Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200136 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gabrielle Jane
"Perkembangan dari produk rekayasa genetik ibarat dua sisi mata uang: ada potensi manfaat, ada juga potensi risiko. Kedua sisi ini sendiri masih sarat dengan ketidakpastian ilmiah. Oleh sebab itu, penting untuk menerapkan prinsip kehatihatian. Dalam Protokol Cartagena, salah satu instrumen yang digunakan untuk mendorong prinsip kehati-hatian adalah kajian risiko. Di Indonesia, instrumen ini digunakan untuk dasar pengambilan keputusan terkait pelepasan dan peredarannya. Agar dapat menjelaskan potensi, kemungkinan, dan konsekuensi dari pemanfaatan dan pelepasan produk rekayasa genetik, maka kajian risiko perlu menggunakan data yang bersifat langsung (direct) sehingga memenuhi posisi ‘risiko’ di kerangka kerja incertitude. Mengingat pentingnya kajian risiko dalam kerangka perizinan atas pelepasan dan/atau peredaran produk rekayasa genetik di Indonesia, maka tulisan ini menganalisis bagaimana penerapan peraturan mengenai produk rekayasa genetik, khususnya terkait kajian risiko terhadap keamanan lingkungan. Dengan menggunakan contoh dari hasil kajian risiko dari jagung event Bt11 dan GA21, tulisan ini juga membahas bagaimana implementasi kajian risiko di Indonesia. Lebih lanjut, tulisan ini juga menjelaskan kualitas dari implemetasi kajian risiko keduanya dengan menggunakan kerangka kerja incertitude. Penelitian ini menemukan kajian risiko sudah diatur dan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sayangnya, hasil kajian risiko yang dilakukan tidak menunjukkan posisi atau ranah risiko (risk). Di samping itu, regulasi yang berlaku belum cukup memadai untuk menjadi landasan terciptanya kajian risiko yang berkualitas. Oleh sebab itu, penting untuk menegakkan peraturan yang sudah berlaku, serta melihat alternatif instrumen pengambilan keputusan sesuai dengan posisi incertitude yang dihasilkan.

The development of genetically modified organisms brings both potential benefits and risks. This issue is still debatable because of the lack of scientific certainty. Therefore, the precautionary principle plays an important role. One of the instruments used to promote the precautionary principle is risk assessment. In Indonesia, this instrument is used as a basis for decision-making related to its release and/or distribution of genetically modified organisms. In order to explain the potential, likelihood, and outcome of the use and/or release of genetically modified organisms, a risk assessment needs to use direct evidence. Within the incertitude framework, this condition known as 'risk': the expected result that indicates a correct risk assessment. Given the importance of risk assessment for release and/or the distribution of genetically modified organisms in Indonesia, this thesis identifies the regulatory framework and the implementation of risk assessment's regulation, especially on environmental safety, using the RA results from GM Maize (Bt11 and GA21). Moreover, this thesis also examines the quality of both risk assessments quality using an incertitude framework. This research found that the risk assessment has been regulated and carried out based on the governing laws and regulations. Unfortunately, the results of the risk assessment carried out do not show a risk position. It is also concluded that the applicable governing regulations are insufficient as a basis to create a risk assessment. Therefore, it is important to strengthening the governing regulations. It is also suggested to look for more alternative decision-making instruments according to the incertitude position."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranggalawe Suryasaladin
"Perkembangan Bioteknologi, khususnya teknologi rekayasa genetika menyumbangkan berbagai manfaat bagi sektor pertanian dari pangan di dunia dalam dua dasawarsa terakhir ini. Rekayasa genetika dimanfaatkan untuk menciptakan keungugulan-keunggulan tertentu dari tanaman, maupun produk pangan, yang dinamakan Geneticaly Modified Organism (GMO) maupun produk-produk derivat dari GMO.
Salah satu komoditas hasil rekayasa genetik yang sering diperbincangkan adalah tanaman transgenik. Tanaman transgenik memilki berbagai keunggulan dari tanaman-tanaman konvensional karena kemampuan menghasilkan pertahanan terhadap hama dan tanaman secara mandiri, maupun keunggulan-kunggulan lain seperti kandungan nutrisi yang lebib banyak, mudah beradaptasi terhadap Iingkungan,dsb. Namun demikian kemanfaatan bioteknologi maupun GMO juga mendapatkan kritik dari berbagai pengamat lingkungan hidup, maupun pemrhati pembangunan ditingkat internasional. Hal ini dikarenakan terdapat kekhawatiran bahwa dibalik keuntungan GMO juga terkaandung resiko maupun dampak negatif bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup, serta dampak ekonomi bagi negara berkembang.
Dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati, yang disepakati di Rio de Janeiro tahun 1992, para peserta Konferensi Bumi menyepakati perlunya negara membuat aturan-aturan mengenai penanganan bioteknologi. Khusus mengenai masalah prasedur keamanan hayati dari pergerakan lintas batas dari GMO diatur secara khusus dalam sebuah kesepakatan bernama: Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity pada tahun 2000.
Indonesia merupakan negara penandatangan Konvensi Keanekaragaman Hayati, yang juga telah memiliki peraturan mengenai keamanan hayati dan keamanan pangan produk rekayasa genetik di tingkat kementrian (peraturan menteri). Namun demikian ketika masyarakat menggugat keputusan dari Menteri Pertanian untuk melepas varietas kapas transgenik, ditemukan berbagai permasalahan hukum yang membuat permasalahan bioteknologi semakin meruncing. Peraturan tersebut tidak memadai untuk memberikan ruang bagi pembuat kebijakan maupun masyarakat dalam menilai kemanan hayati produk transgenik dan bioteknologi, maupun dampak bagi lingkungan hidup dan pembangunan di Indonesia. Kepentingan tersebut perlu dijembatnidengan peratifikasian Cartagena Protokol, dan adanya Undang-Undang Kemanan Hayati Bagi Produk Bioteknologi/Rekayasa Genetik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T18223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
B. Anggia Maria R.
"Dalam perdagangan GMO produk bioteknologi antar negara, pengaturan serta regulasi mengenai GMO sering berbenturan dengan pengaturan serta regulasi mengenai perdagangan internasional, karena masalah klasik yang telah ada sejak dahulu kala, yaitu kepentingan ekonomi negara pengekspor dan kepentingan kelestarian lingkungan serta kesehatan konsumen negara pengimpor. Convention on Biological Diversity (CBD) dibuat sebagai panduan bagi negara-nagara di dunia untuk menjaga kelestarian serta keanekaragaman hayati, karena sekarang ini umumnya negara-negara di dunia sering merusak lingkungan serta ekosistem demi kepentingan industri, ekonomi dan perdagangan. Artikel 22 CBD mengatur mengenai hubungan antar CBD dengan perjanjian-perjanjian internasional lainnya. Dalam artikel ini disebutkan bahwa penerapan CBD dan perjanjian-perjanjian lain yang bernaung di bawahnya, termasuk di antaranya Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity (Cartagena Protocol) tidak boleh bertentangan dengan perjanjian-perjanjian yang telah ada sebelumnya. Kasus-kasus yang diajukan ke World Trade Organization (WTO) Dispute Settlement Body (DSB) menyebutkan bahwa langkah-langkah pengamanan yang dilakukan oleh negara-negara dalam hal persetujuan dan pemasaran produk-produk bioteknologi telah menyalahi dan melanggar kewajiban-kewajiban negara tersebut. berdasarkan ketentuan serta regulasi perdagangan internasional. Hal itu sangatlah tidak tepat sebab produk-produk GMO hasil bioteknologi masih sangat tidak stabil dan belum bisa dibuktikan secara ilmiah keamanannya. Oleh sebab itu, adalah kewajiban dari negara-negara untuk memberlakukan regulasi yang ketat atas produk-produk GMO hasil bioteknologi, untuk menjamin keamanan makanan, kesehatan manusia, Serta kelestarian lingkungan. Konsumen berhak untuk mengetahui bahwa produk yang dikonsumsi merupakan produk GMO, karena itulah para produsen GMO harus diwajibkan untuk melabel produk-produknya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17314
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisya Majory
"ABSTRAK
Tulisan ini menganalisis bagaimana peraturan perundang-undangan terkait lingkungan hidup di Indonesia dan di negara lain mengatur mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi dan pengurus korporasi. Di Indonesia, ketentuan dalam peraturan perundang-undangan serta putusan pengadilan masih kerap gagal dalam membedakan pertanggungjawaban pidana untuk korporasi dan pengurus korporasi. Dalam praktiknya, pengurus korporasi dapat dipidana atas tindakan korporasi tanpa dibuktikan adanya kesalahan dan bahkan tanpa dijadikan terdakwa terlebih dahulu. Padahal, terdapat teori yang berbeda untuk membebankan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi dengan pengurus korporasi. Mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan putusan Australia dan Inggris serta teori-teori pertanggungjawaban pidana, tulisan ini mengkritik peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan Indonesia terutama dalam lingkup pencemaran dan perusakan lingkungan. Seharusnya pengurus korporasi hanya dapat dipidana apabila terlibat dalam pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh korporasi, dan bukan semata-mata karena jabatannya sebagai direktur dalam korporasi. Tulisan ini menyarankan diperjelasnya ketentuan pertanggungjawaban pidana korporasi dan pengurus korporasi terutama terkait dengan lingkungan hidup.

