Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156529 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prawestri Bayu Utari Krisnamurthi
"Dalam hubungan romantis berpacaran, individu menginginkan kebahagiaan dan kepuasan dalam menjalani hubungannya tersebut. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan individu dalam hubungan romantis, diantaranya tekanan dari luar yang menimbulkan stres sehingga berdampak negatif terhadap kepuasan hubungan. Sikap yang ditunjukan antar pasangan dalam menghadapi stres menjadi salah satu faktor yang mendorong kelanggengan hubungan romantis, dimana kedua pasangan terlibat dalam proses self-disclosure dan adanya respon yang sesuai diberikan oleh lawan bicara, disebut juga perceived partner responsiveness (PPR). Penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk menguji efek PPR sebagai moderator antara self-disclosure dan kepuasan hubungan romantis. Sebanyak 441 dewasa muda (18-30 tahun) berpartisipasi dalam penelitian ini. Self-disclosure diukur menggunakan Self-disclosure Scale (Wheeless & Grotz, 1976); PPR diukur dengan Perceived Partner Responsiveness Scale (Reis & Shaver, 1988) dan kepuasan hubungan diukur dengan Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) aspek amount factor dan honesty-accuracy factor pada proses self-disclosure dapat memprediksi kepuasan hubungan secara signifikan; (2) aspek understanding dan validating pada PPR tidak signifikan memoderatori hubungan antara honesty-accuracy factor dalam proses selfdisclosure; dan (3) aspek understanding dalam PPR signifikan memoderatori hubungan antara amount factor pada proses self-disclosure dan kepuasan hubungan. Dapat disimpulakan dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa yang memandang pasangannya secara akurat menangkap kebutuhan (understanding) dari informasi yang diungkapkan cukup banyak dan mendalam (amount factor), maka akan memiliki tingkat kepuasan hubungan yang lebih tinggi.

In a romantic relationship, individuals want happiness and satisfaction in their relationship. There are several factors that affect the level of individual satisfaction in relationships, such as external pressure that cause stress which negatively impacts relationship satisfaction. The attitude that is shown between partners in dealing with stress is one of the factors that encourages the romantic relationships satisfaction, where both couples are involved in self-disclosure process and they receive responses given by their partner are in accordance with their expectations, also called perceived partner responsiveness (PPR). This quantitative study aims to examine the effect of PPR as a moderator between self-disclosure and romantic relationship satisfaction. A total of 441 young people (18-30 years) in this study. Self-disclosure is measured using the Selfdisclosure Scale (Wheeless & Grotz, 1976); PPR is measured by the Perceived Partner Responsiveness Scale (Reis & Shaver, 1988) and relationship satisfaction is measured by the Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). The results showed that (1) amount factor and honesty-accuracy factor of self-disclosure significantly predicted relationship satisfaction; (2) the understanding and validation aspects of PPR do not significantly moderate the relationship between honesty-accuracy factor of self-disclosure; and (3) the understanding aspect in PPR significantly moderates the relationship between amount factor of self-disclosure process and relationship satisfaction. This study shows that individuals who perceive their partners as accurately capture their needs (understanding) of the deep and private information about themselves (the number factor), will have a higher level of relationship satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjut Dhila Rehan
"ABSTRAK
Ketika memasuki masa dewasa muda, manusia ada pada tahap intimacy dan memulai untuk membangun suatu hubungan romantis. Salah satu upaya untuk mempertahankan hubungan romantis tersebut bisa dengan melakukan pengorbanan. Pengorbanan yang dilakukan seseorang dilandasi dengan dua motif, motif approach dan motif avoidance. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara komitmen dan motif berkorban dan juga melihat peran extraversion sebagai moderator. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 985 dewasa muda yang sedang menjalin hubungan berpacaran. Partisipan diminta mengisi kuesioner yang terdiri dari alat ukur komitmen, motif berkorban dan extraversion. Berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa terdapat hubungan antara komitmen dan motif berkorban baik motif approach (p>0.000), maupun motif avoidance (p>0.001). Hasil lainnya juga ditemukan bahwa extraversion tidak berperan sebagai moderator pada hubungan komitmen dan motif berkorban. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa individu yang memiliki tingkat komitmen yang tinggi akan lebih cenderung untuk melakukan pengorbanan baik dilandasi dengan motif approach maupun motif avoidance tidak bergantung dari tingkat extraversion.

