Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146896 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Hasanah
"Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur bahwa hak cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Belum adanya pengaturan yang khusus mengatur mengenai pembebanan jaminan fidusia atas hak cipta menjadikan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menjadi tonggak utama pengaturan hak cipta sebagai objek jaminan fidusia. Dalam praktiknya penerapan hak cipta sebagai objek jaminan fidusia masih memiliki berbagai kendala khususnya dalam hal valuasi dan eksekusi. Kedua kendala ini menjadi salah satu penyebab hak cipta belum dapat dijadikan objek jaminan dalam lembaga perbankan di Indonesia. Oleh karenanya dalam penelitian ini akan digunakan metode penelitian yuridis normatif dalam bentuk perbandingan hukum dengan negara lain untuk dapat mengetahui bagaimana negara lain mengatur hak cipta sebagai objek jaminan. Dalam penulisan skripsi ini akan membandingkan dengan pengaturan valuasi dan eksekusi hak cipta sebagai objek jaminan dengan negara Thailand sebagai salah satu negara yang masuk dalam “Best Practices on Intellectual Property (IP) Valuation and Financing in APEC tahun 2018.” Setelah diurakan penerapan valuasi dan eksekusi hak cipta pada masing-masing negara, penulis melakukan perbandingan untuk menemukan persamaan dan perbedaan. Dari hasil perbandingan tersebut penulis berkesimpulan terdapat beberapa hal yang dapat diadopsi oleh Indonesia dari pengaturan valuasi dan eksekusi hak cipta di Thailand.

Article 16 paragraph (3) of Law No. 28 of 2014 about Copyright regulates that copyright can be used as an object of fiduciary security. The absence of any specific regulations regarding the imposition of fiduciary security on copyright makes Law No. 42 of 1999 about Fiduciary Security is the main regulation of copyright as an object of fiduciary security. In practice, the application of copyright as an object of fiduciary security still has various obstacles, especially in terms of valuation and execution. These two obstacles are the main reason that copyright cannot be used as an object of collateral in banking institutions in Indonesia. Therefore, this research will use normative juridical research methods in the form of legal comparisons with other countries to find out how other countries regulate copyright as an object of collateral. In writing this thesis, we will compare the valuation and execution settings of copyright as an object of guarantee with Thailand as one of the countries included in the “Best Practices on Intellectual Property (IP) Valuation and Financing in APEC in 2018.” After summarizing the application of valuation and copyright execution in each country, the authors conducted comparisons to find similarities and differences. From the results of this comparison, the authors conclude that there are several things that can be adopted by Indonesia from the valuation and execution of copyright law in Thailand."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parsaulian, Evi Linawaty
"Hak Cipta sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di negara-negara maju telah diperluas pemanfaatannya sebagai agunan untuk mendapatkan kredit atau pembiayaan dari lembaga keuangan. Permasalahan yang dihadapi di Indonesia adalah belum tersedianya suatu ketentuan tentang penggunaan Hak Cipta sebagai agunan dalam sistem penyaluran kredit perbankan serta belum tersedianya lembaga penilai yang memiliki kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap nilai ekonomi dari Hak Cipta.
Metode penelitian yang digunakan dalam rangka penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan analisis data kualitatif. Tujuan memanfaatkan HKI sebagai agunan kredit adalah untuk membantu Pencipta maupun UKM dalam memenuhi kebutuhan modal kerja dan memberikan perlindungan hukum bagi lembaga keuangan perbankan dalam menyalurkan kredit melalui Hak Cipta sebagai agunan.
Meskipun Hak Cipta dapat dimanfaatkan sebagai agunan kredit, namun demikian kedudukannya dalam perjanjian penjaminan adalah bersifat perjanjian tambahan melengkapi suatu perjanjian pokok kredit. Hak Cipta memiliki prospek untuk dijadikan agunan kredit, karena Hak Cipta memiliki nilai ekonomi dan dapat dialihkan baik seluruhnya maupun sebagaian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh oleh peraturan perundang-undangan. Selain itu, perjanjian penjaminan kredit, termasuk menggunakan Hak Cipta sebagai agunan pada umumnya diikat dengan akta notaris yang bersifat baku dan bersifat eksekutoral. Untuk lembaga jaminan yang paling memungkinkan dibebankan pada Hak Cipta sebagai obyek jaminan utang adalah lembaga Jaminan Fidusia mengingat pada jenis obyek jaminan yang berupa benda bergerak yang tidak berwujud dan mengenai penyerahan benda jaminan selama pembebanan fidusia bukan dilakukan kepada bendanya, tetapi kepada nilai ekonominya. Hak Cipta harus didaftarkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual agar dapat dijaminkan. Pendaftaran ini penting sebagai bukti bahwa pemberi fidusia adalah pemegang hak cipta dan pelaksanaan eksekusi terhadap nilai ekonomi Hak Cipta apabila wanprestasi dalam hal kredit macet melalui lembaga parate executie.

