Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118706 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gita Fajri Gustya
"Pendahuluan: Gastroenteritis atau diare merupakan penyebab utama mortalitas anak di bawah usia 5 tahun dengan mortalitas lebih tinggi pada gizi buruk. Namun, protokol WHO sebagai pedoman tata laksana justru menunjukkan dampak yang buruk pada pasien anak gizi buruk. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara status gizi dengan profil hemodinamik setelah terapi cairan pada gastroenteritis akut.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan data sekunder dari RSCM dan RS Pasar Rebo sejak Februari hingga Oktober 2020 meliputi pasien anak di bawah 5 tahun gastroenteritis akut dengan terapi cairan intravena. Pengukuran profil hemodinamik menggunakan USCOM pada sebelum dan sesudah terapi. Analisis data melalui SPSS versi 20 dengan uji t berpasangan dan uji t independen.
Hasil: Nilai DO2 sebelum (318 ± 122,860 vs 169,4 ± 57,315 mL/min, p=0,021) dan sesudah (287 ± 66,338 vs 180,9 ± 30,284 mL/min, p=0,005) terapi cairan intravena pada pasien dengan status gizi buruk lebih rendah. Nilai CO juga berbeda secara bermakna sebelum terapi cairan (2,2 ± 0,63770 vs 1,4 ± 0,45222 L/min, p=0,041). Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna pada perubahan profil hemodinamik kedua kelompok status gizi.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna pada profil hemodinamik antara status gizi baik/kurang dengan gizi buruk. Protokol terapi cairan WHO tidak berdampak buruk pada gizi buruk. Namun, penelitian ini memiliki jumlah sampel yang sedikit.

Background: Acute gastroenteritis or diarrhea is one of the main causes of death in children under 5 years, with higher mortality in children with severe malnutrition. However, WHO protocol of intravenous therapy had been associated with worse outcome in severe malnutrition. This study aims to explain the association between nutritional status and hemodynamic profile after intravenous fluid therapy in acute gastroenteritis.
Methods: This study is a cross-sectional study from secondary data in RSCM and RS Pasar Rebo from February to October 2020 and included children under 5 years suffered from acute gastroenteritis with intravenous fluid therapy. Hemodynamic profile is measured using USCOM before and after intravenous fluid therapy. Data were analyzed using SPSS ver 20 with paired t-test and independent t-test.
Results: Patients with severe malnutrition has lower DO2 before (318 ± 122,860 vs 169,4 ± 57,315 mL/min, p=0,021) and after (287 ± 66,338 vs 180,9 ± 30,284 mL/min, p=0,005) intravenous fluid therapy. The value of CO is also lower in severe malnutrition before intravenous fluid therapy (2,2 ± 0,63770 vs 1,4 ± 0,45222 L/min, p=0,041). However, our study did not find significant change in hemodynamic profile in both groups.
Conclusion: There is no association between nutritional status and hemodynamic profile after rehydration therapy in pediatric gastroenteritis. WHO protocol of intravenous fluid therapy did not harm pediatric patients with severe malnutrition. However, our study included very small number of patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saptadi Yuliarto
"Tingginya angka mortalitas syok anak dapat dicegah dengan deteksi dini dan terapi adekuat. Parameter hemodinamik digunakan sebagai dasar tatalaksana syok. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perubahan parameter hemodinamik pada pasien syok anak pasca resusitasi cairan dan obat-obatan vasoaktif. Penelitian deskriptif ini dilakukan di instalasi gawat darurat dan rawat intensif RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, Januari 2013-September 2014, pada seluruh anak yang mengalami syok. Pengukuran hemodinamik dengan USCOM dilakukan pada jam I dan VI. Sebagian besar pasien mengalami syok hipodinamik dan refrakter cairan pasca resusitasi. Pasca pemberian obat-obatan vasoaktif, terjadi peningkatan inotropy pada sebagian besar kasus, namun diikuti oleh peningkatan afterload.

