Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183453 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rania
"Latar belakang: Di Indonesia prevalensi kehilangan gigi pada usia 35-44 tahun adalah 35,3% dan terus meningkat seiring bertambahnya usia. Kehilangan gigi dapat menyebabkan penurunan fungsi gigi dan mulut. Untuk mengembalikan fungsi gigi individu dapat menggunakan gigi tiruan, namun hanya 4% penduduk usia 35-44 tahun yang menggunakan gigi tiruan. Literasi kesehatan gigi dan mulut/Oral Health Literacy (OHL) didefinisikan sebagai kapasitas individu untuk memperoleh, memproses dan memahami informasi dasar kesehatan gigi, mulut dan kraniofasial serta pelayanannya yang diperlukan untuk membuat keputusan yang sesuai mengenai kesehatan gigi dan mulut. Oleh karena itu, mungkin saja nilai OHL memengaruhi persepsi kebutuhan individu. Akan tetapi, penelitian mengenai topik ini masih terbatas di Indonesia.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara nilai OHL dengan persepsi kehilangan gigi yang dilihat dari fungsi gigi dan perawatan kebutuhan gigi pada dewasa hingga lansia.
Metode: Penelitian deskriptif potong lintang menggunakan kuesioner The Health Literacy in Dentistry HELD-29 versi Indonesia (skor 0-116) dan pertanyaan mengenai persepsi fungsi gigi serta kebutuhan perawatan prostodonsia. Populasi penelitian adalah orang dengan usia 17 tahun keatas yang sudah mengalami kehilangan gigi.
Hasil: 205 responden berusia 17-82 tahun dan mayoritas perempuan (66,3%). Nilai OHL (82 ± 16,75) lebih tinggi pada kelompok dengan persepsi fungsi gigi sangat baik dan memilih tidak memerlukan perawatan prostodonsia. Terdapat hubungan bermakna (p<0,05) antara nilai OHL dengan persepsi fungsi gigi (r= 0,285), jumlah kehilangan gigi (r= -0,265), jumlah dukungan oklusal berdasarkan indeks Eichner(r= -0,262), dan lokasi kehilangan gigi (r= -0,233). Tidak terdapat hubungan bermakna antara nilai OHL dengan persepsi kebutuhan perawatan prostodonsia (r= 0,083, p>0,05). Terdapat perbedaan bermakna nilai OHL pada usia dan tingkat pendidikan individu (p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna nilai OHL berdasarkan jenis kelamin dan status ekonomi individu (p<0,05). terutama pada kelompok usia 17-29 tahun dengan ≥60 tahun (p= 0,006) dan kelompok usia 45-59 tahun dengan ≥60 tahun (p= 0,000) dan tingkat pendidikan SD dengan SMP (p= 0,002), SD dengan SMA (p= 0,000), dan SD dengan perguruan tinggi (p= 0,000). Tidak terdapat perbedaan bermakna nilai OHL berdasarkan jenis kelamin dan status ekonomi individu (p<0,05).
Kesimpulan: Semakin tinggi nilai OHL, semakin baik penilaian persepsi fungsi gigi. Semakin rendah nilai OHL maka semakin banyak jumlah kehilangan gigi, berkurangnya zona dukungan oklusal, dan semakin banyak lokasi kehilangan gigi yang terlibat.

Background: Prevalence of tooth loss in Indonesia is 35.3% at 35-44 years old and continues to increase with age. Tooth loss can lead to decreased oral function. To restore the oral function, individuals with tooth loss can wear denture, but only 4% of the population aged 35-44 years old wears denture. Oral health literacy (OHL) is defined as the degree to which individuals have the capacity to obtain, process, and understand basic dental, oral, and craniofacial health information and services needed to make appropriate oral health decisions. Therefore, low OHL score may be a cause of the low perceived need. Nonetheless, research concerning this issue is still limited in Indonesia.
Objective: To assess the correlation between OHL score and perception of tooth loss in adults to elderly.
