Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197570 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shania Khairunnisa
"Tidak ada satupun ketentuan dalam hukum kepailitan Indonesia yang menyatakan Akta Perdamaian yang merupakan hasil homologasi perjanjian perdamaian dapat diamandemen yang dilakukan diluar pengadilan. Namun ditemukan beberapa kasus dimana hal ini terjadi. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana ketentuan hukum yang berlaku mengenai amandemen akta perdamaian di Indonesia serta tinjauan kesesuaian putusan hakim pada kasus amandemen akta perdamaian terhadap teori dan hukum kepailitan yang berlaku dan bagaimana perbandingan ketentuan mengenai amandemen akta perdamaian dalam hukum kepailitan Indonesia dan Amerika. Permasalahan ini dijawab dengan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa amandemen akta perdamaian diluar pengadilan tidak dapat dilakukan, walaupun tidak diatur secara khusus dalam UU Kepailitan dan PKPU. Argumentasinya ditinjau dari urgensi peran pengadilan dalam proses pengesahan akta perdamaian dan berdasarkan penafsiran sistematis antara Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 285 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU. Sehingga keberadaan akta perdamaian hasil amandemen di luar pengadilan tidak mengikat bagi debitor dan kreditor. Selanjutnya terhadap hasil perbandingan, hukum kepailitan Amerika membenarkan dan mengatur adanya amandemen akta perdamaian dan pembatalan perjanjian perdamaian bersifat opsional, sebaliknya Indonesia tidak mengatur dan melarang adanya amandemen akta perdamaian karena akan menghilangkan sanksi pembatalan akta perdamaian berupa dijatuhkannya status pailit bagi debitor. Saran Penulis terhadap isu ini adalah untuk memberikan pengaturan yang jelas dalam hukum kepailitan Indonesia tentang amandemen akta perdamaian, baik melalui perubahan UU yang sudah ada atau melalui pembentukan peraturan pelaksana.

There is no single provision in the Indonesian bankruptcy law which states that the accord can be amended outside the court proceeding. However, there are several cases where this is happened. The issues discussed in this research are how the applicable legal provisions regarding the amendment of the accord in Indonesia as well as a review of the suitability of the judge’s decisions in the accord amendment case against the prevailing bankruptcy law and theories also the comparison of the provisions regarding the issue in Indonesian and America bankruptcy law. These problems are answered with a normative juridical research method. The results of this study indicate that the amendment of the accord outside the court proceeding cannot be carried out, although it is not specifically regulated in the Law. The argument is viewed from the urgency of the court proceeding for homologation of accord and based on a systematic interpretation between Article 1320 of the Civil Code and Article 285 paragraph (2) of the Bankruptcy Act. So that the existence of the amended accord outside the court proceeding is not binding. On the comparison results, the US bankruptcy law justifies the amendment of the accord and the cancellation of the accord is optional, on the contrary, Indonesia does not regulate and prohibits the amendment of the accord because it will eliminate the effect of sanctions for cancellation of the accord which is imposition of bankruptcy status for debtors. The author’s suggestion on this issue is to provide clear regulations in the Indonesian bankruptcy law regarding amendments to accord, either through amendments of existing laws or through the formation of implementing regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elaine Chairmandy Afla
"Skripsi ini mengangkat permasalahan mengenai amandemen yang terjadi terhadap perjanjian perdamaian yang telah berkekuatan hukum tetap akibat ketidakmampuan Debitor dalam memenuhi kewajibannya. Terdapat dua kasus amandemen perjanjian perdamaian yang dilakukan setelah homologasi dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang dianalisis secara menyeluruh. Kasus pertama yang dianalisis dalam skripsi ini adalah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PT Arpeni Ocean Lines Tbk yang terkandung dalam Putusan No. 1 PK/Pdt.Sus-Pailit/2020 jo. Putusan No. 718 K/Pdt.Sus-Pailit/2019 jo. Putusan No. 4/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. Dalam kasus tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan pembatalan perjanjian perdamaian yang diajukan karena adanya perubahan perjanjian perdamaian oleh debitur pasca-homologasi yang merugikan kreditur. Adapun perbedaan pendapat pada pemeriksaan di tingkat Kasasi di Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa perjanjian perdamaian tidak dapat diubah dengan alasan apapun. Kasus kedua yang dianalisis adalah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PT Berlian Laju Tanker Tbk yang termaktub dalam Putusan No. 146 PK/Pdt.Sus-Pailit/2016 jo. Putusan No. 817 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 jo Putusan No. 09/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2015/PN Niaga Jkt. Pst. Dalam kasus PT Berlian Laju Tanker Tbk, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan bahwa perjanjian perdamaian wajib dilaksanakan sebagaimana telah disepakati para pihak pada saat homologasi. Dalam tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali, Mahkamah Agung tidak secara terang membenarkan perubahan pada perjanjian perdamaian pasca-homologasi, namun mengisyaratkan keabsahan dari perubahan yang dilakukan.