The high mortality rate in pediatric shock can be prevented by early detection and adequate management. Hemodynamic parameters is useful for guiding shock management. The aim of study was describing hemodynamic parameters in pediatric shock after fluid resuscitation and vasoactive drugs therapy. This descriptive study was conducted at emergency room and intensive care unit, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, in January 2013 ? September 2014, including all shock children. The hemodynamic was measured by USCOM in 1st and 6th hour. Most patients suffered from hypodynamic and fluid-refractory shock after fluid resuscitation. Post-administration of vasoactive drugs, inotropy and afterload increased in most cases."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirah Zatil Izzah
"Latar belakang: Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan kanker tersering pada anak. Berbagai studi mendapatkan bahwa vitamin D berperan dalam pencegahan beberapa jenis kanker. Belum ada studi yang menilai hubungan status vitamin D dengan penyakit LLA pada anak di Indonesia.
Tujuan: Untukmengetahui hubungan antara status vitamin D dengan penyakit LLA pada anak.
Metode: Studi potong lintang pada 40 anak LLA yang baru terdiagnosis dan 40 anak sehat yang sesuai umur dan jenis kelamin. Pasien LLA diambil secara consecutive sampling di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dan RSUP Dr. M. Djamil Padang. Status vitamin D diklasifikasikan berdasarkan rekomendasi Institute of Medicine yaitu defisiensi bila kadar < 12 ng/mL, insufisiensi 12 - <20 ng/mL, dan normal 20-100 ng/mL. Data dianalisa menggunakan uji Chi-Squaredan independent sample t-test, dengan kemaknaan p <0,05.
Hasil: Terdapat 22 (55%) anak laki-laki pada masing-masing kelompok dan kelompok usia 1-4 tahun merupakan kelompok terbanyak (48%). Mayoritas anak LLA memiliki status vitamin D normal (78%), demikian juga kelompok kontrol (63%). Terdapat 3(7%) dan 6(15%) anak LLA serta 1(2%) dan 14(35%) anak sehat memiliki status defisiensi dan insufisiensi berturut-turut dengan p =0,14. Rerata kadar vitamin D anak LLA adalah 25,1(7,6) ng/mL dan anak sehat 21,9(5,67) ng/mL, dengan perbedaan rerata 3,14 (IK95% 0,15-6,13) dan p =0,04.
Simpulan:Mayoritas anak LLA yang baru terdiagnosis memiliki status vitamin D normal. Rerata kadar vitamin D anak LLA lebih tinggi bermakna dari anak sehat, namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status vitamin D dan penyakit LLA pada anak.

Background:Acute lymphoblastic leukemia (ALL) is the most common cancer in children. Various studies have found that vitamin D plays a role in the prevention of several types of cancer. Currently, there is no study in Indonesia that assess association between vitamin D status and pediatric ALL
Objective:To determine association between vitamin D status and pediatric ALL.
Methods:A cross-sectional study of 40 newly diagnosed ALL children and 40 age-and sex-matched healthy children. ALL patients were taken by consecutive sampling at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta and Dr. M. Djamil Hospital Padang. Vitamin D status is classified based on Institute of Medicine recommendations; deficiency <12 ng/mL, insufficiency 12 - <20 ng/mL, and normal 20-100 ng/mL. Data were analyzed using Chi-square test and independent sample t-test. A p-value <0.05 is considered to be statistically significant.
Results: There were 22 (55%) boys in each group and the group 1-4 years was the most age group (48%). Majority of ALL children had normal vitamin D status (78%) and also in healthy children (63%). There were 3(7%) and 6(15%) ALL children as well as 1(2%) and 14(35%) healthy children had deficiency and insufficiency status consecutively, with p value =0.14. The mean vitamin D level of ALL children and healthy children were 25.1 (7.6) ng/mL and was 21.9 (5.67) ng/mL consecutively, with mean difference of 3.14 (95% CI 0.15-6.13) and p value =0.04..
