Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99312 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Radithia
"Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah meningkatkan jumlah pengguna internet di berbagai dunia, sehingga smartphone dan layanan data internet menjadi sebuah kebutuhan di era modern ini. Perubahan perilaku masyarakat telah menciptakan fenomena berbelanja secara online dan berkembangnya industri ecommerce secara masif. Di Indonesia sendiri tercatat ada sekitar 4.5 juta penjual online yang aktif berdagang di tahun 2017 dengan proyeksi nilai penjualan barang kotor sebesar 55-65 milyar USD di tahun 2022. Potensi besar dari industri e-commerce ini dibersamai dengan tantangan bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk melakukan pemajakan terhadap para pelaku bisnis yang terlibat dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan analisa terkait kesiapan DJP dalam melakukan pemungutan pajak digital di Indonesia yang ditinjau dari dimensi Faktor Individual, Faktor Kolektif, dan Faktor Kontekstual.
Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivisme dengan memadukan metode kualitatif dan kuantitatif (mixed-method) dalam melakukan analisia penelitian. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, penelitian ini menemukan bahwa aparatur pajak di kantor pusat DJP telah menyadari akan adanya perubahan lingkungan bisnis yang mengarah pada digitalisasi dan menilai perlu adanya perubahan dari sisi organisasi DJP. Kemudian aparatur pajak yang didominasi oleh generasi muda telah memiliki kapabilitas dalam menghadapi digitalisasi ekonomi, hanya saja dari sisi organisasi DJP saat ini baru dapat memfasilitasi pemungutan PPN atas transaksi PMSE yang dilakukan oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) luar negeri di dalam daerah pabean sebagaimana yang tersurat pada ketentuan PER-12/PJ/2020. Dan kesimpulan dari penelitian ini adalah DJP telah memiliki kesiapan dari Faktor Individual dan Faktor Kolektif dalam melakukan pemungutan pajak digital di Indonesia. Namun dari tinjauan Faktor Kontekstual, penelitian ini menyimpulkan bahwa DJP belum memiliki kesiapan dalam melakukan pemungutan pajak digital di Indonesia.

The development of information and communications technology has increased the number of internet users in the world, so that smartphones and internet data services have become a necessity in this modern era. Changes in people's behavior have created the phenomenon of online shopping and the massive development of the e-commerce industry. In Indonesia, there are around 4.5 million online sellers who are actively trading in 2017 with a projected gross merchandise value of 55-65 billion USD in 2022. The huge potential of the e-commerce industry is in line with the challenges to collect the tax from the actors involved in trading through an electronic system (PMSE) by the Directorate General of Taxes (DGT). Based on this background, this research was conducted to analyze the DGT's readiness to collect digital tax in Indonesia in terms of the dimensions of Individual Factors, Collective Factors, and Contextual Factors.
This study uses a post-positivism approach by combining qualitative and quantitative methods (mixed-method) in conducting research analysis. Based on the analysis that has been carried out, this study found that the tax officials at the DGT head office are aware of changes in the business environment that have led to the digitization and assess that there is a need for changes in the DGT organization. Then the tax officials which is dominated by the younger generation has the capability to face the digital economy, but from the organizational side, the DGT currently only can facilitate the collection of VAT on PMSE transactions carried out by overseas Trade Operators through Electronic Systems (PPMSE) within the customs area as which is expressed in the provisions of PER-12/PJ/2020. And this research concludes that DGT has readiness from Individual and Collective Factors in conducting digital tax collection in Indonesia. However, from a review of Contextual Factors, this study concludes that DGT is not ready to collect digital tax in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winarto Sutanto
"Pesatnya perkembangan internet service provider (ISP) lokal akan menstimuli kemungkinan masuknya perusahaan asing di bisnis ini. Usaha ISP ini adalah usaha yang bergerak di bidang informasi teknologi. Sehingga sifat dan cara kerjanya mempunyai ciri dan tingkat kerumitan sendiri. Demikian juga produk turunannya yaitu pemakai akses internet dan menggunakannya sebagai sebuah jenis usaha lagi misalnya situs Yahoo, Google, Detik, Kompas Cyber Media, dan lain-lain. Dalam rangka ekstensifikasi dan intensifikasi pajak, pengetahuan dan pengalaman dalam berbagai masalah sangat penting. Termasuk bidang usaha IT seperti tersebut di atas, terutama yang menyediakan jasa e-commerce. Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengenaan pajak atas usaha e-commerce di internet dan berapa besarnya pengaruh pengguna internet Indonesia terhadap nilai transaksi e-commerce global dan seberapa besar prediksi penerimaan pajak atas usaha e-commerce melalui internet."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Westberg, Bjorn
Netherlands: IBFD, 2002
343.04 WES c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Novirmawaty
"Pengembangan e-government merupakan upaya pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik serta kinerja birokrasi menuju terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance). E-government di Indonesia telah diperkenalkan melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang telematika (Telekomunikasi Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. Egovernment juga wajib diperkenalkan untuk tujuan yang berbeda dikantor-kantor pemerintahan. Layanan informasi dan administrasi publik merupakan salah satu area dimana internet dapat digunakan sebagai sarana akses bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan dan menciptakan hubungan masyarakat dengan pemerintah secara lebih mudah dan transparan.
Direktorat Jenderal Pajak telah meletakkan dasar pembangunan sistem perpajakan yang lebih baik pada implementasi e-government, yaitu dengan menerapkan pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik, pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha dan pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembaga-lembaga negara serta penyediaan fasilitas dialog publik bagi masyarakat seperti dengan dimulainya wajib pajak menilai aset dan penerimaan dapat dikenai pajak, penyederhanaan pengisian formulir serta penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk kemudahan layanan dan reformasi administrasi perpajakan yang dapat mengurangi kontak antara wajib pajak dengan petugas pajak.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan metode observasi, dan juga studi kepustakaan. Pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu yang pertama bagaimana tingkat sevice maturity implementasi egovernment pada situs www.pajak.go.id, kemudian bagaimana tingkat delivery maturity implementasi e-government pada situs pajak.go.id dan yang terakhir bagaimana tingkat overall maturity implementasi e-government pada situs www.pajak.go.id ?
Hasil penelitian, menunjukkan bahwa tingkat kematangan e-government situs pajak.go.id masih berada pada level Innovative Leader menunjukkan kejelasan yang kuat akan layanan online yang disediakan, tapi memiliki kesempatan yang signifikan untuk tumbuh berkembang dengan memaksimalkan potensi layanan online dan meningkatkan layanan delivery maturity.

