Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88954 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herlyana Maharani
"Pembatasan kewenangan BPSK dalam menyelesaikan sengketa konsumen menjadi suatu isu hukum yang mengaburkan kepastian hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Analisa mengenai kewenangan BPSK terhadap sengketa konsumen yang mengarah pada perkara keperdataan (wanprestasi) perlu dikaji dari segi UU Perlindungan Konsumen dan Putusan-Putusan Mahkamah Agung yang memutus dengan amar membatalkan Putusan BPSK dan menyatakan BPSK tidak berwenang menyelesaikan sengketa wanprestasi. Mahkamah Agung selaku tingkat tertinggi dalam lingkup Peradilan Umum kerap kali tidak mencantumkan dasar dan alasan hukum terhadap Putusan-Putusannya yang menyangkut kewenangan BPSK. Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif (kepustakaan) dengan studi dokumen (bahan-bahan pustaka) dengan dilengkapi data primer berupa wawancara dengan beberapa narasumber. Bahwa penulis mendapati, meskipun Mahkamah Agung sebelumnya sepakat BPSK berwenang menyelesaikan sengketa konsumen terkait perkara wanprestasi, namun dengan adanya yurisprudensi Mahkamah Agung, mengenai sengketa keperdataan (wanprestasi) bukan lagi ranah BPSK melainkan menjadi kompetensi absolut Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus perkara. Mahkamah Agung seharusnya tidak serta merta membatalkan Putusan BPSK dan menyatakan BPSK tidak berwenang menyelesaikan sengketa wanprestasi tanpa pertimbangan dan dasar hukum yang jelas dan lengkap agar hak konsumen mendapat penyelesaian sengketa yang patut tidak terabaikan.

The limitation of BPSK's authority in resolving consumer disputes is a legal issue that obscures the legal certainty of consumer protection in Indonesia. The analysis of BPSK's authority on consumer disputes that lead to civil cases (default) which need to be studied in terms of the Consumer Protection Law and Supreme Court Judges Considerations and Decisions which ruled against BPSK's decision and stated BPSK has no authority to resolve default disputes. The Supreme Court as the highest level within the scope of the General Court does not affect the legal basis and reasons for its decisions that regulate the authority of BPSK. The author uses the normative legal research method (literature) with document study (library materials) supplemented by primary data in the form of interviews with several interviewees. The fact is that although the Supreme Court agrees on the authority of BPSK to resolve disputes related to the interests of cases of default, with the existence of Supreme Court jurisprudence, Regarding civil disputes (default), it is no longer the domain of BPSK, but the absolute competence of the District Court to examine and decide cases. The Supreme Court should not immediately cancel the BPSK decision and state that BPSK does not resolve default disputes without consideration and a clear and complete legal basis so that proper dispute resolution consumers' rights are not neglected."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Irdasari
"Tujuan penerbitan seritpikat hak milik oleh Badan Pertanahan Nasional seharusnya memberikan pengakuan serta kepastian hukum kepada masyarakat atas kepemilikan tanah. Indonesia menganut sistem publikasi negatif, yang berarti terhadap kedudukan sertipikat dan/atau hak atas tanah masih dapat disangkalkan, Pada praktiknya masih ditemukan permasalahan tanah terkait penerbitan sertipikat, meskipun telah melalui prosedur dan/atau regulasi yang ditetapkan, terhadap proses penerbitan suatu sertipikat tanah juga dapat didasarkan atas akta autentik Pejabat Pembuat Akta Tanah, sebagai penegasan suatu perbuatan hukum terkait peralihan hak atas tanah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana terjadinya tumpang tindih sertipikat hak milik yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional, yang dibuat berdasarkan akta jual beli Pejabat Pembuat Akta Tanah; dan Bagaimana kepastian hukum atas diterbitkan sertipikat hak milik yang tumpang tindih oleh Badan Pertanahan Nasional. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian Preskriptif. Hasil analisis adalah belum maksimalnya proses penetapan batas bidang-bidang tanah yang berbatasan oleh Badan Pertanahan Nasional, yang disebabkan karena salah satu pemegang hak atas tanah yang berbatasan tidak menguasai tanah tersebut secara fisik, yang dikemudian hari menyebabkan terjadinya tumpang tindih atas sebagian luas tanah yang dimiliki, dengan tanah yang dimiliki pihak lain, yang juga berlandasakan sertipikat hak milik yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional, sehingga untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap sertipikat hak milik yang bertumpang tindih tersebut, ditempuh melalui upaya litigasi, yang kemudian terhadap tanah yang tidak diakui secara hukum, diajukan pembatalan produk hukum melalui Kepala Kantor Pertanahan. Adapun saran yang dapat diberikan yaitu memperkuat peran Badan Pertanahan Nasional dalam penerbitan sertipikat serta dibentuknya bidang atau fungsi khusus dari Badan Pertanahan Nasional yang melakukan pengecekan atau validasi atas proses penerbitan sertipikat hak milik, guna memastikan tanah terbebas dari sengketa.