Conclusion:The majority of newly diagnosed ALL children have normal vitamin D status. The mean vitamin D levels of ALL children was significantly higher than healthy children, however there was no significant association between vitamin D status and ALL in children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steffi Sonia
"Luka bakar adalah bentuk trauma yang paling berat yang menyebabkan hipermetabolisme berkepanjangan. Jika asupan nutrisi tidak adekuat, penurunan berat badan dapat terjadi, yang kemudian akan memengaruhi pertumbuhan, penyembuhan luka, dan imunitas. Pedoman nutrisi pada anak dengan luka bakar dibuat di negara maju, sehingga mungkin akan sulit diterapkan di negara berkembang. Pada serial kasus ini, terapi nutrisi diberikan kepada empat pasien anak pasca luka bakar dengan usia 2 ndash;8 tahun dan luas luka bakar antara 5 dan 35 total body surface area. Dari keempat pasien tersebut terdapat satu pasien dengan luka bakar mayor. Target kebutuhan energi ditentukan dengan menggunakan rumus Schofield ditambah faktor stres 1,5 ndash;2 menurut luas luka bakar pasien. Target protein ditetapkan sebesar 1,5 ndash;3 g/kg/hari menurut luas luka bakar pasien. Semua pasien mendapatkan nutrisi melalui jalur oral, dengan jumlah yang ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai target. Suplementasi mikronutrien diberikan kepada semua pasien mendekati rekomendasi, namun suplementasi tembaga tidak diberikan karena keterbatasan sediaan. Terdapat penurunan berat badan pada dua pasien, namun status gizi yang baik berhasil dipertahankan pada semua pasien. Semua pasien juga mengalami penyembuhan luka yang progresif. Terapi medik gizi klinik pada pasien anak dengan luka bakar dapat mempertahankan status gizi yang baik dan membantu penyembuhan luka.

Burn injury is the most severe trauma that causes prolonged hypermetabolism. Inadequate nutritional intake may cause weight loss, which in turn may influence growth, wound healing, and immunity. Nutritional guidelines for pediatric burn were made in developed countries, meanwhile their application in a developing country may be limitted. In this case series, nutritional therapy was instituted on four pediatric burn patients aged 2 ndash 8 years old with burn surface areas between 5 and 35 total body surface area. Among these patients, there was one patient with major burn. Energy requirements were determined using Schofield formula and stress factors of 1,5 ndash 2 depending on the patient rsquo s burn surface area. Protein requirements were set at 1,5 ndash 3 g kg day depending on the patient rsquo s burn surface area. All patients were given oral nutrition, with stepwise increases until the goals were achieved. Micronutrient supplementation was given to all patients according to previous recommendations, however copper supplementation was not be given due to unavailability. Two patients experienced weight loss, but normal nutritional status was maintained in all patients. In addition, progressive wound healing was observed in all patients. In conclusion, nutritional therapy in pediatric burn patients may preserve normal nutritional status and promote wound healing."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Anissa
"Pada penderita kanker paru terjadi inflamasi sistemik dan dapat dilihat dengan peningkatan rasio netrofil limfosit di mana pemeriksaan ini lazim dilakukan di Rumah Sakit. Inflamasi sitemik dapat menyebabkan anoreksia sehingga asupan pada penderita kanker paru menurun dan memengaruhi status gizinya.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan rasio netrofil limfosit pada pasien kanker paru di RSUP Persahabatan. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Data diambil dari wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan dari rekam medis pasien poliklinik onkologi RSUP Persahabatan (n=52). Pada penelitian ini subjek sebagian besar berjenis laki-laki (61,5%), rentang usia terbanyak antara 50-60 tahun (38,5%), memiliki riwayat merokok (55,8%) dengan indeks Brinkman berat (30,8%). Lebih dari 50% subjek dengan asupan energi dan protein dibawah rekomendasi asupan untuk pasien kanker. Sebagian besar subjek penelitian berisiko malnutrisi atau malnutrisi sedang (38,5%) dan sebanyak 67,3% mengalami malnutrisi. Sebagai kesimpulan tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan rasio netrofil limfosit pada penelitian ini (p = 0,35).

