Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109921 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Luthfi Hidayatullah
Malang: Banyumedia Publishing, 2013
327.16 NUR i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S8123
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Elisabeth I.P.
"Situasi keamanan di wilayah Eropa mengahami perubahan semenjak berakhirnya perang dingin. Seiring dengan perubahan yang terjadi tersebut maka sifat-sifat ancaman keamanan Nato juga mengalami sejumlah perubahan. Untuk menghadapi sifat-sifat ancaman yang berbeda ini, Nato mulai mengadakan peruhahan-perubahan dalam strateginya, Nato merasakan strategi deterrence tidak lagi dirasa cukup atau kurang tepat dalam menangani isu-isu keamanan yang baru tersebut. Untuk menerapkan peran baru Nato sebagai manajemen konflik yang baru dilakukannya path saat berakhirnya perang dingin. Nato tidak saja menggunakan kekuatan militer semata-mata, namun juga menggunakan sarana kemitraan, dialog dan kerjasama. Peran sebagai manajemen konflik merupakan suatu hal yang baru bagi Nato, sehingga masih banyak kekurangan dan permasalahan-permasalahan yang muncul berkenaan dengan itu.
Tesis ini dimaksudkan untuk menjelaskan peran baru Nato sebagai manajemen konflik di Kosovo, yang diantaranya dilakukan melalui intervensi militer dan misi penjaga perdamaian. Konsep besar yang digunakan adalah manajemen konflik yang dikutip dari pendapat T. William Zartman, yang terdiri dari military intervention, peacekeeping forces, unilateral reform assistance, dan mediation. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan mendeskripsikan intervensi militer dan peacekeeping Nato di Kosovo. Dalam menganalisa intervensi militer dan peacekeeping Nato di Kosovo, tidak terlepas dari konflik manajemen Nato lainnya seperti mediasi.
Berdasar analisa data, disimpulkan bahwa terdapat berbagai kekurangan-kekurangan yang kemudian menyebabkan manajemen konflik yang dilakukan oleh Nato kurang efektif, sehingga walaupun pertikaian etnis di Kosovo dapat dihentikan dan terciptanya kembali keamanan, namun tindakan yang dilakukan oleh Nato dapat menimbulkan suatu contoh yang kurang baik dalam hubungan internasional."
2002
T10778
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Aris Innayah
"Seiring dengan terjadinya disintegrasi Yugoslavia pada tahun 1990, Republik Bosnia-Herzegovina menyatakan kemerdekaanya pada tanggal 20 Desember 1991, namun 31,4 % penduduknya yang termasuk golongan etnis Serbia tidak mendukung kemerdekaan tersebut. Sehingga terjadilah konflik paling berdarah di Eropa semenjak berakhirnya Perang Dunia kedua.
Banyak upaya yang telah dilakukan pihak-pihak internasional untuk menyelesaikan konflik tersebut, namun ternyata perdamaian sulit untuk dicapai. Keterlibatan NATO dan Rusia yang mempunyai orientasi kebijakan yang berbeda di kawasan terjadinya konflik, telah membawa mereka kedalam suatu upaya yang secara sengaja atau tidak telah menggiring pihak yang bertikai untuk maju ke meja perundingan.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menjawab suatu pertanyaan penelitian yakni apakah keterlibatan NATO dan Rusia merupakan faktor utama penyelesaian konflik di Bosnia-Herzegovina.
Bersandar pada kerangkan pemikiran melalui pendekatan power dan sejumlah asumsi penelitian yang dibangun, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa upaya yang dilakukan NATO dan Rusia berkorelasi dengan penyelesaian konflik di Bosnia Herzegovina Hipotesis ini diuji dengan menggunakan metode penelitian deskriptif-komparatif, sementara pengumpulan datanya dilakukan lewat studi kepustakaan.
Hasil penelitian pada akhirnya mendapati bahwa NATO dan Rusia demi meraih tujuan politik luar negerinya, mereka melakukan kerjasama yang bersifat semu (pseudo-coalition). Hal ini terlihat pada saat NATO menerapkan kebijakan untuk memperluas pengaruh ke Eropa Timur, pada saat itu pula Rusia mencoba kembali mengukuhkan pengaruhnya di kawasan yang sama."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T3060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Bajogi Leo
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S26047
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Aty Rachmawaty
"Setelah berakhimya perang dingin, konflik intra-state semakin mengemuka sehingga menimbulkan banyak masalah di negara-negara yang belum mapan perekonomian serta politiknya. Pada akhirnya konflik internal ini kemudian menjadi berkepanjangan dan mengakibatkan stabilitas keamanan menjadi terancam dan pada akhirnya mempengaruhi perdamaian dunia. Somalia merupakan salah satu negara yang terlibat dalam konflik berkepanjangan sehingga mengancam perdamaian dan stabilitas kawasan. Konflik yang berkepanjangan ini juga menimbulkan krisis kemanusiaan yang mengakibatkan rakyatnya menderita.
