Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165439 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Merina Elfian
"Dalam perkara kepailitan, debitor dapat mengajukan rencana perdamaian baik
melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ataupun perdamaian
setelah putusan pailit dijatuhkan. Dalam hal rencana perdamaian diajukan melalui
PKPU, maka setelah perdamaian tersebut disetujui dan dihomologasi oleh
Pengadilan Niaga maka putusan homologasi mengikat semua kreditor kecuali
kreditor separatis dan terhadap kreditor separatis tersebut diberikan kompensasi
sebesar nilai terendah di antara nilai jaminan atau nilai aktual pinjaman yang secara
langsung dijamin dengan hak agunan atas kebendaan sebagaimana diatur dalam
Pasal 286 UUK-PKPU. Selama PKPU berlangsung, debitor tidak dapat
dimohonkan pailit. Hal ini berdasarkan Pasal 260 UUK-PKPU. Dengan demikian,
selama debitor beritikad baik melaksanakan isi perdamaian dalam putusan
homologasi seharusnya debitor dilindungi dari kepailitan kecuali debitor lalai
dalam memenuhi isi perdamaian. Jika hal yang demikian terjadi, kreditor dapat
menuntut pembatalan perdamaian yang mengakibatkan debitor seketika dinyatakan
pailit. Dalam praktik, terdapat 2 (dua) putusan pengadilan yang saling bertentangan
dan menimbulkan akibat hukum yang berbeda terhadap debitor yang sama yaitu
putusan homologasi dan putusan pernyataan pailit. Hal ini menjadi permasalahan
yang hendak dikaji dalam penelitian ini yaitu pelaksanaan putusan homologasi
dengan dikabulkannya putusan pernyataan pailit terhadap debitor yang sama. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif terhadap kasus kepailitan PT Siak Raya Timber.

In a bankruptcy case, the debtor can propose a composition plan either by the suspension of payment or accord after the bankruptcy order granted. If the composition plan is submitted through suspension of payment, the plan will then be approved and be homologated by the Commercial Court. The homologation decision binds debtor and all creditors except the separatist creditors, in which compensation with the lowest value between the collateral value or the actual value
of the loan that is directly guaranteed by collateral rights as regulated in Article 286
Indonesian Bankruptcy Act will be given. Based on Article 260 Indonesian Bankruptcy Act, the debtor cannot be filed for bankruptcy during the suspension of payment. Therefore, as long as the debtor acting in good faith executing the accord based on the homologation decision, the debtor should be protected from bankruptcy. If the debtor fails to fulfill the accord based on the homologation decision, the creditor can demand a cancellation of the accord which causes the debtor to be declared bankrupt immediately. In practice, two court decisions contradict each other and lead to different legal consequences against the same debtor, namely the homologation decision and the bankruptcy order. This is an issue that will be examined in this study, which is the execution of the suspension of payment’s homologation decisions with the granting of a bankruptcy order against the same debtor. This study uses normative juridical methods on the bankruptcy case of PT Siak Raya Timber.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merina Elfian
"Dalam perkara kepailitan, debitor dapat mengajukan rencana perdamaian baik melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ataupun perdamaian setelah putusan pailit dijatuhkan. Dalam hal rencana perdamaian diajukan melalui PKPU, maka setelah perdamaian tersebut disetujui dan dihomologasi oleh Pengadilan Niaga maka putusan homologasi mengikat semua kreditor kecuali kreditor separatis dan terhadap kreditor separatis tersebut diberikan kompensasi sebesar nilai terendah di antara nilai jaminan atau nilai aktual pinjaman yang secara langsung dijamin dengan hak agunan atas kebendaan sebagaimana diatur dalam Pasal 286 UUK-PKPU. Selama PKPU berlangsung, debitor tidak dapat dimohonkan pailit. Hal ini berdasarkan Pasal 260 UUK-PKPU. Dengan demikian, selama debitor beritikad baik melaksanakan isi perdamaian dalam putusan homologasi seharusnya debitor dilindungi dari kepailitan kecuali debitor lalai dalam memenuhi isi perdamaian. Jika hal yang demikian terjadi, kreditor dapat menuntut pembatalan perdamaian yang mengakibatkan debitor seketika dinyatakan pailit. Dalam praktik, terdapat 2 (dua) putusan pengadilan yang saling bertentangan dan menimbulkan akibat hukum yang berbeda terhadap debitor yang sama yaitu putusan homologasi dan putusan pernyataan pailit. Hal ini menjadi permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini yaitu pelaksanaan putusan homologasi dengan dikabulkannya putusan pernyataan pailit terhadap debitor yang sama. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif terhadap kasus kepailitan PT Siak Raya Timber.

