Center. predisposition, namely knowledge, motivation, reward, and understanding of the task; enabling factors, namely resources, dual tasks and training; as well as the reinforcing factor, namely supervision. This study used a cross sectional approach with mixed methods. The study population was all TB officers at Puskesmas throughout Tangerang Regency with a total of 44 people, so the entire population was taken as a sample with inclusion criteria as many as 35 people. The stages of data analysis are univariate, bivariate and qualitative. The results showed that there was an influence on resources (p=0.003), supervision (p=0.001), training (p=0.027), rewards (p=0.001), multiple assignments (p=0.001), multiple assignments (p=0.001), understanding of tasks (p = 0.001), motivation (p = 0.001) and knowledge (p = 0.001) on the implementation of TB case finding. It is hoped that puskesmas need to be committed to supporting the implementation of TB case finding by instructing, supervising, and providing rewards. Tangerang District Health Office in order to complete the facilities and infrastructure."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Gordon
"Study Case For Control of The Use of Health Service By BTA Lung Tuberculosis Sufferers at Kapuas Hulu Regency Community Health Centers in The Year of 2000.
Up to now, lung tuberculosis (Tb) is a major community health problem. It is estimated that one third of the world population are the victims of the disease. Most of them (95 %) come from the developing countries. The low discovery of lung Tb sufferers (33%) has caused the disease transmission chain very difficult to broken causing approximately 8 millions of the world population to suffer from the disease, and 3 millions of them die each year. Indonesia is one of the developing countries with approximately 450,000 Tb cases (prevalence rate 0.22 %) and 175,000 Tb death each year, making is the third largest Tb contributor in the world.
Kapuas Hulu Regency (West Kalimantan Province) has 200,000 population. Although DOTS Strategy has been implemented gradually in the area since 1996 and adopted by all of the community health centers since 1999, there are only 33 % of estimated Tb cases can be discovered. This condition reflecting the phenomenon of community behavior towards the use of health service facility, especially the community health centers at Kapuas Hulu Regency. Thus, it induces questions about factors affecting the use of health service at the community health center by lung Tb patients.
In identifying the problem, since there are many factors affecting the use of community health center, this research used case control design with Green Theory approach (1980). Cases in this research were the BTA (+) lung Tb sufferers who were encountered through field survey during the research. While controls consisted of BTA (+) lung Tb sufferers who were listed in the Tb registry of the health centers.
Bipartite analysis shows that variables related to the use of health service in community health center are education with Odds Ratio 1.91, knowledge with OR 2.16, cost with OR 2.30, distance with OR 2.24, Transportation facility with OR 8.10, Health information OR 2.46, and service by health person with OR 2.41.
Multivariate analysis with logistic regression shows that variables related to the use of community health center by the BTA (+) lung Tb patients based on the contribution of transportation facility, knowledge, and health information, with its logistic equation : fog it (use of health service) - 2.876 + 2.547 (transportation) + 1.180 (knowledge) + 1.083 (health information).
In conclusion, knowledge, education, cost, transportation facility, distance. health information and service by health person can affect the behavior of lung Tb suffers in utilizing health service facility at the community health center. Above all, the availability of transportation facility is the most dominant factor.
Result from the study recommend that the community health centers and regency health service need to increase the frequency of health education regarding lung Tb to the community, using more understandable and simple methods. The regency government is advised to build facilities to increase community access to the health service. Health service approaching to the community is the easiest way to do for the community health center.
Library : 23 (1979-1999).

Penyakit tuberkulosis paru sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi penyakit tuberkolosis paru ini. Sebagian besar (95 %) dari penderita tersebut berada pada negara berkembang. Rendahnya penemuan penderita Tb paru (33%) membuat rantai penularan semakin sulit diputuskan, sehingga diperkirakan terdapat 9 juta penduduk dunia diserang Tb paru dengan kematian 3 juta orang pertahun. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang, diperkirakan setiap tahunnya terjadi 583.000 kasus Tb (prevalence rate 0,22 %) dan 140 ribu meninggal setiap tahunnya, sehingga menyumbang Tb paru terbesar ketiga.
Kabupaten Kapuas Hulu yang terletak pada Propinsi Kalimantan Barat dengan penduduk lebih kurang 200.000 jiwa, baru dapat menemukan penderita Tb paru sekitar 33 %, walaupun sejak tahun 1996 strategi DOTS sudah digunakan secara bertahap dan tahun 1999 seluruh puskesmas sudah mengadopsinya.