PBB sebagai organisasi intemasional, merasa berkewajiban untuk menyelesaikan konflik yang dianggap telah mengancam perdamaian dan stabilitas keamanan ini dengan melakukan intervensi. Intervensi ini memiliki konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggung tidak hanya oleh pihak yang melaksanakannya namun juga oleh negara yang menjadi target. Intervensi PBB di Somalia sering dikatakan sebagai suatu bentuk intervensi kemanusiaan karena dilandaskan pada aspek kemanusiaan. Namun begitu, intervensi kemanusiaan ini tidak terlepas dari pengerahan pasukan bersenjata sehingga menimbulkan banyak pertanyaan tentang aspek hukum, moral, dan politik di dalamnya.
Berdasarkan dari analisa penulis, intervensi PBB di Somalia sudah merupakan sebuah intervensi kemausiaan jika didasarkan pada fakta yang ada. Berdasarkan aspek hukum, intervensi PBB di Somalia dalam pelaksanaannya selalu dilandasi oleh isi Piagam PBB yang merupakan salah satu sumber hukum internasional. Aspek moral dari intervensi PBB di Somalia didasari oleh konsep just war yang terdiri dari dua hal penting yaitu ius ad bellum dan ius in bello. Tidak semua kategori dari kedua hal ini bisa dipenuhi oleh pelaksanaan intervensi PBB di Somalia. Namun begitu, ketidaksempurnaan ini menunjukkan sisi kemanusiaan dari para pengambil keputusan di PBB. Adapun aspek politik intervensi kemnusiaan di dasarkan pada cara pengambilan keputusan hingga bisa menjadi sebuah resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh situasi politik yang berkembang serta pendapat dari pihak-pihak yang kompeten. Bila dilihat dari aspek politik ini, intervensi PBB dianggap tidak berhasil menjalankan misinya. Walaupun mengalami beberapa perkembangan di bidang kemanusiaan, tetapi dibidang keamanan dan politik hal ini tidak bisa dicapai. Kegagalan ini menyebabkan PBB memutuskan untuk menarik mundur pasukannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harisuda Murdani
"Gelombang Arab Spring yang terjadi di TimurPerang Sipil di Libya yang terjadi di Timur Tengah pada tahun 2011 terasa dampaknya di Libya. Konflik yang berawal dari aksi demo berakhir pada perang sipil antara pemerintah dengan rakyat oposisi Libya. Intervensi kemanusiaan NATO atas mandat dari PBB dalam perang sipil di Libya menggunakan aturan Responsibility to Protect guna mencegah meluasnya konflik. Kehadiran NATO sebagai komunitas internasional tidak semata karena kepedulian terhadap Libya tetapi ada kepentingan sekuritisasi atas sumber daya minyak di Libya. Selama periode tahun 2011-2015 kehadiran NATO tidak berdampak signifikan pada kelanjutan Libya pasca perang sipil. Permasalahan kasus yang terjadi pada penilitian ini dibahas menggunakan metode kualitatif deskritif dengan studi pustaka menggunakan analisa teori resolusi konflik dan ekonomi minyak sebagai pemantik awal terjadinya konflik. Penulis menemukan hasil bahwa minyak punya potensi membuat negara lain terlibat dalam konflik dalam negeri. NATO perlu menjaga kelanjutan suplai minyak di Libya. Aktor regional dan internasional menentukan masa depan Libya yang rumit ditambah faksi-faksi lokal yang berebut kekuasaan.

The wave of the Arab Spring that occurred in the East The Civil War in Libya that occurred in the Middle East in 2011 was felt in Libya. The conflict that started as a demonstration ended in a civil war between the government and the people of the Libyan opposition. NATO's humanitarian intervention is the mandate of the United Nations in the civil war in Libya uses the Responsibility to Protect rule to prevent the conflict from spreading. The presence of NATO as an international community is not only due to concern for Libya but there is an interest in the securitization of oil resources in Libya. During the period 2011-2015, the presence of NATO did not have a significant impact on the continuation of Libya after the civil war. The case problems that occurred in this research were discussed using descriptive qualitative methods with a literature study using analysis of conflict resolution theory and the oil economy as the initial trigger for the conflict. The author finds that oil has the potential to make other countries involved in domestic conflicts. NATO needs to be a continuation of the oil supply in Libya. Regional and international actors determine Libya's complicated future with local factions who fighting for power."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S8117
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Indrasti Notoprayitno
"Berakhirnya Perang Dingin memberikan mekanisme baru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam menerapkan prinsip dan tujuannya. Mekanisme resolusi konflik PBB tidak lagi terpaku pada masalah konflik antar negara dan masalah kekuatan militer saja, namun juga masalah konflik internal dan masalah hak asasi manusia. Untuk menerapkan mekanisme resolusi konfliknya di Bosnia-Herzegovina, PBB tidak saja menerapkan peacemaking berupa penyelesaian secara politik, namun juga peacekeeping melalui intervensi kemanusiaan, serta peacebuilding, membangun pasca konflik. Intervensi Kemanusiaan PBB merupakan intervensi yang jarang sekali dilakukan oleh PBB pada saat Perang Dingin, sebaliknya pada saat Perang Dingin, intervensi kemanusiaan merupakan tindakan di dalam penegakkan hak asasi manusia. Resolusi konflik melalui intervensi kemanusiaan PBB di Bosnia-Herzegovina merupakan intervensi kemanusiaan yang belum lama diterapkan PBB pada pasca Perang Dingin, sehingga banyak permasalahan yang muncul berkenaan dengan itu.