Methods: Cross-sectional study was performed using The Health Literacy in Dentistry (HeLD)-29 Indonesian version (score 0-116) and questions about perception of dental function and perceived need for prosthodontics treatment. The population of this study were people aged 17 years old and over who had experienced tooth loss.
Results: There were 205 respondents with age range 17-82 years old and 66.3% of the respondents were female. The mean OHL score was 82. The OHL score was higher in the group of individuals who choose the higher perception of dental function and choose not to get Prosthodontics treatment. There is a significant correlation (p<0.05) between the OHL score and the perception of dental function (r= 0.285), number of tooth loss (r= -0.265), the number of occlusal support based on the Eichner index (r= -0.262), and the location of tooth loss (r= -0.233). There is no correlation between the OHL score and the perceived need for prosthodontics treatment (r= 0.083; p>0.05). There is a significant difference in the OHL score on age and educational level (p<0.05), especially in the aged 17-29 years old with ≥60 years old (p= 0.006) and the aged 45-59 years old with ≥60 years old (p= 0.000) and the level of education between elementary school with junior high school (p= 0.002), elementary school with senior high school (p= 0.000), and elementary school with higher level of education (p= 0.000). There is no significant difference in the OHL score on gender and individual economic status (p>0.05).
Conclusion: Higher OHL scores show better perception of dental function. Lower OHL scores are associated with higher tooth loss, loss of occlusal support zone, and more locations of tooth loss.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Tsany Saadi
"Tujuan: Didapatkannya informasi mengenai hubungan Sense of Coherence dengan perilaku dan persepsi subjektif kondisi gigi mulut pada populasi dewasa di DKI Jakarta.
Metode: Studi analitik korelatif cross-sectional pada 375 responden berusia 30-50 tahun yang berdomisili di DKI Jakarta. Data diperoleh menggunakan kuesioner self-administered yang terdiri atas kuesioner SOC-13 dan kuesioner gigi mulut dewasa yang diadaptasi dari kuesioner WHO.
Hasil: Terdapat hubungan bermakna antara SOC dengan kunjungan terakhir ke dokter gigi r = 0,128, kebiasaan merokok r = 0,108, dan frekuensi konsumsi beberapa kudapan manis, yaitu minuman bersoda r = 0,118 dan buah segar r = -0,198. Terdapat hubungan antara SOC dengan beberapa masalah akibat kondisi gigi mulut, yaitu mulut kering r = 0,132, malu akibat penampilan gigi r = 0,102, menghindari tersenyum r = 0,106, kurang toleran terhadap pasangan r = 0,223, dan mengurangi aktivitas sosial r = 0,2.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara Sense of Coherence dengan perilaku kesehatan gigi dan mulut, yaitu kunjungan ke dokter gigi, kebiasaan merokok, dan frekuensi konsumsi kudapan manis yaitu minuman bersoda dan buah segar. Sense of Coherence juga berhubungan dengan beberapa masalah akibat kondisi gigi dan mulut, yaitu mulut kering, malu akibat penampilan gigi, menghindari tersenyum, kurang toleran terhadap pasangan, dan mengurangi aktivitas sosial.

Objective: To obtain information about the relationship between Sense of Coherence with oral health related behavior and subjective perception in adult population living in DKI Jakarta.
Method: A cross sectional analytic correlative study was conducted in DKI Jakarta, with 375 respondents aging 30 50 years old. Data were collected through self administered questionnaires consisted of SOC 13 and WHO Oral Health Questionnaire for Adult.
Result: Association found between SOC with dental attendance r 0,128, smoking habit r 0,108, and frequency of some sweet snack intake, including soft drink r 0,118 and fresh fruit r 0,198. SOC is also associated with some problems related to oral health, including dry mouth r 0,132, embarrassed due to appearance of teeth r 0,102, avoided smiling r 0,106, less tolerant of spouse r 0,223, and reduced participation in social activities r 0,2.