Copyright as a part of Intellectual Property Rights (IPRs) in developed countries have increased their use as collateral to obtain loans or financing from financial institutions. The problem faced in Indonesia is the unavailability of the provisions on the use of Copyright as collateral in loans, the banking system also yet the availability of appraisers that have the ability to provide assessment of the economic value of the Copyright.
The research methods used in the context of this research is normative legal research methods with qualitative data analysis. The purpose utilizes IPR as collateral loan is to assist author and UKM entrepreneurs in fulfill their working capital needs and provide legal protection for banking financial institutions in disbursing working capital loan through Copyright as a collateral. Although the Copyright can be used as loan collateral, but the position in the underwriting agreement to an additional agreement complements the primary credit agreement. Copyright has the prospect to be used on market prices, can be executed, can be transferred either wholly or partly by inheritance, grants, wills, written agreement or other causes that are justified by the law of rules.
In addition, the loan guarantee agreement, including the use of Copyright as collateral is generally associated with the raw action and executorial. To an institution the assurance that most allows charged on copyright as an object loan collateral is considering the fiduciary security on the type of an object the assurance that in the form of a moving object being intangible and on the surrender of security that copyright may be encumbered by fiduciary guarantee provided that the encumbrance be put nor over the copyrighted work, but on its economic value. In order to be secured under fiduciary claim, copyright must be registered with the Directorate General of Intellectual Property Rights. The registration is imperative as a proof that the fiduciary grantor is the holder of the copyright and the implementation of the execution of economic value copyright if breach of contract in terms of nonperforming loan through parate executie.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35122
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Wardana
"Pemerintah menaruh perhatian khusus dengan membentuk Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif (PP 24/2022). PP 24/2022 mengatur mengenai skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang menjadikan suatu hak kekayaan intelektual (HKI) sebagai jaminan atas kredit di lembaga bank/non-bank. Dalam PP 24/2022 salah satu bentuk jaminan atas HKI yang diatur adalah Jaminan Fidusia. Sebagai bentuk jaminan fidusia pada lembaga bank/non-bank, terdapat suatu potensi bahwa akan terjadi suatu kredit macet yang berujung pada perkara kepailitan. Sehingga tulisan ini membahas mengenai hak cipta sebagai jaminan fidusia dan teknis valuasi serta eksekusi atas jaminan tersebut apabila masuk dalam proses kepailitan. Metode yang digunakan adalah preskriptif analitis dengan memberikan analisis teknis valuasi dan eksekusi jaminan fidusia atas hak cipta sebagai jaminan utang dalam perkara kepailitan, serta merekomendasikan bagaimana seharusnya hal ini diatur dengan didukung wawancara dari profesi yang terkait dengan kepailitan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pengaturan hak cipta sebagai jaminan fidusia, valuasi dan eksekusi atas hak cipta, serta kepailitan diatur dalam KUHPerdata, UUHC, UUJF, dan PP 24/2022, UUK PKPU, PP 24/2022 dan beberapa peraturan lainnya. Selain itu, atas teknis valuasi dan eksekusi atas hak cipta masih belum terdapatnya kesatuan standarisasi yang berlaku di Indonesia.