Systemic inflammation in patients with lung cancer can be seen by the increase in the neutrophil lymphocyte ratio where these examinations are common in hospitals. Systemic inflammation can cause anorexia, with the result that nutrition intake of patients with lung cancer decreases and affects their nutritional status. This study aims to determine the association between nutritional status and the ratio of lymphocyte neutrophils in patients with lung cancer at Persahabatan Hospital. This is a cross-sectional study. Data were taken from interviews, physical examinations, laboratory analysis, and patients medical records in the oncology clinic of Persahabatan Hospital (n = 52) The subjects of the study were mostly male (61.5%), the largest age range was between 50-60 years (38.5%), had a history of smoking (55.8%) with a severe Brinkman index (30.8%). More than 50% of the subjects with energy and protein intake were below the recommended intake for cancer patients. Most of the study subjects were at risk of malnutrition or moderate malnutrition (38.5%) and 67.3% of them were experiencing malnutrition. In conclusion, there was no relationship between nutritional status with the ratio of neutrophil to lymphocytes in this study (p = 0.35)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erani Soengkono
"Nama : Erani SoengkonoProgram Studi : Kajian Administrasi Rumah SakitJudul : Evaluasi Implementasi Penerapan Clinical Pathway PadaPasien Anak Dengan Gastroenteritis Akut Di RS HusadaTahun 2015Gastroenteritis akut merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena faktormortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama pada anak-anak. Proses pelayanan yangbaik dan terorginisir akan meningkatkan hasil keluaran outcome yang baik daripasien dengan gastroenteritis akut. Clinical Pathway dapat digunakan sebagai standardyang jelas untuk meningkatkan kualitas pelayanan, mengurangi lama hari perawatandi rumah sakit, biaya perawatan dan mengurangi variabilitas. Rumah Sakit Husadayang menerapkan clinical pathway gastroenteritis akut pada pasien anak sebagai alatkendali mutu harus benar-benar merencanakan, menyusun, menerapkan danmengevaluasi clinical pathway secara sistematis dan berkesinambungan.Penelitian inidilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang menggunakan Tools PengembanganPra Clinical Pathway dan Evaluasi Clinical Pathway serta pendekatan kualitatif denganwawancara mendalam. Implementasi clinical pathway gastroenteritis akut pada pasienanak di RS Husada dapat dilihat dari faktor input sumber daya manusia, biaya / dana,kebijakan rumah sakit, ketersediaan obat dan alat kesehatan, sarana dan prasarana ,faktor proses mulai dari proses pra persiapan clinical pathway sampai tahapimplementasi dan faktor output berupa kesesuaian pelayanan kesehatan denganclinical pathway gastroenteritis akut lama hari rawat, visite DPJP, pemeriksaanpenunjang, tindakan keperawatan dan penggunaan obat dan alat kesehatan . Hasilpenelitian didapatkan dari faktor input sumber daya manusia menjadi faktorpenghambat penerapan clinical pathway gastroenteritis akut sehingga penerapannyatidak berjalan baik, sedangkan dari sisi proses langkah awal pembuatan clinicalpathway tidak dijalankan dengan benar sehingga menjadi awal hambatan pada prosesimplementasi selanjutnya, dan dari faktor output masih belum ada kesesuaianpelayanan dengan clinical pathway gastroenteritis seperti visite DPJP, penggunaanobat dan alkes yang polifarmasi dan tidak efisien, serta pemeriksaan penunjang yangtidak diperlukan.Kata Kunci: gastroenteritis akut, pasien anak, evaluasi, implementasi, ClinicalPathway.

ABSTRACTName Erani SoengkonoStudy Programe Study of Hospital AdministrationTitle Evaluation of Clinical Pathways Implementation inPedriatic Patiens With Acute Gastroenteritis in HusadaHospital, 2015.Acute gastroenteritis becomes health problem all over the world, because it is thecausal factor of high mortality and morbidity especially in children. Good and wellorganizedprocess of healthcare service will improve the outcome of the patients withacute gastroenteritis. Clinical pathway may be used as clear standard to improve thequality of health care, and also to reduce the length of hospital stay, hospital costs anddecrease the variability. Husada Hospital which implementing the clinical pathwayacute gastroenteritis in children as a quality control should really plan, organize,implement and evaluate clinical pathway systematically and continuously. Methodethat used for the research are quantitative approach with development of pre clinicalpathways and evaluation of clinical pathways tools, and also indepth interview. Theaim of this research are to find out the inhibiting factors for implementation of clinicalpathways acute gastroenteritis which seen from input factors human resources,funds, hospital policy, availability of drugs and medical equipments, also facilitiesand infrastructure process factors which start from pre preparation of clinicalpathways until the implementation phase the output factors to look at theappropriateness of health services acute gastroenteritis in children with clinicalpathways in Husada Hospital. The result showed that the inhibiting factors from inputfactors are human resources, then process factors are the beginning of deciding on anICP to develop, and the output which there are no appropriatness in service healthwith acute gastroenteritis clinical pathways e.g. visite doctors, using drugs andmedical equipments, laboratories, radiology that unnecessary Keywords acute gastroenteritis, children, evaluation, implementation, clinicalpathway.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Nandi Wardani
"Saat ini Indonesia masih menghadapi masalah nutrisi, terlihat dari masih terdapatnya sejumlah anak yang masuk dalam kategori kurang gizi. Studi lain menyatakan bahwa tingkat konsumsi susu di Indonesia masih rendah dibandingkan negara Asia lainnya. Berdasarkan kedua fakta diatas, penulis membuat riset dengan tujuan mengetahui ada tidaknya hubungan antara status gizi dengan kebiasaan minum susu pada anak usia sekolah. Penelitian ini menggunakan metode ?cross sectional? dengan populasi sejumlah 97 siswa SD kelas 4, 5 dan 6. Input data dan analisis statistic menggunakan program SPSS 11.5, dengan metode ?chi-square for cross tabulation?. Berdasarkan data yang didapat, 100 persen dari populasi mengaku mengkonsumsi susu. Hasil analisis menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dan frekuensi konsumsi susu perhari (p=0.670). Begitu juga dengan hubungan antara status gizi dan jenis susu yang diminum, menunjukan hasil yang tidak signifikan (p=0.224). Dari studi ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kebiasaan minum susu.

