Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151127 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Hajar Saskia Putri
"Meski memainkan peran penting dalam serial televisi kriminal seperti Tatort, tindak tutur tuduhan dalam serial televisi
kriminal masih harus dipelajari. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan tindak tutur
tuduhan dan reaksinya dalam sebuah tayangan kriminal. Korpus data yang dipilih adalah tiga episode terakhir Tatort Jerman, Austria, Swiss yang tayang sebelum Agustus 2020. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Data diperoleh melalui observasi dan pencatatan. Penulis menggunakan model argumentasi Toulmin (2003) untuk mengklasifikasikan tuduhan, yang terdiri dari tiga elemen: klaim, data, dan jaminan. Teori Ernst (2002) digunakan untuk mengklasifikasikan reaksi terhadap tuduhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klaim tuduhan hadir dalam bentuk pernyataan dan pertanyaan yang mengandung ilokusi menuduh, baik yang diungkapkan secara langsung maupun tidak langsung, didukung oleh data dan jaminan. Oleh karena itu, dengan menggunakan teori Leech, ilokusi tuduhan dapat dikategorikan representatif. Selain itu, hanya dua
teori reaksi Ernst terhadap tuduhan yang muncul di episode-episode Tatort: menolak dan tidak memberikan reaksi.
Selain kedua jenis reaksi tersebut, ditemukan juga reaksi yang tidak ada di dalam teori Ernst, yaitu kontra-tuduhan.

Despite playing a vital role in crime shows such as Tatort, the speech act of accusation in crime shows is yet to be studied. This study aims to identify and classify speech acts of accusations and the reactions to accusations in a crime
show. The data corpus selected were the latest three episodes of Tatort Germany, Austria, Switzerland, which were broadcast before August 2020. The research methods used are quantitative and descriptive qualitative methods. The
data were obtained through observation and taking notes. The researcher uses Toulmin's (2003) model of argumentation to code the accusation units, consisting of 3 elements: claim, data, and warrant. Ernst's (2002) theory was used to classify the reactions to accusations. The results show that the accusative claims are present in the form of statements and questions that contain accusative illocution, expressed directly and indirectly, supported by data and warranty. Because of this, using Leech's theory, the illocutionary act of accusation can be categorized asrepresentative. In addition, only two of Ernst's theory of reactions to accusations appeared in the Tatort episodes: denying and not responding. Apart from these two types of reactions, there was also a reaction not found in Ernst's theory, counter-accusation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Azura Salsabila
"Penelitian ini membahas bentuk respons tindak tutur direktif bahasa Jepang. Data diambil dari drama Burn the House Down. Penelitian dengan metode kualitatif ini menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh J.L Austin yang kemudian disempurnakan oleh John R. Searle dan teori Namatame mengenai bentuk tuturan direktif bahasa Jepang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bentuk tindak tutur direktif drama Burn the House Down beserta respons yang muncul dari mitra tutur setelah mendengarkan tuturan direktif. Bentuk tindak tutur direktif yang ditemukan dalam penelitian ini adalah perintah, permohonan, larangan, izin, dan anjuran. Berdasarkan hasil analisis, peneliti menemukan sebanyak 83 bentuk tuturan direktif yang terdiri dari 40 perintah, 23 permohonan, 15 larangan, 1 izin, dan 4 anjuran. Bentuk yang sering ditemukan adalah bentuk perintah dibandingkan bentuk lainnya. Kemudian untuk respons mitra tutur ditemukan sebanyak 83 respons yang terdiri dari 49 respons verbal dan 34 respons nonverbal. Respons verbal maupun nonverbal diidentifikasi mengandung maksud tertentu, yaitu menolak tuturan direktif, mematuhi perintah, mengalihkan pembicaraan, tidak membantah maupun menyanggupi tuturan direktif, menolak, dan mengabaikan bermakna kekesalan.