The purpose of issuing a series of property rights by the National Land Agency should be to provide recognition and legal certainty to the community for land ownership. Indonesia adheres to a negative publication system, which means that the position of certificates and/or land rights can still be denied, In practice there are still land problems related to the issuance of certificates, even though they have gone through established procedures and/or regulations, to the process of issuing a certificate land may also be based on the authentic deed of the Land Deed-Making Officer, as an affirmation of a legal action related to the transfer of land rights. The issues raised in this study are about how there is an overlap of property rights certificates issued by the National Land Agency, which is made based on the deed of sale and purchase of the Land Deed Making Officer; and How is the legal certainty of the issuance of overlapping certificates of property rights by the National Land Agency. To answer these problems, normative juridical research methods with a prescriptive type of research are used. The result of the analysis is that the process of determining the boundaries of adjacent land plots by the National Land Agency has not been maximized, which is caused by one of the rights holders of the adjacent land not physically controlling the land, which in the future causes an overlap of part of the land area owned, with land owned by other parties, which is also based on the certificate of property rights issued by the National Land Agency, so as to obtain legal certainty against the overlapping certificate of property rights, pursued through litigation efforts, which then against land that is not legally recognized, it is proposed that the cancellation of legal products through the Head of the Land Office. The advice that can be given is to strengthen the role of the National Land Agency in issuing certificates and the establishment of a special field or function of the National Land Agency that checks or validates the process of issuing title certificates, in order to ensure that the land is free from disputes.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizscy Ananda Mulia
"Mahkamah Agung sebagai pemegang puncak kekuasaan yudikatif sudah seharusnya memiliki sumber daya manusia yang berkualitas baik, namun pada kenyataannya masih ada saja aparatur hukum yang bertindak diluar moral dan etika. Salah satu cara untuk membentuk sosok aparatur lembaga pengadilan yang baik, perlu dilaksanakannya pembinaan melalui jalur Pendidikan dan Pelatihan dengan kurikulum dan proses belajar yang dapat menunjang keberhasilan Diklat tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kualitas PNS di Mahkamah Agung setelah mengikuti diklat dengan kurikulum yang diterapkan oleh Pusdiklat Menpim MA ditinjau dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris. Teori yang digunakan yaitu kualitas hasil belajar oleh Bloom (1971), proses belajar oleh Sanjaya (2011), dan kurikulum oleh Nasution (1999). Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner kepada responden. Analisis data yang digunakan adalah regresi berganda dengan menggunakan program SPSS. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari kurikulum diklat dan proses belajar terhadap kualitas hasil belajar PNS Eselon Tk. IV Mahkamah Agung RI secara bersama-sama.