Rendahnya penemuan penderita Tb paru ini merupakan gambaran fenomena perilaku masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan khususnya puskesmas di Kabupaten Kapuas Hulu. Oleh karena itu menjadi pertanyaan faktor - faktor apa saja yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh penderita Tb paru di puskesmas.
Untuk mengidentifikasi hal tersebut, penelitian ini menggunakan disain kasus kontrol dengan pendekatan teori Green (1984), mengingat bahwa banyak faktor - faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh penderita Tb paru di puskesmas. Kasus dalam penelitian ini adalah penderita Tb paru BTA (+) yang ditemukan melalui survei lapangan pada saat penelitian dilakukan. Sedangkan kontrol adalah pcnderita Tb paru BTA (+) yang ditemukan dalam register pengobatan Tb paru jangka pendek.
Analisis bivariat menunjukkan bahwa variahel yang herhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas adalah pendidikan dengan Odds Rasio (OR) 1,91 , pengetahuan dengan OR 2,16 , biaya dengan OR 2,30 , jarak dengan OR 2,24 , sarana transportasi dengan OR 8,10 , penyuluhan dengan OR 2,46 , dan pelayanan petugas dengan OR 2,41.
Analisis multivariat dengan regresi logistik mcnunjukkan bahwa variabel yang herhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh penderita Tb paru BTA (+) di puskesmas berdasarkan kontribusinya secara berurutan adalah Sarana transportasi, pengetahuan, dan penyuluhan dengan model persamaan logistiknya : Logit (pemanfaatan pelayanan kesehatan) = - 2,876 + 2,547 (transportasi) + 1,180 (pengetahuan) + 1,083 (penyuluhan).
Sebagai kesimpulannya adalah faktor pengetahuan, pendidikan, biaya, transportasi, jarak, penyuluhan, dan pelayanan petugas dapat mempengaruhi perilaku penderita Tb paru dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas, dan ketersediaan sarana transportasi merupakan faktor yang paling dominan.
Disarankan kepada puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten untuk meningkatkan frekuensi penyuluhan tentang Tb paru kepada masyarakat dengan menggunakan metoda yang mudah dimengerti masyarakat. Juga kepada Pemerintah Daerah disarankan untuk membangun sarana dan prasarana yang memudahkan akses masyarakat kepada pelayanan kesehatan. Mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat merupakan alternatif yang paling mudah dilakukan oleh puskesmas.
Kepustakaan : 23 ( 1979 - 1999 )"
2001
T2091
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farhan Dwi Yulianto
"Proporsi keberhasilan pengobatan pada pasien TBC yang diobati di Jakarta Barat trend-nya mengalami penurunan sebesar 83,40% (tahun 2020), 79,36% (2021), dan 77,18% (tahun 2022) (ketidakberhasilannya 22,82%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan pengobatan, co-infeksi HIV, dan riwayat pengobatan sebelumnya dengan dengan kesintasan pasien TBC SO terhadap ketidakberhasilan pengobatan di Kota Jakarta Barat tahun 2022. Desain studi penelitian ini yaitu kohort retrospektif dengan data bersumber dari laporan TB03.SO Sistem Informasi Tuberkulosis (TBC SO) Kota Jakarta Barat periode Januari-Desember 2022. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif, survival dengan menggunakan Kaplan Meier, dan multivariat dengan menggunakan cox regression. Dari 2116 pasien yang eligible pada penelitian ini terdapat 1846 pasien yang menjadi sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa insiden rate kumulatif sebesar 4,9/1000 orang-minggu dengan probabilitas survival kumulatif 70,5%. pada kelompok negatif DM, pada saat pasien TBC SO tidak patuh minum obat HR: 47,78 kali (95% CI: 32,59-70,03; p-value: <0,001) setelah dikontrol variabel jenis kelamin. Hasil analisis multivariat menunjukkan pada kelompok tidak ada riwayat pengobatan, pada saat pasien TBC SO tidak patuh minum obat memiliki HR: 65,65 kali (95% CI: 43,09-100,03; p-value: <0,001) setelah dikontrol variabel jenis kelamin. Pada kelompok ada riwayat pengobatan, pada saat pasien TBC SO tidak patuh minum obat memiliki HR: 26,28 kali (95% CI: 12,54-55,03; p-value: <0,001) setelah dikontrol variabel jenis kelamin. pada kelompok patuh pengobatan, pada saat pasien TBC SO memiliki riwayat pengobatan sebelumnya memiliki HR: 2,3 kali (95% CI: 1,06-5,01; p-value: 0,035). Diharapkan menguatkan koordinasi dengan poli lainnya (Poli HIV/PDP atau Poli Penyakit Dalam) untuk memantau keteraturan minum OAT dan juga obat untuk penyakit penyerta lainnya untuk kasus TBC dengan komorbid misalnya ARV pada pasien HIV dan terapi DM bagi pasien DM. Perlu dilakukan pemantauan efek samping, konsultasi, tatalaksana efek samping sesuai standar, dan juga follow up pengobatan pasien sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan dan mengurangi angka ketidakberhasilan pengobatan.