This study discusses the form of Japanese directive speech acts in the drama Burn the House Down and the response form the interlocutors after listening to directive utterances. This qualitative research uses the theory of speech acts put forward by J.L. Austin, which was later perfected by John R. Searle and also using theory by Namatame.  This purpose study is to identify the form of directive speech acts in the drama Burn the House Down and the response form the interlocutors after listening to directive utterances. The forms of directive speech acts found in this study are command, request, prohibition, permission, and suggestion. Based on the analysis, the researcher found 83 forms of directive speech acts consisting of 40 commands, 23 request, 15 prohibitions, 1 permission, and 4 suggestions. The form that is often found is the command form compared to other forms. Regarding the response from the interlocutors, a total of 83 responses were found, consisting of 49 verbal responses and 34 nonverbal responses. Verbal and nonverbal responses were identified as containing certain intentions, namely rejecting directive speech, obeying orders, diverting the conversation, not denying or agreeing with directive speech, refusing, and ignoring meaning annoyed."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Susanti
"Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor sosial budaya yang menentukan sebuah tuturan memohon bahasa Jepang diujarkan. Tuturan memohon bahasa Jepang tersebut diambil melalui skenario drama televisi Jepang, kemudian diidentifikasi, diklasifikasi, dan dideskripsikan. Faktor sosial budaya diteliti melalui pola interaksi masyarakat Jepang dan ranah situasi suatu tuturan, sehingga akan diperoleh gambaran yang lengkap mengenai tuturan memohon bahasa Jepang.
Sumber data penelitian ini adalah skenario drama televisi Jepang yang berjudul Love Story, karya Eriko Kitagawa. Dengan pemilihan sumber data ini akan diperoleh cara penggunaan tuturan memohon bahasa Jepang di dalam masyarakat Jepang.
Hasil analisis data menunjukkan situasi tuturan sangat mempengaruhi tuturan memohon tersebut diujarkan. Situasi tuturan mengacu pada keformalan dan ranah situasi yang terdiri atas akrab, ritual, dan acing. Faktor berikutnya yang mempengaruhi tuturan memohon bahasa Jepang adalan hubungan dengan petutur melalui pola interaksi masyarakat Jepang yang terdiri atas uchi mono, shitashii mono, dan Soto mono. Faktor lain yang menjadi pertimbangan adalah status sosial, hubungan sosial, dan usia petutur. Strategi dan ragam yang dipilih oleh penutur mengacu pada faktor sosial budaya dan maksud dari tuturan tersebut. Ragam yang banyak ditemukan oleh penutur ketika memohon di dalam sumber data adalah bentuk -te kudasai.

The research aims at searching social dan culture factors to determine a Japanese request. The reseach of Japanese request is based on drama scene, which, then is identified, classified, and describe in. Then social factors are examined through Japaneses society interaction type and situation domain, that's way the detail description of a Japanese request would be reached.
The researchs sources are Japanese television drama scene, tittle Love Story, written by Erika Kitagawa, by examining the source, the background of a Japanese request usage would be founded.
The data analytical result shows that three factors will impact a Japanese request. The first factor is situation. Situation request depend on formal and situation domain, which consist of intimate, ritual, and anomie. The second factor is relationship between speaker and hearer through Japaneses society interaction type, which consist of uchi mono, shitashii mono, and solo mono. The third factor is social status, social interaction, and age. The strategic and type chosen by speaker depand on social and cultural factor and the purpose of request -te kudasai is the most type used."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
T17554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreyna Tiarasari Mahandry
"Penelitian ini mengkaji tindak tutur mengkritik dalam film Willkommen bei den Hartmanns. Fokus penelitian ini adalah 1) bentuk kalimat yang meliputi tindak tutur mengkritik sertastrategi dalam merealisasikannya dan 2) penggunaan strategi kesantunan dalam tindak tutur mengkritik dalam film terkait. Strategi kesantunan dibahas karena memainkan peran penting dalam realisasi kritik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitiatif deskriptif yang didukung oleh metode kuantitatif. Data didapatkan melalui observasi dan pencatatan. Data kemudian dianalisis menggunakan strategi realisasi kritik yang dikembangkan oleh Nguyen (2005) dan teori strategi kesantunan oleh Brown dan Levinson (1987). Hasil temuan menunjukkan bahwa terdapat berbagai strategi realisasi tindak tutur mengkritik yang digunakan dalam film terkait meliputistrategi tindak tutur mengkritik langsung (37,7%) dan strategi tindak tutur mengkritik tidak langsung (62,3%). Dari total 6 klasifikasi dalam strategi tindak tutur mengkritik langsung, strategi yang paling sering digunakan adalah evaluasi negatif (44,8%). Dari total 9 klasifikasi strategi tindak tutur mengkritik tidak langsung, strategi yang paling sering digunakan adalah bertanya/mengandaikan (27,083%). Hasil temuan juga menunjukkan bahwa dalam konteks strategi kesantunan, jumlah penggunaan strategi samar-samar (42,22%) melebihi tiga strategi lainnya.

