Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153224 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oke Dimas Asmara
"Latar Belakang: Gagal napas akut merupakan kondisi mengancam nyawa dan penyebab kondisi ini seperti pneumonia dan edema paru harus segera diketahui sehingga terapi yang sesuai dapat dilakukan. Berbagai panduan klinik untuk kasus gagal napas akut tidak menempatkan USG paru sebagai salah satu modalitas diagnostik. Meta-analisis ini dibuat dengan tujuan mengetahui akurasi USG paru dengan protokol BLUE dalam mendiagnosis penyebab gagal napas akut.
Metodologi: Pencarian secara sistematik dilakukan pada studi potong lintang yang membandingkan akurasi diagnosis protokol BLUE dengan pemeriksaan baku emas untuk setiap diagnosis penyebab gagal napas. Pencarian studi dilakukan dari enam database online yaitu Pubmed/MEDLINE, Embase, Cochrane Central, Scopus, Ebscohost/CINAHL dan Proquest dan sumber gray literature lain pada tanggal 6- 7 September 2020. Penulis melakukan ekstraksi data secara manual dari studi yang memenuhi eligibilitas dan melakukan analisis untuk mendapatkan data gabungan dari sensitivitas, spesifisitas, likelihood ratio dan diagnostic odds ratio.
Hasil: 509 artikel didapatkan dari pencarian studi dengan total akhir 4 artikel yang memenuhi kriteria eligibilitas dan dapat dilakukan meta-analisis. Tidak ada risiko bias yang serius pada 4 studi ini berdasarkan penilaian risiko bias QUADAS-2. Keempat artikel ini mempunyai jumlah total sampel sebesar 770 individu. Dari 4 studi tersebut, 3 studi melakukan penelitiannya di ICU dan 1 studi di IGD. Sebagian besar studi menggunakan operator yang bersertifikasi dan mempunyai pengalaman cukup, sedangkan 1 studi menggunakan operator yang baru diberikan pelatihan. Sensitivitas, spesifisitas, LR+, LR-, DOR protokol BLUE dalam mendiagnosis pneumonia adalah 84% (95% CI, 76-89%), 98% (95% CI, 93-99%), 42 (95% CI, 12-147), 0.12 (95% CI, 0.07-0.2) dan 252 (95% CI, 81-788) secara berurutan. Sensitivitas, spesifisitas, LR+, LR-, DOR protokol BLUE dalam mendiagnosis edema paru adalah 89% (95% CI, 81-93%), 94% (95% CI, 89-96%), 14 (95% CI, 8-25), 0.165 (95% CI, 0.11-0.24) dan 116 (95% CI, 42-320) secara berurutan.
Kesimpulan: Hasil meta-analisis ini menunjukan bahwa protokol BLUE mempunyai sensitivitias dan spesifisitas yang tinggi dalam mendiagnosis pneumonia dan edema paru pada pasien gagal napas akut. Penulis merekomendasikan penggunaan protokol BLUE pada setiap pasien dengan gagal napas akut.

Background: Acute respiratory failure (ARF) is a life-threatening condition. ARF can be caused by variety of pathological conditions such as pneumonia or pulmonary oedema and knowing the etiology of ARF is a vital component in managing ARF. Bedside lung ultrasound in Emergency (BLUE) protocol rarely used for assessing lung pathologies despite multiple studies have shown its reliable performance.
Methods: We conduct meta-analysis to compare diagnostic accuracy of BLUE protocol with gold standard for each diagnosis. Systematic search was done in 6 databases (Pubmed/MEDLINE, Embase, Cochrane Central, Scopus, Ebscohost/CINAHL dan Proquest) and multiple gray-literature sources for crosssectional studies that fulfill eligibility criteria. We manually extracted the data from eligibile studies and calculated pooled sensitivity, pooled specificity, likelihood ratio and diagnostic odds ratio. We follow PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic reviews and Meta-Analyses) guideline throughout these processes.
Results: Four studies, from total 509 articles collected, containing 770 subjects were included in this meta-analysis. Pooled sensitivity, pooled specificity, LR+, LR-, DOR of BLUE protocol in diagnosing pneumonia were 84% (95% CI, 76- 89%), 98% (95% CI, 93-99%), 42 (95% CI, 12-147), 0.12 (95% CI, 0.07-0.2) and 252 (95% CI, 81-788), respectively. Pooled sensitivity, pooled specificity, LR+, LR-, DOR of BLUE protocol in diagnosing pulmonary oedema were 89% (95% CI, 81-93%), 94% (95% CI, 89-96%), 14 (95% CI, 8-25), 0.165 (95% CI, 0.11-0.24) and 116 (95% CI, 42-320), respectively.
