Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158480 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putu Wahyu Widiartana
"Tesis ini membahas mengenai Musyawarah Mufakat Dalam Pemilihan Bandesa Adat Di Bali Menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat Di Bali, dengan menggunakan Pendekatan kearifan lokal yang hidup dan tumbuh di Bali. Peneliti menggunakan penelitian empiris, untuk menganalisis hukum yang dilihat sebagai perilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dan berhubungan dalam aspek kemasyarakatan, yang selanjutnya disebut sebagai penelitian Hukum Sosiologis (Socio Legal Research), dan di dalam penelitian ini juga didukung dengan wawancara dari beberapa sumber. Pendekatan dengan menggunakan Teori Mazhab Sejarah yang dipelopori oleh Friedrich Carl Von Savigny. Tujuan tesis ini adalah menguraikan sistem musyawarah mufakat yang digunakan dalam pemilihan Bandesa Adat di Bali, dan dicantumkan di dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, dan mengetahui jika dalam proses pemilihan Bandesa Adat di Bali yang menggunakan sistem musyawarah mufakat tidak ditemukannya kata sepakat (deadlock). Bali memiliki dualitas desa yang membuat keberadaannya saling melengkapi dan saling mendukung sesuai dengan kewenangan dan bidang kemasyarakatan yang ditanganinya, yaitu Desa Dinas dan Desa Adat. Konsep yang digunakan adalah Kearifan lokal yang merupakan pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. pemilihan Bandesa Adat di Bali menggunakan kearifan lokal yang hidup dan tumbuh dan juga menggunakan prinsip-prinsip musyawarah mufakat yang sudah turun temurun yaitu Sagilik saguluk salunglung sabayantaka, parasparo sarpanaya, saling asah, saling asih, saling asuh, yang berarti bersatu padu dalam suka-duka dan menghadapi bahaya, berembug dan bermusyawarah (menghargai pendapat orang lain), saling mengingatkan, saling menyayangi, dan saling menolong.

This thesis discusses Consensus and Democracy in Election of Bandesa Adat in Bali According to Bali Provincial Regulation Number 4 of 2019 Concerning Traditional Villages in Bali, using the approach of local wisdom that lives and grows in Bali. Researchers use empirical research, to analyze law seen as patterned community behavior in people's lives that always interact and relate in social aspects, hereinafter referred to as Socio Legal Research, and in this study also supported by interviews of several source. The approach using the Historische Rechtsschule by Friedrich Carl Von Savigny. The purpose of this thesis is to describe the Consensus and Democracy of Traditional Bandesa in Bali, and to be included in the Bali Provincial Regulation Number 4 of 2019 concerning Traditional Villages in Bali, and to find out if the process of selecting Traditional Bandesa in Bali uses the Consensus and Democracy. the absence of a deadlock. Bali has a village duality that makes its existence complementary and mutually supportive in accordance with the authority and social fields it handles, namely Desa Dinas and Desa Adat. The concept used is local wisdom which is a view of life and knowledge as well as various life strategies in the form of activities carried out by local communities in answering various problems in fulfilling their needs. The selection of Bandesa Adat in Bali uses local wisdom that lives and grows and also uses the principles of consensus and Democracy that have been passed down from generation to generation, namely Sagilik-saguluk salunglung sabayantaka, paras paro sarpanaya, saling asah, saling asih, saling asuh, which means united in love- grief and facing danger, discuss and deliberate (respect the opinions of others), remind each other, love each other, and help each other."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Rina Apriani
"Perdebatan mengenai kedudukan Desa Adat di Bali kembali mencuat pasca lahirnya UU Desa 2014. Bali menilai penormaan Pasal 6 sebagai pertanyaan retoris bagi mereka dan berbalik memperkuat eksistensi Desa Adar melalui Perda Desa Adat, 2019. Perda tersebut kembali menekan Desa Adat sebagai kesatuan masyarakat hukum adat di Bali dengan karakternya yang khas dan dikelola berdasarkan filosofi Hindu, Tri Hita Karana yang bersumber dari Sad Kerti. Penelitian ini akan melihat tata hubungan antara Desa Adat Ubud yang memiliki otonomi saat bertemu dengan Kelurahan Ubud yang berposisi sebagai fungsinya. Observasi serta wawancara mendalam membuktikan bangwa Desa Adat Ubud dan Kelurahan Ubud membangun pola hubungan yang sinergis melalui asa Desa Mawacara dan Bali Mawacara dalam pemahaman bahwa manusia harus menjalin hubungan yang baik dengan Penccipta, sesama dan lingkungan sekitarnya. Hubungan yang sinergis ini tentunya perlu dipertahankan dan dapat menjadi model hubungan antara Desa Adat lain di Bali dalam rangka menciptakan relasi yang baik antara sesama Desa Adat dan pemerintah.