The proportion of successful treatment for TB patients treated in West Jakarta has decreased by 83.40% (2020), 79.36% (2021), and 77.18% (2022) (22.82% failure) . This study aims to determine the relationship between treatment adherence, HIV co-infection, and previous treatment history with TB SO patient survival and treatment failure in West Jakarta City in 2022. The study design of this research is a retrospective cohort with data sourced from the TB03.SO System report. Information on Tuberculosis (TBC SO) for West Jakarta City for the period January-December 2022. The analysis used in this research is descriptive analysis, survival using Kaplan Meier, and multivariate using cox regression. Of the 2116 eligible patients in this study, 1846 patients were included in the research sample. The results showed that the cumulative incidence rate was 4.9/1000 person-weeks with a cumulative survival probability of 70.5%. in the DM negative group, when TB SO patients were non-compliant with taking medication HR: 47.78 times (95% CI: 32.59-70.03; p-value: <0.001) after controlling for the gender variable. The results of the multivariate analysis showed that in the group with no history of treatment, when TB patients did not adhere to taking medication, the HR was: 65.65 times (95% CI: 43.09- 100.03; p-value: <0.001) after controlling for variables gender. In the group with a history of treatment, when TB patients did not comply with taking medication, the HR was 26.28 times (95% CI: 12.54-55.03; p-value: <0.001) after controlling for the gender variable. in the treatment adherent group, when TB SO patients had a history of previous treatment, the HR was: 2.3 times (95% CI: 1.06-5.01; p-value: 0.035). It is hoped that coordination with other polyclinics (HIV/PDP Polyclinic or Internal Medicine Polyclinic) will be strengthened to monitor the regularity of taking OAT and also medication for other comorbidities for TB cases with comorbidities, for example ARVs for HIV patients and DM therapy for DM patients. It is necessary to monitor side effects, consult, manage side effects according to standards, and also follow up on patient treatment so as to increase treatment compliance and reduce the rate of treatment failure."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukmahadi Thawaf
"ABSTRAK
Penyakit TB Paru adalah penyakit infeksi kronis yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diperkirakan setiap tahun di Indonesia terdapat 583.000 kasus Baru TBC , dimana 200.000 penderita terdapat disekitar Puskesmas.
Puskesmas Jayagiri di kabupaten Bandung memiliki masalah cakupan pelayanan penderita TB paru yang rendah , sehingga dilakukan studi ini yang hertujuan mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan pertama kali tersangka penderita TB Paru .
Penelitian ini menggunakan Disain Cross sectional dimana sampel penelitian adalah seluruh tersangka penderita Tb paru yang ditemukan melalui skrining sebanyak 338 penderita.
Hasil studi ini kami dapatkan Proporsi tersangka penderita TB Paru diwilayah kerja Puskesmas Jayagiri Kecamatan Lembang adalah sebesar 0,79 %,
Perilaku Pencarian pengobatan pertama kali tersangka TB Paru diwilayah kerja Puskesmas Jayagiri Kecamatan Lembang tindakan pertama pencarian pengobatan ke puskesmas sebesar 30,7 % non puskesmas 69,3%, dan dari seluruh variabel yang diamati faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan tersangka penderita TB Paru adalah yaitu Variabel Persepsi biaya, Variabel Persepsi penyakit, Variabel Pengetahuan TB paru, Variabel status pekerjaan, variabel persepsi menyembuhkan dan variabel anjuran berobat.
Selanjutnya studi ini merekomendasikan agar Puskesmas meningkatkan mutu penyuluhan dan sosialisasi Strategi DOTS sehingga bisa terjadi perbaikan persepsi terhadap TB paru. Yang pada akhirnya meningkatkan cakupan pelayanan Puskesmas dan atau disarankan untuk memperluas pelayanan strategi DOTS ke pelayanan Rumah sakit dan pelayanan swasta lainnya.

