Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179884 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Livia Kurniati Saputra
"Inflamasi derajat rendah diduga terlibat dalam patogenesis penyakit kronis yang
terjadi secara global. Salah satu penanda inflamasi yang kerap digunakan adalah
high sensitivity C-reactive protein (hsCRP). Asupan serat pangan yang lebih rendah
diduga berperan terhadap kadar hsCRP serum, akan tetapi hasil penelitian
sebelumnya masih bervariasi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara
asupan serat pangan dengan kadar hsCRP serum pada pekerja sedentari usia 19-49
tahun di Jakarta Timur, Indonesia. Studi ini merupakan studi potong lintang pada
58 pekerja sedentari yang dilaksanakan pada Bulan Agustus hingga Oktober 2020.
Data dasar dikumpulkan memakai kuesioner. Asupan makanan dicatat dengan 3-
day food record dan dilakukan pengukuran antropometri untuk mengetahui indeks
massa tubuh (IMT) dan ukuran lingkar pinggang. Pemeriksaan hsCRP serum
memakai metode imunoturbidimetri. Analisis untuk menilai korelasi antara asupan
serat pangan dan kadar hsCRP serum dilakukan menggunakan uji Spearman jika
nilai p<0,05 dianggap bermakna. Mayoritas subjek adalah perempuan, tidak
merokok, dengan aktivitas fisik kurang dan memiliki status gizi normal serta tidak
obesitas abdominal. Berdasarkan data asupan makanan didapatkan asupan energi,
karbohidrat total, dan serat pangan total berada dibawah rekomendasi AKG. Hanya
asupan lemak total yang sesuai dengan rekomendasi AKG. Asupan serat pangan
total didapatkan sebesar 7,45 g/hari. Nilai hsCRP serum masih dalam batasan
normal, yaitu sebesar 0,4 mg/L. Pada analisis bivariat tidak didapatkan korelasi
antara asupan serat pangan dengan kadar hsCRP serum (r=0,003, p=0,981). Hasil
penelitian ini tidak mendapatkan adanya korelasi antara asupan serat pangan
dengan kadar hsCRP serum, namun diketahui asupan serat pangan masih sangat
rendah sehingga perlu dilakukan promosi kesehatan untuk meningkatkan asupan
serat pangan pada pekerja sedentari.

Low grade inflammation has previously been linked to the global development of
chronic disease. High sensitivity C-reactive protein (hsCRP) is commonly used to
detect inflammation. Low dietary fiber intake was hypothesized to have an effect
on serum hsCRP concentration. To this day, studies on the relationship between
dietary fiber and serum hsCRP have shown inconclusive result. In this study, we
aimed to find a correlation between dietary fiber intake and serum hsCRP on
sedentary worker age 19-49 years old at East Jakarta, Indonesia. This was a cross
sectional study on 58 sedentary workers. This study was conducted in August-
October 2020. Subject’s characteristics was obtained using a questionnaire. Dietary
assessment was conducted using 3-day food record. Anthropometic measurements
included body mass index (BMI) and waist circumference. Serum hsCRP
concentrations were measured using immune turbidimetry. Spearman test was used
to determine correlation between dietary fiber intake and serum hsCRP, with
p<0,05 being significant. Subjects were mostly female, non-smoker, with
inadequate physical activity. A majority of subjects had normal BMI and waist
circumference. Dietary assessment showed subject has inadequate intake of energy,
carbohydrate, and dietary fiber. Only fat intake was adequate in the present study.