Conclusions: BLUE protocol has good diagnostic accuracy to diagnose pneumonia and pulmonary oedema. We recommend implementing BLUE protocol as a tool in evaluating cause of ARF.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riana Agustin
"Latar Belakang: Gagal napas merupakan salah satu komplikasi terbanyak pada COVID-19 dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Pasien yang datang ke IGD dengan tanda gawat napas apabila tidak diberikan tatalaksana yang tepat dapat jatuh pada kondisi gagal napas. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor risiko gagal napas pasien probable dan konfirmasi COVID-19 dengan gawat napas di IGD.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif terhadap pasien gawat napas yang datang ke IGD RSUP Persahabatan. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling mulai 1 September 2020 - 31 Oktober 2020. Dilakukan pemeriksaan kesadaran, status respirasi (frekuensi napas, saturasi oksigen), status kardiovaskular (mean arterial pressure, frekuensi nadi) dan penggunaan otot bantu napas kemudian dilakukan observasi apakah terjadi gagal napas dalam 14 hari perawatan. Nilai potong faktor klinis gawat napas ditentukan dengan kurva area under curve (AUC) kemudian dilakukan analisis sensitifitas dan spesifisitas. Kurva receiver operating characteristic (ROC) digunakan untuk memprediksi faktor risiko gagal napas. Analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik untuk menilai hubungan faktor klinis gawat napas dengan gagal napas. Nilai p<0.05 dianggap bermakna secara statistik.
Hasil: Dari 158 pasien probable dan konfirmasi COVID-19 dengan gawat napas, didapatkan 47(29.7%) pasien gagal napas dalam observasi 14 hari perawatan. Seluruh pasien datang dengan kesadaran penuh Glasgow Coma Scale 15, median frekuensi napas 22x/menit (17-30) dengan nilai potong 20x/menit, pasien dengan frekuensi napas >20x/menit memiliki OR 1,3 (1,08-1,54 IK95%, nilai p <0,01), median frekuensi nadi 89x/menit (60-136) dengan nilai potong 90x/menit, pasien dengan frekuensi nadi >90x/menit memiliki OR 1,04 (1,01-1,06 IK95%, nilai p 0,02), median mean arterial pressure 93 (71-97) dengan nilai potong 74 mmHg, median saturasi oksigen 98% (91-100) dengan nilai potong 91% dan penggunaan otot bantu napas memiliki OR 0,53 (0,04-6,32 IK 95%, nilai p 0,62).
Kesimpulan: Pasien gawat napas yang datang ke IGD dengan frekuensi pernapasan >20x/menit dan atau dengan frekuensi nadi >90x/menit memiliki risiko gagal napas.

Background: Respiratory failure is one of complication in COVID-19, leading to mortality and morbidity. Patient who come to emergency department if didn’t give early treatment they could fall into respiratory failure. The purpose of this study was to evaluate risk factors of respiratory failure in probable and confirmed COVID-19 patients with respiratory distress at emergency department.
Method: This is prospective cohort study based on patient with respiratory distress who come to emergency departement of Persahabatan Hospital Jakarta. Sampling was done by consecutive sampling in the period September 2020 until Oktober 2020. We measured clinical factor of respiratory distress that are consciousness, respiratory status (respiratory rate, oxygen saturation), cardiovascular status (mean arterial pressure, heart rate) and accessory muscle use in admission then observed if respiratory failure occur during 14 days. Clinical factors cut-off determine with area under curve (AUC) curve then test the sensitifity and specificity. Receiver operating characteristic (ROC) curve used to predict risk factors of respiratory failure. Multivariate analysis used to search relationship between clinical factors of respiratory distress with occurrence of respiratory failure. P value <0.05 statistically significant.
