Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177260 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Fauzi
"Pabrik pengeringan konsentrat tembaga memiliki peranan penting sebagai tahap akhir dalam proses penambangan tembaga. Keberlangsungan operasi pabrik sangat dipengaruhi oleh kondisi bangunan dan fasilitas yang berbahan dasar baja. Persentase tembaga yang ada dalam konsentrat berkisar antara 20-40 %, Kalkopirit memiliki jumlah tembaga yang besar pada akhir ekstraksi. Pengaruh kehadiran kalkopirit dapat meningkatkan laju korosi pada baja melalui pasangan galvanik. pemilihan sistem coating untuk mellindungi baja menjadi penting dimana ketahanan material coating dipengaruhi oleh kekuatan terhadap cacat pada lapisan. Pada penelitian ini lima sistem organik coating yang diaplikasikan pada baja karbon A 36 dievaluasi kekuatannya terhadap korosi akibat kehadiran konsentrat tembaga dengan metode Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS), uji sembur garam dan uji tarik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sistem coating C2, C3, C4 dan C5 mempertahankan sifat penghalang yang baik selama proses perendaman, nilai impedansi |Z| pada frekuensi rendah lebih dari 108 Ω.cm2 setelah 30 hari. Coating modifikasi epoksi (C1) memiliki impedansi terendah dengan resistansi di bawah 106 Ω.cm2 memberikan perlindungan korosi yang buruk

The copper concentrate dewatering plant has an important role as a step end in the copper mining process. The continuity of plant operation is very influenced by the condition of buildings and facilities made of steel. Percentage of copper present in the copper concentrate is in the range of 20 to 40 %. Thus, Chalcopyrite is preferable to get large amount of copper at the end of the extraction. The presence of chalcopyrite increases the corrosion rate of carbon steel through a galvanic couple. Probably the most important step in coating selection is to evaluate the conditions under which the coating must perform. In this study, five organic coating systems were applied to A-36 steel and evaluated evaluated for their strength against galvanic corrosion in the presence of copper concentrate by electrochemistry impedance spectroscopy (EIS) measurement, salt spray test and pull off test. The test results showed that C2, C3, C4 and C5 coating systems maintained good barrier property during the immersion process, the impedance value |Z| at a low frequency are more than 108 Ω.cm2 after 30 days in immersion exposure. Epoxy modified coating (C1) had the lowest impedance with resistance under 106 Ω.cm2 providing poor corrosion protection."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Wijaya
"Pelapisan zirkonia film pada bahan dasar aluminium alloy dibuat dengan menggunakan metoda sol-gel yang telah dimodifikasi dan teknik spinning coating. Asam asetat digunakan sebagai stabiliser pada pembuatan sol dan asam nitrat digunakan sebagai agen peptitiser dengan perbandingan terhadap alkoxide 2 dan 0,032. Penambahan yttria dilakukan dengan perbandingan berat oksidanya terhadap oksida total dalam sol sebesar 2,5; 5; ·dan 10%. Kristalisasi mulai terbentuk pada suhu sekitar 420 °C dalam bentuk kubik atau tetra~onal dan tidak mengalami perubahan phase hingga pembakaran suhu 600 C maupun akibat penambahan yttria dalam sol. Penambahan yttria tidak mempengaruhi suhu terbentuknya kristal (kristalisasi). Karakterisasi mekanis hasil dilakukan dengan uji menggunakan UMIS 2000 U/tramicrohardness Indentation System, kekerasan film tidak digunakan sebagai kekerasan baku sifat bahan karena dijumpai permasalahan pada alat UMIS (kekerasan film maksimum 1 ,59 -, GPa, jauh dari data referensi). Dari hasil analisis dengan SEM, diduga deformasi yang terjadi mengikuti proses konservasi volume. Penambahan yttria pada sol tidak memberi perubahan yang cukup berarti pada sifat kekerasan film hasil.