This thesis raises the issue regarding the amendments that occurred to a composition plan that is legally binding due to the inability of the Debtor to fulfill his obligations. There are two cases of amendments to a composition plan post homologation in Suspension of Debt Payment Obligations which are thoroughly analyzed. The first case analyzed is the Suspension of Debt Payment Obligations of PT Arpeni Ocean Lines Tbk which is contained under Putusan No. 1 PK/Pdt.Sus-Pailit/2020 jo. Putusan No. 718 K/Pdt.Sus-Pailit/2019 jo. Putusan No. 4/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. In this case, the Panel of Judges at the Central Jakarta Commercial Court rejected a request for the cancellation of a composition plan which was filed because there was an amendment to the composition plan by the debtor post-homologation which harms the creditor’s interest. There was a difference in view at the Cassation stage in the Supreme Court which stated that a composition plan cannot be amended for any reason. The second case analyzed is the Suspension of Debt Payment Obligations of PT Berlian Laju Tanker Tbk contained in Putusan No. 146 PK/Pdt.Sus-Pailit/2016 jo. Putusan No. 817 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 jo Putusan No. 09/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2015/PN Niaga Jkt. Pst. In the case of PT Berlian Laju Tanker Tbk, The Panel of Judges at the Central Jakarta Commercial Court stated that a composition plan must be conducted as was agreed by the parties during homologation. In the Cassation and Judicial Review stage, the Supreme Court did not expressly justify the amendment to the composition plan post homologation, but signals the validity of the amendment made."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julius Abraham Aristoteles
"Rencana perdamaian yang telah dihomologasi oleh pengadilan niaga haruslah merupakan rencana perdamaian yang pelaksanaannya dapat dijamin dan bersifat adil bagi seluruh pihak. Namun demikian, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pernah melakukan homologasi terhadap sebuah rencana perdamaian yang isinya memungkinkan dilakukannya perubahan terhadap rencana perdamaian tersebut di luar pengadilan, sebagaimana dibahas dalam tulisan ini. Permasalahan ini dianalisis secara yuridis-normatif dengan tujuan memberikan kontribusi pada diskursus hukum kepailitan mengenai kekuatan hukum suatu perubahan terhadap perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi dan menguji penerapan asas hukum dalam perubahan terhadap perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan terhadap perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi tidak memiliki kekuatan hukum. Argumentasi tersebut dilandaskan pada fakta bahwa perjanjian perdamaian yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 285 ayat (2) huruf b Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Selanjutnya, berbagai asas dalam hukum kepailitan, hukum perjanjian, dan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap tidak diterapkan. Penulis memberikan saran agar para legislator dapat mempertimbangkan untuk menyisipkan ketentuan mengenai perubahan terhadap perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi dalam peraturan pelaksana dan agar Komisi Yudisial meningkatkan pengawasan terhadap hakim pengadilan niaga yang menangani homologasi perdamaian.