The debate about position of Desa Adat in Bali resurfaced after the birth of 2014 Village in Law. Bali considers the norm of Article 6 as a rhetorical question and turn to strengthen the existence of Desa Adat as a unity of customary law communities in Bali with its distinctive character and is managed based on Hindu Philosophy, Tri Hita Karana which comes from Sad Kerthi. This research will look at the relationship between Desa Adat Ubud which has autonomy when meeting with Kelurahan Ubud which is positioned as a sub-district apparatus and no longer has autonomy in carrying out its functions. In-depth observations and interviews prove that Desa Adat and Kelurahan Ubud build a synergistic relationship pattern through the principles of Desa Mawacara and Bali Mawacara in the understanding that humans must establish a good relationship with the Creator, others and the surrounding environment. This synergistic relationship certainly needs to be maintained and can be a model of relations between other Desa Adat in Bali in order to create good relations between Desa Adat and the government."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheil, Graham, 1938-
Sydney:: Currency Press, 1991
899.223 82 SHE b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Lalita Basuki
"Penataan ruang merupakan upaya aktif manusia dalam membina hubungan dengan lingkungan hidup, yaitu dengan mengubah lingkungan alam menjedi lingkungan budaya dengan tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks. Sehubungan dengan kenyataan itu, Rapoport (1977) mengajukan tiga pertanyaan umum, yaitu 1) bagaimana manusia membentuk lingkungan binaan yang spesifik, 2) bagaimana lingkungan binaan tersebut memberi pengaruh pada manusia, dan 3) bagaimana bentuk-bentuk interaksi timbal baiik antara manusia dan lingkungan. Tata ruang permukiman tradisional Bali merupakan wujud adaptasi aktif terhadap lingkungan hidup dengan pola pemanfaatan ruang-ruang permukiman yang diiandasi filosoti agama Hindu Baii dan falsafah budaya setempat yang menghargai tinggi keseimbangan (equilibrium). Tata ruang tradisional sebagai wadah kehidupan tidak bebas dari pengaruh modernisasi, termasuk perkembangan teknoiogi dan masuknya nilai-nilai budaya baru. Kecenderungan masyarakat Bail untuk mempertahankan niiai-nilai keseimbangan budaya dalam menata ruang permukiman tradisional yang justru. merupakan daya tarik pariwisata, menjadi hal yang melatarbelakangi peneiitian ini.