Zirkonia thin film coatings on aluminium alloy substrats have been made by modified sol-gel method and spin coating technique. Acetic acid is used as a stabilizer sols (as modifier) and nitric acid as peptitizer in the ratio to alkoxide of 2 and 0. 032 respectively. The addition of yttria is in the ratio 2.5, 5 and 10 % weight to total oxide in sols. Crystallization of the films began at about 420 C in cubic or tetragonal form and had no changes after firing up to 600 °C and addition of yttria in sols. The addition of yttria caused no changes in crystallization temperature. Ultramicro indentation tests were carried out using UMIS 2000 Ultramicrohardness Indentation System. The hardness analysis results can not be used as the properties of film because there was a problem with the UMIS. From SEM images, it is predicted that the stable deformation suggested a volume conserving process. The addition of yttria to sols does not change much on the hardness properties of resulting thin film.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
T40861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Cahyono
"Pada penelitian ini, kemampuan komposit SiO2/epoksi sebagai lapisan insulasi panas diuji dengan diaplikasikan pada material pelat baja karbon A36. Material SiO2 dicampurkan ke dalam matriks epoksi menggunakan metode pengadukan mekanis pada temperatur ruang. Kemudian, lapisan komposit yang terbentuk diaplikasikan pada pelat baja karbon berukuran 50 mm x 50 mm x 5 mm dengan dituang ke dalam cetakan. Parameter penelitian antara lain waktu pengadukan komposit, persentase massa SiO2 dan ketebalan lapisan komposit. Pengujian dilakukan untuk mengetahui karakteristik lapisan komposit yang berkaitan dengan persentase panas sisa, stabilitas termal, dan nilai kekerasan permukaan. Penambahan kadar SiO2 ke dalam epoksi dan peningkatan ketebalan lapisan komposit terbukti mampu menurunkan nilai PRH (Percentage Residual Heat) dan meningkatkan nilai kekerasan permukaan. Selain itu, lapisan insulasi panas yang dihasilkan memiliki stabilitas termal yang lebih baik. Stabilitas termal terbaik dicapai pada lapisan insulasi campuran epoksi dan 8% SiO2 dengan massa sisa sebesar 90,58% pada temperatur 500°C. Dari sisi waktu pengadukan mekanis, semakin lama durasi pengadukan maka kemampuan insulasi panas lapisan komposit semakin meningkat. Sementara dalam hal kekerasan permukaan, tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan antara waktu aduk 5 dan 15 menit. Sifat termal terbaik ditemukan pada sampel epoksi dengan campuran 8% SiO2 pada ketebalan 5 mm setelah pengadukan selama 15 menit. Sedangkan sifat mekanik terbaik ditemukan pada sampel epoksi dengan campuran 8% SiO2.

In this research, the ability of SiO2/epoxy composite as thermal insulation coating was tested by applying the composite coating to A36 carbon steel plate. SiO2 was mixed with epoxy matrix using method of mechanical stirring at room temperature. Then, the composite that has been formed was applied to 50 mm x 50 mm x 5 mm carbon steel plate by pouring into the mold. The parameters of research were the stirring time of the composite, weight percentage of SiO2, and the thickness of the composite coating. Experiments were carried out to determine the characteristics of the composite coating related to the percentage of residual heat, thermal stability, and surface hardness values. The addition of SiO2 into the epoxy and the increase in the coating thickness evidently could decrease the PRH (Percentage Residual Heat) value and increase the surface hardness value. Furthermore, the thermal insulation coating had better thermal stability. Best thermal stability achieved in the sample of epoxy with addition of 8% SiO2 with residual mass 90,58% at 500°C. In term of mechanical stirring time, the longer the stirring time, the better the ability of heat insulation. Meanwhile, in term of the hardness value, there was no significant difference between the time of 5 and 15 minutes. The best thermal properties were found in the sample of epoxy with addition of 8% SiO2 at thickness of 5 mm after stirring for 15 minutes. While the best mechanical properties were found in the sample of epoxy with addition of 8% SiO2."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriyansa
"Teknologi pelapisan material telah menjadi perhatian besar di lingkungan penelitian dan industri dikarenakan merupakan cara yang efektif dan secara ekonomis lebih murah dalam menahan degradasi seperti keausan, oksidasi, korosi, atau kerusakan pada suhu tinggi tanpa mengorbankan material substrat yang dilapisinya. Salah satu metode pelapisan yang telah diterima dengan baik di kalangan industri adalah pelapisan berbasis thermal spray coating karena kemudahannya untuk diaplikasikan pada pelapisan material dalam skala besar dan merupakan teknologi yang ramah lingkungan. Pada industri minyak dan gas di Indonesia khususnya wilayah kerja offshore mulai banyak penerapan pelapisan berbasis thermal spray coating ini untuk meningkatkan masa pakai equipment dilingkungan yang sangat korosif.Penelitian ini mempelajari pengaruh lapisan molybdenum dengan metode High Velocity Oxygen Fuel HVOF Thermal Spray pada baja karbon dengan variasi hasil ketebalan akhir pelapisan terhadap kekerasan permukaan, ketahanan aus, dan juga korosi serta melihat morfologi mikrostruktur dari pelapisan menggunakan mikroskop optik, SEM, dan EDX. Pengujian dilakukan pada 4 sampel dengan variasi hasil ketebalan pelapisan yang berbeda. Dengan range 1 ketebalan lapisan 10 ndash; 20 m, 2 ketebalan lapisan 25 ndash; 35 m 3 ketebalan pelapisan 40 ndash; 55 m, dan 4 ketebalan pelapisan 60 ndash; 75 m. Hasil observasi menunjukkan bahwa setelah dilakukan pelapisan dengan teknik HVOF spray coating menggunakan bahan pelapis molybdenum menghasilkan kekerasan permukaan yang meningkat dibandingkan dengan tanpa pelapisan yaitu sebesar 258 HV pada spesimen dengan ketebalan pelapisan di range 40 ndash; 55 m. Hasil dari pengujian ketahanan aus didapatkan spesifik abrasi terbesar pada sampel 1 dengan nilai 1.4998187 x 10-6 dan spesifik abrasi terkecil pada sampel 4 yaitu 1.0382507 x 10-6 dimana nilai ketahanan keausan dinilai baik pada nilai spesifik abrasi terkecil. Hasil uji korosi menggunakan metode polarisasi tafel didapatkan hasil icorr pada substrat yang tidak dilapisi 9.8701 mA dengan laju korosi 1.1469 mm/year. Dari ketiga sampel yang diuji korosi icoor pada sampel 3 mengalami penurunan yang drastis yaitu 2.5228 mA dengan laju korosi 0.29315 mm/year. Hal ini membuat efisiensi dari lapisan ini mencapai 74.40.

Material coating technology has become a major concern in the research and industrial environment as it is an economically effective and cost effective way of resisting degradation such as wear, oxidation, corrosion, or damage to high temperatures without sacrificing the substrate material it overlays. One well accepted coating method among industries is thermal spray coatings because it is easy to apply to coating large scale materials and is an environmentally friendly technology. In the oil and gas industry in Indonesia, especially offshore work areas began to apply a lot of thermal spray coating based coating to increase the life of equipment in a very corrosive environment.This study studied the effect of molybdenum coating on the method of High Velocity Oxygen Fuel HVOF Thermal Spray on carbon steel with variation of final coating thickness to surface hardness, wear resistance, and also corrosion and to see microstructure morphology of coating using optical microscope, and SEM. Tests were performed on 4 sampels with different yields of different coating thicknesses. With range 1 layer thickness 10 20 m, 2 layer thickness 25 35 m 3 coating thickness 40 55 m, and 4 coating thickness 60 75 m. The observation result showed that after coating with HVOF spray coating technique using molybdenum coating material yielded increased surface hardness compared with no coating ie 258 HV on specimen with coating thickness in the range 40 55 m.The result of the wear resistance test was found to be the largest specific abrasion in sampel 1 with the value of 1.4998187 x 10 6 and the smallest abrasion specified in sampel 4 ie 1.0382507 x 10 6 where the wear resistance value was rated well on the smallest specific abrasion value. The result of corrosion test using tafel polarization method showed icorr result on uncoated substrate 9.8701 mA with corrosion rate 1.1469 mm year. Of the three sampels tested by icoor corrosion in sampel 3 experienced a drastic reduction of 2,5228 mA with a corrosion rate of 0.29315 mm year. The efficiency of this layer reaches 74.40."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T47837