ABSTRACT
Indonesia is approximatly has 583,000 new TB cases. It is estimated that 200,000 cases are around Community Health Centre (CHC.
The coverage of TB cases in Puskesmas Jayagiri, Bandung District is low, therefore the study aims to determine factors related to the first medical treatment seeking behavior by the suspect of pulmonary tuberculosis in puskesmas.
The study using cross sectional design, the samples are the whole of pulmonary TB suspected cases founded by screening, with the total number is 338 cases.
Conclusions:
The study founde proportion of suspected pulmonary TB founded in the area of Puskesmas Jayagiri, Lembang is 0.79 %, and the first health seeking behavior of pulmonary TB suspected in the area of jurisdiction of Puskesmas Jayagiri, Lembang, such as the first action of seeking behavior treatment to the CHC is the 30.7 %, non-CHC 69.3 % and based on the all observed variables factors which related to the first health seeking behavior of pulmonary TB suspected are : cost perception, occupation, disease perception, sick period, distance perception and curing suggestion.
Furthermore, this study suggested to increase the quality of personal health education and socialization of directly observed treatment short course (DOTS) strategy, to increase the coverage of TB case finding and expanded DOTS strategy service to hospital and the other private sector.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambun Kadri
"Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberkulosis. Di Indonesia penyakit ini merupakan masalah utama kesehatan masyarakat karena kasusnya terus meningkat setiap tahunnya tetapi tidak dapat terdeteksi dengan baik karena salah satu penyebabnya adalah perilaku pencarian pengobatan yang menjadi tersangka penderita penyakit ini tidak datang ke fasilitas kesehatan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku pencarian pengobatan tersangka penderita TB Paru di wilayah puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2005.
Penelitian ini menggunakankan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah serta telaah dokumen. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja puskesmas Tanjung Paku. Sebagai informan adalah masyarakat yang diduga tersangka penderita TB Paru yang dibagi menjadi enam kelompok berdasarkan perilaku pencarian pengobatannya yaitu perilaku 1 adalah tidak melakukan tindakan apa-apa, perilaku 2 mengobati diri sendiri perilaku 3 berobat kedukun, perilaku 4 membeli obat warung, perilaku 5 berobat ke puskesmas dan perilaku 6 berobat ke dokter praktek swasta. Dari keenam perilaku ini diambil masingmasing satu informan untuk dilakukan wawancara mendalam dan delapan orang untuk dilakukan diskusi kelompok terarah, selain itu juga dilakukan wawancara mendalam kepada petugas kesehatan, pengawas menelan obat, dukun, warung obat, tokoh masyarakat, keluarga dan penderita TB Paru dan dokter praktek swasta. Karateristik informan yang dilihat adalah pengetahuan, persepsi, sikap, motivasi, dan niat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa informan perilaku 1 dan 2 tidak mempunyai pengetahuan tentang TB Paru, perilaku 3 dan 4 mempunyai pengetahuan cukup baik tentang, perilaku 5 dan 6 sudah mempunyai pengetahuan yang baik terhadap penyakit TB Paru. Persepsi informan terhadap penyakit TB Pam pada perilaku 1 dan 2 kurang baik, pada perilaku 3 dan 4 cukup baik dan pada perilaku 5 dan 6 sudah baik Sikap informan terhadap penyakit TB Paru semua setuju bahwa penyakit tarsebut menular dan bisa disembuhkan bila teratur berobat ke puskesmas kecuali pada perilaku 1 dan 2 tidak setuju dengan hal tersebut. Semua informan mempunyai motivasi yang positif terhadap penyakit TB Paru kecuali perilaku 1 dan 2 yang mempunyai motivasi negatif Niat dan keinginan untuk sembuh bila menderita penyakit TB Paru semua kelompok mempunyai niat dan keinginan seperti itu kecuali sebagian kecil dari perilaku 1. Dan laporan puskesmas tahun 2005 basil penjaringan pasien tersangka TB Paru masih sangat rendah Baru mencapai 38,5% dari sasaran yang telah ditetapkan.
Petugas kesehatan mempunyai pengetahuan, persepsi, sikap, motivasi dan niat yang bailk terhadap program TB Paru puskesmas demikian juga pada pengawas menelan obat dan keluarga penderita Tidak ada kerjasama puskesmas dengan tokoh masyarakat, dukun dan dokter praktek swasta dalam program penanggulangan penyakit tuberkulosis.
Peneliti menyarankan kepada puskesmas Tanjung Paku untuk meningkatkan kegiatan promosi aktif program P2TB paru dan kerjasama lintas sektor dan program.