In the case of bankruptcy, the debtor can submit a reconciliation plan either through Postponement of Debt Payment Obligations (PKPU) or reconciliation after the bankruptcy decision is rendered. In the event that the reconciliation plan is submitted through PKPU, then after the reconciliation is approved and homologated by the Commercial Court, the homologation decision is binding on all creditors except the separatist creditors and the separatist creditors are compensated for the lowest value of the collateral value or the actual value of the loan which is directly guaranteed by collateral rights on property as regulated in Article 286 UUK-PKPU. During the PKPU period, the debtor cannot be filed for bankruptcy. This is based on Article 260 UUK-PKPU. Thus, as long as the debtor has good intentions in carrying out the contents of the reconciliation in the homologation decision, the debtor should be protected from bankruptcy unless the debtor is negligent in fulfilling the contents of the reconciliation. If this happens, the creditor can demand the annulment of the settlement which results in the debtor being immediately declared bankrupt. In practice, there are 2 (two) court decisions that contradict each other and have different legal consequences for the same debtor, namely the homologation decision and the bankruptcy declaration decision. This is a problem that will be studied in this study, namely the implementation of the homologation decision with the issuance of the bankruptcy declaration decision against the same debtor. This research was conducted using a normative juridical research method on the bankruptcy case of PT Siak Raya Timber."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gerindo Joyo Negoro
"Tesis ini membahas mengenai perlindungan terhadap pembayaran upah buruh dan pemenuhan hak-hak buruh yang timbul akibat PHK pada perusahaan yang dinyatakan pailit berdasarkan undang-undang kepailitan dan ketenagakerjaan, dengan studi kasus kepailitan PT Fit U Garment Industry. Penelitian ini menguraikan mengenai buruh sebagai salah satu kreditor dari debitor pailit yang harus bersanding dengan kreditor-kreditor lainnya dalam mendapatkan pembayaran upah buruh dan hak-hak buruh lainnya dari harta pailit. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan sebagai berikut; pertama, Bagaimana kedudukan tagihan upah buruh dan hak-hak buruh lainnya dalam urutan prioritas pembayaran utang. Kedua, Bagaimana upaya yang dapat dilakukan oleh buruh terhadap putusan kepailitan untuk mendapatkan hak-hak buruh yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan terakhir, bagaimana pembayaran upah buruh dan pemenuhan hak-hak yang timbul akibat PHK pada kasus kepailitan PT Fit-U Garment Industry.

This thesis discusses the protection of workers' wage payment and fulfillment of labor rights arising from layoffs at the company declared bankrupt under the laws of bankruptcy and employment, with the bankruptcy case studies PT Fit U Garment Industry. This study describes about the workers as one of the creditors of the bankruptcy debtor must be coupled with other creditors in obtaining payment of wages and other labor rights of the bankruptcy estate. This study aims to answer the question as follows; first, how the position of wage bills and other labor rights in order of priority debt payments. Second, how efforts to be made by the workers against the decision of the bankruptcy to obtain labor rights set out in the legislation in force. And lastly, how payment of wages and fulfillment of the rights arising from layoffs in the case of bankruptcy PT Fit-U Garment Industry."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T46325
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Ayu Mawaddah
"Dalam Putusan Pengadilan Niaga Surabaya nomor 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby terdapat kreditor yang mengajukan PKPU kepada debitor yang telah terikat dengan homologasi. Permohonan PKPU tersebut dikarenakan kreditur merasa tidak diikutsertakan pada homologasi sebelumnya yaitu perjanjian perdamaian nomor 13/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. Pada penelitian yang menggunakan metode yuridis-normatif ini, penulis telah mengkaji mengenai penerapan hukum Putusan homologasi dengan mengacu pada Undang- undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa hakim keliru dalam menerapkan hukum pada putusan nomor 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. Hal tersebut dikarenakan pertimbangan hakim dalam mengabulkan PKPU dan mengesahkan Perjanjian Perdamaian pada Perkara no. 72/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby merupakan pertimbangan yang bertentangan dengan beberapa ketentuan seperti pasal 286 UU 37 Tahun 2004, asas naturalia dalam hukum perjanjian, asas peradilan cepat, sederhana dan berbiaya ringan, serta asas Pacta Sunt Servanda sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Kreditur yang telah terikat dengan homologasi seharusnya tidak mengajukan PKPU kembali melainkan dapat melakukan upaya yang sesuai dengan ketentuan undang-undang, yaitu dengan mengajukan pembatalan perdamaian ke pengadilan. Oleh karena itu seharusnya terdapat aturan dengan batasan yang lebih jelas dalam hal keberlakuan hukum Perjanjian Perdamaian bagi kreditur demi menghindari kekeliruan dan ketidakpastian hukum.