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasha Akmal Rahmady
"Berbagai material logam telah dikembangkan sebagai bahan dasar implan untuk tulang. Sampai saat ini, standar emas untuk material implan masih dimiliki titanium. Namun, titanium sebagai material untuk implan masih memiliki beberapa kelemahan diantaranya keharusan untuk melakukan pengangkatan implan setelah tulang sudah teregenerasi sehingga memakan biaya dan usaha yang lebih serta menurunnya fungsi tulang karena kecenderungan tulang untuk bertopang pada implan berbahan titanium saat proses regenerasi. Magnesium beserta campurannya telah menarik beberapa penelitian untuk menjadikannya material implan. Hal ini dikarenakan sifatnya yang memiliki kompatibilitas dan toksisitas terhadap tubuh yang baik. Kemampuan luruh yang dimiliki magnesium dapat mengisi kekurangan yang dimiliki oleh titanium yaitu tidak perlunya operasi pengangkatan implan. Selain itu, sifat mekanis magnesium yang menyerupai tulang manusia membuat tulang tidak kehilangan kekuatan fisiknya setelah teregenerasi secara sempurna. Di sisi lain, kemampuan luruh yang dimiliki magnesium, yang dinilai terlalu cepat, juga menjadi kelemahan dari magnesium sebagai bahan dasar implan. Hal ini dikarenakan magnesium yang dapat terurai sebelum tulang teregenerasi secara sempurna. Oleh karena itu, pengaturan laju korosi dari magnesium sangat dibutuhkan. Untuk mengeliminasi kelemahan magnesium tersebut, penulis melakukan penelitian dengan melakukan modifikasi permukaan berupa coating pada implan berbahan magnesium untuk mengurangi laju korosi yang dimiliki magnesium. Bahan yang digunakan sebagai perlakuan permukaan adalah NaOH (Natrium Hydroxide), Pengujian yang dilakukan untuk membuktikan performa pelapis adalah imersi, three-point bending, dan morfologi. Proses imersi dilakukan selama satu bulan dengan larutan HBSS yang dipertahankan suhu dan keasamannya sesuai kondisi tubuh manusia (37 °C dan pH 7,4) untuk mendapatkan penurunan massa. Penurunan massa ini akan menjadi tolak ukur dari laju korosi implan. Hasilnya, ditemukan bahwa pelapis NaOH dapat menekan laju korosi dengan sangat baik dan mempertahankan sifat mekanis dari implan berbahan magnesium.

Various metal materials have been developed as implant materials for bones. To date, titanium remains the gold standard for implant materials. However, titanium implants still have some drawbacks, such as the need for implant removal after bone regeneration, which incurs additional costs and effort, as well as a decrease in bone function due to the tendency of bone to rely on titanium implants during the regeneration process. Magnesium and its alloys have drawn attention as potential implant materials. This is due to their good compatibility and low toxicity to the body. The biodegradable nature of magnesium can address the limitations of titanium implants, as there is no need for implant removal surgery. Additionally, the mechanical properties of magnesium resembling human bone prevent the loss of physical strength after complete regeneration. On the other hand, the relatively rapid degradation of magnesium, which can occur before full bone regeneration, is a disadvantage of magnesium as an implant material. Therefore, controlling the corrosion rate of magnesium is crucial. To overcome this drawback, the author conducted a study by modifying the surface of magnesium implants with a coating to reduce the corrosion rate. The surface treatment materials used were NaOH (Sodium Hydroxide). Testing was performed to evaluate the coating performance through immersion, three-point bending, and morphology. The immersion process lasted for one month in HBSS solution, maintaining the temperature and acidity similar to the human body conditions (37 °C and pH 7.4) to measure the mass loss. The mass loss serves as an indicator of the implant's corrosion rate. The results showed that the coating can decrease degradation rate significantly and maintain the mechanical properties."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Darmawan
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T40044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gutoff, Edgar B.