The government has paid special attention by establishing Government Regulation Number 24 of 2022 concerning the Implementation Regulations of Law Number 24 of 2019 concerning the Creative Economy (PP 24/2022). PP 24/2022 regulates intellectual property-based financing schemes that make an intellectual property right (IPR) as collateral for credit at bank/non-bank institutions. In PP 24/2022, one of the forms of collateral for IPR that is regulated is Fiduciary Guarantee. As a form of fiduciary guarantee at bank/non-bank institutions, there is a potential that there will be a bad credit that leads to bankruptcy cases. So this paper discusses copyright as a fiduciary guarantee and technical valuation and execution of the guarantee if it enters the bankruptcy process. The method used is prescriptive analytical by providing a technical analysis of valuation and execution of fiduciary guarantees of copyright as debt collateral in bankruptcy cases, as well as recommending how this should be regulated with the support of interviews from professions related to bankruptcy. From the results of the research, it is found that the regulation of copyright as a fiduciary guarantee, valuation and execution of copyright, and bankruptcy are regulated in the Civil Code, UUHC, UUJF, and PP 24/2022, UUK PKPU, PP 24/2022 and several other regulations. In addition, on the technical valuation and execution of copyright there is still no unity of standardization applicable in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristian Takasdo
"UU Hak Cipta memberikan hak eksklusif kepada Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, namun ternyata hak eksklusif tersebut tidak sepenuhnya mutlak karena adanya konsep atau doktrin fair use yang memperkenankan tindakan-tindakan penggunaan tertentu yang dapat dilakukan oleh orang lain tanpa meminta persetujuan dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Namun, ternyata pengaturan serta praktik doktrin fair use berbeda-beda di tiap negara. Di Indonesia sendiri belum ada praktik pengadilan mengenai doktrin fair use ini, hanya ada pengaturannya saja di Pasal 15 UU Hak Cipta sehingga perlu penafsiran perbandingan untk menafsirkan penerapannya. Dalam Pasal 15 UU Hak Cipta diatur tujuh butir penggunaan yang diperbolehkan terhadap suatu Ciptaan, namun belum jelas apakah doktrin fair use dalam Pasal 15 UU Hak Cipta berlaku untuk semua ciptaan atau tidak.
Penelitian ini membahas perbandingan pengaturan doktrin fair use yang ada di Indonesia dengan pengaturan fair use di Amerika Serikat dan menasfirkan penerapan Pasal 15 UU Hak Cipta melalui perkara-perkara yang ada di Amerika Serikat untuk melihat kemungkinan penerapan Pasal 15 menggunakan pendekatan case law. Di akhir penelitian, Penulis berkesimpulan bahwa doktrin fair use hanya berlaku kepada ciptaan yang mendapatkan perlindungan hak cipta dan penerapan doktrin fair use dalam Pasal 15 UU Hak Cipta dimungkinkan menggunakan pendekatan case law seperti di Amerika Serikat sehingga memerlukan penafsiran hakim untuk menentukan adanya suatu penggunaan yang wajar.

Indonesian Copyright Law provides an Exclusive Rights to Authors or Copyright Owners to announce and reproduce the works, however the exclusive rights are not absolute because there is a concept or a doctrine of Fair Use which allow certain uses made by others without consent from the Authors or Copyright Owners. In fact, regulation and practices of the fair use are vary in every nation. In Indonesia, there are no judicial practices involving fair use doctrine, but there is regulation that provide fair use doctrine in Article 15 Copyright Law. Thus, to interpret Article 15 Copyright Law, a comparative study is required. In Article 15 Copyright Law, it is not clear whether fair use doctrine apply to all works or only to certain works.
This thesis discusses the comparison between fair use regulation in Indonesian Copyright Law and fair use regulation in USA Copyright Law and interpretation of Article 15 Indonesian Copyright Law implementation by using case law in USA. At the end of this thesis, the author concludes that fair use doctrine only apply to copyrighted works and it is possible to use case law approach and, thus, judges interpretation is required to decide a fair use.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melisa Safitri
"Tesis ini membahas tentang perlindungan hukum di bidang Hak Cipta, yaitu perlindungan hukum atas Electronic Book. Salah satu implikasi teknologi informasi yang saat ini menjadi perhatian adalah pengaruhnya terhadap eksistensi Hak Atas Kekayaan Intelektual. Internet dengan berbagai kelebihan dan kemudahan ternyata bukan hanya memberi manfaat kepada pembuat karya cipta tetapi juga menimbulkan kerugian yang berdampak pada perbuatan yang melanggar hukum seperti keamanan dan privasi data juga perlindungan hukum terhadap hak-hak asasi manusia. Dengan adanya kemajuan teknologi digital ternyata telah berdampak terhadap peningkatan pelanggaran Hak Cipta, salah satunya hak cipta atas Electronic Book di Indonesia. Perlindungan hukum atas karya cipta yang berbasis teknologi digital di Indonesia mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah perlindungan Hak cipta atas Electronic Book di Indonesia? Bagaimanakah gambaran penerapan atas perlindungan hak cipta Electronic Book di negara lain? Bagaimanakah upaya perlindungan hukum Electronic Book yang dapat diterapkan secara efektif di Indonesia?Sifat penelitian adalah yuridis normatif yaitu meneliti norma-norma hukum yang berlaku serta terkait dengan perlindungan Hak Cipta atas Electronic Book.