Results: Of 158 probable and confirmed patients with respiratory distress, there are 47 (27%) prevalence of respiratory failure in 14 days observation. Whole patient came with unconsciousness Glasgow Coma Scale 15, median of respiratory rate 22x/minute (17-30) by cut-off 20x/minute, patient with respiratory rate >20x/minute have OR 1.3 (1.08-1.54 IC95%, p<0.01), median of heart rate 89x/minute (60-136) by cut-off 90x/minute, patient with heart rate >90x/minute have OR 1.04 (1.01-1.06 IC95%, p 0.02), median of mean arterial pressure 93 (71-97) by cut-off 74 mmHg, median of oxygen saturation 98% (91-100) by cut–off 91%, accessory muscle use have OR 0.53 (0.04-6.32 IC95%, p 0.62).
Conclusion: Patient with respiratory distress who come to emergency department with respiratory rate >20x/minute and or heart rate >90x/minute have a risk of respiratory failure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amiruddin L.
"ABSTRAK
Latar Belakang. Infeksi respiratori akut IRA merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak terutama balita di negara bekembang.Bronkiolitis dan pneumonia merupakan IRA yang paling sering menyebabkan kematian.Seng zinc berperan utama pada system imunitas tubuh manusia, baik imunitas non-spesifik maupun spesifik, serta selular dan humoral.Dengan demikian, pemberian suplementasi seng sebagai pencegahan profilaksis diperkirakan dapat menurunkan insidens, frekuensi episode dan durasi episode IRA pada anak. Tujuan. Mengetahui peranan pemberian seng profilaksis terhadap insidens, frekuensi episode, durasi lama episode dan rerata durasi episode IRA pada balita. Metode. Dilakukan penelitian uji klinis acak terkontrol randomized controlled trial = RCT , dengan acak tersamar ganda double blind randomized kepada 160 orang balita dari Desember 2016 hingga April 2017 di Rumah Sakit Dr. WahidinSudirohusodo, Makassar, Sulawesi Selatan. Subyek terbagi atas 2 kelompok, yaitu kelompok seng dan plasebo, dengan subyek pada kelompok seng diberikan suplemen seng 10 mg/hari selama 2 minggu, kemudian di pantau tanda dan atau gejala IRA selama 4 bulan. Hasil. Sebanyak 160 orang subyek berpartisipasi dalam penelitian ini, terbagi dalam kelompok seng 79 subyek 49.4 dan plasebo 81 subyek 50.6 . Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada insidens IRA antara kelompok seng dengan plasebo, 38.8 vs 44.4 . p= 0.406 , demikian juga pada frekuensi episode IRA tidak terdapat perbedaan bermakna yaitu rerata 1.20 kali episode pada kelompok seng, dan rerata 1.19 kali episode pada kelompok plasebo. Pemberian seng secara bermakna berhubungan dengan rerata durasi episode IRA pada kelompok seng dan plasebo 5,28 hari vs 6,28 hari, p= 0.05 . Pemberian seng berhubungan bermakna dengan durasi IRA kurang dari 5 hari yaitu 63.3 pada kelompok seng dan 38.9 pada kelompok plasebo. p= 0.04 . Kesimpulan. Suplemen seng secara bermakna berhubungan dengan durasi lama episode dan rerata episode IRA yang lebih singkat, namun tidak berhubungan dengan insidens dan frekuensi episode IRA ABSTRACT Background. Acute respiratory infection ARI is a major cause of morbidity and mortality in children, particularly under 5 years old, in developing countries. Bronchiolitis and pneumonia are the most common cause of death.Zinc has a major role in the human immune system, both in non specific and specific immunities, cellular and humoral immunity.Administration of zinc as prophylacticmay decrease incidence, episode frequency, duration and average durationof ARI in children.Objectives. To determine the role of prophylactic zinc for incidence, episode frequency, duration and average duration episodes of ARI in children under 5 years old. Methods. A randomized controlled trial RCT , double blind randomizedstudy was performed in 160 infants, from December 2016 to April 2017 in Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital. Makassar, South Sulawesi. Subject ware classified into two groups, zinc group and placebo group.In zinc group, subjects were given 10 mg day zinc for 2 weeks then being followed up forsign and symptoms of ARI for four mounts. Results. One hundred and sixty infants participatedin the study and were divided into zinc group 79 subjects and placebogroup 81 subjects . There was no statistically significant difference in incidence of ARI between both groups. 38.8 in zinc group and 44.4 in placebo group , p 0.406 . Therewas also no significant difference in frequencyepisodes of ARI between both groups 1.2 episodes inzinc group and 1.19 episodes in placebo group . While, average of durationofARI, in zinc and placebo group was statistically significant5,28 and 6,28 day,respectively. p 0.05 . Administration of zinc was also significantly related to shorter duration of ARI less than 5 days 63.3 in zinc group and 38.9 in placebo group , p 0.04 .Conclusion. Zinc as prophylactic is significantly correlated duration and averageduration of ARI. On the other hand, no signification correlation is found between zinc prophylactic and incidence and frequency episode of ARI also frequency episodes. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu sindroma dimana gejalanya sangat mudah