Nowadays, Indonesia is still dealing with nutrition problems which represented by a quite number of children who are still categorized as undernourished and severely malnourished. Furthermore, recent study shows that the milk consumption in Indonesia is still low if compared to other Asian countries. Based on those facts, the author seems to determine the relationship between nutritional status and the habit of milk consumption among school aged children. In this cross-sectional study, the study population is chosen by cluster random sampling of grade 4, 5, and 6 with the total respondents 97 students. Primary data is conducted by self administered questionnaire regarding milk consumption habit, type of milk, frequency of drinking milk, and nutritional status measurement. Data entry and statistical analysis is done by the SPSS for windows version 11.5. The chi square test for cross tabulations was utilized. From the study populations 100% admitted that they consume milk daily. The result of the chi-square for cross tabulation reveals that there is no significant difference determined between nutritional status and the frequency of drinking milk per day (p=0.670). Also there is no significant difference between nutritional status and type of milk that is consumed (p=0.224). Hence, this study concludes that children nutritional status is not associated with the habit of milk consumption among school aged children."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbantobing, Christin Santun Sriati
"ABSTRAK
Pasien skizofrenia cenderung berisiko mengalami gangguan metabolik karena
risikonya yang cukup tinggi untuk mengalami obesitas. Obesitas meningkatkan
risiko morbiditas dislipidemia dan risiko mortalitas kardiovaskuler. Risiko
obesitas pada pasien ini diyakini disebabkan oleh beberapa faktor yang
berhubungan dengan penyakit skizofrenia itu sendiri, efek samping antipsikotik,
diet dan pola gaya hidup yang tidak sehat, seperti tingkat aktivitas yang rendah,
kebiasaan merokok, dan mengonsumsi alkohol. Penelitian potong lintang
dilakukan di Poliklinik Jiwa Dewasa RSUPN Cipto Mangunkusumo pada bulan
Mei−Juni 2014 untuk menilai tentang profil lipid pada pasien skizofrenia serta
korelasinya dengan indikator status gizi dan pola gaya hidup. Sebanyak 47 subjek
berhasil menyelesaikan seluruh rangkaian protokol penelitian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kadar trigliserida pada pasien skizofrenia berkorelasi dengan
indeks massa tubuh (r=0,29, p<0,05) dan lingkar pinggang (r=0,34, p<0,05).
Kadar kolesterol HDL berkorelasi negatif dengan konsumsi rokok harian (r=-0,35,
p<0,05). Sebagian besar subjek pada penelitian ini memiliki profil lipid dalam
batas normal, namun perlu diperhatikan bahwa 80,8% subjek memiliki indeks
massa tubuh melebihi normal dan 74,5% subjek mengalami obesitas sentral.