The tuberculosis is direct infection disease that caused by Mycobacterium Tuberculosis. In Indonesia this disease is the main public health problem because the case adding every year but can not good detection.. Because this case may cause by medication seeking behavior of this disease patient not coming to health facility.
This research aim is to find the behavior of TB lungs patient medication seeking in Tanjung Paku primary health center Solok City West Sumatera year 2005.
This research using qualitative approach by doing circumstantial interview and directional group discussion and also document analyze. Research location is done in Tanjung Paku'.primary health centre working regional. As informant is society that suspect as TB lungs patient which divided into six group based on medication seeking behavior that is behavior 1 with not doing any action, behavior 2 with curing oneself; behavior 3 of medicating to shaman, behavior 4 with buying stall medication, behavior 5 of medicating in primary health centre and behavior 6 of medicating to private doctor. From these six behaviors each one informant taken for a circumstantial interview and eight people for directional group discussion, and also done circumstantial interview to health official, medicine consumes watcher, shaman, drug store, public figure, family from TB lungs patient and private doctor. Informant characteristic seen is knowledge, perception, attitude, and intention.
This research result shows that informant toward TB lungs disease in behavior 1 and 2 do not have knowledge, behavior 3 and 4 is quite good, behavior 5 and 6 is good. Informant perception toward TB lungs disease in behavior 1 and 2 is not quite good, behavior 3 and 4 is quite good, and behavior 5 and 6 is good. Informant attitude toward TB lungs disease is everyone agree that the disease contaminate and can be cured if regularly take medicine from primary health care except in behavior 1 and part of behavior 2 do not agree with it. All informants have positive motivation toward TB lungs disease except behavior 1 and 2 that has negative motivation. Intention and desire to be cured if infect by TB lungs disease is agreed by all group except part of behavior. From primary health centre report year 2005 the result of TB lungs patient screening is 30 % target exist and this still very low.
Health official has good knowledge, perception, attitude, motivation, and attention toward primary health care TB lungs program and also toward medicines consumes watcher and patient family. There is no cooperation between primary health centre with public figure, shaman and private doctor in this tuberculosis disease preventative program.
Researcher suggest Tanjung Paku primary health centre to increase active promotion activity of it P2TB program and cooperation across sector and program."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19065
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Mediana Purnami
"Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena merupakan penyakit yang menular dan dapat menyebabkan kematian. Salah satu upaya penanganan tuberculosis di dunia dengan program strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) termasuk di Indonesia. Sebenarnya bila TB paru ditanggani dengan baik dan benar dapat disembuhkan sehingga diharapkan setiap penderita TB paru dapat sembuh dari penyakitnya, akan tetapi bila tidak ditanggani dengan baik dan benar dapat menyebabkan terjadinya DO (Drop Out). Di Kabupaten Bandung rata-rata angka DO penderita TB paru pada tahun 2001, sebesar 10,8%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya DO pada penderita TB paru di Kabupaten Bandung tahun 2001.
Penelitian ini menggunakan data primer dengan disain kasus kontrol dan dilakukan di wilayah Kabupaten Bandung, dilaksanakan pada bulan Mei- Juni 2002. Sampel penelitian adalah penderita TB paru di Kabupaten Bandung dengan jumlah sampel kasus sebanyak 77 responden dan kontrol sebanyak 77 responden.
Hasil penelitian mengenai persepsi biaya dengan terjadinya DO pada penderita TB paru diperoleh ORa 8,918 dengan (95% CI 1,859 - 42,785) dan nilai p=0,006, berarti bahwa biaya mahal beresiko sebesar 8,92 kali untuk menjadi DO bila dibandingkan dengan penderita yang berpersepsi murah setelah dikontrol dengan variabel jarak dan ESO.
Demikian Pula dengan penderita TB paru yang merasakan adanya ESO diperoleh nilai p=0,004 (p<0.05) dengan ORa 2,78 (95%CI: 1,393-5,539) berarti bahwa penderita TB paru yang merasakan adanya ESO beresiko 2,78 kali bila dibandingkan dengan penderita yang tidak merasakan adanya ESO, setelah dikontrol variabel jarak dan biaya. Sedangkan penderita TB paru dengan persepsi jarak jauh diperoleh p 0,012 (p<0,05) dan ORa 2,497 (95% CI: 1,220-5,109), berarti bahwa penderita TB paru yang berpersepsi jauh dari rumah ke tempat pelayanan beresiko 2,497 kali menjadi DO bila dibandingkan dengan penderita TB paru dengan persepsi jarak dekat setelah dikontrol variabel biaya dan adanya ESO.
Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya DO pada penderita TB paru pada penelitian ini dapat memberikan saran kepada Dinas Kesehatan dan Puskesmas pengelola program TB paru sehingga dapat menekan angka DO penderita TB paru di Kabupaten Bandung.

The Factors Related to the Occurrence of DO of Pulmonary TB Patients in Bandung Regency in the Year 2001Tuberculosis is still a health problem in Indonesia as well as in other countries in the world because it is a contagious disease which can cause death if not treated well. One effort in treating Tuberculosis in the world including in Indonesia is by applying the strategic program, namely the DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). In fact, in the pulmonary Tuberculosis is treated well and properly, it can be cured, and therefore every TB patient can recuperated but if it is not treated well and properly it will result in DO (Drop Out). In Bandung Regency the DO of pulmonary TB in the year 2001 is 10.8%.The aim of this research is to know the factors related to the DO of pulmonary TB patients in Bandung Regency in the year 2001.
This research applies primary data with a case-control design and is done in Bandung Regency, carried on in May - June 2002. The samples of the research are pulmonary TB patients in Bandung Regency with the sample case of 77 respondents and control as many as 77 respondents.
The result of the cost perception causing DO in pulmonary TB patients is OR 8.918 with (95%CI 1.859 - 42.785) and the p value =0.006, which means the high cost perception ha a risk of 8.92 times to be DO if compare to patients with cheap perception after being controlled distance perception variable and the side effect of tuberculosis-pulmonary drug therapy.
It is also the same as the pulmonary TB patients who feel the side effect of tuberculosis-pulmonary drug therapy with ORa 2.778 (95% CI: 1,339-5,539) and the p value = 0,004 (p<0,05) which means who feel the side effect of tuberculosis - pulmonary drug therapy has a risk of 2,778 times to be DO if compare to patients who do not feel the side effect of tuberculosis-pulmonary drug therapy after being controlled with the perception cost and with far distances perception.
And the pulmonary TB patients with the far distances perception with ORa 2.497 (95% CI; 1,220-5,109) and p value = 0,012 (p<0,05) its means the patients with the far distances perception has risk of 2,497 times to be DO if compare to pulmonary TB patients with the near distances perception after being controlled with cost variable and the side effect of tuberculosis-pulmonary drug therapy.
Having known the factors related to the occurrence of DO in pulmonary TB patients in this research, it is possible to give suggestions to: the health office regency and the pulmonary program, to reduce the number of DO."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 10727
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pirade, Adolfina
"Salah satu kesepakatan Internasional dalam meningkatkan angka kesembuhan penyakit tuberkulosis paru adalah memberikan pengobatan dengan sistem DOTS. Indonesia telah memulai program DOTS ini sejak tahun 1995 yang dilaksanakan secara bertahap di provinsi, khususnya di DKI Jakarta telah dimulai sejak Juli 1997.
Sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan Program P2TB Paru bahwa seorang penderita dinyatakan sembuh bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada akhir bulan ke-516 dan akhir pengobatan. Berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan di Jakarta Pusat ternyata bahwa 38,4% penderita TB paru yang selesai berobat tidak memeriksakan ulang dahaknya, sampai saat ini belum ada penelitian di DKI Jakarta mengenai faktor yang berhubungan dengan pemeriksaan ulang dahak.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tidak dilaksanakannya pemeriksaan ulang dahak di puskesmas Jakarta Pusat. Disain penelitian digunakan yaitu kasus kontrol dengan sampel penelitian adalah penderita TB paru baru BTA positif telah selesai pengobatan kategori 1 berumur 15 tahun keatas yang berobat di puskesmas Jakarta Pusat. Besar sampel 150 orang yaitu sampel kasus sebanyak 75 orang dan sampel kontrol 75 orang.
