Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183660 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mutiara Elisabet
"Indonesia dan Uni Eropa telah mengambil langkah unilateral untuk menerapkan
pajak layanan digital. Skripsi ini mengkaji (i) pengaturan pajak layanan digital di
Indonesia dan Uni Eropa serta (ii) apakah pengaturan pajak layanan digital tersebut
melanggar kewajiban nondiskriminasi negara anggota WTO dalam GATS. Melalui
penelitian hukum yuridis normatif dan pendekatan perundang-undangan,
komparatif, dan kasus, dapat disimpulkan bahwa pertama, pajak layanan digital
dikenal di Indonesia sebagai pajak transaksi elektronik dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang menerapkan kriteria kehadiran ekonomi signifikan. Di
Uni Eropa, pajak layanan digital diatur melalui Council Directives, di mana
pengaturan pengenaan pajak tersebut menggunakan metode ring-fencing dan
kriteria significant economic presence. Kedua, kewajiban nondiskriminasi dalam
GATS terdapat dalam Pasal II tentang Most-Favoured Nation dan Pasal XVII
tentang National Treatment serta yurisprudensi yang relevan dari putusan WTO.
Pengaturan pajak layanan digital Indonesia dan Uni Eropa tidak bersifat
diskriminatif, sebab berdasarkan indikator-indikator yang ada, tidak terbukti
adanya diskriminasi de jure maupun de facto. Saran berdasarkan kesimpulan
tersebut yaitu bagi Indonesia dan Uni Eropa untuk mempersiapkan bukti yang
menunjukkan tidak adanya perlakuan kurang menguntungkan terhadap negara
anggota WTO tertentu dalam praktik pengenaan pajak layanan digital oleh
Indonesia dan Uni Eropa apabila terdapat negara anggota yang mengajukan gugatan
diskriminasi ke WTO. Selanjutnya, apabila terdapat negara anggota yang
mengambil tindakan retaliasi, Indonesia dan Uni Eropa disarankan untuk
mengajukan gugatan diskriminasi ke WTO atas tindakan retaliasi tersebut.

Indonesia and the European Union (EU) have taken unilateral actions to implement
digital services tax. This thesis examines (ii) digital services tax regulation in
Indonesia and the EU and (ii) whether the digital services tax regulation violates
the non-discrimination obligation of WTO members according to the GATS.
Through conducting a judicial normative legal research whilst applying a statutory,
comparative and case-study approach, it can be concluded that firstly, digital
services tax in Indonesia is known as an electronic transaction tax and is regulated
by law, which implements significant economic presence criteria. In the European
Union, digital services tax is regulated through the Council Directives, in which the
regulation implements ring-fencing method as well as significant economic
presence criteria. Secondly, the non-discrimination obligations in GATS are
promulgated in Article II concerning Most-Favored Nation Treatment and Article
XVII concerning National Treatment as well as relevant jurisprudence of WTO
case laws. Indonesia and the EU's digital services tax regulation are not
discriminatory, because based on existing indicators, the existence of both de jure
and de facto discrimination is not proven. The suggestion would be for Indonesia
and the EU to provide evidence that shows the absence of unfavorable treatment of
certain WTO member states in digital services tax practices by Indonesia and the
EU, in the event that there are member states who decides to challenge the measures
to the WTO. Subsequently, in the event that certain member states decide to take
retaliation measures, it is suggested that Indonesia and the EU challenge said
measure to the WTO.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Elisabet
"Indonesia dan Uni Eropa telah mengambil langkah unilateral untuk menerapkan
pajak layanan digital. Skripsi ini mengkaji (i) pengaturan pajak layanan digital di
Indonesia dan Uni Eropa serta (ii) apakah pengaturan pajak layanan digital tersebut
melanggar kewajiban nondiskriminasi negara anggota WTO dalam GATS. Melalui
penelitian hukum yuridis normatif dan pendekatan perundang-undangan,
komparatif, dan kasus, dapat disimpulkan bahwa pertama, pajak layanan digital
dikenal di Indonesia sebagai pajak transaksi elektronik dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang menerapkan kriteria kehadiran ekonomi signifikan. Di
Uni Eropa, pajak layanan digital diatur melalui Council Directives, di mana
pengaturan pengenaan pajak tersebut menggunakan metode ring-fencing dan
kriteria significant economic presence. Kedua, kewajiban nondiskriminasi dalam
GATS terdapat dalam Pasal II tentang Most-Favoured Nation dan Pasal XVII
tentang National Treatment serta yurisprudensi yang relevan dari putusan WTO.
Pengaturan pajak layanan digital Indonesia dan Uni Eropa tidak bersifat
diskriminatif, sebab berdasarkan indikator-indikator yang ada, tidak terbukti
adanya diskriminasi de jure maupun de facto. Saran berdasarkan kesimpulan
tersebut yaitu bagi Indonesia dan Uni Eropa untuk mempersiapkan bukti yang
menunjukkan tidak adanya perlakuan kurang menguntungkan terhadap negara
anggota WTO tertentu dalam praktik pengenaan pajak layanan digital oleh
Indonesia dan Uni Eropa apabila terdapat negara anggota yang mengajukan gugatan
diskriminasi ke WTO. Selanjutnya, apabila terdapat negara anggota yang
mengambil tindakan retaliasi, Indonesia dan Uni Eropa disarankan untuk
mengajukan gugatan diskriminasi ke WTO atas tindakan retaliasi tersebut.

