Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54454 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Ashari
"Tesis ini membahas tentang jurnalis suratkabar dalam menghadapi perubahan lingkungan kerja sebagai akibat penerapan teknologi digital oleh perusahaannya. Adopsi teknologi digital oleh perusahaan media kerap menimbulkan tegangan antara jurnalis dengan manajemen. Tesis ini melihat perubahan lingkungan kerja yang dialami oleh jurnalis tidak terlepas dari posisinya di dalam arena jurnalistik yang tengah berada dalam dominasi kapitalisme digital. Jonathan Pace (2013) mendefinisikan kapitalisme digital sebagai persilangan antara kecenderungan struktur kapitalisme dengan proses-proses digital. Menurutnya, kapitalisme digital merupakan kumpulan proses, situs dan/atau momen, dimana teknologi digital memerantarai kecenderungan struktural kapitalisme, yakni akumulasi kapital. Dengan demikian, penelitian ini melihat jurnalis berada dalam dua relasi-sosial yang saling berlawanan, yakni jurnalis sebagai agen yang ditundukkan dalam relasi kuasa ekonomi, dimana ia sepenuhnya dipandang sebagai komoditi dan jurnalis sebagai agen yang menjalankan perannya, merealisasikan potensinya di arena jurnalistik, yakni arena yang sebenarnya memiliki nilai, prinsip, serta cara bermainnya tersendiri dan tidak sepenuhnya berdasarkan logika kuasa ekonomi. Penelitian ini menggunakan Teori Arena-Habitus-Kapital Pierre Bourdieu untuk menganalisis kontestasi jurnalis di arena jurnalistik yang didominasi oleh kapitalisme digital tersebut. Penelitian dilakukan terhadap empat subyek yang berprofesi jurnalis Pikiran Rakyat. Paradigma penelitian ini adalah paradigma kritis yang melihat ada hubungan kuasa di dalam praktik sosial agen. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bila dominasi kapitalisme digital dalam media massa cetak, khususnya Pikiran Rakyat, berlangsung dari keterlibatannya dalam relasi pertukaran berbasis pasar komoditi media. Kompleksitas yang terjadi dari dominasi kapitalisme digital di “PR” mewujud ke dalam kontestasi jurnalisnya sebagaimana yang tecermin dalam subyek penelitian ini. Di tengah kontestasi subyek, kelas dominan memainkan peran yang menentukan melalui pendistribusian kuasanya ke dalam arena

This thesis discusses newspaper journalists in dealing with changes in the work environment as a result of the application of digital technology by their companies. The adoption of digital technology by media companies often creates tension between journalists and management. This thesis observes that the changes in the work environment experienced by journalists cannot be separated from their position in the journalistic arena which is currently dominated by digital capitalism. Jonathan Pace (2013) defines digital capitalism as a cross between the structural tendencies of capitalism and digital processes. According to him, digital capitalism is a collection of processes, sites and / or moments, where digital technology mediates the structural tendency of capitalism, namely capital accumulation. Thus, this research sees journalists in two opposing social relations, namely journalists as agents who are subject to economic power relations, where they are fully viewed as commodities and journalists as agents who carry out their roles, realizing their potential in the journalistic arena, the arena which has its own values, principles, and ways of playing and is not entirely based on the logic of economic power. This study uses Pierre Bourdieu's Arena-Habitus-Kapital Theory to analyze journalists' contestation in the journalistic arena which is dominated by digital capitalism. The study was conducted on four subjects who are journalists. This research paradigm is a critical paradigm that sees a power relationship in the agent's social practice. The research method used is the case study method. The results obtained are trajectory or a description of the life experience of the subject where the habitus and capital are recorded. The results showed that the domination of digital capitalism in newspaper, especially in Pikiran Rakyat, took place from its involvement in exchange relations of commodity markets. The complexity that occurs from the domination of digital capitalism in "PR" manifests in its journalists' contestation as reflected in the informant of this study. In the midst of journalist contestation, the dominant class plays a decisive role through the distribution of power into the arena"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Ajeng Sanastri Nurdityaning Dewandaru
"Peneliti mulai mempertimbangkan bagaimana pernikahan, yang sebelumnya dipandang sebagai ritual sakral pada hampir setiap budaya, dikemas dalam narasi-narasi media sebagai komoditas yang berorientasi pada konsumsi (Engstorm, 2008). Studi ini akan fokus pada akun media sosial Instagram Bridestory dan menggunakan pendekatan kualitatif untuk melihat bagaimana saat ini pernikahan yang memiliki karakter sakramental dan religius (sacred) menjadi industri komersial melalui komodifikasi pernikahan yang dikemas dalam narasi media. Penelitian ini mengeksplorasi bagaimana Bridestory mengemas karakter sakramental dan religius pernikahan menjadi komoditas pada ranah daring. Lebih jauh, penelitian ini akan menjelaskan bagaimana komodifikasi menempatkan pernikahan dalam kontestasi antara sakral dan profan di era modern.