Development of e-government is an effort of the government of Indonesia in the framework of enhancing the quality of public services and performance of the bureaucracy toward realization of the (good governance). E-government in Indonesia has been introduced by Presidential Instruction No. 6, 2001 on telecommunications service (Telecom Media and Information), which states that government officials should use technology to support the telecommunications service of good governance and accelerate the process of democracy. E-government also introduced mandatory for a different purpose-examination of government offices. Information services and public administration is one area where the Internet can be used as a means of community access to services and create public relations with the government in a more simple and transparent.
The General Directorate of Taxation has put the development of the basic system of taxation is better in the implementation of the e-Government, namely the establishment of a network by applying information and transaction services to public, establishing an interactive relationship with the business world and the establishment of mechanisms and channels of communication with state institutions and provision of dialogue public for the community as the beginning of compulsory tax rate assets and revenues can be subject to tax, the simplification of the form and use of information and communication technology for the convenience of the service and tax administration reform, which can reduce contact between taxpayers with tax officials.
Data used in this research was obtained with methods of observation, and also study literature. Main problems in this research is the first how the level of service maturity implementation of the e-government on the site www.pajak.go.id, and how the level of delivery maturity implementation of the e-government on the site www.pajak.go.id and how the level of overalls maturity implementation of the e-government on the site www.pajak.go.id?
The results of the research, it is known that the level of maturity egovernment site pajak.go.id still at the level of clarity inovative leader shows a strong online service will be provided, but has a significant opportunity to grow with the growing maximize the potential of online services and improve service delivery maturity."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25654
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Pramita
"ABSTRAK
Penulisan ini membahas mengenai permasalahan keberlakuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 yang menegaskan bahwa Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) hanya dapat digunakan untuk membuat Faktur Pajak pada tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak atau tanggal sesudahnya dalam tahun yang sama dengan kode tahun tertera pada Nomor Seri Faktur Pajak. Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak dianggap sebagai Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap. Implikasi dari hal tersebut adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) dikenakan sanksi administrasi yaitu sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang tercantum pada Faktur Pajak tersebut. Kondisi lain yang semakin memperkeruh permasalahan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 adalah ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 sebagai penegasan atas Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 diberlaku surutkan sejak adanya penjatahan nomor Faktur Pajak yaitu tahun 2012. Keberlakuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 ini secara jelas tidak memberikan kepastian hukum dan mengakibatkan tidak terpenuhinya asas keadilan dan memberikan suatu beban konkert bagi Pengusaha Kena Pajak.