Indonesia and the European Union (EU) have taken unilateral actions to implement
digital services tax. This thesis examines (ii) digital services tax regulation in
Indonesia and the EU and (ii) whether the digital services tax regulation violates
the non-discrimination obligation of WTO members according to the GATS.
Through conducting a judicial normative legal research whilst applying a statutory,
comparative and case-study approach, it can be concluded that firstly, digital
services tax in Indonesia is known as an electronic transaction tax and is regulated
by law, which implements significant economic presence criteria. In the European
Union, digital services tax is regulated through the Council Directives, in which the
regulation implements ring-fencing method as well as significant economic
presence criteria. Secondly, the non-discrimination obligations in GATS are
promulgated in Article II concerning Most-Favored Nation Treatment and Article
XVII concerning National Treatment as well as relevant jurisprudence of WTO
case laws. Indonesia and the EU's digital services tax regulation are not
discriminatory, because based on existing indicators, the existence of both de jure
and de facto discrimination is not proven. The suggestion would be for Indonesia
and the EU to provide evidence that shows the absence of unfavorable treatment of
certain WTO member states in digital services tax practices by Indonesia and the
EU, in the event that there are member states who decides to challenge the measures
to the WTO. Subsequently, in the event that certain member states decide to take
retaliation measures, it is suggested that Indonesia and the EU challenge said
measure to the WTO.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adisty Fahira Pribadi
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis transaksi jasa logistik yang menjadi sengketa pajak antara PT X dan Pemeriksa Pajak mengenai saat pengakuan pendapatan serta menganalisis pelaporan PPN terkait. Sengketa pajak tersebut muncul karena Pemeriksa Pajak melakukan koreksi positif atas pengakuan pendapatan transaksi jasa logistik karena teknik pemeriksaan ekualisasi di mana penjualan dalam PPN lebih besar dari peredaran usaha dalam PPh Badan. Analisis dalam penelitian ini dilakukan menggunakan teori sengketa pajak, konsep penghasilan, pengakuan pendapatan, pengukuran pendapatan dan matching cost againts revenues principle. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengakuan pendapatan yang dikoreksi secara akuntansi sudah dilakukan dalam periode sebelumnya dan secara perpajakan sudah dilaporkan dalam periode sebelumnya. Secara akuntansi, pendapatan ini sudah seharusnya dilakukan pada periode sebelumnya karena telah memenuhi accrual basis, matching cost againts principle, dan PSAK 23. Secara perpajakan, pengakuan ini telah memenuhi persyaratan pembukuan dan prinsip taat asas menggunakan stelsel akrual. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan peraturan perpajakan tidak terdapat indikasi keterlambatan penerbitan faktur pajak karena terdapat opsi untuk menerbitkan faktur pajak bersamaan dengan penerbitan faktur penjualan pada periode berikutnya.