Conclusion: SOC is associated with some oral health related behaviours, including dental attendance, smoking habit, and frequency of some sweet snack intake, including soft drink and fresh fruit. SOC is also associated with some problems related to oral health, including dry mouth, embarrassed due to appearance of teeth, avoided smilin, less tolerant of spouse, and reduced participation in social activities.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernike Davitaswasti
"Latar belakang: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat oral health literacy (OHL)terhadap status klinis dan perilaku kesehatan gigi dan mulut serta denga faktor sosiodemografis pada lansia independen.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan total 195 subjek lansia di Kota Depok berusia 60 tahun ke atas dengan pengisian data sosiodemografis, kuesioner dengan metode wawancara mengenai tingkat oral health literacy menggunakan HeLD-29, dan kuesioner perilaku menjaga kesehatan gigi dan mulut. Status klinis dinilai melalui pemeriksaan klinis menggunakan indeks DMF-T, status periodontal menggunakan CPI-modified, status pemakaian gigi tiruan, status kebersihan mulut menggunakan indeks OHI-S, serta penilaian kemampuan mastikasi secara subjektif.
Hasil: Rerataskor oral health literacy pada penelitian ini adalah 3,45±0,67. Nilai Cronbachs alpha = 0.945. Validitas diskriminan memiliki hubungan signifikan dengan kemampuan mastikasi (p<0,01) dan validitas konvergen memiliki hubungan signifikan dengan gigi hilang, skor DMF-T, dan kemampuan mastikasi (p<0,01), serta gigi yang direstorasi (p<0,05). Terdapat hubungan bermakna antara beberapa domain HeLD-29 dengan status klinis kesehatan gigi dan mulut. Perbedaan bermakna secara statistik juga terdapat pada jumlah gigi yang hilang, gigi yang direstorasi, dan poket periodontal antara kelompok dengan oral health literacy rendah dengan kelompok dengan oral health literacy tinggi (p<0,05). Didapatkan pula perbedaan rerata skor oral health literacy yang bermakna pada variabel usia dan tingkat pendidikan, serta adanya hubungan signifikan antara nilai DMF-T dengan frekuensi kunjungan ke dokter gigi dan antara perdarahan gingiva dengan status merokok.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara tingkat oral health literacy dengan status klinis kesehatan gigi dan mulut serta dengan faktor sosiodemografis yaitu usia dan tingkat pendidikan pada lansia independen. Terdapat hubungan antara status klinis dengan perilaku kesehatan gigi dan mulut.

Background: The aim of this study is to evaluate the association between oral health literacy(OHL), oral healthstatus, and oral health behavior of independent elderly.
Methods: Cross-sectional study involved 195 independent living elderly in Depok aged 60 and above. The subjects completed a self-administered questionnaire collectin information about socio-demographics, Health Literacy in Dentistry (HeLD-29) questionnaire to assessed oral health literacy, and oral health behavior questionnaire by interviewing subjects. Oral health status was recorded by clinical oral examination using DMF-T index, CPI-modified, denture status, OHI-S, and the masticatory performance wasassessed subjectively.
Results: Oral health literacy mean score in this study is 3,45±0,67. The Cronbachs alpha = 0.945. The discriminant validity were confirmed by HeLD scores being significantly associated with mastication ability(p<0.01). The convergent validity were confirmed by HeLD score being significantly associated with amount of tooth loss, DMF-T score, and mastication ability (p<0,01) also with amount of filled teeth (p<0,05). There were correlations between some HeLD-29 domain with oral health status. There were significant differences of amount of tooth loss (M-T), amount of filled teeth (F-T), and amount of deep pocket between the group with low oral health literacy and the group with high oral health literacy (p<0,05). Statistical differences were also found between oral health literacy mean score amongst age and education level group. There were also correlations between DMF-T score and dental visits and between amount of bleeding on probing and smoking status of the subjects.