Marriage is considered as sacred ritual in almost every culture, commodified through media narratives as consumption-oriented commodity (Engstorm, 2008). Social Media (Instagram) will be the focus of this study, using qualitative approach to observe how Bridestory, the biggest wedding media in Indonesia, took sacred and religious attributes of marriage, in to profane sphere as commercial industry, through its narrative. This research explores and observe, the previous act in digital sphere through social media, that argumentatively, place marriage in contestation between sacred and profane realms in modern era."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas sistem kapitalisme pengusaha Tionghoa dalam kegiatan berdagang yang mendominasi sektor ekonomi di Indonesia. Berdasarkan penelitian, tokoh Hong Liang menjadi pemicu konflik karena dirinya tidak menerapkan asas-asas Siang Hwee dan Sariket Dagang Pertengahan sebagai perkumpulan dagang etnis Tionghoa. Hong Liang mengembangkan bisnis secara independen dan memanfaatkan berbagai cara untuk menguasai sektor ekonomi dan mengeruk laba sebesar-besarnya. Liem Khing Hoo sebagai pengarang cerita Masyarakat mencirikan minoritas Tionghoa melalui sebuah kisah yang merupakan cermin realitas kehidupan pada abad ke-20.

ABSTRACT
This thesis discusses capitalism system from a Chinese entrepreneur in trading activity that had dominated the economy aspect in Indonesia. According to the research, Hong Liang became the conflict trigger because he could not assign Siang Hwee and Sariket Dagang Pertengahan rsquo s principles to associate with Chinese commerce. Hong Liang developed a business independently and didsome ways to conquer economy aspect in Indonesia and get the highest profit. As the story teller, Liem Khing Hoo characterizes the minority of Chinese by a story that reflects the society in 20th century. "
2017
S69780
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Agustinus Alexander
"Sejarah panjang Islam dan budaya populer di Indonesia memunculkan fenomena baru yang disebut hijab cosplay pada awal tahun 2000. Diskursus mengenai apa itu hijab cosplay dan bagaimana hal tersebut mewakili identitas grup sebagai perempuan muslim dan pecinta J-Pop amsih menjadi perbincangan yang tabu dan kontroversial di kalangan publik. Bagaimana cosplayer menggunakan dan memodifikasi hijabnya agar sesuai dengan karakter yang diperankan bertentangan dengan autentisitas cosplay dan kesalehan perempuan muslim berhijab. Menggunakan metode penelitian etnografi, penelitian ini mengadakan FGD terhadap 10 cosplayer berhijab Indonesia yang didapat dari Facebook dan Instagram. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cosplayer berhijab mengartikan autentisitas dan persaingan identitas sebagai perempuan muslim yang berhijab dan sebagai cosplayers. Penelitian ini menunjukan bahwa autentistias hijab cosplay dapat diproduksi dan dinegosiasikan dengan mempertimbangkan konteks historitas dan budaya. Identitas mereka yang berkontestasi juga menempatkan mereka kedalam kategori “ruang antara” atau “ruang ketiga”, atau yang disebut dalam penelitian ini sebagai pertunjukan identitas yang “slippery” atau licin. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa identitas yang hijab cosplay yang “slippery” dapat dijelaskan menggunakan kerangka Pos-Islamisme dari Asef Bayat sebagai hasil dari negosiasi antara Islamisme dan modernitas dalam konteks Islam di Indoneisa.