A commercial court-legalised composition plan should be one whose implementation is legally guaranteed and able to provide justice to all parties involved. Yet, Central Jakarta Commercial Court has legalised a composition plan whose contents allow for an amendment of said composition plan to be made outside of the court, as is discussed in this paper. This particular problem is answered by utilising normative-juridical research approach where the Author seeks to examine the legal enforceability of an amendment of a legalised composition plan and identify the implementation of several legal principles within an amendment of a legalised composition plan. The outcome of the research showed that an amendment of a legalised composition plan does not have any legal enforceability. The argumentation is based on the fact that the composition plan violated the provision stated in Article 285 Section 2 of the Law regarding Bankruptcy. Furthermore, legal principles in the fields of bankruptcy law, contract law, and court decisions were not implemented. The Author suggests that legislators consider to include a provision regarding an amendment of a legalised composition plan in a regulation and that Judicial Commission exert a more thorough surveillance on commercial court judges who legalise composition plans."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shania Khairunnisa
"Tidak ada satupun ketentuan dalam hukum kepailitan Indonesia yang menyatakan Akta Perdamaian yang merupakan hasil homologasi perjanjian perdamaian dapat diamandemen yang dilakukan diluar pengadilan. Namun ditemukan beberapa kasus dimana hal ini terjadi. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana tindakan amandemen akta perdamaian di Indonesia ditinjau dari value- based theory oleh Donald Korobkin serta bagaimana perbandingannya dengan penerapan dan ketentuan antara hukum kepailitan dan PKPU di Indonesia dan Amerika Serikat. Permasalahan ini dijawab dengan metode doktrinal. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa amandemen akta perdamaian homologasi diluar pengadilan di Indonesia tidak sesuai dengan nilai value-based theory. Selanjutnya terhadap hasil perbandingan, hukum kepailitan Amerika membenarkan dan mengatur adanya amandemen akta perdamaian dan pembatalan perjanjian perdamaian bersifat opsional, sebaliknya Indonesia tidak mengatur dan melarang adanya amandemen akta perdamaian karena akan menghilangkan sanksi pembatalan akta perdamaian berupa dijatuhkannya status pailit bagi debitor. Saran Penulis terhadap isu ini adalah untuk memberikan pengaturan yang jelas dalam hukum kepailitan Indonesia tentang amandemen akta perdamaian, baik melalui perubahan UU yang sudah ada atau melalui pembentukan peraturan pelaksana.

There is no single provision in the Indonesian bankruptcy law which states that the accord can be amended outside the court proceeding. However, there are several cases where this is happened. The issues discussed in this research are how the amendment of the accord in Indonesia viewed based on value-based theory by Donald Korobkin and also the comparison of the provisions regarding the issue in Indonesian and America bankruptcy law. These problems are answered with doctrinal method research. The results of this study indicate that the amendment of the homologated accord outside the court in Indonesia is not in accordance with the value-based theory. Furthermore, in comparison to the results of the comparison, American bankruptcy law justifies and regulates the amendment of the peace deed and the cancellation of the peace agreement is optional, whereas Indonesia does not regulate and prohibits the amendment of the accord because it will eliminate the sanction of cancelling the accord in the form of imposing bankruptcy status for the debtor. The author's suggestion on this issue is to provide a clear regulation in Indonesian bankruptcy law regarding the amendment of the accord, either through amendments to existing laws or through the establishment of implementing regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Izmi Deviani
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan teori dan penerapan perdamaian dalam PKPU berdasarkan peraturan kepailitan di Indonesia, Amerika Serikat, dan Brazil. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang bersifat eksplanatoris deskriptif. Pembahasan akan menganalisa perbedaan dan juga persamaan mengenai jalannya suatu perdamaian dalam rangka PKPU dan Kepailitan antara Negara yang menganut Civil Law yaitu Amerika Serikat, dan Common Law, yaitu Indonesia dan Brazil. Dengan adanya studi kasus, diketahui bahwa suatu rencana perdamaian tidak selalu dapat diterima baik oleh kreditor atau Pengadilan Niaga, dan suatu rencana perdamaian yang telah disahkan, tetap dapat diajukan pembatalan jika debitor lalai menjalankan kewajiban yang tercantum dalam rencana perdamaian. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ada perbedaan konsep perdamaian dalam PKPU di Indonesia, Amerika Serikat, dan Brazil.