Conclusion: Oral health literacy was associated with oral health status and the socio-demographics such as age and education level there is a relationship between oral health status and oral health behavior in independent elderly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ajri Karima
"Tujuan: Mengetahui hubungan status kesehatan gigi dan mulut serta kemampuan mastikasi self-assessed terhadap kualitas hidup lansia independen di beberapa wilayah DKI Jakarta. Metode: Desain studi cross-sectional dilakukan pada 177 subjek yang berusia 60 tahun atau lebih. Standar pemeriksaan klinis WHO, kemampuan mastikasi self-assessed, dan wawancara kuesioner GOHAI versi Bahasa Indonesia dilakukan pada seluruh subjek. Hasil: Dari 177 subjek, 89,3 subjek perempuan dan 10,7 subjek laki-laki dengan rata-rata usia 66,3 tahun. Rata-rata skor kuesioner GOHAI adalah 48,5. Uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara status kesehatan gigi dan mulut serta kemampuan mastikasi self-assessed dengan kuesioner GOHAI. Kemampuan mastikasi self-assessed dan jumlah gigi asli memiliki hubungan yang bermakna dengan total skor GOHAI r=0,63; r=0,37. Jumlah gigi sehat memiliki hubungan yang bermakna dengan total skor GOHAI r=0,36. Gigi berlubang DT memiliki hubungan yang bermakna dengan penggunaan obat untuk pereda nyeri r=0,18. Gigi yang ditambal FT memiliki hubungan yang bermakna dengan kenyamanan saat makan r=0,18. Status gigi tiruan memiliki hubungan yang bermakna dengan total skor GOHAI r=0,36. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara status kesehatan gigi dan mulut serta kemampuan mastikasi self-assessed terhadap kualitas hidup lansia di beberapa wilayah DKI Jakarta.
Objectives: To assess the relationship between oral health status and self assessed masticatory ability with quality of life in elderly living independently in some areas of Jakarta. Methods: the study design was cross sectional. The participants n 177 age 60 years old and above were clinically examined using WHO form, self assessed their masticatory ability, and intervewed using Indonesian version of GOHAI questionnaire. Results: Among 177 participants, 89,3 were female and 10,7 were male. The mean age of the participants was 66,3 years old. The mean score of GOHAI was 48,5. Spearman correlation test was used to assess the relationship between oral health status and self assessed masticatory ability with GOHAI questionnaire. Self assessed masticatory ability and the amount of natural teeth are significantly associated with the total score of GOHAI r 0,63 r 0,37. The amount of sound teeth was also significantly associated with the total score of GOHAI r 0,36. Decay teeth was significantly associated with the consumption of analgesic r 0,18. Restored teeth was significantly associated with the comfort while eating r 0,18. Denture status was associated with the total score of GOHAI r 0,36. Conclusion: Oral health status and self assessed masticatory ability are associated with quality of life in elderly in some areas of Jakarta."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amiroh
"Latar Belakang :Pesantren merupakan institusi pendidikan di Indonesia yang menjalankan sistem tempat tinggal asrama. Kondisi status kesehatan gigi mulut di beberapa pesantren masih menunjukkan hasil sedang hingga rendah, padahal terdapat lebih dari empat juta remaja yang menempuh pendidikan di pesantren. Upaya meningkatkan kesehatan gigi mulut adalah melaksanakan program promosi kesehatan mulut berbasis sekolah, dan program ini dapat disusun dengan sebelumnya melakukan identifikasi perilaku kebersihan gigi mulut.Tujuan : Menganalisis hubungan antara perilaku kebersihan gigi mulut dengan indeks plak, laju alir saliva, dan kuantifikasi bakteri Veillonella Parvula dalam saliva di komunitas pesantren populasi anak usia 12 – 14 tahun. Metode: Penelitian dilakukan pada 101 siswa Ibnu Hajar Boarding School. Pengisian kuesioner indeks OHB untuk menilai perilaku kebersihan gigi mulut. Pengambilan sampel saliva tanpa stimulasi dan diukur lajur alir, dilanjutkan pemeriksaan indeks plak. Sampel saliva dibawa ke laboratorium untuk mengetahui kuantifikasi bakteri Veillonella parvula melalui metode RT-PCR. Hasil: Koefisien korelasi antara OHB dengan Indeks plak adalah r = 0.127 p-value = 0.204. Koefisien korelasi antara OHB dengan laju alir saliva adalah r = -0.211, p-value = 0.034. Koefisien korelasi antara OHB dengan Ct Veillonella parvula adalah r = -0.156 , p-value = 0.119. Kesimpulan: Terdapat hubungan berbanding terbalik dan bermakna antara perilaku kebersihan gigi mulut dengan laju alir saliva, dan hubungan tidak bermakna antara perilaku kebersihan gigi mulut dengan indeks plak dan kuantifikasi bakteri Veillonella parvula.