The rise of Hijab Cosplay since the early 2000s should be contextualized within the long history of Islam and and pop culture in Indonesia. The discourse about what Hijab Cosplay is and how it represents young muslim women’s identity as well as fans of J-Pop, remain taboo and controversial in public discussions. The way cosplayers use hijab and modify their costumes to fit into a character has also also been considered to be in contrast with the notion of authenticity of cosplay performance as well as the identity of pious hijabi muslim women. The main method of data collection is through ethnography, in which the researcher conducted FGDs with 10 Indonesian hijabi cosplayers from social media such as Facebook and Instagram. This study aims to understand how they define authenticity and what the Hijab Cosplay Community is trying to say about their contesting identity as young hijabi Muslim women and cosplayers. The study shows that the authenticity of hijab cosplay is produced and negotiated by considering the cultural and historical context. Their contesting identities also put them in an in-between or third space, which could also be read as “slippery” performance of identity. This study also shows that such Hijab Cosplay’s slippery identity could be explained through the framework of Asef Bayat’s Post-Islamism as the result of negotiation between Islamism and modernity in the context of Islam in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feni Fasta
"Proses migrasi digital televisi di Indonesia telah berlangsung sejak tahun 2007. Selama lebih dari satu dekade, tenggat waktu analogue switch off/ASO di Indonesia terus mundur meskipun International Telecommunication Union (ITU) melalui The Geneva 2006 Frequency Plan (GE06) Agreement telah memberikan target bagi negara-negara di dunia untuk melakukan migrasi dari analog ke digital (analogue switch off/ASO) paling lambat pada tahun 2015. Pada tahun 2022, dengan dasar hukum UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah memutuskan bahwa pada November 2022 Indonesia akan melaksanakan ASO. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kontestasi terkait proses digitalisasi penyiaran televisi. Tanpa dilandasi oleh UU Penyiaran yang harusnya menjadi dasar hukum kebijakan penyiaran di Indonesia, ASO di Indonesia menghadapi berbagai permasalahan mendasar, seperti pengaturan multiplexing, pembagian set top box (STB), dan pengelolaan digital dividend. Penelitian ini menemukan bahwa di dalam pelaksanaan digitalisasi penyiaran, pemain besar industri pertelevisian adalah pihak yang paling diuntungkan. Sementara industri pertelevisian skala kecil terhimpit dan termarjinalkan. Selain menguntungkan konglomerat media, proses digitalisasi di Indonesia juga semakin menghilangkan peran representasi masyarakat sipil, seperti akademisi, dan organisasi profesi penyiaran lainnya. Melalui Kementerian Kominfo, pemerintah mengambil seluruh wewenang dalam proses digitalisasi penyiaran televisi.

The process of television digital migration in Indonesia has been going on since 2007. For more than a decade, the analogue switch off/AS deadline in Indonesia continues to fall back even though the International Telecommunication Union (ITU) through the Geneva 2006 Frequency Plan (GE06) Agreement has provided targets for countries in the world to migrate from analogue switch off/ASO no later than 2015. In 2022, with the legal basis of Law No. 11 of 2020 regarding job creation, the government decided that in November 2022 Indonesia would implement ASO. This research aims to examine the contestation related to the process of digitalization of television broadcasting. Without being based on the Broadcasting Law, which should be the legal basis of broadcasting policy in Indonesia, ASO in Indonesia faces various fundamental problems, such as regulating multiplexing, distributing Set Top Boxes (STB), and managing digital dividend. This study found that in the implementation of digitalization of broadcasting, the big players of the television industry are the most beneficial parties. Meanwhile, the small-scale television industry is squeezed and marginalized. Beside of benefiting media conglomerates, the digitalization process in Indonesia is also increasingly eliminating the role of civil society representatives, such as academics, and other broadcasting professional organizations. Through the Ministry of Communication and Information, the government takes all authority in the process of digitalizing television broadcasting."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trisna Anggraini Adiwibowo
"Makalah ini membahas perubahan visi dan format majalah Clara dari isu perempuan ke isu nasionalisme dalam konteks global. Perubahan tersebut diteliti dari sisi produksi, teks dan konsumsi. Wawancara mendalam digunakan untuk membahas motivasi redaksi, teknik close reading dilakukan dengan membandingkan Clara versi lama dengan versi baru, dan analisis respon pembaca dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 4 pembaca.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan visi dan format majalah Clara terjadi akibat persaingan dengan media lisensi asing dalam industri media cetak. Perubahan ini dilakukan dengan menggunakan wacana nasionalisme sebagai politik identitas dan usaha memperoleh keuntungan ekonomi serta menaikkan target pasar. Perubahan visi dan format sekaligus menunjukkan dominasi kekuatan global serta lemahnya posisi tawar budaya lokal dalam media cetak populer di Indonesia.

