Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104995 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lolita Citta Nirmala
"Kertas, sebagai salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia dalam sektor non-migas, sering menghadapi beberapa permasalahan yang ada di pasar internasional, seperti tuduhan dumping oleh negara tujuan ekspor. Dumping adalah suatu keadaan di mana produk yang diekspor oleh suatu negara ke negara lain dengan harga yang lebih rendah dari harga jual di dalam negerinya sendiri atau nilai normal dari produk tersebut. Dumping merupakan tindakan curang yang sering terjadi dalam perdagangan internasional yang dapat menimbulkan injury di negara tujuan ekspor. Negara dalam melindungi produksi dalam negeri dari praktik dumping oleh negara lain dapat mengenakan Bea Masuk Anti-dumping (“BMAD”). Pengenaan BMAD ini yang sering kali menjadi sengketa antara negara, di mana masing-masing negara berupaya untuk melindungi kepentingan nasionalnya. WTO mempunyai suatu forum untuk menyelesaikan sengketa antar negara, yaitu Dispute Settlement Body (“DSB”). Tercatat, hingga saat ini ada 5 sengketa produk Kertas Indonesia terkait tuduhan dumping di WTO, yaitu sengketa dengan Korea Selatan (DS 312), Afrika Selatan (DS 374), Pakistan (DS 470), Amerika Serikat (DS 491) dan Australia (DS 529). Negara-negara ini bersengketa dengan Indonesia karena adanya tuduhan dumping produk kertas Indonesia yang diduga tidak konsisten dengan Anti-dumping Agreement (“ADA”) . Dari 5 sengketa tersebut, hanya ada 3 sengketa yang berlanjut di Panel WTO, yaitu DS 312, DS 491 dan DS 529. Ketiga Putusan Panel ini, sudah sesuai dengan ketentuan dalam ADA. Untuk melindungi kepentingan nasionalnya, Indonesia dapat melakukan tindakan preventif dan represif

Paper, as one of Indonesia's leading export commodities in the non-oil and gas sector, often faces several problems in the international market, such as accusations of dumping by export destination countries. Dumping is a condition in which a product is exported by one country to another at a price lower than the selling price in its own country or the normal value of the product. Dumping is a fraudulent act that often occurs in international trade which can cause injury to the export destination country. Countries in protecting domestic production from dumping practices by other countries can impose Anti-dumping Duties (“BMAD”). The imposition of BMAD is often a dispute between countries, in which each country seeks to protect its national interests. The WTO has a forum for resolving disputes between countries, namely the Dispute Settlement Body (“DSB”). Currently, there have been 5 disputes regarding Indonesian Paper products related to dumping accusations at the WTO, namely disputes with South Korea (DS 312), South Africa (DS 374), Pakistan (DS 470), the United States (DS 491) and Australia (DS 529). These countries are in dispute with Indonesia because there are allegations of dumping paper Indonesian products allegedly inconsistent with the Anti-dumping Agreement (“ADA”). Of the 5 disputes, there were only 3 disputes that continued in the WTO Panel, namely DS 312, DS 491 and DS 529. These three Panel decisions were in accordance with the provisions in Agreement (“ADA”). To protect its national interests, Indonesia can take preventive and repressive measures."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chalimatus Sadiyah
"Perdagangan bebas antar negara selalu membawa konsekuensi tersendiri, bisa berkonsekuensi baik dan berkonsekuensi tidak baik. Salah satunya adalah yang dialami oleh Indonesia. Indonesia yang memiliki hutan luas sebagai bahan baku kertas, dalam kurun waktu delapan tahun terakhir telah mengalami tiga kali tuduhan praktik dumping kertas dalam perdagangan ke luar negeri atau ekspor. Tuduhan praktik dumping yang dialamatkan ke Indonesia tersebut disampaikan kepada World Trade Organization (WTO), sebagai Lembaga yang menaungi segala permasalahan perdagangan antar negara dalam bentuk pengajuan perkara atau gugatan perdagangan. Salah satu permasalahan yang harus dihadapi Indonesia di WTO adalah tuduhan praktik dumping kertas oleh tiga negara berbeda. Tuduhan praktik