This research examines the speech acts of criticism in the film Willkommen bei den Hartmanns. The focus of this research is 1) the sentences form that include criticism speech acts and its realization strategy and 2)the use of politeness strategies during criticism speech acts in the aforementioned movie. The politeness strategy is discussed because it plays an important role in the realization of criticism. The research methods used analysis qualitative which is supported by quantitative methods. The data were obtained through observation and recording. The data were then analyzed using the criticism realization strategy developed by Nguyen (2005) and the politeness strategy theory by Brown and Levinson (1987). The findings showed that there are various strategies of criticism speech acts used in the movieincluding direct criticism (37,7%) and indirect criticism (62,3%). Out of 6 classifications in direct criticism strategy, the most used strategy was negative evaluation (44,8%). Out of 9 classificationsin indirect criticism strategy, the most used strategy was asking/supposing (27.083%). The findings also showed that in the context of politeness strategies, the use of off-record strategies (42.22%) outnumbered the other three strategies."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiyah Kurnia
"Penelitian ini membahas tindak tutur ilokusi direktif dalam film Майор Гром: Чумной Доктор (Major Grom: Čumnoj Doktor) ‘Mayor Grom: Dokter Wabah’ dan implikasi penggunaannya dengan mengeksplorasi hubungan antara tindak tutur dan kelas sosialnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan, dan mengklasifikasikan jenis dan fungsi tindak tutur direktif pada sebuah film yang mengangkat tema superhero. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan teori tindak tutur milik John Searle. Penyajian hasil analisis data menunjukkan terdapat total 23 tuturan ilokusi direktif dari 18 potongan percakapan film Майор Гром: Чумной Доктор (Major Grom: Čumnoj Doktor) ‘Mayor Grom: Dokter Wabah’. Ada 5 tuturan direktif yang diujarkan oleh tokoh-tokoh yang tergolong kaum elite, 2 jenis persyaratan, 2 jenis nasihat, dan 1 jenis permohonan. 10 tuturan direktif yang diujarkan oleh tokoh-tokoh yang tergolong kelas menengah, 6 termasuk jenis persyaratan, 3 jenis larangan, dan 1 jenis permohonan. 7 tuturan direktif yang diujarkan oleh tokoh-tokoh yang tergolong kelas pekerja, 5 termasuk jenis permohonan dan 2 jenis persyaratan. 1 tuturan direktif yang diujarkan oleh tokoh yang tergolong kelas bawah di bidang ekonomi termasuk ke dalam jenis permohonan.
This study discusses the directive illocutionary speech act in the film Майор Гром: Чумной Доктор (Major Grom: Čumnoj Doktor) ‘Major Grom: Plague Doctor’ and the implications of its use by exploring the relationship between the speech act and social class. The study aims to identify, describe, and classify the types and functions of directive speech acts in a film with a superhero theme. The research method employed is descriptive qualitative using John Searle's speech act theory. The results of the data analysis showed that there were total of 23 illocutionary directives from 18 conversations in the film Майор Гром: Чумной Доктор (Major Grom: Čumnoj Doktor) ‘Major Grom: Plague Doctor’. Of these, 5 directive speech acts were performed by the elites, 2 types of requirements, 2 types of advice, and 1 type of request. 10 were performed by the middle class, 6 including requirements, 3 prohibitions, and 1 request. 7 were performed by the working class, 5 including types of requests and 2 types of requirements. 1 were performed by the lower class in the economic field and is included in the type of request."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Huda Mahmuda
"ABSTRAK
Penggunaan bahasa untuk menyampaikan sesuatu yang kasar merupakan hal yang lazim saat ini, bahkan bagi remaja. Fenomena ini sudah ditampilkan dalam banyak film, seperti The Edge of Seventeen 2016 . The Edge of Seventeen 2016 adalah sebuah film komedi-drama tentang perjuangan Nadine, tokoh utama, dalam tumbuh dewasa, terutama ketika dia merasa tidak ada siapa-siapa di sisinya. Penelitian ini berfokus pada bagaimana Nadine mengutarakan kekasaran melalui penggunaan bahasanya dalam percakapan. Percakapan tersebut dianalisis menggunakan model ketidaksantunan Culpeper, maksim percakapan Grice, dan teori tindak tutur Austin. Data dianalisis untuk menentukan strategi dan maksim yang digunakan, serta tindak tuturnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana strategi ketidaksantunan dan maksim digunakan, dan tujuannya dalam ujaran tertentu. Temuan penelitian menunjukkan bahwa ada makna yang tersembunyi dan tujuan dari ujaran yang menggunakan strategi ketidaksantunan dan melanggar maksim pada konteks tertentu. Dengan menganalisis percakapan-percakapan tersebut, terbukti bahwa kekasaran dalam bahasa bukan hanya sekedar kekasaran, tetapi juga mempunyai makna tersembunyi dan tujuan dalam setiap konteks.