Background: Boarding schools in Indonesia operate as residential educational institutions. The oral health status in some boarding schools still indicates moderate to low results, despite more than four million adolescents pursuing education in these institutions. Efforts to improve oral health include implementing a school-based oral health promotion program, which can be designed after identifying oral hygiene behaviors. To date, there has been no study examining the relationship between oral hygiene behaviors and plaque index, saliva flow rate, and quantification of Veillonella Parvula. Objective: To analyze the relationship between oral hygiene behaviors and plaque index, saliva flow rate, and quantification of Veillonella Parvula in a population of 12- to 14-year-old students in a boarding school. Method: The OHB index questionnaire was used to assess oral hygiene behaviors. Unstimulated saliva samples were collected and saliva flow rate measured, followed by plaque index examination. Saliva samples were taken to the laboratory to determine the quantification of Veillonella Parvula bacteria using RT-PCR. Results: The correlation coefficient between OHB and the plaque index was r = 0.127, p-value = 0.204. The correlation coefficient between OHB and saliva flow rate was r = -0.211, p-value = 0.034. The correlation coefficient between OHB and Ct Veillonella Parvula was r = -0.156, p-value = 0.119. Conclusion: There was an inverse and significant relationship between oral hygiene behavior and salivary rate, and a non-significant relationship between oral hygiene behavior and plaque index and quantification of Veillonella parvula bacteria."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merdiana Dwi Trasti
"Maloklusi masih menjadi salah satu masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut di Indonesia, khususnya dalam kesehatan gigi dan mulut anak. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya maloklusi pada anak-anak. Selain karies, perilaku pada anak cukup memiliki peranan yang penting dalam proses terjadinya maloklusi. Perilaku tersebut dapat berupa tindakan kesehatan gigi dan mulut maupun kebiasaan buruk. Kebiasaan buruk pada anak, khususnya kebiasaan buruk oral, jika berlanjut sampai usia dimana gigi permanen mulai tumbuh, akan dapat menyebabkan resiko maloklusi. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan hubungan antara perilaku kesehatan gigi dan mulut dengan status maloklusi kelas I tipe dental pada anak SD usia 9-12 tahun di Cisauk. Penelitian ini merupakan survey potong-silang yang dilakukan pada 153 responden. Analisis data dilakukan dengan uji Nonparametrik Kendall pada program computer. Hasil analisis menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara perilaku kesehatan gigi dan mulut dengan status maloklusi kelas I tipe dental. (p>0,05)

Malocclusion is being one of the oral health status problem in Indonesia, particularly in children?s oral health. There are many factors that affect malocclusion in children. After dental caries, oral health behavior plays the important role in processing malocclusion. Oral health behavior itself is considered by both oral health attitude and oral bad habit. Children with oral bad habit at age when permanent teeth began to erupt have the significant risk to malocclusion. The aim of this research is to explain the relationship between behavior and class I dental malocclusion status. This was conducted to a number of elementary school student age 9 to 12 in Cisauk. This was a crosssectional survey, which wa carried out to 153 respondents. Statistic analysis was done using Kendall Non-parametrik test in computer program. The result showed that there was no significant correlation between oral health behavior and class I dental malocclusion status of elementary school student age 9 - 12 (p>0,05)"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Astari Larasati
"Latar belakang: Keadaan mulut yang buruk berdampak pada kualitas hidup lansia. Studi sebelumnya telah mendapatkan alat ukur kualitas hidup namun subjek yang digunakan adalah pasien geriatri. Oleh karena itu diperlukan alat ukur yang baru yang dapat digunakan pada lansia yang sehat.