In the Surabaya Commercail Court decision Number 72/Pdf.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby, there are creditor who file a PKPU application to debtor who have been bounded by homologation. The PKPU application was because creditor felt they were not included in the previous homologation, which is the peace agreement number 13/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. In this research that uses the juridical-normative method, the author has examined the legal implementations of the homologation decision with reference to Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU). Based on the research that has been done, it is proven that the judge was wrong in applying the law to decision number 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. This is due to the judge's considerations in granting the PKPU and homologated the Peace Agreement in Case number 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby is contradicts to several provisions such as article 286 of Law No. 37 of 2004, the principle of naturalia in contract law, the principle of fast, simple and low-cost justice, and the principle of Pacta Sunt Servanda which causing legal uncertainty. Creditors who have been bound by homologation should not apply for a PKPU again but can do a legal efforts that are in accordance with the provisions of the law, which is by submitting an annulment of the peace to the court. Therefore, there should be rules with clearer boundaries in terms of the legal applicability of the Peace Agreement for creditors in order to avoid mistakes and legal uncertainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Fathima Awanis
"Penulisan Skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan mengenai kewenangan (legal standing) Pemegang Polis dalam hal pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pasal 223 UUK-PKPU hanya memberikan kewenangan untuk mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada Menteri Keuangan. Namun sejak lahirnya Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sesuai dengan amanat Pasal 55 ayat (1) UU OJK, kewenangan Menteri Keuangan beralih seluruhnya ke Otoritas Jasa Keuangan, termasuk untuk hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepailitan dan PKPU. Penegasan kewenangan OJK untuk mengajukan kepailitan dan/atau PKPU tersebut juga diatur dalam ketentuan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Perasuransian jo. Pasal 52 ayat (1) POJK Nomor 28 Tahun 2015. Dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 389.Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt Pst, diketahui bahwa Termohon PKPU merupakan PT. Asuransi jiwa Kresna yang merupakan perusahaan asuransi dan Pemohonnya adalah Pemegang Polis Asuransi PT. Asuransi Jiwa Kresna. Namun, Majelis Hakim dalam amar putusannya menyatakan mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pemayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh Pemohon. Oleh karena hal tersebut, skripsi ini akan membahas mengenai kewenangan (legal standing) Pemegang Polis dalam mengajukan permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi sekaligus menganalisis dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan PKPU PT. Asuransi Jiwa kresna melalui analisis Putusan Pengadilan Niaga Nomor 389.Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt Pst.