ABSTRACT
This thesis analyses how environmental regulations in Indonesia and other States respectively regulate corporate criminal liability and director 39 s criminal liability. Indonesian regulations and courts often fail to distinguish between corporate criminal liability and director 39 s criminal liability. In practice, director 39 s may be held guilty without being at fault or even without being made a defendant for a corporate crime. Based on Australian and English regulations and courts decisions as well as theories on criminal liability, this writing criticizes Indonesian regulation and court decisions especially with regards to environmental pollution. A director should only be convicted if the director is involved in the environmental pollution done by the corporation, and not merely because of his or her position as the director of the corporation. This writing provides a recommendation in light of the uncertainty surrounding corporate criminal liability and director 39 s criminal liability especially in the context of environmental law in the hope to provide clarity on the matter. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachelya Olivya Kartika
"Risiko Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) merupakan hal penting yang perlu dikendalikan, khususnya pada laboratorium. Kecelakaan kerja harus diminimalisir agar aktivitas laboratorium dapat terus dilaksanakan. Tujuan dari penelitian ini adalah dapat mengidentifikasi karakteristik bahan baku yang digunakan di Laboratorium TPL FTUI dan menganalisis potensi bahaya dan risiko berdasarkan jenis aspek risiko atau jenis kegiatan yang dilakukan di Laboratorium TPL FTUI. Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, evaluasi risiko lingkungan kerja dapat ditinjau dari berbagai aspek, yaitu aspek fisika, kimia, biologi, ergonomi dan psikologi. Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan metode sampling, observasi langsung, wawancara, dan survei kuisioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek fisika memperoleh angka 52,8 dB yang masih memenuhi standar untuk faktor kebisingan, dan 38,2 lux yang tidak memenuhi standar faktor pencahayaan. Untuk aspek biologi ditinjau masih aman dalam hal kualitas udara, namun tidak untuk faktor kelembaban. Pada aspek kimia dapat diketahui bahwa seluruh bahan kimia yang digunakan memiliki karakteristik bahaya dengan angka risiko yang tinggi. Sedangkan pada aspek ergonomi terdapat 8 dari 10 fasilitas telah memenuhi syarat ergonomi dan aspek psikologi diperoleh angka stres kerja laboran pada kategori rendah hingga sedang. Hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko menunjukkan kategori risiko II dan III dari setiap jenis pengujian yang terpilih. Upaya pengendalian dan program K3L perlu ditingkatkan agar bahaya dan risiko dapat dikelola.

Occupational Health and Environmental Safety risk is an important things that needs to be controlled, especially in the laboratory. Work accidents must me minimized so that laboratory activities can continue to be carried out. The aim of this study was to identify the characteristics of the raw materials used in the TPL FTUI Laboratory and analyze the potential hazards and risks based on the type of risk aspects or the type of activity carried out in the TPL FTUI Laboratory. Based on Ministerial Regulation Number 5 of 2018, evaluation of work environment risks can be viewed from various aspects, namely aspects of physics, chemistry, biology, ergonomics and psychology. This research was a quantitative and qualitative study with sampling methods, direct observation, interviews, and questionnare surveys.
The results show that the physical aspect obtained a figure of 52.8 dB which still meets the standard for the noise factor, and 38.2 lux which does not meet the standard for the lighting factor. For the biological aspect, it is considered safe in terms of air quality, but not for the humidity factor. In the chemical aspect, it can be seen that all chemicals used have hazard characteristics with a high risk rate. While in the aspect of ergonomics, there are 8 out of 10 facilities that have met the requirements of ergonomics and from the psychological aspect, the number of laboratory work stress is in the low to medium category. The results of hazard identification and risk assessment indicate risk categories II and III for each type of test selected. OHSE control efforts and programs need to be improved so that hazzards and risks can be managed.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Providing sufficient food at an affordable price is an important problem for the developing countries,including Indonesia. Lack of food cpould results nto a social,economic and political instability of the country and finally causes the fall of the government.....
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sisie Andrisa Macallo
"Perbuatan Melawan Hukum merupakan suatu perbuatan yang menimbulkan kerugian kepada pihak lain, dan mewajibkan kepada orang yang menimbulkan kerugian tersebut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, dengan memberikan kompensasi ganti kerugian kepada pihak yang dirugikannya. Pertanggungjawaban perdata merupakan lapis pertama yang bekerja apabila timbul kerugian, dan pihak yang dirugikan dapat menuntut kompensasi tetapi tentu saja terlebih dahulu harus dapat membuktikan hubungan kausalitas antara kerugian yang diderita dan perbuatan yang menyebabkan kerugian tersebut.ini disebut pertanggungjawaban dengan kesalahan.