ABSTRACT
This study addresses the issue of the enforcement of circulars No. SE-26/PJ/2015 issued by Director General of Taxes, which emphasize that the tax invoice?s serial number provided by General Directorate of Taxes can only be used for tax invoice which has the same date as tax invoice?s serial number issued by General Directorate of Taxes or on later date in the same year with the code stamped on tax invoice?s serial number. Tax Invoice, which its date has preceded the date of tax invoice?s serial number issued by General Directorate of Taxes is considered as a tax invoice with false information, so it is called as an Incomplete Tax Invoice. As the result, the Taxable Entrepreneurs can be charged with administration charge amounted to 2% of Tax Basis which is mentioned in preceding tax invoice. Another condition which complicates the matter further is the enforcement of Circulars No. SE-26/PJ/2015 issued by Director General of Taxes, which works as the averment of Regulation No. PER-24/PJ/2012 issued by General Directorate of Taxes, applies retroactive since the existence of tax invoice?s serial number provided by Directorate General of Taxes exist in 2012. The enforcement of Circulars No. SE-26/PJ/2015 issued by Director General of Taxes clearly does not provide legal certainty. It also causes the unfulfilled need of the principal of justice and burden for Taxable Entrepreneurs.;;"
2016
S65328
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yono Mulyono
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas kewenangan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengaturan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam beberapa kasus menjadi penetapan, dan penanganan sengketa pemungutan Pajak Pertambahan Nilai melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Pengadilan Pajak. Tujuan penelitian ini adalah memahami dan menganalisis pengaturan dan pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta penanganan sengketanya di Pengadilan Pajak. Penelitian ini adalah penelitian hokum yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder antara lain peraturan perundang-undangan dan buku. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sering kali overlapping menjadi penetapan Pajak Pertambahan Nilai sebagai konsekuensi dari kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam menetapkan tarif bea masuk atas impor Barang Kena Pajak. Hal ini disebabkan karena pengaturan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang kena pajak tertentu oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sering diinterpretasikan berbeda oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menjadi penetapan Pajak Pertambahan Nilai. Dari teori-teori kewenangan, begitu juga berdasakan peraturan perundang-undangan, cara memperoleh kewenangan sendiri dapat dilakukan dengan atribusi, delegasi dan mandat. Direktur Jenderal Pajak mempunyai kewenangan melakukan penetapan Pajak Pertambahan Nilai dengan atribusi dari Pasal 12 ayat (3) dan Pasal 13 (1) huruf c Undang-Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Sedangkan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, tidak mempunyai kewenangan melakukan penetapan PPN, karena tidak memperoleh kewenangan baik melalui atribusi, delegasi, maupun mandat.

ABSTRACT
This study discusses the authority to collect Value Added Tax by the Directorate General of Customs and Excise. The main problem raised in this study is the regulation of collection of Value Added Tax through the Directorate General of Customs and Excise, the implementation of collection of Value Added Tax through the Directorate General of Customs and Excise in some cases becomes the determination, and handling of the collection of Value Added Tax disputes through the Directorate General of Customs and Excise in the Tax Court. The purpose of this study is to understand and analyze the regulation and implementation of collection of Value Added Tax through the Directorate General of Customs and Excise, as well as handling the dispute in the Tax Court. This study is a normative juridical legal research using secondary data including legislation and books. Collection of Value Added Tax on the import of certain taxable goods by the Directorate General of Customs and Excise is often overlapping into the determination of Value Added Tax as a consequence of the authority of the Directorate General of Customs and Excise in determining the tariff on import of Taxable Goods. This is because the collection of Value Added Tax collection on the import of certain taxable goods by the Directorate General of Customs and Excise is often interpreted differently by the Directorate General of Customs and Excise to be the determination of Value Added Tax. From the theories of authority, according to the laws and regulations, the way to obtain their own authority can be done with attribution, delegation and mandate. The Director General of Taxes has the authority to determine Value Added Tax with attribution of Article 12 paragraph (3) and Article 13 (1) letter c of the General Provisions and Taxation Procedures Law. Whereas, the Directorate General of Customs and Excise does not have the authority to make determination of Value Added Tax, because it does not obtain authority either through attribution, delegation or mandate."
2019
T52227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winnendra Dwi Saputra
"Proses pengelolaan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) mulai menimbulkan banyak permasalahan dikarenakan jumlahnya yang sangat besar tanpa diimbangi dengan penambahan jumlah pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). e-Filing merupakan jawaban terbaik mengatasi masalah ini. Penelitian ini bertujuan menganalisis implementasi pelaporan SPT Tahunan PPh OP melalui e-filing, kendala yang dihadapi, dan strategi optimasi pemanfaatan e-filing melalui website Ditjen Pajak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Implementasi kebijakan e-filing ini sudah baik. Kendala utama yang dihadapi adalah kurangnya insfrastruktur dan behavioral Wajib Pajak. Strategi yang digunakan oleh Ditjen Pajak untuk optimasi pemanfaatan e-filing sudah cukup baik.