ABSTRACT
In young adulthood, individuals are at the intimacy stage and begin to build a romantic relationship. To maintain a romantic relationship, it can be by making sacrifices. Individual sacrifices are based on two motives, approach motives and avoidance motives. This research was conducted to see the relationship between commitment and motives of sacrifice and also see the role of extraversion as a moderator. The participants in this study amounted to 985 young adults who were dating. Participants were asked to complete a questionnaire consisting of commitment, motives of sacrifice and extraversion measures. Based on the results of the analysis, it was found that there was a relationship between commitment and motives of sacrifice in both approach motives (p> 0.000), and avoidance motives (p> 0.001). Other findings also show that extraversion does not act as a moderator in the relationship of commitment and motives of sacrifice. Thus, the results of this study indicate that individuals who have a high level of commitment will be more likely to make sacrifices based on either the approach motives or avoidance motives and not dependent on individuals extraversion level."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sere Eunice Kantate
"Salah satu cara untuk mencapai intimacy dalam tahap dewasa muda adalah melalui hubungan berpacaran. Akan tetapi, muncul berbagai masalah dalam berpacaran yang dapat diselesaikan dengan melakukan pengorbanan. Diketahui beberapa faktor yang berperan dalam berkorban adalah motif berkorban, komitmen, dan trait neuroticism. Penelitian korelasional ini bertujuan untuk mengetahui apakah neuroticism dapat memoderasi hubungan antara komitmen dan motif berkorban. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Motives of Sacrifice Impett, Gable, Peplau, 2005 untuk mengukur motif berkorban, The Investment Model Rusbult, Martz, Agnew, 1998 untuk mengukur komitmen, dan Big Five Inventory BFI Ramdhani, 2012 untuk mengukur neuroticism. Data yang didapat ialah 954 individu, dengan 80,9 responden perempuan, yang sedang menjalani hubungan berpacaran, ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motif berkorban baik approach motives r = 0,27, p < 0,01, two tails maupun avoidance motives r = 0,09, p < 0,01, two tails dengan komitmen. Individu yang memiliki komitmen tinggi cenderung berkorban demi pasangannya, baik dengan approach motives maupun avoidance motives. Akan tetapi, ditemukan bahwa neuroticism tidak memoderasi hubungan antara motif berkorban, baik approach motives t = 0,90, p > 0,05 maupun avoidance motives t = 0,49, p > 0,05 dengan komitmen. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ketika individu memiliki komitmen yang tinggi, ia akan berkorban menggunakan approach motives maupun avoidance motives, terlepas dari tingkat neuroticism yang dimilikinya.

One way to achieve intimacy during the young adult developmental stage is through relationships. Nevertheless, problems will arise in dating relationships problems which can be solved through making sacrifices. A few factors play a role in affecting individuals 39 sacrificing behavior, among which are motives of sacrifice, commitment, and trait neuroticism. This correlational study aims to find out whether neuroticism moderates the relationship between motives of sacrifice and commitment. Instruments used in this study are Motives of Sacrifice Impett, Gable, Peplau, 2005 to measure motives of sacrifice, The Investment Model Rusbult, Martz, Agnew, 1998 to measure commitment, and Big Five Inventory Ramdhani, 2012 to measure neuroticism. Data gathered from 954 young adults, 80,9 female, who are in dating relationships shows a significant relationship between motives of sacrifice, including approach motives r 0,27, p 0,01, two tails and avoidance motives r 0,09, p 0,01, two tails, and commitment. Individuals with high commitment tend to sacrifice for their partner, either with approach motives or avoidance motives. However, neuroticism is not found to moderate the relationship between motives of sacrifice, for both approach motives t 0,90, p 0,05 and avoidance motives t 0,49, p 0,05, and commitment. Therefore, it can be concluded that when individuals have high commitment, they will make sacrifices using approach or avoidance motives, regardless of their neuroticism level.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evita Marsha Steffiani Rinaldy
"Perkembangan hubungan interpersonal merupakan tugas penting di masa dewasa muda. Individu dewasa muda akan berfokus untuk membangun hubungan yang kuat dan intimate saat mereka mengalami ketegangan antara intimacy dan isolation. Apabila individu gagal mencapai intimacy, individu dapat mengalami isolation, kesepian, ketakutan terhadap hubungan, dan penyesuaian yang buruk. Salah satu hubungan paling penting yang terbentuk dalam kehidupan individu dewasa muda adalah hubungan romantis. Perbedaan individu dalam menjalani hubungan romantis dapat dijelaskan melalui adult attachment, yang terbentuk dari internal working models berdasarkan pola asuh yang dipersepsikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara perceived parenting style dan adult attachment pada dewasa muda di Indonesia. Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 147 individu dewasa muda yang berusia 18-25 tahun, pernah tinggal dengan salah satu atau kedua orang tua, dan pernah atau sedang menjalin hubungan romantis. Pengukuran kedua variabel dilakukan dengan menggunakan alat ukur Parental Authority Questionnaire dan Experiences in Close Relationship Scale-Short Form. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara persepsi pola asuh otoriter dan anxious attachment (r = 0,287, p < 0.001). Dengan kata lain, makin tinggi tingkat pola asuh otoriter yang dipersepsikan, makin tinggi pula tingkat anxious attachment yang dimiliki. Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi pola asuh otoriter dan avoidant attachment. Selain itu, persepsi pola asuh otoritatif tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan anxious maupun avoidant attachment.