Bahan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, dan tekbik melalui library research. Pengumpulan data dengan menggunakan studi dokumen. Bahan-bahan hukum yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif analitis sesuai dengan permasalahan yang dibahas.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia memberikan perlindungan atas Electronic Book melalui UUHC dan UU ITE. Singapura dan Amerika memberikan ketentuan terkait gambaran perlindungan hak cipta Electronic book di negara lain, masing-masing negara membentuk suatu peraturan yg dalam hal pembatasan tanggung jawab Internet Service Provider, sedangkan Indonesia belum memberikan ketentuan secara rinci mengenai pembatasan tanggung jawab oleh penyelenggara jasa internet atas pelanggaran hak cipta oleh pengguna layanannya,dan sudah seharusnya menjadi kesadaran bagi pemilik hak cipta untuk melindungi hasil karya ciptanya dengan melakukan pendaftaran, karena pencegahan selalu menjadi yang terbaik bagi perlindungan jangka panjang.

This thesis discusses the legal protection in the field of copyright, namely the legal protection for Electronic Book. One of the implications of information technology today is its influence on the existence of Intellectual Property Rights. The internet, with its various advantages and facilities, actually not only gives advantages to the copyrighted work makers but also causes disadvantages which affects illegal action in security, in data privation, and in the legal protection for human rights. The advancement of digital technology has caused the increase of illegal action on digital copyrights in Indonesia, especially on Electronic Book copyrighted. Legal protection for digital base copyrighted works in Indonesia is referred to Law No. 19/2002 on Copyrights.
The problem in this research is on how does the law in Indonesia protect the copyright of Electronic Book? How is the description of other country's in their effort to protect the copyright of Electronic Book? How is the form of copyright enforcement for electronic book can create an effective legal protection?The research was judicial normative studied legal norms related tolegal protection for copyrights of Electronic Book.
The legal materials referred to the primary,secondary, and tertiary legal materials, using the library research technique. Thedata themselves were gathered by using documentary study, and processed andanalyzed descriptively according to the subject matter of the analysis.
The result of this research show thatIndonesia providesprotection of Electronic Book through UUHC and UU ITE. Related description of Electronic Book's protection in some countries, United States and Singapura give the detail of limitation about the responsibilty of Internet Service provider whereas Indonesia have not done it in detail, each country establish a rule of law that adapted to their culture and needs, each country has the technical differences in order to ensure that they their law is going more effectivein its implementation, it is a must that Indonesia shouldalsomake establish a law related protectioncopyright based on its culture and its need in terms ofefforts to protectcopyright on theelectronic book, and the last the owners of electronic book must aware to protecttheir right from the start, such as doing any registration and documentation as an evidence if one day their copyright may hit by others, aspreventionis always be the best for a long term protection.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39004
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Serevina, Harvardine Priscilla
"Perlindungan hukum terhadap pencipta masih terlihat sangat lemah. Pencipta, atau secara lebih spesifik di dalam industry music dikenal sebagai Penulis Lagu adalah salah satu pihak yang terlihat sangat dirugikan hak-haknya pada jaman sekarang ini, terutama dengan adanya perkembagan teknologi yang sangat pesat dan semakin memudahkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk melakukan perbuatan-perbuatan illegal atas suatu karya cipta salah staunya melalui aktifitas pembajakan. Perlindungan terhadap hak seorang pencipta, terutama untuk hak ekonominya harus menjadi focus dan dilindungi dengan maksimal agar pencipta dapat menikmati keuntungan dalam bentuk finansial sebagai apresiasi dari karya yang sudah diciptakan.
Skripsi ini membahas mengenai kesesuaian penambahan jangka waktu perlindungan atas hak ekonomi seorang cipta yang dilakukan dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014, yang menambahkan jangka waktu perlindungan menjadi hingga 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia, dari pengaturan sebelumnya yang hanya hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia, dengan melihat keadaan dan penerapan hak cipta di Indonesia.