Tesis ini dimaksudkan untuk menjelaskan eksistensi dan mekanisme resolusi konflik PBB di Bosnia-Herzegovina, diantaranya melalui mekanisme intervensi kemanusiaan. Menjelaskan pula justifikasi intervensi kemanusiaan yang hingga kini masih belum memiliki aturan hukum yang tetap. Konsep besar yang digunakan adalah resolusi konflik PBB yang dikutip dari pendapat Galtung, dan kemudian diturunkan ke konsep intervensi kemanusiaan yang dikemukakan baik oleh Adam Roberts maupun Sean Murphy. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan mendeskripsikan intervensi kemanusiaan PBB di Bosnia-Herzegovina berdasarkan pada resolusi konflik PBB di Bosnia-Herzegovina tersebut. Dalam menganalisa intervensi kemanusiaan PBB di Bosnia-Herzegovina, tidak terlepas dari analisa terhadap resolusi konflik PBB lainnya, seperti peacemaking maupun peacebuilding. Berdasarkan analisa data, disimpulkan bahwa terdapat berbagai permasalahan yang kemudian menghambat berjalannya resolusi konflik PBB dengan baik, sehingga hasil yang diperoleh adalah walaupun stabilitas keamanan dan perdamaian tercapai di Bosnia-Herzegovina, namun hasil yang dicapai kurang memuaskan masing-masing pihak yang bertikai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T5019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Krishna Prana Julian
"Pada tahun 2011, terjadi krisis kemanusiaan di Libya yang menyebabkan munculnya korban jiwa di kalangan penduduk sipil. Menyikapi kondisi ini, North Atlatic Treaty Organizatoin (NATO) memutuskan untuk melakukan misi intervensi kemanusiaan ke Libya pada 31 Maret 2011. Dalam melakukan upaya tersebut, NATO meminta Jerman untuk turut mengirimkan pasukan militernya guna membantu misi kolektif NATO di Libya. Terlepas dari adanya permintaan tersebut, Jerman menunjukkan perilaku defection dengan memutuskan untuk tidak melibatkan pasukan militernya ke dalam misi tersebut. Perilaku defection Jerman dalam menyikapi permintaan NATO tersebut menarik dikaji, sebab fenomena tersebut menunjukkan bahwa institusi keamanan tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk perilaku anggotanya pada kondisi-kondisi tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perilaku defection yang dilakukan Jerman terhadap permintaan NATO pada kasus Krisis Libya 2011 guna mengetahui kondisi-kondisi yang mempengaruhi peran institusi keamanan dalam membentuk perilaku anggotanya.
Untuk menjelaskan hal tersebut, penelitian ini menggunakan teori aliansi yang dikemukakan oleh Glenn H. Snyder. Hasil analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku defection yang ditunjukkan Jerman dalam menyikapi permintaan NATO pada kasus Krisis Libya 2011 dipengaruhi oleh dua alasan. Pertama, Jerman tidak memiliki kepentingan yang signifikan untuk menyelesaiakan permasalahan krisis yang terjadi di Libya pada tahun 2011. Kedua, Jerman memiliki ketakutan terhadap risiko entrapment dalam menyikapi Krisis Libya 2011. Oleh karena itu, perilaku defection dilakukan guna mengurangi risiko entrapment tersebut.

In February 2011, Libya underwent a civil war that led to civilian casualties. In response to this situation, North Atlatic Treaty Organizatoin (NATO) decided to send its troops to Libya to protect Libyan civilian. While doing so, NATO requested Germany to contribute its military troop to NATOs collective forces in Libya. In spite of this request , Germany decided to shows a sign of defection behaviour by rejecting to send its military troop to Libya. German defection behaviour towards NATOs expectation in the wake of Libyan Crisis 2011 is intriguing to be studied, because it shows that security alliance does not always have significant influence on shaping the behaviour of its members. Therefore, this study examines the cause of German defection behaviour towards NATOs request in the Libyan Crisis 2011.
To explain this phenomenon, this study uses alliance theory to understand why NATO had no significant influence on shaping German behaviour in such case. The result of this study indicates that German defection behaviour towards NATOs request was driven by two factors. First, Germany does not have any significant interest on solving the undergoing crisis in Libya 2011. Second, Germany had fears of entrapment due to several reasons including its low direct and indirect dependece toward NATO, explicitness of alliance agreement, and NATOs supportive behaviour toward Germany in the past.  This fears leads to German defection behaviour toward NATOs expectation in Libyan Crisis 2011.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>