The development of interpersonal relationships is an important task in emerging adulthood. Emerging adults will focus on building strong, intimate relationships as they experience the tension between intimacy and isolation. If they fail to achieve intimacy, they may experience isolation, loneliness, fear of relationships, and poor adjustment. One of the most important relationships that form in an emerging adult's life is a romantic relationship. Differences in how individuals navigate romantic relationships can be explained through adult attachment, which is formed from internal working models shaped by perceived parenting styles. Therefore, this study aims to examine the relationship between perceived parenting style and adult attachment among emerging adults in Indonesia. Participants in this study consisted of 147 emerging adults aged 18-25 years who have lived with either one or both parents and have been or are currently in a romantic relationship. The measurement of the two variables was conducted using the Parental Authority Questionnaire and the Experiences in Close Relationship Scale-Short Form. The results of the correlation analysis showed a positive relationship between perceived authoritarian parenting and anxious attachment (r = 0.287, p < 0.001). In other words, the higher the perceived level of authoritarian parenting, the higher the level of anxious attachment. This study also found no significant relationship between perceived authoritarian parenting and avoidant attachment. In addition, perceptions of authoritative parenting did not have a significant relationship with anxious or avoidant attachment."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Dwi Putri
"ABSTRAK
Keluarga merupakan lingkungan terdekat yang memiliki kaitan dengan diri individu. Fungsi dalam keluarga menjadi faktor pembentuk karakteristik diri individu, termasuk pada keterbukaan diri atau self-disclosure individu. Self-disclosure dibutuhkan individu untuk dapat menjalin hubungan sosial dengan lingkungan di luar dirinya. Pada dewasa muda, self-disclosure dibutuhkan untuk menjalin hubungan dengan pasangan sehingga dapat memenuhi tugas perkembangannya secara baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keberfungsian keluarga dan self-disclosure. Partisipan penelitian berjumlah 795 yang terdiri dari perempuan 75.8 dan laki ndash; laki 24,1 yang berusia 21-40 tahun. Keberfungsian keluarga diukur dengan Family Assessment Device, sedangkan self-disclosure diukur menggunakan Self-Disclosure Scale. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara keberfungsian keluarga dengan self-disclosure R = 0.371.

ABSTRACT
Family is the closest social environment that can affect individual self. Family function is one of many factors for shaping individual self, including self disclosure. Self disclosure is needed for everyone to be able to establish social relationship. In young adult, self disclosure is needed to establish relationship with their partner, so they can fulfill their developmental task. This study aims to determine the correlation of family functioning and self disclosure. Participants of this study is amounted to 795, consisting of women 75.8 and men 21.4 aged 21 40 years. Family functioning is measured by Family Assessment Device and self disclosure is measured using Self Disclosure Scale. The result showed a significant correlation between family functioning and self disclosure R 0.371."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Mahardhika Pangestuti
"Menjalin hubungan romantis dengan orang lain merupakan salah satu pemenuhan tugas perkembangan psikososial pada tahap emerging adulthood. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara attachment styles dan self disclosure pada emerging adulthood yang menjalankan hubungan romantis jarak jauh. Partisipan penelitian (N=292) merupakan emerging adulthood yang sedang atau pernah menjalin hubungan romantis jarak jauh. Pada penelitian ini, attachment styles diukur menggunakan Experiences in Close Relationships-Revised (ECR-R) sedangkan self disclosure diukur menggunakan Self Disclosure Scale. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif signifikan antara attachment styles dan self disclosure.