This thesis discusses the comparison of theory of accord on Suspend of Payment and its application according to Bankruptcy regulation in Indonesia, United States, and Brazil. This thesis uses juridical normative method, descriptive explanatory nature. The discussion will analyze the differences and similarities between accord implementation in country based on civil law, which is United States of America, and in countries based on common law, which are Indonesia and Brazil. In regard to the cases analyzed by the author, noted that not all of accord plan can be approved, either by creditors or court. If the debtor neglects the accord plan which has been approved by the court, it can be applied for cancellation. The result from this research is that there are differences between the accord on Suspend of Payment in Indonesia, United States, and Brazil.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Danisworo
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia dengan hukum kepailitan yang berlaku di Amerika Serikat. Metode penelitian skripsi ini berbentuk yuridis normatif, dengan sifat eksplanatoris deskriptif. Skripsi ini mengangkat tema analisa perbandingan atas hukum kepailitan antara Indonesia dengan Amerika Serikat didasarkan kepada kepentingan atau kebutuhan Indonesia terutama dalam hukum ekonomi Indonesia, dalam hal untukmelihat kelemahan, kekurangan, juga kelebihan, terutama yang terdapat dalam hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan karena dalam kasus kepailitan yang telah terjadi selama ini membuktikan bahwa perlindungan hukum terhadap debitur dalam kasus kepailitan dapat dikatakan kurang memadai. Sebagai contoh yaitu putusan hakim terhadap permohonan kepailitan PT Prudential Life Assurance dan PT Telekomunikasi Selular Tbk. Dimana dalam putusannya, hakim pengadilan niaga memutus pailit kepada kedua perusahaan tersebut yang masih memiliki aset yang lebih dari cukup untuk melunasi kewajibannya kepada para kreditur. Hasil dari penelitian adalah tidak hanya terdapat perbedaan tetapi juga persamaan antara Undang-undang kepailitan Indonesia dengan Bankruptcy Code Amerika Serikat. Selain itu, penerapan hukum kepailitan di Indonesia dapat dikatakan belum memenuhi asas keseimbangan dimana debitur belum mendapatkan perlindungan atas kepentingannya dalam kasus kepailitan.

This thesis discusses about comparative studies on Bankruptcy Law between Bankruptcy Law in Indonesia and Bankruptcy Law in United States of America. This research uses the form of juridical normative method, with descriptive explanatory nature. The theme of this thesis is based on the need or how importance to Indonesia government, especially on the economic law to renewing the regulation of Bankruptcy Law, in this case to find the weakness, deficiency, and the excess of the regulation in Indonesia Bankruptcy Law. It is necessary, because what has happen so far, proving that Indonesia Bankruptcy Law giving less protection to the debtor. For example on PT Prudential Life Assurance and PT Telekomunikasi Selular Indonesia bankruptcy cases, where in both cases, bankruptcy judges declaring bankruptcy to both companies, even though there are some proves with both companies that they have enough assets to pay their debt to creditors. The result of this study is that there are not only differentiations in bankruptcy regulation in Indonesia, but also there are some similarities between both bankruptcy regulations. In addition, the bankruptcy law implementation in Indonesia can be said having lack on protection to the debtors due to bankruptcy process cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44865
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rossy Dame Lasria
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan kurator di Indonesia dan trustee di Amerika Serikat. Metode penelitian yang digunakan oleh skripsi ini adalah yuridis normatif, yang bersifat eksplanatoris deskriptif. Skripsi ini mengangkat tema perbandingan antara kurator kepailitan di Indonesia dan trustee di Amerika Serikat untuk melihat adanya persamaan serta perbedaan antara eksekutor kepailitan di dua negara tersebut. Pembahasan akan lebih mengarah pada tugas dan weweanang, kelembagaan, serta tanggung jawab dari kurator kepailitan serta bankruptcy trustee. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat banyak persamaan dari kurator kepailitan di Indonesia dan di Amerika Serikat. Namun, selain dari persamaan tersebut, terdapat pula perbedaan antara kurator Indonesia dengan Amerika Serikat.