Tujuan: Mendapatkan alat ukur kualitas hidup lansia yang baru ditinjau dari aspek kesehatan gigi dan mulut, menganalisis hubungan antara kualitas hidup dengan kesehatan gigi dan mulut dan mengetahui faktor yang paling mempengaruhi kualitas hidup lansia.
Metode: Cross-sectional pada 101 lansia. Pencatatan data sosiodemografis dan pemeriksaan intraoral. Wawancara untuk pengisian kuesioner kualitas hidup lansia dengan alat ukur yang telah divalidasi.
Hasil: Uji validitas dan reliabilitas menunjukkan hasil yang baik. Hasil uji chisquare untuk variabel sosiodemografik, OHI-S berhubungan bermakna dengan penghasilan (p=0.01) dan pendidikan (p=0.004) dan DMF-T berhubungan bermakna dengan usia (p=0.04). Faktor risiko yang masuk ke dalam model multivariat adalah variabel usia (p<0.250), variabel penghasilan (p=0.006), variabel skor OHI-S (p=0.001) dan variabel skor DMF-T (p=0.004). Faktor yang paling berkontribusi pada kualitas hidup adalah skor DMF-T (p=0,006; OR=3,328), diikuti skor OHI-S (p=0,009; OR= 3,289), dan tingkat ekonomi (p=0,005; OR=3,318).
Kesimpulan: Diperoleh alat ukur kualitas hidup yang valid dan reliabel. Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup lansia antara lain DMF-T, OHI-S dan tingkat ekonomi.

Background: Poor oral health can impact elderly's quality of life. Previous study has already create a new Oral Health related Quality of Life but the index was mainly use for geriatric patients, therefore the new OHRQoL index was needed for healthy elderly.
Objective: to get a new oral health related quality of life (OHRQoL) index for elderly, to analyze the correlation between eldery quality of life and their oral health conditions and to determine factors that contribute the most in their quality of life.
Methods: Cross-sectional study was performed towards 101 elderly. Their demographic data was collected, intra oral examination was performed. OHRQoL status was measured using a new index that combines several index and already tested its validity and reliability in a personal interview.
Result: the new OHRQoL index had a good validity and reliability.Chi-square test showed, OHI-S score was strongly associated with income (p=0.01) and education (p=0.004) and DMF-T score was strongly associated with age (p=0.04). OHI-S (p=0.001), age (p<0.025), income (p=0.006) and DMF-T score (p=0.004) are risk factors that were incorporated into multivariate model. From the final multivariate model, DMF-T score (p=0,006; OR=3,328), contributed most to OHRQoL, followed by OHI-S score (p=0,009; OR= 3,289), and income (p=0,005; OR=3,318).
Conclusion: The new OHRQoL index is valid and realiable to measure the elderly OHRQoL. DMF-T score is the factor that contribute the most in elderly OHRQoL followed with OHI-S score and income.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Getha Gazela Yuniendra
"Latar Belakang: Komponen terbesar pada indeks DMFT ialah kehilangan gigi dan terjadi paling banyak pada kelompok lansia. Kehilangan gigi dapat mempengaruhi kemampuan dalam mengunyah makanan sehingga berdampak pada kurangnya asupan nutrisi.
Metode: Metode potong lintang yang dilakukan di 4 Puskesmas di wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Jumlah subjek lansia ialah sebanyak 93 subjek dan didapatkan melalui teknik convenience sampling. Pada subjek dilakukan pemeriksaan intraoral, pengukuran antropometri BMI dan diwawancara menggunakan kuesioner Mini Nutritional Assessment MNA.