dumping tersebut bermula Ketika terdapat tiga negara yaitu Pakistan, Korea Selatan dan Australia yang mengalami kerugian akibat masuknya kertas dari Indonesia dengan harga yang rendah. Akibatnya konsumen di negara mereka masing – masing lebih tertarik membeli produk kertas Indonesia karena lebih murah apabila dibandingkan dengan harga produk kertas bangsa mereka sendiri. Atas tiga gugatan tuduhan praktik dumping kertas di WTO tersebut, Indonesia melakukan beberapa strategi untuk menghadapi tuduhan. Melalui Kerjasama yang sangat baik antara lembaga yaitu Kementrian Luar Negeri, Kementrian Perdagangan dan Kementrian keuangan, Indonesia telah memenangkan ketiga tuduhan perkara dumping kertas dengan masing – masing alasan kemenangan. Dipandang secara hukum Islam, praktik dumping sendiri merupakan praktik yang dilarang apabila bertujuan merugikan negara lain. Namun demikian apabila dipandang sebagai suatu strategi pemasaran maka terdapat pula aktivitas dumping yang diperbolehkan. Oleh karena itu setiap tindakan termasuk dalam perdagangan bebas antar negara harus dititikberatkan pada orientasi kemanfaatan bagi kepentingan masyarakat luas. Hal ini termasuk pula dalam tindakan atau strategi dalam menyelesaikan perkara gugatan dumping di WTO, harus dipandangan dari sisi kebijakan publik yang memberi manfaat kepada bangsa Indonesia. Strategi memenangkan perkara gugatan dumping di WTO dipandang dari teori hukum Maqashid Syariah dilaksanakan dengan mengedepankan sejauh mana memberi manfaat dan kemaslahatan bagi seluruh masyarakat Indonesia bukan saja kepada pelaku usaha terkait tuduhan dumping kertas. Karenanya analisis mendalam atas tuduhan dumping dan langkah – langkah strategis yang akan diambil dalam penyelesaian masalah gugatan mutlak diperlukan.

Free trade between countries always brings its own consequences, it can have good and bad consequences. One of them is experienced by Indonesia. Indonesia, which has extensive forests as raw material for paper, in the last eight years has experienced three accusations of paper dumping practices in foreign trade or exports. The allegation of dumping practices addressed to Indonesia was submitted to the World Trade Organization (WTO), as an institution that oversees all trade issues between countries in the form of filing a case or trade lawsuit. One of the problems that Indonesia must face at the WTO is the accusation of paper dumping by three different countries. The accusation of dumping began when three countries, namely Pakistan, South Korea and Australia, suffered losses due to the entry of paper from Indonesia at low prices. As a result, consumers in their respective countries are more interested in buying Indonesian paper products because they are cheaper when compared to the prices of their own nation's paper products. For the three lawsuits alleging paper dumping practices at the WTO, Indonesia has implemented several strategies to deal with the accusations. Through excellent cooperation between institutions namely the Ministry of Foreign Affairs, the Ministry of Trade and the Ministry of Finance, Indonesia has won all three accusations of paper dumping cases with each winning reason. In view of Islamic law, the practice of dumping itself is a prohibited practice if it aims to harm other countries. However, when viewed as a marketing strategy, dumping activities are also permitted. Therefore, every action included in free trade between countries must be focused on the orientation of benefits for the benefit of the wider community. This is also included in the action or strategy in resolving the dumping lawsuit at the WTO, it must be viewed from the side of public policy that benefits the Indonesian people. The strategy of winning the dumping lawsuit at the WTO, viewed from the Maqashid Syariah legal theory, is implemented by prioritizing the extent to which it provides benefits and benefits for all Indonesian people, not only for business actors related to accusations of paper dumping. Therefore, an in-depth analysis of the allegations of dumping and the strategic steps to be taken in resolving the lawsuit is absolutely necessary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Sarah P.