Setelah melakukan analisis dapat disimpulkan bahwa dalam penerapan Undang-Undang hak cipta kesalahan terletak pada pelaksanaan dan penerapannya. Sebaiknya focus bukan diletakkan pada lamanya jangka waktu perlindungan, melainkan pelaksanaan dan penerapan peraturan yang sudah ada terlebih dahulu dan dipastikan agar berjalan dengan baik. Tidak akan ada gunanya penambahan jangka waktu perlindungan dilakukan jika dari awal tidak ada sinergi yang baik dari pemerintah, pihak dalam industry music, dan para pengguna (user) dalam melaksanakan dan menerapkan hal-hal yang sudah diatur secara sangat jelas di dalam Undang-Undang tersebut secara keseluruhan.

Legal protection towards author is still weak. Authors, or more specifically in the music industry popularly known as songwriters, are one of the parties that suffered so much loss and their rights are and have been so much and very much violated in so many ways, especially with the existence of the vast development of technology which made irresponsible people have easier access to do illegal activities over a certain creation, including through piracy activities. Protection towards the right of author, especially on the economic right, has to be the main focus and protected to the maximum extent so that the author can enjoy their rightful compensation, which they certainly deserve, in the financial form as a form of appreciation towards the creation.
This thesis further analyzes the compatibility of the extension of copyright protection duration in the new Indonesian Copyright Law No.28 Year 2014, that extended the duration to up to 70 (seventy) years after the author passed away from previously 50 (fifty) years, while simultaneously observing the condition and implementation of Indonesian Copyright Law.
After having done with the analysis, it can be concluded that in the implementation of Indonesian Copyright Law the error is on the enforcement of the law itself. The focus should not be done on the duration of the protection, but rather on the application and enforcement of the law and make sure that everything can be implemented and enforced properly. The extension of duration will be of no use if from the beginning there is no synergy between the government, parties in the music industry, and public as the user in implementing and enforcing things that are already crystal clearly regulated in the law itself.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60092
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelvin Adytia Pratama
"Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta mengatur bahwa Hak Cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Ketentuan mengenai Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi pada kenyataannya, hal tersebut masih diperdebatkan oleh berbagai kalangan terkait, terutama mengenai mekanisme penilaian dan pengikatan jaminan, sehingga sampai saat ini belum ada pihak yang memberikan kredit dengan jaminan berupa Hak Cipta. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan bertujuan untuk mempelajari mekanisme penilaian dan pengikatan Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia di Indonesia, dengan membandingkan dengan metode yang dilakukan di negara Common Law yaitu Amerika Serikat. Dari hasil penelitian didapati bahwa meskipun sudah terdapat peraturan yang mengatur, namun belum adanya praktik konkrit dari lembaga keuangan bank dan/atau non-bank yang menjadikan hak cipta sebagai objek jaminan untuk mendapatkan kredit seperti di Amerika Serikat. Dari contoh di Amerika Serikat kita dapat melihat bahwa banyak pihak yang dilibatkan dalam sebuah perjanjian kredit dan adanya agunan tambahan sebagai bentuk proteksi terhadap pihak peminjam. Polemik ini haruslah dipecahkan lewat kolaborasi yang solutif antara Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, pihak jasa penilai, dan juga pihak perbankan agar terbangun sebuah infrastruktur hukum sampai ke teknis pelaksanaannya.

Law number 28 of 2014 concerning Copyright stipulates that Copyright as an intangible movable object can be used as an object of fiduciary guarantees. Provisions regarding Copyright as an object of fiduciary security will be implemented in accordance with the provisions of the applicable laws and regulations. However, in reality, this is still being debated by various related parties, especially regarding the mechanism for assessing and binding guarantees, so that until now there has been no party that has provided credit with collateral in the form of a Copyright. This study uses a normative juridical method and aims to study the mechanisms for assessing and binding Copyright as an object of fiduciary guarantees in Indonesia, by comparing it to the method used in Common Law countries namely United States of America. From the results of the study it was found that although there are already regulations governing, there is no concrete practice by bank and/or non-bank financial institutions that make copyright an object of collateral to obtain credit like in the United States. From the example in the United States of America we can see that many parties are involved in a credit agreement and there is additional collateral as a form of protection for the borrower. This polemic must be resolved through a solutive collaboration between the Financial Services Authority, the Ministry of Law and Human Rights, the appraisal service, and also the banking sector in order to develop a legal infrastructure down to the technical implementation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryanda Ichsan Ramadhan Putra
"Karakter Fiksi merupakan salah satu unsur yang tidak bisa dipisahkan dari sebuah Karya Fiksi. Namun, Karakter Fiksi, sama halnya dengan sebuah Karya Fiksi, terlahir dari hasil kreasi dan imajinasi dari Pencipta, dengan demikian selayaknya sebuah Karakter Fiksi juga dianggap sebagai sebuah Ciptaan yang dilindungi oleh Hak Cipta. Selain dari hal tersebut adalah bahwa Karakter Fiksi memiliki nilai ekonomi yang sangat besar, hal ini dikarenakan dalam banyak kasus, Karakter Fiksi justru lebih dikenali dibandingkan dengan Karya Fiksi dimana Karakter Fiksi tersebut berasal. Meskipun secara umum Hak Cipta telah memberikan perlindungan kepada Karakter Fiksi, namun tanpa adanya Independensi Karakter Fiksi dalam Peraturan Hak Cipta, perlindungan kepada Karakter Fiksi belumlah cukup.