diketahui, tetapi memerlukan ketelitian dalam menentukan penyebabnya. Pemahaman
yang tidak memadai tentang patofisiologi GGA akan menemui kesulitan dalam memberi
asuhan keperawatannya
Definisi GGA adalah menurunnya fungsi ginjal yang bersifat reversibel sebagai akibat
menumpuknya zat-zat nitrogen yang mezgupakan hasil akhir metabolisme, dengan atau
tanpa oliguria. Sebelum dibahas tentang penyebab faktor-faktor GGA, perlu diulang
secara umum tentang Anatomi dan Fisiologi sistem kemih."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 1998
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dhian Luluh Rohmawati
"Karya ilmiah akhir merupakan laporan akhir praktik residensi keperawatan medikal bedah yang terdiri dari pengelolaan kasus gangguan sistem perkemihan dengan pendekatan teori adaptasi Roy, penerapan evidence based nursing berupa masase intradialisis untuk mengurangi kram otot pada pasien hemodialisis dan melakukan proyek inovasi kelompok berupa edukasi penanganan komplikasi akut menggunakan metode audiovisual pada pasien hemodialisis. Pendekatan teori Adaptasi Roy bertujuan agar pasien dapat menemukan cara untuk beradaptasi terhadap keterbatasan penyakit sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Masase intradialisis yang dilakukan saat pasien menjalani HD efektif dalam mengurangi kram otot pada pasien hemodialisis, caranya mudah diaplikasikan dan tidak ada efek samping sehingga dapat diaplikasikan perawat sebagai intervensi manajemen nonfarmakologis kram otot. Edukasi audiovisual tentang cara penanganan komplikasi akut hemodialisis dapat meningkatkan pengetahuan pasien dan juga membantu perawat dalam memberikan edukasi pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis.

This paper was an analysis report of residency medical surgical nursing practice consisted of case management of urinary system disorder with Roy's adaptation theory approach, application of evidence based nursing about intradialytic massage to reduce muscle cramps in hemodialysis patient, innovation projects of education to handle acute complication by using audiovisual methods for hemodialysis patients. The purpose of Roy's adaptation theory approach was to allow patients to cope with the limitations of illness and they could improved their quality of life. Intradialytic massage was effective to reduce muscle cramps in hemodialysis patients and easy to apply without side effects. Therefore it can be applied by nurses as nonpharmacologic intervention to reduce muscle cramps. Audiovisual education was performed to treat acute complication in hemodialysis patient by improving the patient's knowledge and motivating the nurse to provide education for patients undergoing hemodialysis therapy."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Haidar Hanun
"ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak balita di seluruh dunia, khususnya di negara berkembang. Di Kelurahan Sukamaju Baru, kasus ISPA balita menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, dengan puncak kasus terjadi pada tahun 2022 yaitu sebanyak 5.135 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Sukamaju Baru pada tahun 2024. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol dengan total sampel sebanyak 140, yang terdiri atas 70 kelompok kasus dan 70 kelompok kontrol. Kelompok kasus adalah balita yang didiagnosa ISPA oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Sukamaju Baru, sedangkan kelompok kontrol adalah balita yang tidak didiagnosa ISPA dan tinggal di wilayah RW yang sama dengan kelompok kasus. Analisis data mencakup analisis bivariat menggunakan uji Chi-square dan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda berbasis model determinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 15 variabel yang diteliti, ditemukan 8 variabel yang memiliki hubungan dengan kejadian ISPA pada balita yaitu variabel status imunisasi (OR = 2,20), pengetahuan (OR = 2,39), kebiasaan membakar sampah (OR = 0,35), jenis dinding (OR = 2,36), luas ventilasi kamar (OR = 2,71), kepadatan hunian (OR = 2,48), kelembapan (OR = 3,27) dan pencahayaan alami (OR = 2,14), serta ditemukan variabel luas ventilasi kamar menjadi variabel dominan yang paling berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita. Penelitian ini mengungkap bahwa sebagian besar faktor risiko ISPA pada balita di Kelurahan Sukamaju Baru berasal dari faktor lingkungan fisik rumah. Oleh karena itu, diperlukan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan cakupan rumah sehat di wilayah ini, dengan fokus utama berupa penambahan luas ventilasi.