Having a romantic relationships with others is one of the psychosocial developmental tasks in emerging adulthood. This study aims to invistigate a relationships between attachment styles and self disclosure in emerging adulthood whom in a long distance relationships. The participants of this research (N=292) were emerging adulthood who are currently or had previously involved in a long distance relationships. In this study, attachment styles were measured by Experiences in Close Relationships-Revised (ECR-R) meanwhile self disclosure was measured by Self Disclosure Scale. Result of this study showed a negative relationship that significant between attachment styles and self disclosure."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarra Dwi Monica
"Kepuasan hubungan pacaran jarak jauh merupakan hal yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk diantaranya adalah attachment dan dyadic coping. Individu dengan anxiety attachment relatif sulit mencapai hubungan yang memuaskan, terlebih dalam kondisi terpisah oleh jarak. Penelitian dilakukan untuk melihat apakah common dan negative dyadic coping memiliki peran moderasi di dalam hubungan antara anxiety attachment dengan kepuasan berpacaran. Data diperoleh dengan menggunakan Experience in Close Relationship-Revised untuk mengukur anxiety attachment, Dyadic Coping Inventory  untuk mengukur common dyadic coping dan negative dyadic coping, serta Relationship Assessment Scale untuk mengukur kepuasan hubungan pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh. Penelitian pada 270 dewasa muda menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan negatif antara anxiety attachment dan kepuasan pacaran jarak jauh (r= -0.51, p<.01). Akan tetapi, tidak ditemukan adanya efek moderasi dari common dan negative dyadic coping di dalam hubungan tersebut (p>0.05). Perkembangan attachment, konteks hubungan pacarana serta keterpisahan jarak dinilai merupakan faktor yang mempengaruhi hal tersebut.

Satisfaction in long distance relationships is influenced by various factors, including attachments and dyadic coping. Individuals with anxiety attachment are relatively difficult to achieve a satisfying relationship, especially in the condition when their partner is separated by distance with them. The study was conducted to see whether common dyadic coping and negative dyadic coping have a moderating role in the relationship between anxiety attachment and relationship satisfaction. Data is obtained using the Experience in Close Relationship-Revision (ECR-R) to measure anxiety attachment, Dyadic Coping Inventory (DCI) to measure common and negative dyadic coping, and Relationship Assessment Scale (RAS) to measure relationship satisfaction. Research conducted on 270 young adults found that there is a significant negative relationship between anxiety attachment and relationship satisfaction (r = -0.511, p <0.01). However, no moderating effects of common dyadic coping and negative dyadic coping are found in this research(p> 0.05). The duration of attachments, the status of the relationships, and separation with partner are considered to be factors that influence the result."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T55094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tengku Vanescy Fianny
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh kepercayaan terhadap kepuasan hubungan pacaran jarak jauh pada dewasa muda. Pengukuran kepercayaan menggunakan alat ukur trust scale (Rempel, Holmes, dan Zanna, 1985) dan pengukuran kepuasan hubungan menggunakan alat ukur Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). Partisipan berjumlah 60 dewasa muda yang menjalani pacaran jarak jauh antar negara.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh kepercayaan yang signifikan terhadap kepuasan hubungan pacaran jarak jauh pada dewasa muda (r2 = 0.396; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, peningkatan kepercayaan akan menyebabkan peningkatan kepuasan hubungan pacaran jarak jauh pada dewasa muda.

This research was conducted to find the effect of trust towards satisfaction in long distance dating relationships among young adults. Trust was measured using trust scale (Rempel, Holmes, dan Zanna, 1985) and relationship satisfaction was measured using Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). The participants of this research are 60 young adults in long distance dating relationship across countries.
The main results of this research show that trust significantly effect towards satisfaction in long distance dating relationships among young adults (r2 = 0.369; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). That is, increased trust in one’s partner, will lead to increased satisfaction in long distance dating relationships among young adults.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Salsabila
"Beberapa tugas perkembangan yang harus dijalani individu pada usia dewasa muda yaitu melanjutkan pendidikan, bekerja, dan mencari pasangan, namun ada kalanya tuntutan pendidikan dan pekerjaan membuat individu harus berpisah jarak dengan pasangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara trust dan kualitas hubungan romantis pada dewasa muda yang menjalani pacaran jarak jauh. Trust diukur menggunakan Trust dan kualitas hubungan romantis diukur menggunakan Partner Behaviors as Social dan Self Behaviors as Social Context. Sebanyak 127 orang yang terdiri dari 23 laki-laki dan 104 perempuan menjadi responden dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara trust dan kualitas hubungan romantis pada dewasa muda yang menjalani pacaran jarak jauh, serta terdapat pula hubungan pada setiap dimensi trust dan kualitas hubungan romantis pada dewasa muda yang menjalani pacaran jarak jauh. Secara umum dapat disimpulkan bahwa trust dapat memprediksi kualitas hubungan romantis seseorang terhadap pasangannya. Hal ini dikarenakan trust merupakan komponen yang penting dalam sebuah hubungan, terutama pada hubungan pacaran jarak jauh.