New York: John Wiley & Sons, 1995
667.9 GUT c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Vuko Arief Tua
"ABSTRAK
Pengecoran dengan metode investment casting atau yang biasa disebut lost-wax casting adalah salah satu metode proses pengecoran untuk menghasilkan produk dengan tingkat ketelitian dan ketepatan yang tinggi, permukaan yang sangat mulus (smooth) dan bentuk-bentuk yang rumit. Proses ini sedikit sekali atau bahkan tidak memerlukan pekerjaan machining. Suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang pengecoran stainless steel dengan metode investment yang salah satu produknya adalah impeller selalu mengalami cacat setelah dicor. Cacat tersebut berupa `Iubang-lubang' kecil (cavities) disekitar tempat kedudukan poros impeller dan terjadi perubahan dimensi sudut. Selama ini cacat tersebut ditanggulangi dengan menambah proses machining pada produk akhir atau bila terlalu sulit akan di-reject.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya cacat dan pencegahannya. Penyebab utama terjadinya cacat adalah karena telah terjadi ketidak seragaman proses pembekuan fsolidijication). Bagian yang paling akhir membeku akan menyebabkan terjadinya cacat penyusutan (shrinkage). Parameter penelitian yang dilakukan meliputi pemeriksaan proses pembuatan polo Jilin, teknik pembuatan dinding keramik (stuccoini) dan bahan ceramic slurry, serta penggunaan pada pengecoran investment dengan Cara menyemprotkan udara dingin disekitar tempat yang diperkirakan akan terjadi cacat tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan parameter penelitian ini maka cacat yang terjadi dapat dihindarkan, dan proses pekerjaan machining akibat cacat tersebut dapat dikurangi sampai mencapai 85%.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwita Suastiyanti
"ABSTRAK
Penggetasan material yang dilapisi Cadmium secara. elektrolitik (elektroplating) merupakan kasus yang sering ditemui di industri, khususnya industri pesawat terbang, padahal lapisan tersebut diperlukan untuk meningkatkan ketahanan korosi dan ketahanan aus. Penggetasan ini mengarah kepada terjadinya kegagalan dan kerusakan yang tertunda (delayed brittle failure). Material/komponen yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja kekuatan tinggi AISI 4340 yang digunakan untuk komponen landing gear pesawat terbang. Material tersebut mengalami proses pelapisan dengan Cadmium yang selanjutnya mengalami proses pemanasan (baking) pada temperatur 190° C dan 2500 C masing - masing selama 15 jam, 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 100 jam.
Dalam menganalisa kerusakan digunakan mikroskop optik dan Scanning Electron Microscope (SEM), sedangkan pengujian - pengujian mekanis yang dilakukan adalah pengujian ketahanan (endurance test), pergujian tarik dan pengujian kekerasan.
Dari hasil pengamatan foto dengan mikroskop optik dan SEM dapat diketahui bahwa penggetasan material disebabkan oleh atom - atom hidrogen yang berdifusi ke dalam benda kerja selama proses elektroplating yang dikenal dengan nama "hydrogen embrittlement". Waktu dan temperatur baking yang diperlukan agar material memenuhi spesifikasi (tidak terjadi penggetasan oleh hidrogen) adalah temperatur 250° C sampai minimal 48 jam. Kekerasan setelah proses baking akan menurun dengan meningkatnya temperatur dan waktu baking. "
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ghozali
"ABSTRAK
Coating (pelapis) merupakan suatu bahan yang diaplikasikan pada suatu
permukaan untuk melindungi suatu material. Bahan pelapis yang umum
digunakan yaitu epoksi. Namun epoksi memiliki beberapa keterbatasan. Beberapa
penelitian tentang modifikasi epoksi dengan poliuretan telah dilakukan untuk
mengatasi keterbatasan epoksi. Modifikasi epoksi dengan poliuretan pada
umumnya dilakukan melalui tahap prepolimer poliuretan. Tahap ini kadangkadang
mengalami kesulitan karena produk prepolimer biasanya mudah
mengeras. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, pada penelitian ini modifikasi
epoksi dengan poliuretan dilakukan tanpa melewati tahap prepolimer poliuretan.