"Kegiatan perdagangan internasional yang timbul akibat adanya globalisasi tidak hanya bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan negara namunnya juga berdampak pada timbulnya sengketa ketika terjadi benturan kepentingan antara negara yang melakukan hubungan perdagangan. Untuk itu World Trade Organization (WTO) telah mengakomodasi dalam hal terjadinya sengketa perdagangan internasional melalui mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur dalam Understanding On Rules And Procedures Governing The Settlement Of Disputes (DSU). Salah satu ketentuan mengenai mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur dalam DSU adalah mengenai retaliasi. Retaliasi yang secara khusus diatur dalam Pasal 22 DSU adalah hak bagi negara yang dimenangkan oleh putusan Panel Dispute Settlement Body (DSB) untuk melakukan tindakan balasan terhadap negara yang dinyatakan kalah oleh putusan Panel DSB dalam hal tidak adanya implementasi putusan Panel DSB dalam jangka waktu yang wajar. Terdapat beberapa pandangan negatif terhadap ketentuan retaliasi, salah satunya mengenai ketidakefektivitasan retaliasi apabila dilaksanakan oleh negara berkembang dan negara terbelakang yang bersengketa melawan negara maju. Namun dalam praktiknya, terdapat negara berkembang yang berhasil melaksanakan retaliasi terhadap negara berkembang, yaitu dalam kasus Byrd Amendment. Indonesia sebagai salah satu negara anggota WTO yang tergolong negara berkembang juga pernah terlibat sengketa perdagangan internasional dengan negara maju, yaitu Korea Selatan dalam kasus tuduhan dumping terhadap produk kertas Indonesia (Kasus DS312). Panel DSB dalam putusannya memenangkan Indonesia dan oleh karena itu Korea Selatan harus menyesuaikan ketentuan anti dumping dengan Anti Dumping Agreement (ADA). Terhadap putusan Panel DSB tersebut, Korea Selatan tidak melaksanakannya sampai jangka waktu yang wajar. Dari kasus di atas, skripsi ini akan menganalisis mengenai legalitas Indonesia berkaitan dengan hak retaliasi yang diatur dalam Pasal 22 DSU serta pertimbangan-pertimbangan yang diambil Indonesia dalam hal tidak dilaksanakannya retaliasi dalam Kasus DS312.

International trade arising from globalization is not is beneficial only to fulfill needs of the country but also have an impact on the possibility of disputes when there is a conflict of interest between countries that conduct trading activities. Hence the World Trade Organization (WTO) has been accommodating in terms of international trade disputes through the dispute settlement mechanism set out in the Understanding On Rules And Procedures Governing the Settlement Of Disputes (DSU). One of the provisions on dispute settlement mechanism set out in the DSU is about retaliation. Retaliation which specifically provided for in Article 22 DSU is right for the country, which was won by decision of the Dispute Settlement Panel Body (DSB) to retaliate against countries that lost by decision of the DSB panel in the absence of implementation of the DSB panel decision in a reasonable time period . There are some negative opinions against retaliation provisions, one of the less effectiveness of retaliation if implemented by developing countries and least developed countries in the dispute against developed countries. However, in practice, there is a developing country that successfully implement retaliation against developing countries, ie in the case of the Byrd Amendment. Indonesia as one of the WTO member countries classified as the developing countries has also been involved in international trade disputes with developed countries, ie South Korea in case of dumping charges against Indonesian paper products (Case DS312). DSB panel in its decision won Indonesia and therefore South Korea should adjust the anti-dumping provisions of the Anti-Dumping Agreement (ADA). In practice, South Korea did not implement the decision of the DSB panel until a reasonable time period. From the above case, this thesis will analyze the legality of Indonesia with regard to the rights of retaliation under Article 22 DSU and the considerations taken by Indonesia in terms of non-performance of retaliation in case DS312."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S58669
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Bayumurti
"Dalam era globalisasi, pertumbuhan perdagangan internasional semakin pesat, dan meningkatkan frekuensi sengketa perdagangan. Salah satu sengketa tersebut disebabkan karena praktik dumping yang dapat merugikan negara lainnya, dan untuk mengantisipasi kerugian tersebut, negara yang dirugikan dapat melakukan tindakan berupa tindakan anti dumping. Tindakan anti dumping yang dilakukan pada umumnya berupa pemberlakuan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk impor yang terbukti dumping. Namun, BMAD ini sering disalahgunakan sebagai bentuk proteksi terhadap produksi dalam negeri.