This paper discusses the change of vision and format of Clara magazine from stressing on women?s issues to focusing on nationalism in global context. These changes are examined from the production, text and consumption perspectives. Several methodologies were used in the research such as in-depth interviews to analyze the editorial motivation, close reading techniques to compare the old and the new format of Clara, and in-depth interviews of 4 readers to analyze their responses.
The research findings conclude that the change of vision and format of Clara have been triggered by its competition with licensed magazines. The changes have been conducted by using the discourse of nationalism as political identity, as well as economy resources and increasing market share. At the same time, the change of Clara's vision and format illustrate the dominance of global power, and the limitations of the bargaining position of local cultures in popular print media in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
T30867
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kharishar Kahfi
"ABSTRAK
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi melahirkan media sosial di
tengah-tengah masyarakat. Dalam bidang jurnalisme, media sosial?khususnya
Twitter?sering digunakan dalam pekerjaan jurnalis dalam mengumpulkan dan
menyebarkan informasi. Hal ini melahirkan potensi media sosial Twitter sebagai
online public sphere (ruang publik daring). Permasalahan yang ingin diteliti
dalam skripsi ini adalah apakah jurnalis Metro TV telah memanfaatkan potensi
Twitter sebagai ruang publik daring dengan meng-tweet (mencuit) informasi
terkait isu publik dan berinteraksi dengan khalayak. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengetahui pemanfaatan potensi Twitter sebagai ruang publik daring
dilihat dari informasi yang dicuit jurnalis dan interaksi mereka dengan khalayak.
Skripsi ini menggunakan asumsi teoritis ruang publik daring yang berangkat dari
konsep ruang publik yang digagas oleh Jurgen Habermas serta kerangka
konseptual partisipasi jurnalis dalam ruang publik daring di media sosial Twitter
dilihat dari topik cuitan dan interaktivitas dengan akun lain. Penelitian dengan
metode analisis isi kuantitatif dilakukan untuk melihat topik yang dibahas oleh
jurnalis dalam cuitan yang dihasilkannya serta interaktivitas jurnalis dengan
publiknya. Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa jurnalis
Metro TV sudah mulai memanfaatkan Twitter sebagai ruang publik daring yang
ditunjukkan dengan jumlah cuitan dengan topik yang berkaitan dengan publik
lebih banyak daripada cuitan dengan topik pribadi meskipun partisipasi aktif baru
ditunjukkan kepada jurnalis yang menggunakan akun profesional mereka.
Meskipun demikian, pemanfaatan tersebut belum maksimal karena belum banyak
diskusi antara jurnalis Metro TV dengan publik di Twitter yang ditandai dengan
minimnya interaksi antar ajurnalis dengan pengguna Twitter lainnya.

ABSTRACT
The development of information and communication technology inspire the
emergence of social media in internet. For journalism, social media?especially
Twitter?is often used on journalism works to gather and spread information. This
thing makes Twitter have a potential to be a new online public sphere. Problems
want to be solved in this research is whether Metro TV journalists have utilize
Twitter?s potential to be online public sphere by spreading information of public
affair and interact with public in it. The purpose of this research was to find the
utilisation of Twitter?s potential to become online public sphere by looking on the
topics of journalists? tweets and their interaction with public. This research used
conceptual framework of online public sphere, which derived from Jurgen
Habermas? public sphere concept. A quantitative content analysis research was
conducted to see topics discussed on journalist?s tweets and their interactivity
with the public. Based on the research, we can conclude that Metro TV journalists
have tweeted informations about public affairs though they only do it with their
professional account instead of personal account. They also have not interacted
with public that much on Twitter."
2016
S65128
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surjadi
"Studi ini membahas artikulasi identitas-identitas kultural di Provinsi Riau yang muncul sebagai tanggapan atas kepengaturan desentralisasi. Riau yang merupakan salah satu provinsi berpendapatan per kapita terbesar, adalah salah satu kisah sukses desentralisasi pascaSoeharto. Provinsi ini juga menjadi tempat tinggal bagi kelompok warga Melayu yang terbesar di Indonesia. Namun mereka bukanlah penduduk mayoritas di Provinsi Riau. Artikulasi identitas kultural didalami menggunakan kerangka pemikiran Stuart Hall, sedangkan kepengaturan governmentality dianalisis dengan kerangka konseptual Michel Foucault. Terjadi kontestasi antar berbagai identitas kultural yang diwarnai dengan relasi kekuasaan yang rumit antara aktor-aktor di Jakarta dan Riau.