Mahkamah Agung as a holder of the summit of judiciary should have good human resources, but in fact remains there are human resources that act outside ethics. One of the way to build a good human resources is doing training with a good curriculum and learning process. The research aims to analyze civil servants of Mahkamah Agung RI after training based on Pusdiklat Menpim MA currciculum from cognitive, affective, and pscychomotoric aspect. This research using theory from Bloom (1971) for result of learning quality, Sanjaya (2011) for learning process, and Nasution (1999) for curriculum. Research method of this study was quantitative research, data collected through distribution of questionnaires to respondents. Data analysis was made by Multiple Regression using SPSS program. Analysis result shows that training curriculum and learning process have a positive and significant influence toward result of learning quality."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S62992
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Utami Kurnia Pratiwi
"Perjanjian utang pada dasarnya dilakukan berdasarkan kepercayaan bahwa Debitor akan mengembalikan pinjaman tepat pada waktunya kepada Kreditor. Namun, dewasa ini perjanjian utang membutuhkan jaminan untuk melindungi Kreditor, sehingga dapat memberikan kepastian pelunasan utang oleh Debitor. Salah satu jaminan yang sering digunakan dalam perjanjian kredit adalah perjanjian jaminan perorangan atau biasa dikenal dengan penanggungan (borgtocht), dimana terdapat pihak ketiga untuk kepentingan Kreditor, mengikatkan diri untuk membayar utang apabila Debitor tidak memenuhinya. Pada praktiknya, dalam kasus kepailitan sering ditemukan Penanggung yang langsung dimohonkan pailit tanpa terlebih dahulu memohon Debitor untuk pailit, hal ini tentu menimbulkan pertanyaan tentang kedudukan hukum dan tanggung jawab Penanggung dalam kepailitan. Hal inilah yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif, yang menghasilkan penelitian berbentuk deskriptif analitis. Kedudukan hukum Penanggung beralih menjadi Debitor setelah ia memiliki kewajiban untuk membayar utang Debitor kepada Kreditor dan tanggung jawabnya dalam kepailitan tidak boleh lebih dari kewajiban Debitor. Seorang Penanggung dapat langsung dimohonkan pailit tanpa terlebih dahulu memohon Debitor untuk pailit apabila Penanggung telah melepaskan hak-hak istimewanya yang diberikan oleh undang-undang dan harus dinyatakan secara eksplisit dalam perjanjian penanggungan. Saat ini masih ada ketidaksesuaian pengaturan mengenai kepailitan Penanggung dalam KUH Perdata dengan syarat kepailitan dalam UUKPKPU, hal ini sangat merugikan Penanggung. Pemerintah sebaiknya melakukan revisi terhadap undang-undang kepailitan Indonesia khususnya tentang syaratsyarat kepailitan, agar terdapat kepastian hukum yang mengatur terkait kedudukan hukum dan tanggung jawab Penanggung dalam kepailitan.

Debt agreement basically done based on the belief that the Debtor will repay the loans on time to the Creditor. However, currently the debt agreement requires a guarantee to protect Creditors, so as can giving the certainty of repayment the debt by the Debtor. One of the guarantee that are often used in the debt agreement is personal guarantee agreement or commonly known as "penanggungan" (borgtocht), where there is a third party for the benefit of Creditors, undertaking to pay the debt if the Debtor does not comply. In practice, in bankruptcy case, Guarantor are often found immediately petitioned for bankruptcy without first appeal the Debtor for bankruptcy, it certainly raises questions about the legal position and responsibility of the Guarantor in bankruptcy. This is the problems of this research.
This research was conducted with normative juridical research method, which produces a descriptive analytical research. Guarantor are turning to the legal position of the Debtor after he has an obligation to pay the Debtor's debt to Creditors and responsibilities in bankruptcy should not be more than the Debtor obligation. A Guarantor can be directly applied for bankruptcy without first appeal the Debtor for bankruptcy, if the Guarantor have waived its privileges granted by law and must be explicitly stated in the personal guarantee agreement. Currently there is mismatch arrangements regarding bankruptcy Guarantors in the Civil Code with the terms of bankruptcy in UUK-PKPU, it is extremely detrimental to the Guarantor. The government should revise the bankruptcy laws of Indonesia especially about the terms of bankruptcy, so that there is certainty of law that regulates the legal position and responsibility of the Guarantor in bankruptcy.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S65864
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Sumardi
"Proses penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen dibuat
selain untuk mendapatkan kepastian hukum juga dengan memperhatikan sisi
efektifitas dari prosedur penyelesaian sengketa, sehingga lahirlah proses penyelesaian
sengketa yang bisa dilakukan secara nonlitigasi dan penyelesaian secara litigasi.
Proses penyelesaian sengketa secara nonlitigasi ini bisa dengan sengketa secara
damai oleh para pihak sendiri. Dan melalui lembaga yang berwenang, yaitu melalui
BPSK dengan menggunakan mekanisme melalui konsiliasi, mediasi atau arbitrase.