This study aims to analyze logistics service transactions that became a tax dispute between PT X and the tax authorities regarding the time of revenue recognition and analyze the related VAT reporting. The tax dispute arose because the Tax Auditor made a positive correction on the revenue recognition of logistics service transactions due to the equalization inspection technique where sales in VAT are greater than business circulation in Corporate Income Tax. The analysis in this study was carried out using dispute theory, the concept of income, revenue recognition, measurement of income and matching costs against revenues principles. The method in this study uses a qualitative method by in-dept interviews. The results of this study indicate that the corrected revenue has been recognized in the previous period and reported in the previous period. From accounting point of view, this income should have been made in the previous period because it has complied with the accrual basis, matching cost againts principle, and PSAK 23. In taxation, this recognition has complied with the bookkeeping requirements and the principles of compliance using accrual system. Furthermore, the results of the study indicate that based on tax regulations there is no indication of delay in the issuance of tax invoice because there is an option to issue tax invoices together with the issuance of commercial invoices in the next period."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Hilda Sulistio
"Pemberlakuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan memperluas basis PPN melalui pengurangan fasilitas PPN menjadi objek PPN yang diberikan pembebasan. Dengan adanya perubahan peraturan ini, maka jasa asuransi memiliki kewajiban administratif baru yang harus dipenuhi sebagai pelaku kebijakan. UU HPP berlaku efektif pada 1 April 2022, dan belum ada peraturan pelaksanaannya saat penelitian selesai. Kajian ini akan menganalisis perbedaan kebijakan PPN atas jasa asuransi sebelum dan sesudah UU HPP berlaku dan akan dikaitkan dengan asas kepastian dan efisiensi. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivis dengan jenis penelitian deskriptif. Data primer dan sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perbedaan tersebut terletak pada sisi administrasi dan kepastian hukum. Penerapan kebijakan ini belum memberikan kepastian bagi perusahaan asuransi karena adanya kendala dalam menentukan dasar pemungutan pajak dan waktu penerbitan faktur pajak. Karena perusahaan jasa asuransi belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban perpajakannya, maka dari segi efisiensi wajib pajak, kebijakan ini tidak efisien dengan biaya material, waktu, dan psikologis yang timbul selama pelaksanaan kebijakan ini.

The enactment of the Tax Regulations Harmonization Law expanded the VAT base through the reduction of VAT facilities to become VAT objects that are granted exemptions. With the change in this regulation, insurance services have new administrative obligations that must be fulfilled as policy actors. the HPP Law effective date is on April 1, 2022, and there are no implementing regulations when the research is completed. This study will analyze the differences in VAT policies for insurance services before and after the HPP Law is effective and will be linked to the principles of certainty and efficiency. This research used a post-positivist approach with a descriptive research type. Primary and secondary data were obtained through library research and in-depth interviews. The result of the study concluded that the differences were on the administrative side and legal certainty. The application of this policy has not provided certainty for insurance companies due to constraints in determining the base of tax collection and time for issuing tax invoices. Because insurance service companies have not fully implemented their tax obligations, in terms of taxpayer efficiency, this policy is not efficient with material, time, and psychological costs that arise during the implementation of this policy. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dian Lestari
"Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22 Tahun 2008 memberikan batasan hak bagi Kuasa Bukan Konsultan Pajak untuk mewakili Wajib Pajak skala besar. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dasar penerbitan PMK Nomor 22 Tahun 2008 dan apakah dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk membatasi hak Kuasa Bukan Konsultan Pajak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa dasar penerbitan PMK Nomor 22 Tahun 2007 dimaksudkan agar pengaturan mengenai Kuasa Wajib Pajak dilaksanakan secara tertib hukum dan PMK Nomor 22 Tahun 2007 tidak bisa dijadikan dasar hukum bagi pembatasan hak Kuasa Wajib Pajak.

Minister of Finance Regulation No. 22 of 2008 provides for the Authority not limit the right of Tax Consultants to represent large-scale taxpayers. The purpose of this study was to determine the basis of the issuance of PMK No. 22 of 2008 and whether it can serve as a legal basis to restrict the right of Power Not Tax Consultant. This study uses qualitative methods. The results of this study is that the basic issue of PMK No. 22 of 2007 regarding the regulation is intended to be carried out in the Taxpayer Authorization for the rule of law and PMK No 22 of 2007 can not serve as legal basis for restricting the right of the Taxpayer Authorization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Briliana Aiko Shiga
"Pada 2021, pemerintah Indonesia menetapkan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengatur beberapa perubahan kebijakan dalam bidang perpajakan, salah satunya kebijakan pajak atas natura. Natura yang kini dipotong oleh Pajak Penghasilan (PPh), dapat menimbulkan kompleksitas antara pemotongan PPN terhadap natura yang digunakan sebagai pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan kebijakan pajak atas natura setelah diberlakukannya UU HPP, khususnya dampaknya terhadap pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma dari natura yang sudah menjadi objek PPN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi lapangan melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kebijakan ini meningkatkan beban administrasi perusahaan, risiko perpindahan lapisan tarif pajak bagi karyawan, serta kompleksitas dalam menentukan objek pajak yang tepat antara natura, pemakaian sendiri, dan pemberian cuma-cuma. Penelitian ini memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar dapat menekankan sosialisasi dan edukasi berkelanjutan kepada Wajib Pajak untuk meminimalkan kesalahan dalam pelaksanaan peraturan baru. Perusahaan juga diharapkan proaktif dalam memantau informasi perpajakan terbaru dan menjaga komunikasi dengan otoritas pajak guna memastikan kepatuhan dan kelancaran implementasi kebijakan baru ini.