This study discusses various articulations of cultural identities in Riau Province, which arise as responses to the governmentality of decentralization. Riau as one of the provinces with the largest income per capita, is a success story of post Soeharto decentralization. The province is also home to the largest Malay group in Indonesia. However, they are not the majority population in Riau. Articulation of cultural identity is explored from the perspective of Stuart Hall, while governmentality is analised using Michel Foucault rsquo s conceptual framework. There are contestations among diverse cultural identities colored by complex power relations between actors in Jakarta and Riau.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2247
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Ikhsan Rizal Assalam
"Penelitian ini mengangkat topik tentang independensi jurnalis dan konstruksi jurnalisme profesional dalam konteks pers industrial di Indonesia pasca-Orde Baru. Keterkaitan antara ketiganya dibingkai melalui fenomena politisasi media pada momen Pemilu 2014 melalui studi kasus Media Indonesia dan Koran Sindo. Penelitian ini difokuskan pada independensi jurnalis sebagai fokus analisis. Berdasarkan temuan penelitian, konstruksi pers industrial membatasi independensi jurnalis. Keterbatasan ini didasari oleh posisi jurnalis sebagai kelas pekerja yang berkonsekuensi pada posisi tawar yang lemah dan dorongan pragmatisme jurnalis. Posisi kelas tersebut terbentuk dengan dilatari oleh adanya perubahan konstruksi jurnalisme di dalam konstruksi pers industrial. Pada akhirnya, independensi jurnalis dibatasi dengan sendirinya oleh konstruksi jurnalisme profesional.

This study discussed about journalist independence and journalism professional within industrial press context in post-Orde Baru Indonesia. These three points are framed within the phenomenon of politicized of the media in Indonesia national election 2014 with case study of Media Indonesia and Koran Sindo. Specifically, this study focused on the independence of journalist within the framework of analysis. Based on research findings, it can be explained that within the press industry, the journalist independence are limited, if not possible. This limitations are based on journalist?s positions as working class which have consequences to their weak bargaining positions and structured a pragmatism tendency. The class position are formed by the changing of journalism construction within the industrial press? logic. In the end, journalist?s independence are restricted by itself by the journalism professional construction."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62363
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Fajar
"ABSTRAK
Isu penistaan agama yang ilakukan oleh petahana Gubernur DKI Jakarta, Basuki Ahok Tjahaja Purnama menjelang Pilkada DKI Jakarta di tahun 2017 sempat menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat Indonesia. Perdebatan tersebut ramai terjadi di media sosial, menunjukkan adanya kontestasi pro dan kontra terkait penetapan Ahok sebagai penista agama di ranah pidana. Kontestasi wacana di media sosial tersebut terus berlangsung sehingga menyebabkan polarisasi yang berpotensi menyebabkan terjadinya perpecahan di masyarakat. Dari kajian-kajian sebelumnya, diketahui bahwa terjadinya kontestasi dapat disebabkan oleh ekspresi kebangkitan identitas kepentingan pragmatis elit politik serta perkembangan media baru. Namun, studi-studi tersebut cenderung membahas kontestasi secara parsial dan tidak melihat adanya keberagaman aktor serta kepentingan yang melatarbelakanginya. Maka, dalam menjelaskan kontestasi wacana penistaan agama di media sosial, tulisan ini berargumen bahwa kontestasi wacana penistaan agama di media sosial disebabkan oleh adanya isu identitas yang di bingkai melalui media sosial dengan tujuan untuk memobilisasi pemilih dalam pemilihan. Pihak-pihak yang berkontestasi dalam pemilihan menggunakan strategi pembingkaian framing dengan memanfaatkan aktor-aktor di media sosial relawan, buzzer dan juga selebritis mikro sehingga menyebabkan terjadinya aktivitas saling membingkai di media sosial.

ABSTRACT
The issue of religious blasphemy carried out by DKI Jakarta Governor, Basuki 39 Ahok 39 Tjahaja Purnama before elections of DKI Jakarta in 2017 had become a heated debate among the people of Indonesia. The debate is rife in social media, indicating the existence of pros and contras contestation related to Ahok 39s determination as a religious blasphemy defendant in the criminal realm. Contestation of discourse in social media continues to cause polarization that has the potential to cause division in society. From previous studies, it is known that the occurrence of contestation can be caused by the expression of identity resurgence the pragmatic interests of the political elite as well as the development of new media. However, these studies tend to discuss partial cause and do not see any diversity of actors and the underlying interests. Thus, in this paper argues that the discourse contestation of religious blasphemy in social media is caused by the issue of identity that is framed through social media with the aim to mobilize voters in the election. Election winning parties use framing strategies by utilizing actors in social media volunteers, buzzers and micro celebrities, leading to framing activities in social media. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>