Hasil penelitian dilakukan analisis multivariat dengan logistic regression dengan maksud untuk mengetahui hubungan variabel dependen dengan variabel independen. Berdasarkan hasil analisis bivariat dari 15 variabel maka didapatkan variabel yang nilai p<0,25 ada 9 variabel, ternyata pada analisis multivariat didapatkan hanya 3 variabel yang berhubungan bermakna (p<0,05) yaitu pengetahuan (OR=28,44 95% CI 4,66-173,62), persepsi (DR 13,90 95% CI 3,54-54,57), kemudahan mengeluarkan dahak (OR=7,54 95% CI 3,31-17,18), serta interaksi antara pengetahuan dengan persepsi (0R=0,11 95%CI 0,14-0,81) dan nilai p=0,031.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa dengan pengetahuan rendah, persepsi buruk, sukar mengeluarkan dahak dan interaksi antara pengetahuan kurang dan persepsi buruk secara bersama-sama mempunyai hubungan yang bermakna (p<0,05) dengan tidak dilaksanakannya pemeriksaan ulang dahak penderita TB paru baru BTA positif di puskesmas Jakarta Pusat tahun 2000. Sesuai dengan hasil demikian maka disarankan agar dilakukan penyuluhan kepada penderita sebelum pengobatan dan setiap penderita melaksanakan pengambilan obat oleh petugas program P2TB di puskesmas, sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan petugas kesehatan yang mampu dan mau benar-benar melaksakanan pekerjaan ini tentunya dengan pelatihan, supervisi dan pertemuan yang membahas masalah pelaksanaan Program TB Paru di puskesmas.

Study of Factors Associated With Not to Re-Examine Their Sputum among New Cases with Positive Fast Acid Bacilli Pulmonary Tuberculosis in Health Centers in Central JakartaOne of the International commitments in increasing the cure rate of pulmonary tuberculosis is to give therapy with DOTS system. Indonesia has started the DOTS program since 1995 beginning in some provinces and gradually expanded to the others. Jakarta began the program in 1997.
According to the criteria set by the Pulmonary TB Eradication Program, a patient is cured if laboratory examination of the sputum shows negative result by the end of the 5th or 6th month of therapy and by the end of the therapy. Secondary data collected in Central Jakarta showed that 38.4% of TB patients which have completed their therapy did not re-examine their sputum. So far there was no study in Jakarta which tried to find out factors related to this re-examination rate.
This research was conducted to know what factors that influence TB patients not to re-examine their sputum in Health Centers in Central Jakarta. The research design used is a case control study where samples were taken from new pulmonary TB patients with positive Fast Acid Bacilli having completed their Category I therapy, aged more than 15 years who came to health centers in Central Jakarta. The sample size was 150, consists of 75 cases and 75 controls.
The data were analyzed by multivariate analysis using logistic regression to know the relation between dependent variables with independent variables. Bivariate analysis from 15 variables showed that 9 variables had p value < 0.25, while multivariate analysis showed that only 3 variables had significant relation (p <0.05), knowledge (OR = 28.44 95% CI 4.66-173.63) p = 0.000, perception (OR = 13.90 95% CI 3.54- 54.57) p = 0.000, the ease to produce sputum (OR = 7.54 95% CI 3.31-17.18) p= 0.000 and interaction between knowledge and perception (OR = 0.11 95% CI 0.14- 0.8I) p = 0.031.
The conclusion of this research is that low knowledge, bad perception, difficulties in producing sputum and interaction between lack of knowledge and bad perception have significant relation (p < 0.05) with the unwillingness to re-examine the sputum among new pulmonary TB patients with positive AFB who came to health centers in Central Jakarta in 2000. Therefore it is suggested that TB program officers in health centers give proper information/education to the patients before starting the TB therapy and every time the patients come to get the TB drugs and hence we need to have officers who are capable and willing to do their work and this certainly can be created by training, supervisions and series of meeting which discuss about pulmonary TB program in health centers."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T5783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Rahmansyah
"ABSTRAK
Tahun 2009 Indonesia berada pada peringkat kelima dunia dalam jumlah
orang dengan TB. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total
jumlah pasien TB didunia. Salah satu permasalahan program TB yaitu tingginya
angka DO. Tahun 2010 angka DO kota Palembang yaitu 6,3% dan tertinggi di
Rumah Sakit Paru Palembang yaitu 17,64%. Studi ini bertujuan untuk mengetahui
faktor yang berhubungan dengan terjadinya DO pada penderita TB paru. Desain
penelitian ini kohort retrospektif dengan estimasi survival Kaplan Meier dan Log
Rank Test sebagai analisis bivariat serta regresi cox sebagai analisis multivariat.
Populasi penelitian ini adalah semua penderita TB dewasa di Rumah Sakit Paru
Palembang tahun 2010. Sampel adalah keseluruhan populasi (N=205). Penelitian ini
mendapatkan angka DO penderita TB paru di Rumah Sakit Paru Palembang tahun
2010 sebesar 21,5%. Faktor yang berhubungan dengan DO yaitu status pekerjaan
p=0,003 (HR=3,7 95%CI: 1,6 ? 8,4) dan efek samping obat p=<0,001 (HR 7,3
95%CI: 3,1-17,2). Penderita TB terutama yang bekerja perlu dimotivasi dalam
menjalani pengobatan dan mendapat manajemen yang baik untuk mengantisipasi efek
samping obat.