ABSTRACT
Nowadays, using language to utter rudeness is prevalent, even for teenagers. This phenomenon has been included into many films, such is The Edge of Seventeen 2016 . The Edge of Seventeen 2016 is a coming of age comedy drama film about the struggle of growing up for Nadine, the main character, especially when she feels that there is no one on her side. This study focuses on how Nadine utters the rudeness through her language. Her utterances are analyzed with Culpeper rsquo s impoliteness model, Grice rsquo s conversational maxims, and Austin rsquo s speech act. The data are analyzed by determining the strategy and maxims used and the speech acts behind them. This study aims to determine to what extent the impoliteness strategy and the conversational maxims are used as well as their purpose in certain utterances. The findings of the study show that there are underlying meanings and purposes to the utterances which use the impoliteness strategy and flout the conversational maxims in certain context. By analyzing the conversations, it is evident that the rudeness in the language is not merely rudeness, but it rather has underlying meanings and purposes in each context. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nurina Azyyati
"Penelitian ini mengkaji tuturan protes dalam poster partisipan yang dilihat sebagai tindak tutur dalam kegiatan protes Women`s March Jakarta 2018. Tindak tutur sebagai bagian dari situasi ujar tidak terlepas dari aspek-aspek situasi ujar lainnya yaitu konteks, tujuan, dan peserta tuturan. Strategi tindak tutur protes kemudian digunakan untuk menyelaraskan tindak tutur protes dengan aspek-aspek lainnya tersebut. Selain itu, definisi Women`s March Jakarta 2018 sebagai kegiatan interseksional atau kegiatan yang memiliki beragam situasi ujar, juga sebagai kegiatan yang berasal dari Amerika Serikat, membuat strategi tindak tutur protes diperlukan dalam kegiatan Women`s March Jakarta 2018. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Dalam pembahasannya, penelitian ini mengidentifikasi dan memaparkan strategi tindak tutur protes yang bertolak dari klasifikasi situasi ujar. Identifikasi strategi protes yang dibahas melingkupi identifikasi unsur-unsur yang membangun strategi tindak tutur yaitu kelangsungan dan ketaklangsungan tuturan, ilokusi, hingga pemarkah linguistik yang terdiri dari pilihan kata, pilihan pronomina, dan struktur sintaksis. Sementara itu, pemaparan strategi tindak tutur menjelaskan kekuatan daya ilokusi yang dihasilkan setiap strategi. Melalui identifikasi dan pemaparan strategi tindak tutur protes diketahui bahwa terdapat strategi yang memiliki daya ilokusi yang kuat sehingga strategi menjadi efektif dan membuat tindak tutur protes berhasil, dan sebaliknya. Strategi tindak tutur protes pada akhirnya juga menjelaskan eksistensi kegiatan protes Women`s March Jakarta 2018 sebagai kegiatan yang tidak terlepas dari kegiatan induk di Amerika Serikat meskipun memiliki tujuannya sendiri.

This research examines the speech of protest which is classified as speech act in Women`s March Jakarta 2018. The speech act is uttered in written form on the poster of participants. As speech act is embodied in speech situation, speech act is inseparable from other aspects of speech situation; context of utterance, goal of utterance, and participants of utterance. Therefore, strategy is needed for speech act to be aligned with the other aspects. Besides, the definition of Women`s March Jakarta 2018 as an intersectional protest or protest with varied speech situations, also as a protest originated from United States, makes the strategy essential for the speech act of protest in Women`s March Jakarta 2018. This research uses qualitative method. In the discussion, the strategy was identified and explained. Identification of the strategy of protest speech act encompassed elements that construct the strategy. It involved direct and indirect speech act, illocution, and sub-strategy which is comprised of the choice of words, the choice of pronouns, and syntactical structures. Then, the explanation included the degree of strength of illocutionary force since each strategy deliver varied strength of illocutionary force. Through the discussion, it is understood that there are strategies which produce strong illocutionary force and eventually contribute to the successful speech act of protest, and vice versa. Furthermore, the discussion of the strategy of speech act protest can also explain the existence of Women`s March Jakarta 2018 as a protest activity that cannot be divorced from its origin even though it also has their own goals."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T54026
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erstika Irawati
"Penelitian ini merupakan penelitian kajian pragmatik, yaitu tindak tutur direktif pada percakapan zelfstandig thuisverpleegkundige (perawat mandiri) dan pasien di Veurne, Belgia. Tujuan dari penelitian ini adalah memaparkan jenis-jenis tindak tutur direktif yang terjadi antara perawat dan pasien dan mengidentifikasi jenis tindak tutur yang lebih dominan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan analisis dilakukan untuk mengklasifikasikan tindak tutur direktif yang ditemukan dengan menggunakan teori Bach dan Harnish (1993). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya lebih banyak tindak tutur direktif questions dengan jenis ungkapan bertanya, menginterogasi, menyelidiki yang digunakan dalam percakapan perawat mandiri dan pasien dibandingkan dengan tindak tutur direktif lainnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai tindak tutur direktif dalam layanan kesehatan