Untuk menyelesaikan sengketa dagang tersebut, World Trade Organization (WTO) telah menetapkan seperangkat prosedur dan forum penyelesaian sengketa perdagangan, yaitu Dispute Settlement Body (DSB). Salah satu contoh sengketa dagang karena kesalahan BMAD adalah kasus antara Indonesia dengan Korea Selatan. Sengketa ini bermula pada saat KTC mengajukan petisi anti-dumping dan melakukan penyelidikan dumping terhadap perusahaan-perusahaan eksportir produk kertas Indonesia. Atas penyelidikan KTC tersebut, maka Pemerintah Korea Selatan telah memberlakukan BMAD kepada produk-produk kertas PPC (plain paper copier or business information paper used on copies in business and home offices) dan WF (uncoated wood-free printing paper used for printing) kepada SMG (Sinar Mas Group), yaitu sebesar 8,22 persen untuk Indah Kiat, Pindo Deli, dan Tjiwi Kimia, sedangkan April Fine dan eksportir kertas Indonesia lainnya sebesar 2,80 persen, melalui Regulation
No. 330 of The ministry of Finance and Economy tertanggal 7 November 2003. Oleh karena itu, atas permintaan Indonesia, DSB membentuk sebuah
Panel. Kemudian, Panel DSB memutuskan bahwa pemerintah Korea Selatan telah melanggar ketentuan yang berkenaan dengan penentuan dumping dan penentuan kerugian dalam mengenakan BMAD terhadap produk kertas Indonesia. Untuk itu, DSB merekomendasikan agar pemerintah Korea Selatan melakukan perhitungan kembali atas keputusannya dan melakukan penyesuaian sesuai dengan kewajibankewajiban yang diatur dalam Perjanjian WTO. Akan tetapi, Pemerintah Korea Selatan tidak melaksanakan putusan panel tersebut. KTC lalu menyampaikan Report on Implementation of WTO Compliance Panel Decision. Namun pada akhirnya Korsel benar-benar mencabut pengenaan BMAD-nya terhadap produk kertas Indonesia pada Desember 2010.

In the globalization era, the growth of international trades increases rapidly, but dispute often occurs. One of the disputes are dumping practice that could inflict loss to other country, to prevent such loss, inflicted country might impose action called anti dumping measure. Usually the anti dumping measure taken are Anti Dumping Import Duty (ADID) or Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) to import products which proven to be dumping. Nonetheless, ADID is mostly misused as a protection measure to local products. To settle the dispute, World Trade Organization (WTO) has provide procedures and dispute settlement forum, namely Dispute Settlement Body (DSB). One example of trade disputes caused by faulty implementation of anti dumping is the case between Indonesia and South Korea. The dispute started when Korean Trade Commission (KTC) filed anti-dumping petition and conducted dumping investigation to Indonesian paper products export companies.
Based on KTC investigation, South Korea government imposed ADID to PPC (plain paper copier or business information paper used on copies in business and home offices) and WF (uncoated wood-free printing paper used for printing) paper products to SMG (Sinar Mas Group), namely 8,22% to Indah Kiat, Pindo
Deli, and Tjiwi Kimia, while April Fine and other Indonesian exporting paper as 2,80%, through Regulation No. 330 of The ministry of Finance and Economy dated 7 November 2003.
Referring to the situation, based on Government of Indonesias (GOI) request, DSB assemble a Panel. Afterwards, the DSB Panel decided that South Korean government has violated the provision to determine dumping and loss in
imposing ADID to Indonesian product paper. In result, DSB recommends the South Korea Government to conduct recalculation over its decision and conducted adjustment pursuant to obligations regulated under the WTO Agreement.