Hasil: Ditemukan bahwa 53,8 subjek masih memiliki jumlah gigi sebanyak 20 buah atau lebih. Sebanyak 55,9 subjek memiliki risiko terhadap malnutrisi. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah gigi yang tersisa, gigi karies, gigi hilang, gigi yang ditambal dan kemampuan mastikasi p > 0,05 dengan status nutrisi.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara status kesehatan gigi dan mulut dan kemampuan mastikasi terhadap status nutrisi pada lansia.

Background: The biggest component in DMFT index is tooth loss, and mostly occur in elderly. Tooth loss can affect the ability in chewing food then it may affect the lack of nutrition intake.
Methods: The cross sectional study was performed in 4 community health center in Central Jakarta, South Jakarta and East Jakarta. It was involving 93 elderly age ge 60. The sampling method was convenience sampling. Subjects were submitted to intraoral examination, anthropometric measurement BMI and as well as interview using Mini Nutritional Assessment MNA.
Results: 53,8 subjects have 20 or more sum of natural teeth. 55,9 subjects have risk at malnutrition. The results of correlation test showed that sum of natural teeth, decay teeth, missing teeth, filling teeth, and masticatory performance p 0,05 were not significantly correlated with nutritional status BMI and MNA.
Conclusion: There is no relationship between oral health status and masticatory performance with nutritional status in elderly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Zahradu Andrapis
"Latar Belakang : Penurunan kapasitas fisik dan peningkatan risiko penyakit terjadi seiring pertambahan usia. Kesehatan rongga mulut saling berhubungan dengan kesehatan umum. Selain itu, adanya ketidakmerataan dokter gigi menjadi alasan dibutuhkannya kerjasama antara dokter gigi dan tenaga kesehatan selain dokter gigi, seperti mahasiswa bidang kesehatan. Penelitian ini, dilakukan untuk menganalisis penilaian kesehatan gigi dan mulut lansia oleh mahasiswa bidang kesehatan dibandingkan dengan dokter gigi menggunakan Oral Health Assessment Tool (OHAT). Tujuan : Untuk mengetahui reliabilitas OHAT versi Bahasa Indonesia yang dilakukan oleh mahasiswa bidang kesehatan dan dokter gigi. Metode : Penelitian deskriptif analitik potong lintang pada 57 lansia Panti Werdha Budi Mulia 03 dengan pencatatan data sosiodemografis dan pemeriksaan intraoral menggunakan kuesioner oleh mahasiswa bidang kesehatan dan dokter gigi. Hasil Penelitian : Terdapat perbedaan bermakna terhadap rerata total OHAT versi Bahasa Indonesia. Reliabilitas antar pemeriksa terhadap total skor OHAT adalah sedang. Reliabilitas kesepakatan antar pemeriksa terhadap penilaian 8 kategori OHAT versi Bahasa Indonesia buruk hingga kuat. Kesimpulan : Diperlukan pelatihan kepada mahasiswa bidang kesehatan yang memadai terkait penilaian rongga mulut lansia menggunakan OHAT versi Bahasa Indonesia untuk meningkatkan reliabilitas antar pemeriksa.

Background: Decreased physical capacity and increased risk of disease occur with increasing age. Oral health is interconnected with general health. Apart from that, the unequal distribution of dentists is the reason for the need for collaboration between dentists and health workers other than dentists, such as health students. This research was conducted to analyze the assessment of the dental and oral health of the elderly by health students compared to dentists using the Oral Health Assessment Tool (OHAT). Objective: To determine the reliability of the Indonesian version of OHAT carried out by health and dentist students. Method: Cross-sectional analytical descriptive research on 57 elderly people at Budi Mulia 03 Nursing Home by recording sociodemographic data and intraoral examination using questionnaires by health students and dentists. Research Results: There is a significant difference in the total mean of the Indonesian version of OHAT. Inter-examiner reliability of the total OHAT score was moderate. The reliability of agreement between examiners regarding the assessment of the 8 OHAT categories in the Indonesian version was poor to substantial agreement. Conclusion: Adequate training is needed for health students regarding the assessment of the oral cavity of the elderly using the Indonesian version of the OHAT to increase inter-examiner reliability."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>