In 2021, the Indonesian government enacted the Harmonization of Tax Regulations Law (HPP Law), which introduced several policy changes in taxation, including the taxation of benefits in kind. Benefits in kind, now subject to Income Tax (PPh), may lead to complexity regarding the application of VAT on benefits in kind used for personal consumption and gratuitous gifts. This study aims to analyze the changes in taxation policy on benefits in kind following the implementation of the HPP Law, particularly its impact on personal use and gratuitous gifts of benefits in kind already subject to VAT. This research employs a qualitative approach, collecting data through field studies involving in-depth interviews and literature reviews. The findings indicate that the policy change increases administrative burdens for companies, risks of tax bracket shifts for employees, and complexities in determining the correct tax objects among benefits in kind, personal use, and gratuitous gifts. The study recommends that the government emphasize continuous socialization and education for taxpayers to minimize errors in implementing the new regulations. Companies are also encouraged to proactively monitor the latest tax information and maintain communication with tax authorities to ensure compliance and smooth implementation of the new policy."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta Salemba Empat 2000,
343.04 Und u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chairunnisya Wati
"Laporan ini menganalisis pemeriksaan pajak penghasilan badan tahun 2016 PT DEF yang disebabkan karena kompensasi kerugian fiskal serta permohonan pengajuan restitusi pajak penghasilan badan. Terdapat beberapa koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa terkait SPT PPh Badan tahun 2016 milik PT DEF, yaitu peredaran usaha, objek PPh Pasal 21, serta biaya usaha lainnya. Koreksi dari hasil pemeriksaan disebabkan karena perbedaan penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku oleh Pemeriksa dan PT DEF. PT DEF menanggapi koreksi tersebut dengan menyediakan dokumen-dokumen terkait sebagai bukti bentuk kepatuhan PT DEF terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dari hasil analisis tersebut disimpulkan bahwa PT DEF telah melakukan sebagian kewajiban perpajakannya dengan baik, yaitu pada biaya usaha lainnya, namun belum dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik pada hasil pemeriksaan peredaran usaha dan objek PPh Pasal 21. Sehingga pada peredaran usaha dan objek PPh Pasal 21 diperlukan pemahaman peraturan perundang-undangan perpajakan serta manajemen perpajakan yang lebih baik oleh PT DEF.

This report analyzes PT DEF's 2016 corporate income tax audit due to the compensation for fiscal losses as well as applications for corporate income tax refund. There are some corrections made by the Tax Auditor regarding the 2016 Corporate Income Tax Return of PT DEF, namely gross income, object of Article 21 Income Tax, and other operating expenses. Corrections from the results of the tax audit are due to differences in the application of tax laws and regulations applied by the Tax Auditor and PT DEF. PT DEF responded to the corrections by providing related documents as proof of PT DEF's compliance with applicable tax laws and regulations. From the results of the analysis it was concluded that PT DEF had carried out part of its tax obligations well, which is in the other operating expense, but had not been able to carry out its tax obligations in audit results of gross income and object of Article 21 Income Tax. So, in gross income and object of Article 21 Income Tax it is necessary for PT DEF to have a better comprehension on related tax laws and regulations and a better tax management."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Robertus Seta Dyaksa Hanindya
"Dalam rangka mendukung pemberantasan pengelakan dan penggelapan pajak yang dilakukan lintas negara dibutuhkan kerja sama internasional yang memungkinkan adanya pemberian sanksi kepada para wajib pajak yang melakukan pengelakan dan penggelapan pajak tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mendukung hal tersebut adalah melalui pengimplementasian Automatic Exchange of Information in Tax Matter (AEOI). Untuk mendukung upaya tersebut, Pemerintah Indonesia menerbitkan ketentuan terkait AEOI salahs satunya melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017.
Diterbitkannya UndangUndang Nomor 9 Tahun 2017 sebagai payung hukum implementasi AEOI di Indonesia merupakan babak baru bagi dunia perpajakan khusunya berkaitan denan pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan. Penerbitan undangundang sebagaimana dimaksud sebagai payung hukum implementasi AEOI diikuti dengan penerbitan ketentuan teknis di bawahnya yang berfungsi sebagai petunjuk teknis pelaksanaan. Penerbitan beberapa aturan tersebut tentunya memiliki konsekuensi berkaitan dengan harmonisasi dengan peraturan lain khususnya yang berkaitan dengan rahasia bank.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan yang berhubungan dengan hal-hal tersebut yaitu, pertama, menganalisis pengaturan mengenai rahasia bank dan AEOI di Indonesia dan kedua, menganalisis harmonisasi peraturan pelaksanaan AEOI yang berkaitan dengan rahasia bank setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder.
Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil penelitian ini adalah yaitu pertama, pengaturan mengenai rahasia bank dan implementasi AEOI terdapat pada beberapa peraturan perundang-undangan yang berbeda waktu penerbitannya dan latar belakang penerbitannya sehingga terdapat potensi permasalahan terkait harmonisasinya. Kedua, permasalahan harmonisasi terhadap ketentuan sebagaimana tersebut dapat diatasi melalui penegasan pengesampingan pasal yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017. Sementara isu harmonisasi terhadap peraturan di bawah perundang-undangan yang berfungsi sebagai petunjuk teknis dapat dilakukan melalui penyesuaian ketentuan yang lama dengan yang baru yang dapat dilakukan dengan penerbitan peraturan perubahan ataupun pencabutan peraturan yang lama.