Acute Respiratory Infections (ARI) are a leading cause of morbidity and mortality among children under five worldwide, particularly in developing countries. In Sukamaju Baru Village, ARI cases among children under five have shown an increasing trend in recent years, peaking in 2022 with 5,135 cases. This study aims to identify the most influential factors associated with ARI incidence among children under five in Sukamaju Baru Village in 2024. This research employs a case-control study design with a total sample of 140, consisting of 70 cases and 70 controls. The case group comprises children under five diagnosed with ARI by healthcare workers at the Sukamaju Baru Public Health Center, while the control group includes children under five who were not diagnosed with ARI and resided in the same neighborhood unit (RW) as the case group. Data analysis includes bivariate analysis using the Chi-square test and multivariate analysis using a multiple logistic regression model based on determinant factors. The results of this study indicate that out of 15 variables examined, 8 were found to be significantly associated with ARI incidence among children under five. These variables include immunization status (OR = 2.20), maternal knowledge (OR = 2.39), waste-burning habits (OR = 0.35), wall type (OR = 2.36), bedroom ventilation area (OR = 2.71), household density (OR = 2.48), humidity (OR = 3.27), and natural lighting (OR = 2.14). Among these, the bedroom ventilation area was identified as the most dominant factor influencing ARI incidence. This study highlights that most ARI risk factors for children under five in Sukamaju Baru Village are related to the physical environment of the home. Therefore, further efforts are needed to improve the prevalence of healthy homes in the area, with a primary focus on increasing ventilation area."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Haidar Hanun
"ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak balita di seluruh dunia, khususnya di negara berkembang. Di Kelurahan Sukamaju Baru, kasus ISPA balita menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, dengan puncak kasus terjadi pada tahun 2022 yaitu sebanyak 5.135 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Sukamaju Baru pada tahun 2024. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol dengan total sampel sebanyak 140, yang terdiri atas 70 kelompok kasus dan 70 kelompok kontrol. Kelompok kasus adalah balita yang didiagnosa ISPA oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Sukamaju Baru, sedangkan kelompok kontrol adalah balita yang tidak didiagnosa ISPA dan tinggal di wilayah RW yang sama dengan kelompok kasus. Analisis data mencakup analisis bivariat menggunakan uji Chi-square dan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda berbasis model determinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 15 variabel yang diteliti, ditemukan 8 variabel yang memiliki hubungan dengan kejadian ISPA pada balita yaitu variabel status imunisasi (OR = 2,20), pengetahuan (OR = 2,39), kebiasaan membakar sampah (OR = 0,35), jenis dinding (OR = 2,36), luas ventilasi kamar (OR = 2,71), kepadatan hunian (OR = 2,48), kelembapan (OR = 3,27) dan pencahayaan alami (OR = 2,14), serta ditemukan variabel luas ventilasi kamar menjadi variabel dominan yang paling berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita. Penelitian ini mengungkap bahwa sebagian besar faktor risiko ISPA pada balita di Kelurahan Sukamaju Baru berasal dari faktor lingkungan fisik rumah. Oleh karena itu, diperlukan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan cakupan rumah sehat di wilayah ini, dengan fokus utama berupa penambahan luas ventilasi.