This research is a pragmatic study that is focused on directive speech act of conversations between zelfstandig thuisverpleegkundige and patient in Veurne, Belgium. The aim of this study is to describe the directive speeches between the home nurse and the patient and to find out what kind of directive speech act is more dominant. This research uses descriptive qualitative method and the analysis is done to classify the directive speech acts found into several types of expression using the theory of Bach and Harnish (1993). The result of the research shows that there are more directive questions found which expresse asking, interrogating, and investigating compared to other directive speech acts. This research is expected to provide readers with more knowledge about directive speech acts in health care"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muh Fadlan Jagad Miftah Sale
"Penelitian ini membahas tindak tutur asertif dalam anime Kumichou Musume to Sewagakari. Selain itu, penulis juga membahas respons dari mitra tutur setelah mendengarkan tuturan asertif. Analisis dilakukan menggunakan teori J.R Searle (1979) bahwa tindak tutur asertif merupakan tuturan yang mengikat penuturnya atas kebenaran apa yang dikatakan (1979:12). Metode yang digunakan dalam penelitian ini kualitatif dengan teknik simak dan catat. Berdasarkan hasil analisis, peneliti menemukan sebanyak 31 tuturan asertif yang terdiri dari 11 fungsi menyatakan, 7 fungsi memberitahu, 5 fungsi menyarankan, 2 fungsi membanggakan, 3 fungsi mengeluh, 1 fungsi melaporkan. Fungsi yang sering ditemukan adalah fungsi menyatakan dibandingkan fungsi lainnya. Kemudian untuk respons mitra tutur ditemukan sebanyak 31 respons yang terdiri dari 20 respons verbal, 5 respons nonverbal, 1 tanpa respons.

This research examines assertive speech acts in the anime "Kumichou Musume to Sewagakari". Additionally, the author also discusses the responses from the interlocutors after listening to assertive utterances. The analysis is conducted using J.R Searle's theory (1979) that assertive speech acts bind the speaker to the truth of what is being said (1979:12). The method used in this research is observation and note-taking. Based on the conducted analysis, the researcher found a total of 31 utterances consisting of 11 stating functions, 7 informing functions, 5 suggesting functions, 2 boasting functions, 3 complaining functions, and 1 reporting function. The most frequently found function is the stating function compared to other functions. Regarding the responses from the interlocutors, a total of 31 responses were found, consisting of 25 verbal responses, 5 nonverbal responses, and 1 unresponsive."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maryam Khansa Kamila
"Penelitian ini membahas mengenai bentuk dan konteks tindak tutur ekspresif bahasa Jepang pada anime Spy X Family. Penelitian dengan metode kualitatif ini menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh J.L. Austin yang kemudian disempurnakan oleh John R. Searle. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bentuk tindak tutur ekspresif anime Spy X Family beserta penggunaannya. Tindak tutur ekspresif yang ditemukan dalam penelitian ini adalah tindak tutur ekspresif meminta maaf, berterima kasih, penyesalan, dan menyambut. Adapun tindak tutur meminta maaf dan berterima kasih merupakan tindak tutur yang lebih banyak ditemukan dan penggunaan kedua tindak tutur memiliki variasi yang beragam, Keberagaman pilihan tindak tutur ini dalam percakapan sehari-sehari bergantung pada konteks situasi dan kedudukan sosial mitra tutur.

This study discusses the form and context of Japanese expressive speech acts in the anime Spy X Family. This qualitative research uses the theory of speech acts put forward by J.L. Austin, which was later perfected by John R. Searle. The purpose of this research is to identify the forms of expressive speech acts in the anime Spy X Family and their uses. The expressive speech acts found in this study are those of apologizing, thanking, regretting, and welcoming. The speech acts of apologizing and thanking are more commonly found, and the use of the two speech acts has various variations. The diversity of these speech acts in everyday conversation depends on the context of the situation and the social position of the speech partners."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>