The effort of tackle down the tax evasion and tax evading in the global scope requires international cooperation and instrument that allows the impose of sanctions to the taxpayers who are shifting their profit and revenue outside their home country. One of the actions that made by the global scope to support this, is through the implementation of Automatic Exchange of Information in Tax Matter (AEOI). Government of Indonesia issued regulations of AEOI in order to support to fight tax evasion and tax evading by the enactment of Act Number 9 of 2017.
The enactment of Act Number 9 of 2017 as the legal basis of AEOI implementation triggered the new phase for the world of taxation in Indonesia, especially concerning the bank secrecy in tax matters. The enactment of Act Number 9 of 2017 as a legal basis of the implementation of AEOI followed by the enactment of the technical regulations under the act as the technical guideline. The enactment of these regulations have consequences related to harmonization with other regulations, especially those related to bank secrecy.
This study aims to analyze the problems related to these matters, first, to analyze the regulation of bank secrecy and AEOI in Indonesia and second, to analyze the harmonization of AEOI regulations related to bank secrecy after the enactment of Act Number 9 of 2017. Research methods that used in this study is juridical normative based on literature study.
This study concluded that first, the regulations of bank secrecy and implementation of AEOI are found in several different laws and regulations that has the different time and background so there are potential problems related to harmonization. Second, the solutions of the harmonization of these issues of regulations can be overcome by the waiver of the old regulations by using the Act Number 9 of 2017. The harmonization issues of regulations under the Act Number 9 of 2017 can be done through the adjustment of the old regulations referring to the Act Number 9 of 2017."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T49234
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asih Anggraeni
"Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2011 yang merupakan bentuk perubahan kedua dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007, yang mengatur beberapa perubahan terkait dengan pemberian fasilitas pajak penghasilan bagi industri tertentu dan/atau didaerah tertentu di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan tinjauan terkait dengan latar belakang perubahan peraturan pemberian fasilitas pajak penghasilan badan dan memberikan analisis perbandingan dua peraturan yang menjadi dasar pemberian fasilitas pajak penghasilan bagi industri panas bumi di Indonesia. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dan menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian diketahui bahwa latar belakang dilakukan perubahan adalah karena peraturan terdahulu yang masih kurang menarik dan kurang memberikan kepastian hukum bagi pengusaha panas bumi. Poin perubahan yang terjadi lebih memungkinkan untuk pengusaha panas bumi untuk dapat memaksimalkan fasilitas yang ditawarkan dalam aturan tersebut.

Government Regulation number 18 year 2015 was the substitution of GR 52 year 2011 which is the second amendment of the regulation number 1 on the 2007, there are the several changes of the income tax incentive for certain industry and/or certain industrial area in Indonesia which became government?s concentration including for geothermal industry. The researched was conducted to provide the background of providing of tax legislation changes in coorporate income tax incentive and comparative analysis of income tax incentive regulation for geothermal energy in Indonesia. The researcher used qualitative-descriptive approach, and used study literature and the depth interview as technical of data collection in this research. The result shows that the premises of change the regulation are the mandatory of evaluation from previous regulation. It is considered not attractive and be giving certainty for industry to using the provided incentive. Points of change on the new regulation is the time for used the tax allowance, classification expansion of compensation for losses, disposition of authority, and expansion of industry that will be used the incentive. The new regulation is more feasible implemented on geothermal industry."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2015
S59339
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>