ABSTRACT
In 2009 Indonesia was the fifth in the world in the number of people with TB.
The number of TB cases in Indonesia approximately 5.8% of total number of the
world. One of TB program problem is the high of dropout rate. In 2010 in Palembang
the dropout rates were 6.3% and the highest were 17.64% in Palembang Lung
Hospital. This study aimed to identify the factors that associated to dropout of
pulmonary TB cases. This was a retrospective cohort study using Kaplan-Meier
survival estimation and Log Rank test in bivariate analysis and Cox Regression in
multivariate analysis. The population was all of adult TB cases at Palembang
Hospital 2010. The sample were total population (N=205). The study found 21.5% of
TB cases at Palembang Lung Hospital 2010 were dropout. The factors that associated
to drop out were occupation status p=0,003 (HR=3.7, 95%CI: 1.7?8.4) and side effect
of anti tuberculosis drugs p=<0,001 (HR=7.3, 95%CI: 3.1?17.2). Need a good
motivation to support the therapy of TB cases that have work and a good
management to anticipated the side effect of therapy."
2012
T30717
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rineta Apgarani
"ABSTRAK
Latar belakang: Semakin tingginya angka kejadian Tuberkulosis Multi Drug Regimen TB MDR pada pasien TB dengan riwayat OAT kategori II dan hasil pengobatan yang tidak memuaskan menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas dan faktor yang mempengaruhi efektivitas regimen ini. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas OAT kategori II dan faktor-faktor yang mempengaruhinya karakteristik demografi, komorbiditas, pola resistensi, bacterial load, konversi dan TB ekstra paru pada pasien TB paru dengan riwayat pengobatan sebelumnya di RSUP Persahabatan. Metode: Penelitian dengan metode consecutive sampling dilakukan pada pasien yang diberikan pengobatan kategori II di Poli Paru RS Persahabatan tahun 2014.Hasil: Sebanyak 68 subjek yang mendapat pengobatan OAT kategori II diikutsertakan dalam penelitian ini. Karakteristik terbanyak yaitu subjek berusia 21-40 tahun 50,7 , laki-laki 64,8 , kasus kambuh 67,6 , komorbid DM 15,5 , pleuritis 8,5 , resistensi RHES 5,6 , kemasan KDT 94,4 , konversi 69,6 , dan bacterial load negatif 35,2 . Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya didapatkan frekuensi pengobatan kategori II 1 kali sebanyak 73,2 dengan lama pengobatan 8-12 bulan sebesar64,8 . Hasil pengobatan kategori II sembuh sebanyak 54,4 . Faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan keberhasilan pengobatan yaitu lama pengobatan p=0,000 .Kesimpulan: Efektivitas rejimen pengobatan kategori II pada penelitian ini cukup baik. Faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan keberhasilan pengobatan adalah lama pengobatan dan TB ekstraparu.

ABSTRACT
Background The high incidence of MDR TB patients with history of category II anti tuberculosis treatment and the unsatisfactory results of the outcome raise questions on the effectiveness and the influencing factors of this regimen.Objective This study aimed to asses the effectivity of category II anti tuberculosis and the influencing factors demographic characteristics, comorbidities, resistance patterns, bacterial load, sputum conversion and extra pulmonary TB in pulmonary TB patients with a history of previous treatment at RSUP Persahabatan.Methods Study was conducted with consecutive sampling in patients given treatment of category II in RSUP Persahabatan Lung Clinics in 2014.Results The study sample was 68 subjects who received category II anti tuberculosis. The most characteristic found was the age of 21 40 year 50.7 , male 64.8 , relapse cases 67.6 , DM comorbid 15.5 , TB pleurisy 8.5 , RHES resistance 5.6 , FDC drug packaging 94.4 , sputum conversion 69.6 and negative bacterial load 35.2 . History of the category II anti tuberculosis treatment 1 times was 73.2 with a duration of 8 12 months 64.8 . Most of the treatment outcomes were cured 54.4 . Factors which had significant correlation were the length of treatment p 0.00 .Conclusion Effectiveness of category II treatment regimens is quite satisfactory. Factors which have a significant correlation are the duration of treatment. "
2016
T55578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>