Acute Respiratory Infections (ARI) are a leading cause of morbidity and mortality among children under five worldwide, particularly in developing countries. In Sukamaju Baru Village, ARI cases among children under five have shown an increasing trend in recent years, peaking in 2022 with 5,135 cases. This study aims to identify the most influential factors associated with ARI incidence among children under five in Sukamaju Baru Village in 2024. This research employs a case-control study design with a total sample of 140, consisting of 70 cases and 70 controls. The case group comprises children under five diagnosed with ARI by healthcare workers at the Sukamaju Baru Public Health Center, while the control group includes children under five who were not diagnosed with ARI and resided in the same neighborhood unit (RW) as the case group. Data analysis includes bivariate analysis using the Chi-square test and multivariate analysis using a multiple logistic regression model based on determinant factors. The results of this study indicate that out of 15 variables examined, 8 were found to be significantly associated with ARI incidence among children under five. These variables include immunization status (OR = 2.20), maternal knowledge (OR = 2.39), waste-burning habits (OR = 0.35), wall type (OR = 2.36), bedroom ventilation area (OR = 2.71), household density (OR = 2.48), humidity (OR = 3.27), and natural lighting (OR = 2.14). Among these, the bedroom ventilation area was identified as the most dominant factor influencing ARI incidence. This study highlights that most ARI risk factors for children under five in Sukamaju Baru Village are related to the physical environment of the home. Therefore, further efforts are needed to improve the prevalence of healthy homes in the area, with a primary focus on increasing ventilation area."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamidah
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada pengalaman dan persepsi kualitas hidup pada pasien dengan
Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD). Disain kualitatif fenomenologi dipilih
untuk mendapatkan informasi yang individual dan mendalam. Tujuh orang partisipan
ditentukan dengan purposive sampling. Wawancara mendalam dilakukan menggunakan alat
perekam, panduan wawancara semiterstruktur, dan catatan lapangan. Pendekatan Colaizzi?s
Qualitative content analysis menghasilkan tema : Pengalaman ketidaknyamanan fisik dan
psikis saat menjalani Hemodialisis; Dukungan orang terdekat dan tenaga kesehatan dalam
menguatkan keyakinan membuat keputusan CAPD dan meningkatkan kemampuan selfcare;
Pertimbangan kenyamanan memilih CAPD; Mengalami komplikasi yang kemungkinan dapat
dicegah; Selfcare membutuhkan waktu; Adanya rentang konsep diri; Perasaan nyaman
dengan CAPD; Koping positif dalam menyikapi perubahan pola hidup; Keterbatasan di
pelayanan primer untuk CAPD dan Pengharapan untuk menjadi ?normal?. Pengalaman
partisipan merupakan suatu kontinum. Studi lanjutan diperlukan untuk melihat faktor
dominan yang mempengaruhi dalam pembuatan keputusan memilih modalitas CAPD

ABSTRACT
This study focuses on the experiences and perceptions of quality of life of patients with
Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD). A Phenomenological qualitative design
was chosen to obtain personal and in-depth information. Seven participants were determined
using purposive sampling technique. An In-depth semi-structured interviews were tape
recorded. Theme emerged from the Colaizzi?s qualitative content analysis : Experience of
physical and psychological discomfort while undergoing Hemodialysis; Supports from the
closest persons and health care professionals strengthen confidence on making CAPD
decisions and improves selfcare abilities; Convinience reason for choosing CAPD;
Experience preventable complications; Selfcare takes time process; Positive coping in
response to changes in lifestyle; Existence of a range of self-concept; More comfort on
CAPD; Limited service of CAPD in Primary Care; and Hoping of being 'normal'.
Participant?s experience and quality of life perception laid in a continum. Further study
related to dominan factors in choosing CAPD is recommended."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42422
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lindawaty
"Penyakit ISPA menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius dan selama tiga tahun berturut-turut menduduki urutan pertama dari sepuluh penyakit terbanyak di Kecamatan Mampang Prapatan. Jumlah balita sebanyak 10.376 balita, dengan jumlah kasus ISPA untuk bayi golongan umur <1 tahun sebanyak 37,94% (3.937 kasus) dan balita golongan umur 1-5 tahun sebanyak 82,61% (8.572 kasus).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan partikulat (PM10) udara rumah tinggal dengan ISPA pada balita di Kecamatan Mampang Prapatan. PM10 dalam rumah diukur di ruangan balita sering tidur dan dilakukan satu kali di setiap rumah responden. Rentang waktu penelitian antara bulan Nopember 2009 - Februari 2010.
Desain penelitian ini adalah kasus kontrol. Populasi adalah balita yang tinggal di Kecamatan Mampang Prapatan. Kasus adalah balita penderita baru ISPA berdasarkan diagnosa dokter di Klinik MTBS Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan, penyakit tersebut baru terdiagnosis pada bulan Nopember 2009 sampai dengan Februari 2010. Kontrol adalah balita yang tidak menderita ISPA, berjenis kelamin sama dan merupakan tetangga terdekat sampel kasus. Jumlah sampel seluruhnya 180 responden terdiri dari 90 kasus dan 90 kontrol.