This thesis discusses the comparative studies between trustee in Indonesia and the trustee in the United States. The method used by this thesis is juridical normative, descriptive explanatory nature. This thesis theme is a comparison between the bankruptcy trustee in Indonesia and in the United States to see the similarities and differences between the executor of bankruptcy in the two countries. The discussion will be led to the duty and authority, institutional, as well as the responsibility of the bankruptcy trustee in Indonesia and in United States. The results from this study is that there are lots of similarities from bankruptcy trustee in Indonesia and in the United States. However, apart from the equation, there are also differences between the truste in Indonesia with in the United States."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60854
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jorgy Yanala Karim
"Tesis ini membahas perbandingan perjanjian waralaba yang berlaku di Indonesia Indonesia, di mana aturannya tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 42 dari 2007 tentang Waralaba, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57/MDAG/PER/9/2014 tentang Implementasi Waralaba dan terkait lainnya peraturan, dibandingkan dengan hukum waralaba yang berlaku di Amerika Serikat dan Jepang. Masalah ini ditinjau dari perbandingan hukum dengan yuridis normatif metode penelitian dan penulisan deskriptif. Data dalam penelitian ini diperoleh dari studi dokumen sebagai data utama dari penelitian kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia, Amerika Serikat dan Jepang memiliki karakteristik sendiri dan ada persamaan dan perbedaan dalam peraturan hukum tentang waralaba perjanjian. Dalam tesis ini, penulis akan mencari keberlakuan pengaturan mengenai perjanjian waralaba di Indonesia, Amerika Serikat dan Indonesia Jepang dan perbandingannya antara ketiga negara. Ini dilakukan untuk berkembang hukum Indonesia saat ini tentang perjanjian waralaba untuk mengikuti keuntungan dari hukum perjanjian waralaba yang berlaku di Amerika Serikat dan Indonesia Jepang.

This thesis discusses the comparison of franchise agreements that apply in Indonesia Indonesia, where the rules are listed in Government Regulation No. 42 of 2007 concerning Franchising, Regulation of the Minister of Trade No. 57/MDAG/PER/9/2014 concerning Implementation of Franchising and other related regulations, compared to franchising laws in force in the United States and Japan. This problem is seen from the comparison of legal and juridical normative research methods and descriptive writing. The data in this study were obtained from Study documents as the main data from qualitative research.