Dari hasil penelitian ini, dalam prakteknya BPSK selama ini menerima dan memutus
perkara wanprestasi, tetapi ketika perkara ini sudah sampai pada tahap Peninjauan
Kembali, Mahkamah Agung menyatakan bahwa BPSK tidak berwenang atas perkara
wanprestasi tersebut. Mahkamah Agung menilai bahwa sengketa yang terjadi dalam
pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen baik berdasarkan perjanjian fidusia
maupun hak tanggungan bukanlah termasuk sengketa konsumen, oleh karenanya
BPSK tidak memiliki kewenangan untuk mengadilinya. Sengketa yang timbul dari
pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen tersebut menurut MA merupakan
sengketa perjanjian yang mana hal tersebut merupakan kewenangan dari pengadilan
negeri. Diharapkan tidak ada lagi ke tumpang-tindih peraturan hukum, itu harus
diselesaikan dengan baik karena banyak sekali peraturan perundang-undangan yang
saling tumpang-tindih, sehingga menyusahkan untuk penegakan hukum ataupun
menjalankan undang-undang tersebut. Ketidakjelasan ini menimbulkan
ketidakpastian hukum dan kerugian bari para pihak yang bersengketa, karena tidak
menjamin terselesaikannya sengketa yang efektif dan efisien. Serta perlu adanya
perubahan-perubahan terhadap kaedah-kaedah yang mengatur Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK), sehingga BPSK dapat berperan lebih aktif dalam
penyelesaian sengketa konsumen.

The dispute resolution process between business actors and consumers is
made in addition to obtaining legal certainty as well as by taking into account the
effective side of the dispute resolution procedure, so that a dispute resolution process
that can be carried out by non-litigation and litigation resolution is born. The nonlitigation
dispute resolution process can be carried out by peaceful disputes by the
parties themselves. And institutions that are in the forest, namely through BPSK by
using through conciliation, mediation or arbitration. From the results of this study, in
practice BPSK has received and decided cases of default, but when this case reached
the Reconsideration stage, the Supreme Court stated that BPSK was not awarded for
the default case. The Supreme Court is of the opinion that the dispute that occurs in
the implementation of consumer financing, whether based on a fiduciary agreement
or a consumer dispute coverage right, by BPSK does not have the authority to try
them. Disputes arising from the implementation of the financing agreement according
to the Supreme Court are disputes which are the authority of the district court. It is
hoped that there will be no more overlapping legal regulations, it must be
implemented properly because many regulations overlap each other, making it
difficult for law enforcement or to implement the law. This uncertainty creates legal
uncertainty and losses for the disputing parties, because it does not guarantee an
effective and efficient resolution of the dispute. And there need to be changes to the
methods that help the Consumer Dispute Resolution Agency (BPSK), so that BPSK
can be more active in resolving consumer disputes.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2003
347.05 IND c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Tanpa terasa dua tahun lebih berlalu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap permuhonan pengujian Undang-Undang (Judicial review) yang diajukan 31 (Tiga puluh satu) Hakim Agung pada Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ariesta Wibisono Anditya
"Selain mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, dalam pembuatan akta perseroan, Notaris harus memperhatikan Undang-Undang yang lain, khususnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam hal ini, Notaris harus cermat, teliti, dan seksama dalam memahami dan mematuhi ketentuan dalam sebuah Perseroan atas pembuatan akta berkaitan dengan Perseroan. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dan analisis kasus dengan mengumpulkan data sekunder dan hasil wawancara guna menunjang penulisan. Analisis kasus dilakukan terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1607 K/Pdt/2013, dimana pembuatan akta hibah atas saham dilakukan tanpa mematuhi ketentuan dalam Perseroan yang menyebabkan pengalihan hak atas saham tersebut tidak sah dan dapat dibatalkan. Pembuatan akta dibuat secara Notariil yang kemudian mengalami degradasi karena terdapat cacat pada akta tersebut. Tidak dipenuhinya syarat subjektif dalam sebuah akta menjadikan cacat pada akta dan menyebabkan akta tersebut menjadi dapat dibatalkan.

Instead of regarding the rules in Indonesian Law Number 2 Year 2014 amendment of Indonesian Law Number 30 Year 2004 concerning Regulation of Notary Office, Notary, on making limited liability company-related deed, should be aware of relevant regulations, in this case, Indonesian Law Number 40 Year 2007, concerning Law of Limited Liability Company. It is very important to Notary to be precise and careful when making the deed related to limited liability company. This research is done using literature method and an analysis over a case which is completed by collecting primary and secondary data to support the reference of this thesis. The case to be analysed in this thesis, conducted from Judgement of Supreme Court of Republic of Indonesia Decree Number 1607 K/Pdt/2013, in which, the Notary, who made the share grant deed did not obey the regulations concerning limited liability company causing the deed annulable and not valid, therefore resulted deed nullification of such grant share deed. When a party could not carry out subjective condition of an agreement, therefore the agreement is voidable.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43062
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Schwartz, Bernard
New York: Oxford University Press, 1996
342 SCH d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>