Spatial arrangement is a human effort in building their relations with the environment actively, changing it to be a cultural environment, to fulltill their complicated needs. According to that fact, Rapoport (1977) proposed three general questions, 1) how do people shape their environment?, 2) how and to what extent does the physical environment affect people??, 3) how do people and environment act in this two-way interaction? Spatial arrangement in the traditional Balinese settlement was an active adaptation toward the environment based on the spatial settlement pattem. their heritage, the Hindu Bali religious, and the vemaoular culture philosophy which highly appreciated the equilibrium. Traditional spatial arrangement as an ordered for the living environment was not free from the modernization influences, included technology and the new culture values. Tendency to conserve the equilibrium culture values in spatial arrangement of the traditional Balinese settlement which exactly will be attractived for tourism, was the main reason for this study."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T10849
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1977
390 ADA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1988
391 PAK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Putu Wahyu Jati Pradnyana
"Tesis ini membahas mengenai eksistensi pemerintahan desa adat di Bali dalam perspektif sebagai badan hukum publik beserta otonomi aslinya yang memberi wewenang untuk mengatur dan mengurusi rumah tangganya sendiri khususnya yang berdimensi publik. Pemerintahan desa adat di Bali sebagai salah bentuk kesatuan masyarakat hukum adat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia diakui dan dihormati berdasarkan Pasal 18B ayat 2 UUD 1945. Namun pengaturan lebih lanjut di peraturan perundangan masih bersifat parsial yang tidak selalu menjadikannya sebagai bagian struktur pemerintahan daerah. Hal tersebut terlihat di UU Desa yang menginginkan anutan desa tunggal yang tidak sesuai dengan keadaan ko-eksistensi dualisme desa adat dan desa dinas di Bali. Maka dari itu Pemerintah daerah provinsi Bali mengeluarkan peraturan daerah yang mengakui desa adat sebagai subyek hukum dengan otonomi asli. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal yang menganalisis sumber hukum primer dan sekunder serta diperkuat dengan wawancara sebagai pemberi keterangan, adapun tipologi penelitian ialah deskriptif analitis. Kerangka konsep yang digunakan ialah dualisme desa di Bali untuk mengkaji struktur ganda pemerintahan desa di Bali dengan tata kelola dan dasar hukum yang berbeda. Perihal kedudukan dan kewenangan pemerintahan desa adat di Bali sebagai badan hukum publik sebenarnya telah melekat sedari awal terbentuknya yang diperkuat dengan pengaturan dan penetapan peraturan daerah selaku kebijakan publik.

This thesis explores the presence of traditional village governments in Bali as public legal entities with original autonomy to regulate and manage their communities, especially in matters with public impact. These traditional village governments are recognized and respected as a form of customary law community unity within the framework of the Unitary State of the Republic of Indonesia, based on Article 18B paragraph 2 of the 1945 Constitution. However, existing statutory regulations are still incomplete as they don't consistently integrate traditional villages into the regional government structure. An example of this is the Village Law, which mandates a single village model instead of the co-existence of traditional and official villages in Bali. In response, the Bali provincial government has issued a regional regulation acknowledging traditional villages as legal entities with genuine autonomy. This research uses a doctrinal research method that analyzes primary and secondary legal sources, supported by interviews for additional information. The research methodology is analytical-descriptive,. The conceptual framework used is village dualism in Bali to examine the dual structure of village government in Bali with different governance and legal bases. Regarding the status and authority of traditional village governments in Bali as public legal entities, it has been inherent since their establishment and has been further reinforced through regional regulations as public policy."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ida Ayu Grhamtika Saitya
"Skripsi ini membahas perbandingan kedudukan anak perempuan dalam sistem waris adat Bali sebelum dan setelah keluarnya Keputusan Nomor 01/Kep/PSM-3/MDP Bali/X/2010 tentang Hasil-Hasil Pasamuhan Agung III MDP (Majelis Desa Pakraman) Bali. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Hasil penelitian menyarankan agar Majelis Utama Desa Pakraman lebih menggiatkan sosialisasi mengenai hak mewaris perempuan Bali dalam Keputusan Pasamuhan Agung III sampai ke daerah terpencil di Bali yang turut dibantu oleh akademisi dan masyarakat Bali. Selain itu agar Keputusan ini dijadikan payung hukum bagi institusi peradilan apabila terjadi sengketa waris adat Bali.

The focus of this research is the comparative study of the status of daughter in Balinese inheritance system, before and after the Decree Number 01/Kep/PSM-3/MDP Bali/X/2010 Concerning the Result of Pasamuhan Agung III MDP (Majelis Desa Pakraman) Bali. This research is a qualitative research.