However, Korean Government has not execute the decision. KTC then provided Report on Implementation of WTO Compliance Panel Decision. Although, South Korea Finally lifted the ADID upon Indonesias paper product at
December 2010.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41992
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatou Diagne Mbaye
"Indonesia memulai praktik Anti-Dumpingnya relatif terlambat, tetapi telah berhasil menebusnya karena sejak investigasi Anti-Dumping pertamanya pada tahun 1996, Indonesia telah menjadi salah satu pengguna tindakan Anti-Dumping yang paling sering. Namun, sistem Anti-Dumping negara ini memerlukan reformasi yang signifikan agar lebih efektif dalam mencegah dan melindungi industri domestik dari barang dumping. Industri negara ini tetap rentan terhadap impor murah meskipun ada penegakan hukum. Pada tahun 2018, Indonesia kehilangan lebih dari $228 juta dalam industri aluminium dan baja berlapis seng, polipropilena berorientasi ganda, polietilena tereftalat berorientasi ganda, dan baja tahan karat canai dingin saja. Peraturan Anti-Dumping juga perlu direformasi agar kompatibel dan konsisten dengan Persetujuan Anti-Dumping WTO dan untuk memfasilitasi interpretasi hukum dan prosedur investigasi Anti-Dumping. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2011, Peraturan Menteri Perdagangan nomor 76/M-DAG/PER/12/2012 dan Peraturan Menteri Perdagangan No 53/M-DAG/PER/9/2013, beberapa ketentuan tidak sejalan dengan WTO; yang lain akan menjadi lebih jelas dengan penjelassan yang lebih luas dan detail dan akhirnya, ada masalah yang tidak ditangani oleh Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2011 sama sekali. Belum lagi, penerapan langkah-langkah Anti-Dumping hanya bisa efektif jika disertai dengan langkah-langkah anti-circumvention untuk memastikan kepatuhan.

Indonesia started its Anti-Dumping practice relatively late, but has managed to make up for it since its first Anti-Dumping investigation in 1996. It has been one of the most frequent users of Anti-Dumping measures. However, the country's Anti-Dumping system requires significant reform to be more effective in preventing and protecting domestic industries from dumped goods. The country's industry remains vulnerable to cheap imports despite enforcement. In 2018, Indonesia lost more than $228 million in the aluminium and zinc-coated steel, double-oriented polypropylene, double-oriented polyethylene terephthalate, and cold-rolled stainless-steel industries alone. Besides that, the Anti-Dumping regulations (Government Regulation No. 34/2011, Minister of Trade Regulation No. 76/M-DAG/PER/12/2012 and Minister of Trade Regulation No. 53/M-DAG/PER/9/2013) needs to be reformed to be consistent with the WTO Anti-Dumping Agreement in order to facilitate legal interpretation and Anti-Dumping investigation procedures. Some provisions of existing legislation are not WTO-compliant; others will become clearer with more extensive and detailed explanations and finally, there are issues that are not addressed at all. Not to mention that the application of Anti-Dumping measures can only be effective if accompanied by anti-circumvention measures to ensure compliance."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Panji Mohamad Pandu Wirawan
"Perdagangan internasional merupakan faktor yang sangat penting bagi setiap negara, oleh karena itu sangat diperlukan hubungan perdagangan antar negara yang tertib dan adil. Untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan di bidang perdagangan internasional, maka diperlukan aturan-aturan yang mampu menjaga serta memelihara hak-hak dan kewajiban para pelaku perdagangan internasional, serta dapat mengatur hubungan dagang antar negara. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apa sajakah tindakan-tindakan pelanggaran yang dikategorikan sebagai dumping menurut WTO Agreement? Bagaimanakah WTO Agreement mengatur kegiatan dumping dalam perdagangan internasional? Bagaimanakah penerapan atas sanksi yang diberikan dan efeknya terhadap suatu negara yang melakukan kegiatan dumping?