This thesis is motivated by the existence of problems regarding the authority (legal standing) of the Policyholder in terms of submitting a Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU). Article 223 UUK-PKPU only grants permission to apply for a Suspension of Debt Payment Obligation (PKPU) to the Minister of Finance. However, since the enactment of the Law on the Financial Services Authority (OJK), in accordance with the mandate of Article 55 paragraph (1) of the OJK Law, the authority of the Minister of Finance has shifted entirely to the Financial Services Authority, including matters relating to bankruptcy and PKPU. Article 50 paragraph (1) of the Insurance Law juncto also regulates the affirmation of OJK's authority to file for bankruptcy or PKPU. Article 52 paragraph (1) of POJK Number 28 of 2015. In the Decision of the Commercial Court Number 389.Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt Pst, it is known that the Respondent for PKPU is PT. Kresna life insurance is an insurance company, and the applicant is the owner of the insurance policy of PT. Krishna Life Insurance. However, the Panel of Judges stated in their judgment that the Petitioner's application for the Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU) was granted. Therefore, this thesis will discuss the authority (legal standing) of the Policyholder in submitting a PKPU application to an insurance company as well as analyzing the basis for the consideration of the Panel of Judges in the PKPU decision of PT. Krishna Life Insurance through the analysis of the Commercial Court Decision Number 389.Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt Pst."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamba, Sangap Jonathanis
"Abstrak Penulisan tesis ini mengenai perlindungan hukum debitor termohon PKPU terhadap permohonan PKPU yang diajukan kreditor separatis berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU No. 37 Tahun 2004 serta menganalisis putusan PKPU No. 113/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN.Niaga-Jkt.Pst, dengan menggunakan metode kepustakaan, data yang diperlukan adalah data sekunder dengan pendekatan yuridis normatif.
Hasil penulisan berdasarkan analisis data, bahwa pengaturan terhadap pengajuan PKPU tidak merujuk bagi kreditor separatis karena adanya pemisahan dari jaminan agunan yang dipegang dan dapat dieksekusi untuk pelunasan piutangnya, sesuai dengan UU Hak Tanggungan No.4 Tahun 1996 pasal 6 jo. pasal 20 ayat 1 huruf a mengenai hak eksekutorial kreditor separatis. Pasal 244 huruf a UU No. 37 Tahun 2004 merupakan instrument perlindungan hukum debitor termohon PKPU bahwa pengajuan PKPU tidak berlaku terhadap tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya.
Dalam menganalisis putusan PKPU No. 113/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN.Niaga-Jkt.Pst., bahwa majelis hakim pengadilan niaga dinilai kurang-cermat, putusannya didasarkan atas pemenuhan syarat formil dan materiil permohonan saja konsep simply doesn rsquo;t pay tanpa menilai aspek-aspek hukum lainnya.

The writing is concerning the legal protection of the debtor PKPU rsquo s petition against PKPU 39 s proposal filed by separatist creditor pursuant to the Act of Bankruptcy and PKPU No. 37 of 2004 and analyzing the decision of PKPU. 113 Pdt.Sus PKPU 2017 PN.Niaga Jkt.Pst, using library method, the required data is secondary data with normative juridical approach.
The result of writing based on data analysis, that the arrangement of PKPU submission does not refer to separatist creditor because of separation from collateral assurance held and can be executed for the settlement of its receivables, in accordance with the Insurance Rights Act No.4 of 1996 article 6 jo. Article 20 paragraph 1 letter a regarding the right of the executor of the separatist creditor. Article 244 letter a of Law No. 37 of 2004 is a legal instrument of the debtor PKPU rsquo s petition that PKPU 39 s application does not apply to bills secured by pledge, fiduciary guarantee, mortgage rights, or collateral right on other properties.
In analyzing the decision of PKPU. 113 Pdt.Sus PKPU 2017 PN.Niaga Jkt.Pst., that the judges of the commercial court are judged to be inadequate, the ruling is based on formal compliance and request material only simply doesn rsquo t pay concept regardless of aspect other legal aspect.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T51467
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Risvano Alamsyah
"Proses PKPU menjadi kesempatan bagi kreditor untuk mengajukan tagihan/piutangnya kepada debitor, Dalam penelitian ini PT Brent Ventura menempuh proses PKPU sebagai langkah proses hukum dalam hal penyelesaian utang debitor kepada seluruh kreditornya sehingga proses PKPU menjadi proses hukum yang final dan maksimal daam memberik keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi keseluruhan kreditornya. Namun, dalam proses PKPU, ditemukan beberapa permasalahan khususnya mengenai kreditor yang terlambat dan bahkan ada kreditor yang sengaja dan sadar tidak mengajukan tagihannya dalam proses PKPU. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bersifat yuridis normatif untuk mengkaji kaidah/asas hukum yang berhubungan dengan masalah kepastian hukum putusan PKPU yang bersifat final dan mengikat final dan binding dan kesepakatan perdamaian dalam PKPU. Metode pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan perundang-undangan statute approach dan pendekatan kasus case approach.