Administration process of Income Tax Return for Individual Tax payers cause a lot of problems because of its large amount without adding officers in the Directorate General of Taxation (DGT). e-Filing is the best answers to overcome this problem. The purpose of this study is to analyze the implementation of the annual report of personal income tax through e-filling, the obstacles in the implementation of policies, and strategies to optimize the use of e-filing via the Directorate General of Taxation’s website. This study uses a qualitative approach. Implementation of e-filing policies is good. The main obstacles faced are the lack of infrastructure and the behavioral factors of taxpayer. The strategies used by the Directorate General of Taxation to optimize the use of e-filing is good.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56697
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan Ananda Khita
"ABSTRAK
Skripsi ini dilatarbelakangi dengan perkembangan ekonomi digital di Indonesia. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi khususnya internet, mengubah cara masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi. Untuk itu diperlukan aturan yang memadai untuk menciptakan kepastian hukum. Rumusan masalah skripsi ini adalah bagaimana regulasi ekonomi digital di Indonesia dan bagaimana implementasi ekonomi digital di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normative yang dilakukan dengan studi kepustakaan. Simpulan dari Penulis adalah sudah terdapat beberapa regulasi yang dapat menjadi landasan hukum dalam kegiatan ekonomi digital. Selain itu, telah berkembang bermacam implementasi dari digitalisasi dalam perekonomian di Indonesia seperti e-commerce, financial technology, maupun ride sharing yang menyebabkan masyarakat mulai meninggalkan cara konvensional dalam melakukan kegiatan perekonomian. Saran dari Penulis adalah Pemerintah dapat mempercepat penyusunan regulasi pada aspek ekonomi digital yang dapat mendukung ekonomi digital khususnya mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang impor yang diperjualbelikan pada e-commerce.

ABSTRACT
This thesis is motivated by the development of digital economy in Indonesia. The development of information and communication technology, especially the internet, changes the way people conduct economic activities. For this reason, adequate rules are needed to create legal certainty.
The formulation of the problem of this thesis is how the regulation of digital economy in Indonesia and how the implementation of digital economy in Indonesia. This research is a normative juridical study conducted by library research. The conclusion from the author is that there are already several regulations that can be the legal basis for digital economic activities. In addition, there are various implementations of digitalization in the economy in Indonesia, such as e-commerce, financial technology, and ride sharing, which have led people starting to leave conventional ways of doing economic activities. Suggestion from the author is that the Government should accelerate the formulation of regulations that can support the digital economy, especially about Value Added Tax (VAT) on imported goods that are traded on e-commerce."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Abdul Gani
"ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis basis akuntansi yang tepat untuk mengakui dan mengukur pendapatan pajak penghasilan terkait penerapan akuntansi berbasis akrual di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta tantangan-tantangan yang dihadapi DJP dalam menerapkan pelaporan keuangan berbasis akrual. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa basis akuntansi yang paling tepat untuk mengakui dan mengukur pendapatan pajak penghasilan adalah akuntansi berbasis akrual modifikasi. Tantangan-tantangan yang dihadapi DJP dalam pelaporan keuangan berbasis akrual adalah sistem informasi yang terpecah-pecah dan tidak terintegrasi, sumber daya manusia yang kurang memadai, komitmen pimpinan yang belum sepenuhnya maksimal, serta risiko penurunan kualitas opini laporan keuangan yang diaudit BPK.

ABSTRACT
This study analyzes the proper accounting basis to recognize and measure the income tax revenues related to implementation of accrual accounting in the Directorate General of Taxation (DGT) and the challenges faced by the DGT in applying accrual based financial reporting. This research is qualitative descriptive design. The results show that the most appropriate basis of accounting to recognize and measure the income tax revenue is modified accrual basis of accounting. The challenges faced by the DGT in the accrual based financial reporting is information systems that are fragmented and not integrated, human resources are inadequate, the leadership commitment that has not been fully maximized, and the risk of quality deterioration opinion audited financial statements by BPK.
"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>