The results show that Indonesia, the United States and Japan have their own characteristics and there are similarities and differences in the legal regulations regarding franchise agreements. In this thesis, the writer will look for the validity of the regulation regarding franchise agreements in Indonesia, the United States and Indonesia, Japan and the comparison between the three countries. This is done to develop current Indonesian law regarding franchise agreements to follow the benefits of franchise agreement laws in force in the United States and Indonesia Japan.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Wiyarta Tenggara
"Amerika Serikat mengenal equitable subordination dan debt recharacterization sebagai doktrin yang bertujuan memastikan perlindungan bagi para kreditur dari tindakan tidak adil yang dilakukan oleh kreditur (terutama pemegang saham kreditur) lainnya. Di sisi lain, Indonesia tidak mengenal doktrin-doktrin ini. Namun, Mahkamah Agung dalam Putusan No. 1038 K/Pdt.Sus/2010 telah menerapkan doktrin debt recharacterization terhadap pinjaman pemegang saham dengan mengacu pada UU KPKPU dan, khususnya, Pasal 3 ayat (2) UU PT. Walaupun demikian, kedua instrumen hukum tersebut tidak mengatur secara eksplisit mengenai penerapan doktrin debt recharacterization. Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis (1) pengaturan dan penerapan doktrin debt recharacterization di Indonesia; (2) pengaturan dan penerapan doktrin equitable subordination dan debt recharacterization di Amerika Serikat; serta (3) perbandingan pengaturan dan penerapan kedua doktrin tersebut di Indonesia dan Amerika Serikat. Melalui penelitian dengan metode yuridis normatif dan pendekatan kualitatif, dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, hukum kepailitan di Indonesia memberikan perlindungan bagi para kreditur dalam memperoleh hak mereka dan pencegahan tindakan debitur yang merugikan kreditur. Dalam hal ini, penerapan doktrin debt recharacterization memberikan dimensi perlindungan tambahan, yakni pencegahan tindakan pemegang saham kreditur yang merugikan kreditur lainnya. Kedua, hukum kepailitan Indonesia tidak mengatur secara eksplisit mengenai doktrin debt recharacterization, tetapi Mahkamah Agung telah memastikan keberadaan doktrin tersebut dalam Putusan No. 1038 K/Pdt.Sus/2010. Adapun hukum kepailitan Amerika Serikat hanya mengandung pengaturan yang eksplisit mengenai doktrin equitable subordination, tetapi tidak mengenai doktrin debt recharacterization. Walaupun demikian, kedua doktrin tersebut telah dikembangkan oleh berbagai pengadilan di Amerika Serikat. Ketiga, pengaturan dan penerapan doktrin equitable subordination dan debt recharacterization di Amerika Serikat telah jauh lebih berkembang dibandingkan dengan di Indonesia. Walaupun demikian, terdapat beberapa kemiripan antara doktrin debt recharacterization yang terdapat di Indonesia dengan masing-masing doktrin equitable subordination dan debt recharacterization yang terdapat di Amerika Serikat.

The United States recognizes equitable subordination and debt recharacterization as doctrines aimed at ensuring protection for creditors from inequitable conduct by other creditors (especially shareholder-creditors). On the other hand, Indonesia does not recognize these doctrines. However, Mahkamah Agung in Putusan No. 1038 K/Pdt.Sus/2010 has applied the debt recharacterization doctrine to shareholder loans by referring to UU KPKPU and, in particular, Article 3 paragraph (2) of UU PT. Nevertheless, these legal instruments do not explicitly regulate the application of the debt recharacterization doctrine. Therefore, this study will analyze (1) the regulation and application of the debt recharacterization doctrine in Indonesia; (2) the regulation and application of the equitable subordination and debt recharacterization doctrines in the United States; and (3) the comparison of the regulation and application of these two doctrines in Indonesia and the United States. Through research using normative juridical method and qualitative approach, the following conclusions can be drawn. Firs, the bankruptcy law in Indonesia provides protection for creditors in obtaining their rights and preventing debtor actions that harm creditors. In this regard, the application of the debt recharacterization doctrine adds an additional dimension to that protection, namely preventing shareholder-creditors actions that harm other creditors. Second, Indonesian bankruptcy law does not explicitly regulate the debt recharacterization doctrine, but Mahkamah Agung has ensured the existence of this doctrine in Putusan No. 1038 K/Pdt.Sus/2010. As for the United States bankruptcy law, it only contains explicit regulations regarding the equitable subordination doctrine, but not regarding the debt recharacterization doctrine. Nevertheless, both doctrines have been developed by various United States courts. Third, the regulation and application of the equitable subordination and debt recharacterization doctrines in the United States have developed much more than in Indonesia. However, there are some similarities between the debt recharacterization doctrine in Indonesia and, respectively, the equitable subordination and debt recharacterization doctrines in the United States."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reina