Epoksi, poliol dan isosianat direaksikan secara bersama-sama dengan bantuan
katalis dibutiltindilaurat. Untuk mengetahui tingkat konversi isosianat dilakukan
dengan menghitung isosianat sisa yang ada dalam produk epoksi termodifikasi
poliuretan. Analisa FTIR dan NMR dilakukan untuk mengetahui struktur produk
epoksi termodifikasi poliuretan. Karakterisasi produk epoksi termodifikasi
poliuretan dilakukan dengan uji kuat tarik, uji adhesi, dan uji permeabilitas uap
air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konversi isosianat tertinggi sebesar
99,62% dihasilkan pada komposisi BTD 0,5R 5EK, sedangkan konversi isosianat
terendah sebesar 93,49% dihasilkan pada komposisi BTD 0,5R 20EK. Hasil
analisa FTIR dan NMR menunjukkan adanya ikatan uretan pada produk epoksi
termodifikasi. Kuat tarik tertinggi sebesar 136,34 kgf/cm2 dihasilkan pada
komposisi BTD 0,5R 5EK, sedangkan terendah 54,71 kgf/cm2 pada PPG 0,5R
20EK. Nilai adhesi tertinggi sebesar 6,5 MPa dihasilkan pada komposisi PPG
2,5R 5EK, sedangkan terendah 1,8 Mpa pada BTD 0,5R 15EK. Permeabilitas uap
air tertinggi sebesar 22,89 g/(m2.hari) dihasilkan pada komposisi PPG 2,5R 15
EK, sedangkan terendah 2,39 g/(m2.hari) pada BTD 2,5R 5EK

ABSTRACT
Coatings are materials that are applied to a surface to protect the material inside.
Coating materials commonly use epoxy. However, epoxy has several limitations.
Researches on the modification of epoxy with polyurethane have been conducted
to overcome these limitations. Modification of epoxy with polyurethane is
generally performed through a polyurethane prepolymer stage. This stage
occasionally has difficulty because preploymer products are usually easy to
harden. To overcome this issue, a new method of modification of epoxy with
polyurethane performed without going through a polyurethane prepolymer stage is
proposed in this work. Epoxy, polyol and isocyanate are reacted simultaneously
with dibutyltindilaurate as catalyst. The level of isocyanate conversion is
determined by calculating the residual isocyanate present in polyurethanemodified
epoxy products. FTIR and NMR analysis are conducted to determine
the structure of polyurethane-modified epoxy products. Characterization of
polyurethane-modified epoxy products is conducted by tensile strength test,
adhesion test, and permeability test of water steam. The results showed that the
highest isocyanate conversion is 99.62% produced at composition of BTD 0.5R
5EK, while the lowest conversion is 93.49% produced at composition of BTD
0.5R 20EK. The FTIR and NMR analysis results showed that there are urethane
bonds in the product of modified epoxy. The highest tensile strength is 136.34
kgf/cm2 generated at composition of BTD 0.5R 5EK, while the lowest is 54.71
kgf/cm2 generated at composition of PPG 0.5R 20EK.The highest adhesion value
is 6.5 MPa resulted in the composition of PPG 2,5R 5EK, while the lowest value
is 1,8 MPa resulted in the composition of BTD 0,5R 15EK. The highest water
vapor permeability is 22.89 g/(m2.day) generated on the composition of PPG 2.5R
15EK, while the lowest is 2.39 g/(m2.day) at BTD 2.5R 5EK"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>