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder dan menggunakan metode analisis data kualitatif, karena data yang diperoleh bersifat kualitas.
Hasil penelitian menyatakan Tindakan-tindakan pelanggaran yang dikategorikan sebagai dumping menurut WTO Agreement adalah tindakan yang telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal VI ayat (1) GATT 1947, sehingga GATT memberikan hak kepada para anggota GATT untuk dapat menerapkan tindakan-tindakan antidumping jika praktik dumping yang terjadi telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal VI ayat (1) GATT 1947. Penerapan atas sanksi yang diberikan dan efeknya terhadap suatu negara yang melakukan kegiatan dumping adalah sanksi administrasi berupa pencabutan regulasi dan juga pemberlakukan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap Negara yang melakukan kegiatan dumping. Efeknya adalah pencabutan regulasi dan juga kerugian bagi perusahaan asal Negara yang telah melakukan praktik dumping.

International trade is a very important factor for every country, therefore an orderly and fair trade between countries is needed. To realize order and justice in the field of international trade, rules are needed that are able to maintain and maintain the rights and obligations of international trade actors, and can regulate trade relations between countries. The problem in this study is what are the violations that are categorized as dumping according to the WTO Agreement? How does the WTO Agreement regulate dumping activities in international trade? What is the application of sanctions given and their effects on a country that is carrying out dumping activities?
This study uses a normative juridical method, using secondary data and using qualitative data analysis methods, because the data obtained are of a quality nature.
The results of the study state that the violations categorized as dumping according to the WTO Agreement are actions that have fulfilled the elements in Article VI paragraph (1) GATT 1947, so that the GATT gives the GATT members the right to implement antidumping measures if dumping practices what happened has fulfilled the elements in Article VI paragraph (1) GATT 1947. The application of sanctions given and their effect on a country that conducts dumping activities is administrative sanctions in the form of revocation of regulations and also the imposition of Anti-Dumping Import Duty (BMAD) on the State dumping activities. The effect is revocation of regulations and also losses for companies from countries that have carried out dumping practices.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halida Mutiara Dhia
"Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai tuduhan Uni Eropa mengenai produk stainless steel milik Indonesia apakah melanggar ketentuan Anti Dumping Agreement. Dalam penelitian ini juga membahas mengenai penentuan unsur kerugian (injury) menurut Hukum World Trade Organization (WTO); dan apakah tindakan peningkatan tarif Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang dilakukan Uni Eropa terhadap produk Stainless Steel Cold Rolled Flat Products (SSCRFP) milik Indonesia telah melanggar ketentuan Pasal VI GATT 1994. Dengan menerapkan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan kasus-kasus yang telah ditangani oleh Dispute Settlement Body, Penelitian ini menyimpulkan dua hal. Pertama. Unsur Kerugian (Injury) oleh WTO didasari dengan melakukan perbandingan antara nilai normal dengan harga ekspor yang menghasilkan margin dumping, dimana hasil margin dumping tersebut akan diklasifikasikan menjadi tiga kategori kerugian, yaitu kerugian materiil, ancaman kerugian, dan adanya hambatan dalam industri domestik. Kedua, tindakan peningkatan tarif BMAD yang dilakukan Uni Eropa terhadap produk SSCRFP milik Indonesia tidak melanggar ketentuan Pasal VI GATT 1994. Hal ini dikarenakan Uni Eropa telah memenuhi unsur adanya ancaman kerugian sesuai dengan Pasal VI GATT 1994.