"Kepastian hukum dalam upaya penyelesaian sengketa merupakan faktor terpenting dalam terciptanya perlindungan konsumen. Awal pergerakan perlindungan konsumen di dunia salah satunya berkaitan dengan adanya revolusi industri yang mengubah kedudukan konsumen dan pelaku usaha, perkembangan industrialisasi dan globalisasi yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang dalam menyelesaikan penyelesaian sengketa dilakukan dengan sengketa alternatif. Permasalahan dalam penelitian ini dimulai dari bagaimana perbandingan proses penyelesaian sengketa konsumen di Amerika Serikat dan di Indonesia dan bagaimana proses penyelesaian sengketa konsumen melalui penyelesaian sengketa alternatif di Indonesia dilaksanakan untuk memperoleh kepastian hukum bagi konsumen di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian doktrinal yang menggunakan pendekatan komparatif. Hasil dalam penelitian ini adalah Perbandingan penyelesaian sengketa konsumen di Amerika Serikat dan di Indonesia, dalam hal penyelesaian sengketa melalui sengketa alternatif, baik di amerika dan di Indonesia tidak ditemukan perbedaan yang mendasar yang mengkhususkan terhadap konflik antara konsumen dan pelaku usaha. Di Indonesia khususnya penyelesaian sengketa konsumen melalui alternatif dilaksanakan oleh BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan diberikan kewenangan yudikatif untuk menyelesaikan sengketa konsumen berskala kecil dan bersifat sederhana. Secara kelembagaan BPSK dibentuk berdasarkan adopsi dari model small claim tribunal, seperti yang ada di Amerika Serikat namun pada akhirnya pembentukan BPSK didesain dengan memadukan kedua model small claim tribunal diadaptasikan dengan model pengadilan dan model penyelesaian sengketa alternatif (alternative dispute resolution-ADR) yang menggunakan ciri khas penyelesaian sengketa alternatif khas Indonesia. Namun pada pelaksanaannya keputusan BPSK belum dapat mewujudkan kepastian hukum pada Pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berbunyi “Putusan Majelis bersifat final dan mengikat”, yakni dengan menambahkan ketentuan bahwa Putusan BPSK wajib memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan lain sebagainya

Legal certainty regarding dispute resolution is the most important factor in the creation of consumer protection. One of the early movements of consumer protection in the world was related to the industrial revolution which changed the position of consumers and business actors, the development of industrialization and globalization that occurred in the United States and Europe which in resolving dispute resolution carried out with alternative dispute. The problem in this research starts with how the consumer dispute resolution process in the United States and Indonesia compares and how the consumer dispute resolution process in Indonesia is implemented to obtain legal certainty for consumers in Indonesia. The research method used in this research is doctrinal research that uses a comparative approach. The results in this study are a comparison of consumer dispute resolution in the United States and in Indonesia, in terms of dispute resolution through the courts, both in America and Indonesia there are no fundamental differences that specialize in conflicts between consumers and business actors. In Indonesia, especially through alternative consumer dispute resolution implemented by BPSK as an alternative dispute resolution institution outside the court, it is given judicial authority to resolve small-scale and simple consumer disputes. Institutionally BPSK was formed based on the adoption of the small claim tribunal model, as in the United States but in the end the formation of BPSK was designed by combining the two small claim tribunal models adapted to the court model and the alternative dispute resolution (ADR) model which uses typical Indonesian alternative dispute resolution characteristics specifically in relation to the law assurance, Article 54, paragraph (3) of Law on Consumer Protection that reads “The decision of Assembly shall be final and binding”, and adding the provision that the decision of BPSK shall contain the heading “For the sake of Justice under the One Almighty God”, and others."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>