Certain developmental tasks that should be passed by a person at young adult age are continuing education, work, and looking for a partner, but occasionally education and job demand that person to undergo a long distance relationship. This research is aimed to find whether or not a correlation between trust and romantic relationship quality among young adult in long distance dating relationship. Trust was measured by Trust Scale, and romantic relationship quality was measured by Partner Behaviors as Social Context and Self Behaviors as Social Context. There are 127 people consist of 23 males and 104 females participated in this research.
The results showed that there was a positive significant correlation between trust and romantic relationship quality among young adult in long distance dating relationship, and there was also a positive significant correlation between the dimension of trust and romantic relationship quality among young adult in long distance dating relationship. In general, we can conclude that trust can predict someone?s romantic relationship quality to their partner. This was because trust is an important component in a relationship, especially in long distance dating relationship.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S66490
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risky Adinda
"Menjalani hubungan romantis yang memuaskan merupakan tugas perkembangan yang khas pada dewasa muda. Intimacy merupakan salah satu faktor penting dalam hubungan romantis, yang telah konsisten ditemukan mempengaruhi kepuasan hubungan. Penelitian-penelitian sebelumnya meneliti pola attachment sebagai faktor individual yang mempengaruhi baik intimacy maupun kepuasan hubungan. Pola avoidant dan anxious attachment yang memanifestasikan rasa tidak amannya dengan menghindari atau mencemaskan hubungan romantisnya berkorelasi negatif dengan tingkat intimacy dan kepuasan hubungan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek pola avoidant dan anxious attachment sebagai moderator antara intimacy dan kepuasan hubungan berpacaran pada dewasa muda. Sebanyak 881 dewasa muda (18-30 tahun) berpartisipasi dalam penelitian. Intimacy diukur menggunakan Personal Assessment of Intimacy in Relationships (Schaefer & Olson, 1981; Constant dkk, 2016); pola attachment diukur menggunakan Experiences in Close Relationships-Revised (Fraley, Waller, & Brennan, 2000); dan kepuasan hubungan diukur menggunakan Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) intimacy dapat memprediksi kepuasan hubungan secara signifikan; (2) avoidant dan anxious attachment tidak signifikan memoderatori hubungan antara engagement dan communication intimacy dengan kepuasan hubungan; dan (3) pola anxious attachment signifikan memoderatori hubungan antara shared friends intimacy dan kepuasan hubungan. Dengan demikian, pengalaman shared friends intimacy dapat memberikan kepuasan hubungan yang lebih tinggi bagi individu dengan tingkat anxious attachment yang lebih tinggi.

Having a satisfying romantic relationship is a typical developmental task for young adults. Intimacy is one of the important factors in romantic relationships, consistently found to affect relationship satisfaction. Previous studies have examined attachment style as the individual factor that influences both intimacy and relationship satisfaction. Avoidant and anxious attachment, which manifest their feelings of insecurity by avoiding or worrying about their relationship, negatively correlated with intimacy and relationship satisfaction. This study aims to test the effect of avoidant and anxious attachment style as a moderator between intimacy and relationship satisfaction. A sample of 881 young adults (18-30 years old) participated in the study. Intimacy was measured using the Personal Assessment of Intimacy in Relationships (Schaefer & Olson, 1981; Constant et al, 2016); attachment style was assessed using the Experiences in Close Relationships-Revised (Fraley, Waller, & Brennan, 2000); and relationship satisfaction was measured using the Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). Results showed that (1) intimacy significantly predicted relationship satisfaction; (2) neither avoidant nor anxious attachment significantly moderated the relationship between engagement and communication intimacy with relationship satisfaction; and (3) anxious attachment significantly moderated the relationship between shared friends intimacy and relationship satisfaction. Thus, the experience of shared friends intimacy can promote higher relationship satisfaction for individuals with higher level of anxious attachment."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>