Pada sistem Common Law (tort) terdapat suatu pertanggungjawaban dimana pihak yang dirugikan tidak perlu membuktikan unsur kesalahan tetapi tetap dapat menuntut ganti kerugian, dan ini disebut dengan Strict Liability atau Liability without fault, dimana pada rejim Strict Liability ini seseorang dapat dipersalahkan walaupun pihak yang dituntut telah melakukan prinsip kehati-hatian, apabila tergugat dapat membuktikan hubungan kausalitas antara kerugian yang timbul dengan perbuatan yang menimbulkan kerugian. Demikian juga pada penggunaan Teknologi rekayasa genetika yang banyak dipergunakan dewasa ini, yang adakalanya menimbulkan kerugian dan apabila timbul kerugian maka pihak yang dirugikan dapat meminta kompensasi atas kerugian yang ditimbulkan akibat penggunaan teknologi rekayasa genetika.
Unlawful act is an act that causes harm to other parties, and oblige the person who caused the damages for his actions, by providing compensation for damages to the aggrieved party. Civil Liability is the first layer that works when incurred losses, and the injured party may sue for compensation but of course it must first be able to prove the causal between the losses suffered and the actions that cause harm called liabililty based on fault.
In the Common Law system (tort) liability where there is an injured party or plainttiffs no need to prove the the defendants? fault but still have to prove that the damaging activity is abnormally dangerous , and is called Strict Liability or Liability without fault, where the regime of Strict Liability is someone to blame even though the required has been committed to the precautionary principles, if the defendant can prove the causal between the losses incurred by actions that cause harm. Likewise, the use of genetically modified organisms which widely used today, which sometimes lead to losses and losses incurred when the injured party may seek compensation for losses incurred through the use of genetically modified organisms.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S407
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Nurchahyono Budi Kurniawan
"Rumah sakit di lingkungan Kementerian Pertahanan (Kemhan) menjadi salah satu elemen penting. Kesiapan Rumah Sakit di lingkungan Kementerian Pertahanan harus senantiasa diperhatikan, ditingkatkan dan dimutakhirkan untuk mampu merespon dinamika yang semakin berkembang. Ini selaras dengan kebijakan rencana pembangunan negara dalam konteks perkuatan ketahanan ekonomi, pengurangan kesenjangan, peningkatan sumber daya manusia dan daya saingnya, pengembangan pelayanan dasar, meningkatkan ketahanan bencana dan memperkuat stabilitas politik, hukum, pertahanan dan keamanan. Pandemi Covid-19 telah memicu berbagai perubahan di sektor kesehatan secara global. Indonesia pun dituntut untuk mampu beradaptasi sehingga kemandirian dan ketahanan sektor kesehatan dapat meningkat. pandemi Covid-19 ini juga menjadi pemantik bagi seluruh sektor untuk meningkatkan kemampuan ketahanan kesehatan bangsa Indonesia. Dihadapkan dengan tantangan ke depan yang ada maka diperlukan sebuah rumah sakit yang dapat mengantisipasi kemungkinan terjadinya pandemi serupa di masa yang akan datang. Oleh sebab itu untuk menjawab tantangan tersebut diperlukan pengembangan rumah sakit yang ada. Aspek Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) pada pelaksanaan pembangunan gedung Rumah Sakit dr. Suyoto tahap 1 di Kementerian Pertahanan RI merupakan hal yang sangat penting. Waktu pelaksanaan pekerjaan harus sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan oleh sebab itu untuk mendukung hal tersebut maka penerapan beberapa program K3L merupakan hal yang mutlak dilakukan. Tentunya pelaksanaan pembangunannya menerapkan Aspek Kode Etik Insinyur dan Profesionalisme dalam rangka membuat suatu pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik dan bertanggung jawab serta berpijak pada prinsip-prinsip perilaku etis dan standar integritas tertinggi.

Hospitals within the Ministry of Defense (Kemhan) are one of the essential elements. Hospital readiness within the Ministry of Defense must always be considered, improved, and updated to respond to the growing dynamics. It aligns with the country's development plan policy to strengthen economic resilience, reduce inequality, increase human resources and competitiveness, develop essential services, increase disaster resilience, and enhance political, legal, defense, and security stability. The Covid-19 pandemic has triggered various changes in the health sector globally. Indonesia is also required to adapt so that the independence and resilience of the health sector can increase. The Covid-19 pandemic is also a trigger for all sectors to improve the health security capabilities of the Indonesian nation. Faced with the challenges ahead, it needs a hospital that can anticipate the possibility of a similar pandemic occurring in the future. In implementing the construction of the Hospital building dr. Suyoto Phase 1 at the Indonesian Ministry of Defense aspects of Health, Safety and Environmental (HSE) is essential. The time of implementation of the work must be following a predetermined schedule. Therefore, implementing several HSE programs is an absolute must to support this. Of course, the performance of its development applies aspects of the Engineer's Code of Ethics and Professionalism to do a job that can be carried out responsibly and adequately and is based on the principles of ethical behavior and integrity standards highest. Therefore, to answer these challenges, it is necessary to develop existing hospitals."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>