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengingat keadaan obesitas khususnya obesitas
sentral berhubungan erat dengan risiko morbiditas dislipidemia dan risiko
mortalitas kardiovaskuler

ABSTRACT
Patients with schizophrenia tend to be at risk of metabolic disorders because of
their higher risk of obesity. Obesity increases the risk of morbidity of
dyslipidemia and cardiovascular mortality risk. The risk of obesity in these
patients is believed to be caused by several factors associated with schizophrenia
itself, antipsychotic side effects, poor diet, and unhealthy lifestyle, such as low
levels of activity, smoking, and alcohol consumption. A cross-sectional study was
conducted in Adult Mental Clinic RSUPN Cipto Mangunkusumo in May−June
2014 to assess on lipid profile in patients with schizophrenia and their correlation
with indicators of nutritional status and lifestyle patterns. A total of 47 subjects
successfully completed the entire series of the study protocol. The results showed
that triglyceride levels in schizophrenic patients were correlated with body mass
index (r = 0.29, p <0.05) and waist circumference (r = 0.34, p <0.05). HDL
cholesterol levels were negatively correlated with daily cigarette consumption (r =
-0.35, p <0.05). Most of the subjects in this study had a lipid profile within the
normal range, but it should be noted that 80.8% of the subjects had a body mass
index above normal and 74.5% of the subjects had central obesity. Further
research is needed in view of the state of obesity especially central obesity is
closely related to morbidity risk of dyslipidemia and cardiovascular mortality risk."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Pramudita
"Latar Belakang: Resusitasi cairan merupakan terapi yang sering diberikan pada ruang rawat intensif untuk mengembalikan perfusi jaringan. Namun, seringkali terapi resusitasi cairan menyebabkan kelebihan cairan yang memiliki efek buruk terhadap pasien termasuk kematian.
Tujuan: Penelitian retrospektif ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara mortalitas dengan durasi kelebihan cairan di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo.
Metode: Sebanyak 194 pasien yang mengalami kelebihan cairan dan berada di ruang rawat intensif selama 7 hari atau lebih, diperoleh melalui teknik consecutive sampling, dievaluasi. Durasi kelebihan cairan dan kematian 28 hari dicatat. Sampel yang diperoleh dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pasien yang mengalami kelebihan cairan kurang dari sama dengan 4 hari dan pasien yang mengalami kelebihan cairan lebih dari 4 hari. Sampel kemudian dianalisis menggunakan uji bivariat Chi square untuk diketahui hubungannya dengan kematian.
Hasil: Terdapat hubungan antara kematian dengan durasi kelebihan cairan dengan nilai P.

Background: Fluid resuscitation is a common therapy given at the Intensive Care Unit ICU to maintain tissue perfusions. However, this therapy usually results in fluid overload that has adverse outcome including death.
Objective: This retrospective study aimed to assess the association between mortality and fluid overload duration in Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital's.
Methods: A total of 194 ICU patients with fluid overload and stayed for 7 days or more that obtained by consecutive sampling, were evaluated. Fluid overload duration and 28 days mortality were recorded. Samples were divided into two groups, patients with fluid overload less than or equal to 4 days and patients with fluid overload more than 4 days. A bivariate analysis Chi square were perform to assess the association of mortality and fluid overload duration.
Results: Mortality and fluid overload duration were significantly associated P.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Maria Ulfa
"Malnutrisi didapat di rumah sakit dapat mempengaruhi proses kesembuhan pada pasien. Berbagai gizi diperlukan untuk mempercepat kesembuhan. Responden penelitian ini 138 data pasien anak berusia 1 bulan sampai usia 18 tahun masa perawatan Januari-Desember 2017. Penelitian menggunakan pendekatan cross-sectional dengan model retrospektif. Pasien anak dengan organomegali, retensi cairan, dehidrasi, dan pasien dengan pulang atas permintaan pasien (APS) tidak masuk penelitian. Pengukuran status gizi menggunakan BB/TB untuk usia ≤ 5 tahun dan IMT/U untuk > 5 tahun. Hasil uji statistik antara status awal masuk RS dan lama rawat sebesar 0,689 untuk BB/TB dan 0,869 untuk IMT/U. Tidak ada hubungan antara status gizi awal masuk rumah sakit dan lama rawat (nilai P > α). Pemeriksaan awal terkait gizi sangat diperlukan untuk membantu dalam pemberian perawatan dari awal dan mempercepat proses penyembuhan.

Nutrition problem acquired in hospital effect to healing process. Nutritions need to recovery. This research used 138 respondent age between 1 month and 18 years old registered January to December 2017. Study Cross-sectional and retrospective. Patients with organomegaly, fluid retention, dehydration, and turn out of hospital by request exclude respondent. Nutritional status measured by weight for height (≤ 5 years old) and body mass index (BMI) for age (>5 years old). Statistic test between nutritional status at admission and length of stay is 0,689 for BB/TB and 0,869 for IMT/U. there is no correlation between nutritional status at admission and length of stay (P value > α). Nutrition screening at admission important to support giving early treatment and increasing recovery"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>