Ketiadaan Independensi Karakter Fiksi menimbulkan berbagai permasalahan mulai dari inkonsistensi sampai perihal kepastian hukum itu sendiri. Hal ini terjadi dalam berbagai kasus yang terjadi di Negara yang memiliki Industri Kreatif yang telah maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. Sehingga desakan mengenai Independensi Karakter Fiksi dalam Hak Cipta ini menjadi meluas. Hal ini juga berlaku di Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang kearah yang positif dalam Industri Kreatifnya. Kasus yang terjadi pada Pak Raden dalam Kasus Si Unyil dapat menjadi pemicu untuk pengimplementasian Independensi Karakter Fiksi dalam Hak Cipta Indonesia.

Fictional Character is an inseparable element from any Fictional Works. However, just like any Fictional Works, a Fictional Character was born from the Creators creative minds and imagination, thus deserved to be called an artistic works which granted a copyright protection. Aside from that, Fictional Character has a huge economic value since in many cases the Fictional Character are more well-known than the Fictional Works where the Fictional Character originated from. Although the Copyright Protection has granted the Fictional Characters a protection in general, the protection itself is not enough without an independent protection in the Copyright Law regarding Fictional Character.
The absence of any Independence in the Copyright Law for Fictional Character have generated some problems which occurred within the Country with advanced Creative Industry such as United States of America and Japan. Therefore, the urgency for the Independency of Fictional Character within Copyright Law has become prevalent in the said Countries. The urgencies are also applied in Indonesia as a country with a positive development in the creative industry. The case that befall Pak Raden in Si Unyil case should serve as a trigger for the implementation of the Independency of Fictional Character within Indonesian Copyright Law.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54435
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Yohanna Ameilya
"Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan atas penayangan potongan-potongan gambar atau video dari YouTube pada program-program televisi di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang mengkaji rumusan masalah dari sudut pandang perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa pihak televisi tidak menghargai hak cipta dari video-video dari YouTube yang mereka gunakan dengan tidak mencantumkan nama pemilik video-video tersebut namun menggunakannya untuk kepentingan komersial serta mendapatkan keuntungan atas itu. Pencantuman "courtesy of YouTube" tidak melegalkan tindakan pihak televisi dalam memanfaatkan video-video dari YouTube tersebut. Pihak televisi harus menghargai hak cipta yang melekat pada video-video yang mereka gunakan.

This thesis discusses the giving copyright protection of broadcasting the pieces of pictures or videos from YouTube on television programs in Indonesia. This is a normative study that examines the formulation of the problem from the point of view of the applicable legislation.
Based on the results obtained that the television does not respect the copyright of the videos from YouTube that they use by not include the name of the owner of these videos, but use them for commercial purposes and get benefit from them. The phrase "courtesy of YouTube" not legalize the act of television on utilizing the videos from YouTube. Television must respect copyright attached to the videos they use.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47411
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Atsar
"Perkembangan teknoIogi informasi dan komunikasi (TIK) ditunjukkan hasil karya berupa hak cipta perangkat Iunak (software). n pertumbuhansoftware beIum diimbangi dengan kesiapan perangkat hukum. Peraturan dan perundang-undangan seIain melindungi ptakarya bidang IT juga memberikan kepastian hukum. Tulisan ini akan mengekspIorasi prospek pengaturan perlindungan hukum negakan hukum software program komputer di Indonesia. Kami menemukan bahwa perIindungan hukum dan penegakan hukum dapprogram komputer (software), tidak terIaksana secara efektifkarena sistem Hak Kekayaan IntelektuaI (HKI) tidak menganggap re sebagai bagian dari hak paten."
Balitbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2016
384 JPPKI 7:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>