Proses PKPU adalah jalan terbaik bagi debitor dan para kreditor untuk menyelesaikan permasalahan utang-piutangnya secara damai. Sehingga disarankan kepada Para kreditor untuk dapat mengajukan tagihan dalam proses PKPU sewaktu-waktu adanya PKPU terhadap debitornya sehingga PKPU menjadi wadah penyelesaian utang-piutang antara debitor dan para kreditor tanpa harus adanya pailit. Hal ini sesuai dengan tujuan Hukum Kepailitan sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Umum UU Kepailitan PKPU. Selanjutnya harus menjadi perhatian pemerintah untuk memberikan solusi terhadap permasalahan hukum saat ini dan yang akan datang terkait dengan kewajiban penyebaran informasi oleh Pengurus PKPU untuk memberitahukan Kreditor dan mengumumkan perkembangan perkara Kepailitan PKPU yaitu diantaranya dapat dilakukan dengan cara perbaikan UUK-PKPU No. 37 tahun 2004 tentang Kepalitan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang khususnya ketentuan mengenai kewajiban Pengurus PKPU untuk memberitahukan dan mengumumkan kepada Kreditor melalui surat kabar harian dalam setiap Proses kepailitan PKPU yang sedang dijalankan.

PKPU process becomes an opportunity for creditors to submit bill receivables to debtor. In this research, PT Brent Ventura pursued PKPU process as legal process step in settling debtor debt to all creditors so PKPU process becomes final and maximal legal process in provide justice, certainty law and benefits for the entire creditors. However in the PKPU process, some problems were found, especially concerning late creditors and even some creditor who deliberately and consciously did not file their bills in the PKPU process. This research is descriptive research that is normative juridical to examine the rule legal principle related to the legal certainty of PKPU decision which is final and binding and peace agreement in PKPU. Applied approach method is statute approach and case approach.
The PKPU process is the best way for debtors and creditors to settle their debt issues peacefully. So it is advisable to the creditors to be able to submit a bill in the PKPU process at any time PKPU to the debtor so that PKPU becomes a place to settle debts between the debtor and the creditors without the need for bankruptcy. This is in accordance with the objectives of Bankruptcy Law as stated in the General Explanation of Bankruptcy PKPU Law. Furthermore, it should be the government 39 s attention to provide solutions to current and future legal issues related to the information dissemination obligation by the Management of PKPU to notify the Creditor and announce the development of Bankruptcy PKPU case that can be done by means of UUK PKPU repair. Law No. 37 Year 2004 concerning Shallowing Postponement of Debt Payment Obligations, especially the provisions regarding the obligations of the Management of PKPU to notify and announce to the Creditor through daily newspapers in every ongoing bankruptcy PKPU process.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50961
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoni Agus Setyono
"Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk menggambarkan penerapan lembaga paksa badan dapat digunakan sebagai alternatif lain untuk menanggulangi kredit macet. Penerapan paksa badan tidak melanggar HAM karena dilakukan secara proposional dengan mempertimbangkan alasan-alasan dan bukti-bukti yang diajukan para pihak sebelum pengadilan mengambil putusannya. Penggunaan lembaga lain seperti hak tanggungan, gugatan perdata maupun kepailitan lebih ruwet dan banyak hambatannya baik menyangkut segi formil maupun materiilnya. Karena itu penerapan paksa badan memberikan harapan baru terutama bagi kreditor untuk dapat lebih efektif dapat menarik kembali hutang dari debitor, yang dapat dimanfaatkan membangun kembali perekomian Indonesia."