This Undergraduate Thesis will be discussed about the EU's allegations regarding Indonesia's stainless steel products whether they violate the Anti Dumping Agreement. This study also discusses the determination of loss elements (injuries) under the World Trade Organization (WTO) Law; and whether the measures to increase tariffs on Anti-Dumping Customs (BMAD) made by the European Union on Stainless Steel Cold Rolled Flat Products (SSCRFP) products belonging to Indonesia have violated the 1994 provisions. By applying a normative juridical method with a legislative approach and cases already handled by the Dispute Settlement Body, this study concludes two points. First. The WTO's Element of Loss (Injury) is based on comparing the normal value with the export price resulting in the dumping margin, where the dumping margin results will be classified into three categories of loss, namely material loss, loss threat, and the presence of obstacles in the domestic industry. Second, the act of increasing the BMAD tariff carried out by the European Union on Indonesia's SSCRFP products does not violate the provisions of Article VI GATT 1994. This is because the European Union has fulfilled the element of threat of loss in accordance with Article VI GATT 1994."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Kluwer Law International, 1996
341.754 ANT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Paul Erwin R.
"On relations between anti-dumping policy of European Union to biodiesel imports in Argentina and Indonesia."
Jakarta: Jala Permata Aksara, 2019
341.754 SIM a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Samosir, Zefanya Brian Partogi
"Pada tanggal 2 September 2017, Ministry of Commerce & Industry India mengirimkan notifikasi tentang laporan investigasi anti-dumping terhadap beberapa negara termasuk Indonesia. Walaupun akumulasi pembahasan Anti-Dumping Agreement pada DSB WTO sudah cukup banyak, namun dalam menanggapi rencana pengenaan bea masuk anti-dumping terhadap Indonesia, belum pernah dicoba menggunakan analisis sistematis terhadap data historis pembahasan Anti-Dumping Agreement. Data historis tersebut dapat menunjukkan, antara lain, sebaran Pasal-Pasal Anti-Dumping Agreement yang paling sering dibahas dalam sengketa dihadapan DSB WTO, sehingga penentuan prioritas dalam perumusan tanggapan legal formal dapat dilakukan atas preseden yang telah ada. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio-legal dan bersifat interdisipliner, melibatkan dua disiplin ilmu, dimana metodologi ilmu hukum digunakan dalam menemukan pola sikap Panel dan Appellate Body dalam pembahasan Pasal-Pasal Anti-Dumping Agreement, dibantu dengan hasil penelitian disiplin ilmu sosial dalam mengkaji data historis pembahasan ketentuan-ketentuan Anti-Dumping Agreement dalam sengketa dihadapan DSB WTO untuk menemukan pola sebaran Pasal-Pasal yang paling sering dibahas dalam sengketa dihadapan DSB WTO. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa, empat Pasal ADA yang paling banyak dibahas, secara berurutan, adalah Pasal 2, Pasal 6, Pasal 3, dan Pasal 5. Kaidah yang terkandung dalam masing-masing Pasal tersebut, sebagaimana dipraktikkan oleh DSB WTO, dapat dilihat pada daftar periksachecklist pada bagian selanjutnya dari Penelitian ini.

On 2 September 2017, the Ministry of Commerce & Industry of India issued a notification regarding the result of an anti-dumping investigation involving several countries, including Indonesia. Although the WTO DSB has accumulated a considerable amount of precedent regarding the Anti-Dumping Agreement, in formulating a response to a possible application of anti-dumping duties on Indonesia, a systematic analysis of historical data of the usage of the provisions of the Anti-Dumping Agreement has never been attempted. The historical data may reveal, among others, the distribution pattern of the most frequently discussed provisions of the Anti-Dumping Agreement in disputes before the WTO DSB, enabling the prioritization in formulating the formal legal response to be made based on robust existing precedent. This study utilizes the socio-legal approach in an interdisciplinary manner, wherein legal methodology is used to determine the actual practice of the Panel and the Appellate Body during their discussion of the most frequently discussed provisions of the ADA, aided by the result of the examinaiton, by social studies discipline, of the historical data of the usage of the provisions of the Anti-Dumping Agreement in disputes befor the WTO DSB in order to find out the distribution pattern of the most frequently discussed provisions. The study revealed the four most frequently discussed ADA provisions, respectively articles 2, 6, 3, and 5. The legal rule contained in each respective articles, as practiced by the WTO DSB, can be observed in the checklist in the closing section of this study."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T52222
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>