Hasil analisis bivariat dengan derajat kepercayaan 95% menunjukkan 11 variabel yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita, yaitu PM10 dengan nilai p = 0,000 (5,73; 2,95-11,15), ventilasi p = 0,003 (3,08; 1,42-6,68), kelembaban p = 0,001 (2,99; 1,55-5,76), suhu p = 0,000 (31,00; 12,10-79,42), jenis lantai p = 0,032 (2,15; 1,02-4,56), lubang asap dapur p = 0,001 (3,66; 1,60-8,35), pencahayaan p = 0,000 (7,61; 3,87-14,95), jenis bahan bakar memasak p = 0,017 (8,68; 1,06-70,93), asap rokok p = 0,030 (2,04; 1,02-4,06), obat nyamuk bakar p = 0,007 (~), dan status gizi p = 0,000 (3,77; 1,75-8,12).
Disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara partikulat (PM10) udara rumah tinggal dengan kejadian ISPA (p<0,05) pada balita yang dipengaruhi oleh suhu dan pencahayaan. Kadar PM10 yang tidak memenuhi syarat (>70 µg/m3) mempunyai peluang untuk menjadi penyebab ISPA pada balita sebesar 5,23 kali dibandingkan dengan PM10 dalam rumah yang memenuhi syarat (<70 µg/m3) setelah dikontrol suhu dan pencahayaan. Disarankan agar masyarakat menggunakan ventilasi yang memenuhi syarat (≥10% luas lantai), agar partikulat (PM10), suhu dan pencahayaan ruang dalam rumah memenuhi persyaratan kesehatan dan merubah perilaku menutup ventilasi untuk meningkatkan aliran udara segar dari luar ke dalam rumah.

ARI disease has become a serious public health problem and for three consecutive years and ranked first of the ten most diseases in the District of Mampang Prapatan. This is proven by the number of 10 376 children under five, with the number of cases of infant respiratory infection for age groups <1 year were 37.94% (3937 cases) and children 1-5 years age group as much as 82.61% (8572 cases).
This study aims to determine the relationship particulate matter (PM10) air houses with ARI among children under five in sub Mampang Prapatan. PM10 is measured in a room where toddlers take place to sleep and is done once in each home respondents. The period research time was taken between November 2009 and February 2010.
This research design is case control. The population is consisted of children under five years-old who domicile in Mampang Prapatan District. The case is under five new patients with ARI based IMCI Clinical diagnosis of doctors at PHC Sub Mampang Prapatan, the disease newly diagnosed in November 2009 until February 2010. Controls are infants who do not suffer from ARI, same sex and is a nearest neighbor sample cases. The number of full sample of respondents consisted of 90 180 cases and 90 controls.
The results of bivariate analysis with a confidence level of 95% showed 11 variables associated with the occurrence of ARI in young children, namely PM10 with p = 0.000 (5.73, 2.95 to 11.15), ventilation, p = 0.003 (3.08; 1 0.42-6, 68), humidity p = 0.001 (2.99, 1.55 to 5.76), temperature p = 0.000 (31.00, 12.10 to 79.42), floor type p = 0.032 ( 2.15, 1.02 to 4.56), kitchen smoke hole p = 0.001 (3.66, 1.60 to 8.35), lighting p = 0.000 (7.61, 3.87 to 14.95) , type of cooking fuel p = 0.017 (8.68, 1.06 to 70.93), cigarette smoke p = 0.030 (2.04, 1.02 to 4.06), mosquito coil p = 0.007 (~) , and nutritional status p = 0.000 (3.77, 1.75 to 8.12).
Therefore, it is concluded that there is a relationship between particulate matter (PM10) air dwelling house with the incidence of ARI (p <0.05) in infants who are influenced by temperature and lighting. PM10 levels are not eligible (> 70 μg/m3) have the opportunity to be a cause of respiratory infection in infants by 5.23 times compared with PM10 in homes that meet the requirements (<70 μg/m3) after a controlled temperature and lighting. Finally, it is highly recommended that people should use a qualified ventilation (≥ 10% floor area), so that particulate matter (PM10), temperature and lighting in their homes fit the health requirements and changing behaviors to close vents to increase the flow of fresh air from outside into the house.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T31408
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>