The researcher suggest the Majelis Utama Desa Pakraman to socialize the Decree of Pasamuhan Agung III regarding the new status of daughter in Balinese inheritance system to every region in Bali with the academicians and Balinesse people. In addition, researcher suggest the court to consider the Decree of Pasamuhan Agung III as reference in Balinese inheritance dispute.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53921
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelia Hanny Rachman
"ABSTRAK
Masifnya penggunaan plastik sekali pakai pada tahun 1950-an hingga saat ini dalam segala sektor kehidupan masyarakat semakin memperburuk persoalan sampah yang ada, tidak terkecuali di lingkungan masyarakat hukum adat di Desa Adat Kuta, Legian, dan Seminyak, Bali. Persoalan sampah muncul sebagai suatu problem sosial dan ekonomi. Sampah menjadi perhatian ketika plastik juga menjadi material yang dominan dalam komposisi sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Jumlah produksi sampah plastik yang besar dan tidak diimbangi dengan pengelolaan sampah secara tepat membuat sampah plastik mengalami kebocoran dan masuk ke lautan. Eksistensi sampah plastik ini sangat membayakan bagi bumi dan manusia. Guna mengetahui implementasi hukum terkait persampahan dan perilaku masyarakat dalam upaya mengatasi persoalan sampah plastik, dilakukan penelitian dengan metode sosiolegal. Dalam penelitian ini dilakukan studi hukum normatif dengan menganalisis peraturan hukum terkait sampah sekaligus studi hukum empiris melalui kegiatan observasi dan wawancara mendalam. Berdasarkan hasil penelitian, hukum positif Indonesia sejatinya telah mengakomodir perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta pengelolaan sampah. Meskipun masih terdapat beberapa hal yang membuat masyarakat diposisikan dalam kondisi yang dilematis, seperti: a) ketiadaan hukum yang secara khusus mengatur sampah plastik, dan b) inkonsistensi substansi dalam hukum positif yang mengatur pengelolaan sampah. Sehingga kesadaran masyarakat atas pentingnya pelestarian lingkungan itu kurang tercermin dalam sikap dikarenakan pola pikir antroposentris seolah mewajarkan penggunaan plastik yang berlebih dan tanpa diimbangi pengelolaan sampah yang baik. Anggapan bahwa pengelolaan sampah masih menjadi tanggung jawab pemerintah menjadikan implementasi aturan hukum beserta himbauan terkait pengelolaan sampah kurang efektif berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya peraturan adat berupa perarem yang mengatur secara spesifik pengelolaan sampah plastik sehingga dapat mengikat masyarakat secara adat, termasuk pendatang untuk bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan

ABSTRACT
The massive use of disposable plastics in the 1950s till date in all sectors of people's lives has further exacerbated the existing of (solid) waste problem, including the Adat Law Communities (Balinese) in the Adat Villages of Kuta, Legian, and Seminyak, Bali. The waste problem appears as a social and economic problem. Waste is being a concern when plastic becoming a part of the dominant material in the composition of household waste and household-like waste. A large amount of plastic waste production which is not balanced by proper waste management made those plastic waste leaked and getting into the ocean. The existence of plastic waste jeopardizes the planetary and humanity. In order to know the implementation of waste regulations and the behavior of the Balinese in an effort to overcome the problem of plastic waste, the socio-legal studies were conducted. In this research, normative legal studies were conducted by analyzing legal regulations of household waste and household-like waste as well as empirical legal studies through observation and in-depth interviews. Based on the results of the study, Indonesia's positive law has actually accommodated the protection and preservation of the environment, the right to a good and healthy environment, and waste management. Although, there are still a number of things that make the Balinese positioned in the dilemmatic conditions, inter alia: a) the void of law which specifically regulating the plastic waste, and b) the inconsistent legal substance in the waste management regulations. So, the public awareness of the importance of environmental preservation is not reflected in the societies' behavior because the anthropocentric mindset seems to justify the use of excessive plastic and also waste mismanagement. The notion that waste management is the responsibility of the government makes the implementation of the rule of law along with the policies regarding waste management less effective in the community. Therefore, we need a customary law in the form of perarem that specifically regulates the management of plastic waste so that it can customarily bind the Balinese, including the incomers to be responsible for their waste"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>