Universitas Indonesia, 2001
T16720
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafia Rizky Hanifah
"Skripsi ini membahas mengenai penolakan pengesahan atau homologasi rencana perdamaian dalam perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dialami oleh PT Korea World Center Indonesia (PT KWCI) yang berakhir pada kepailitan. Penulis melakukan tinjauan hukum mengenai isu tersebut mulai dari segi utang yang dimiliki Debitur sebagai syarat mengajukan permohonan PKPU ke Pengadilan Niaga hingga segi imbalan jasa Pengurus yang tidak dibayarkan atau tidak dijamin pembayarannya yang menyebabkan Debitur jatuh pailit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan dari pengertian utang menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 sebagai syarat permohonan PKPU dan mengetahui apakah Bilyet Giro dapat dianggap sebagai alat pembayaran maupun jaminan pembayaran bagi imbalan jasa Pengurus dalam perkara PKPU. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan metode penelitian yang bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data yang bersifat deskriptif analitis. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian hukum normatif, di mana Penulis menggunakan sumber dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Dari penelitian ini diketahui bahwa Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) mendefinisikan utang secara luas, sehingga ganti kerugian materil atas putusan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht) dapat dikatakan sebagai utang sebagai syarat permohonan PKPU. Selain itu, diketahui pula bahwa Bilyet Giro dapat dianggap sebagai alat pembayaran maupun jaminan pembayaran bagi imbalan jasa Pengurus dalam perkara PKPU apabila penerbitan, pengunjukan, dan pemrosesannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

This thesis discusses the rejection of the ratification or homologation of the composition plan in the case of Suspension of Debt Payment Obligations Process (PKPU) experienced by PT Korea World Center Indonesia (PT KWCI) which ended in bankruptcy. The author conducts a legal review of this issue, starting from the aspect of debt owned by the Debtor as a condition for submitting a PKPU application to the Commercial Court to the aspect of Management fees that are not paid or the payment is not guaranteed which causes the Debtor to go bankrupt. The purpose of this study is to determine the application of the definition of debt according to Law No. 37 of 2004 as a requirement for PKPU application and to find out whether the Bilyet Giro can be considered as a means of payment or as a guarantee of payment for the Management's services in a PKPU case. The research method used in this research is a qualitative research method, namely research that produces data that is descriptive and analytical. This research is included in normative legal research, where the author uses sources from primary, secondary, and tertiary legal materials. From this research it is known that Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations Process (UUK-PKPU) broadly defines debt, so that material compensation for the decision on Unlawful Acts (PMH) which has permanent legal force (in kracht) can be said to be debt as a requirement for PKPU application. In addition, it is also known that Bilyet Giro can be considered as a means of payment as well as a guarantee of payment for Management's compensation in a PKPU case if the issuance, appointment and processing are in accordance with the prevailing laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Muhammad Ilham Wildatama Wardhana
"Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Pengesahan Akta Rencana Perdamaian merupakan langkah hukum yang dilakukan oleh Debitur untuk melindungi perusahaanya dari semua keputusan pailit. Kepailitan berdampak buruk bagi banyak pihak, termasuk karyawan yang berisiko kehilangan pekerjaan karena PHK massal untuk menekan biaya produksi dan perusahaan yang berisiko tidak menghasilkan produk. Oleh karena itu, cara untuk menghindari kepailitan dengan diberlakukan aturan tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang melahirkan suatu keputusan pengadilan yaitu Akta Rencana Perdamaian yang disetujui oleh Kreditur dan Debitur dengan tujuan merestrukturiasi semua utang-utang Debitur untuk dibayarkan di kemudian hari kepada Kreditur dan menghindari perusahaan Debitur dari keputusan pailit sehingga Debitur bisa menjalankan usahanya. Akta Perdamaian tersebut adalah sebuah produk putusan pengadilan yang kedudukannya setara dengan Undang Undang sehingga tidak dapat dilakukan perbuahan dan uapaya hukum dalam bentuk apapun.

The postponement of the obligation to pay debts and the ratification of the Peace Plan Deed is a legal step taken by the debtor to protect his company from all bankruptcy decisions. Bankruptcy is bad for many people, including employees who are at risk of losing their jobs due to mass layoffs to reduce production costs and companies who are at risk of not producing products. Therefore, the way to avoid bankruptcy is the enactment of regulations regarding Postponement of Debt Payment Obligations. The postponement of the obligation to pay debts resulted in a court decision, namely the Deed of Reconciliation Plan which was approved by the Creditors and Debtors with the aim of restructuring all debtors' debts to be visited at a later date to the creditors and avoiding the debtor's company from bankruptcy decisions so that the debtor could carry out development. The Peace Deed is a product of a court whose position is equal to the law so that no amendments and legal remedies can be carried out in any form"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>