Total dietary fiber intake was 7,45 g/day. Median value of serum hsCRP was 0,4
mg/L. There was no correlation between dietary fiber intake and serum hsCRP
(r=0,003, p=0,981). However, this study found that dietary fiber intake was very
low. Thus, education on increasing dietary fiber intake is necessary for sedentary
workers.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audrey Haryanto
"Prevalensi penyakit kardiovaskuler (PKV) meningkat seiring dengan proses penuaan. Aterosklerosis yang menyebabkan terjadinya inflamasi dan diikuti peningkatan kadar C-reactive protein (CRP). Vitamin D merupakan vitamin yang memiliki efek antiinflamasi dan dapat menurunkan kadar hsCRP. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain potong lintang yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar vitamin D dengan kadar hsCRP pada usia lanjut (usila). Penelitian dilakukan di Pusat Santunan Keluarga (Pusaka) 12 di Tomang dan Pusaka 39 di Senen pada pertengahan bulan Desember 2012 sampai bulan Januari 2013. Pengambilan subyek dilakukan dengan cara cluster random sampling, dan didapatkan 71 orang subyek yang memenuhi kriteria penelitian. Data dikumpulkan melalui wawancara meliputi data usia, asupan vitamin D dengan metode Food Frequency Questionnaire (FFQ) semikuantitatif serta total skor pajanan sinar matahari mingguan. Pengukuran antropometri untuk menilai status gizi dan pemeriksaan laboratorium yang meliputi kadar vitamin D dan hsCRP. Didapatkan median usia 69 (60-85) tahun dan 80,3% subyek adalah perempuan. Malnutrisi terdapat pada 71,8 % subyek. Asupan vitamin D menunjukkan 98,6% subyek memiliki asupan vitamin D kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) Indonesia. Sebanyak 97,2% subyek memiliki skor pajanan sinar matahari rendah. Nilai rerata kadar vitamin D 38,02±12,94 nmol/L dan 78% subyek tergolong defisiensi vitamin D. Nilai median kadar hsCRP 1,5 (0,1-49,6) mg/L, dan 67,6% subyek tergolong risiko PKV sedang dan tinggi. Didapatkan korelasi positif tidak bermakna antara kadar vitamin D serum dengan kadar hsCRP pada usila (r=0,168, p=0,162).

The prevalence of cardiovascular disease (CVD) increases in the elderly. Atherosclerosis is a major cause of CVD which stimulate inflammation and followed by increase production of C-reactive protein (CRP). Vitamin D is a vitamin which has anti-inflammatory effects and may reduce level of hsCRP. The aim of this cross sectional study was to find the correlation between serum vitamin D level and hsCRP in elderly. Data collection was conducted during December 2012 to January 2013 on 2 selected Pusaka, Pusaka 12 (Tomang) and Pusaka 39 (Senen). Subjects were obtained using cluster random sampling method. A total of 71 elderly subjects had met the study criteria. Data were collected through interviews including age, vitamin D intake and weekly score of sunlight exposure. Anthropometry measurements to assess the nutritional status and laboratory examination i.e blood levels of vitamin D and hsCRP. Majority of the subjects were female (80,3%), median age was 69 (60-85) years. Malnutrition was occured in 71.8% of the subjects. Intake of vitamin D showed 98.6% of the subjects were less than recommended dietary allowances (RDA). Majority of the subjects had low score of sunlight exposure (97,2%). Mean of vitamin D levels 38,02±12,94 nmol/L, while 78% the of subjects were categorized as vitamin D deficiency. Median of hsCRP levels 1,5 (0,1-49,6) mg/L, while 67,6% subjects were at moderate and high risk of CVD. No significant correlation was found between serum vitamin D levels and hsCRP levels (r=0,168, p=0,162).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tutik Ernawati
"Tesis ini membahas korelasi antara asupan folat dengan kadar folat serum bayi sehat usia 6-8 bulan dan faktor-faktor yang berhubungan di kelurahan Kampung Melayu. Jakarta Timur tahun 2010. Penelitian ini menggunakan disain cross sectional dan merupakan bagian dari penelitian Medical Research Unit FKUI mengenai Efek Pemberian Makanan Pendamping ASI Tinggi Protein terhadap Tumbuh Kembang Bayi usia 6-11 bulan. Subyek penelitian 55 bayi dan 55 responden yang merupakan ibu subyek penelitian. Data subyek penelitian yang dikumpulkan meliputi panjang badan, berat bedan, asupan kalan, asupan protein, asupan folat, kadar hemoglobin, dan kadat fulat serum. Adapun data yang dikumpulkan dan responden meliputi usia, pekerjaan, pendidikan. pendapatan keluarga dan pengetahuan, sikap serta perilaku respunden tentang ASI dan MPASI.
Subyek terdiri dari 35 bayi; laki-laki dan 20 bayi; perempuan. Subyek penelitian memililh median usia 6~84 dengan usia termuda 6.04 bulan dan usia tertua 8,84 bulan. Rerata usia responden 29±4,93 tahun. sebagian besar ibu tidak bekerja (81,8%) dan berpendidikan rendah (56,4%). lbu dengan usia di atas 35 tahun, yang merupakan risiko tinggi untuk melahirkan masih ada sebenyak 14,5%. Penghasilan berdasarkan upah minimum rata-rata, didapatkan 54,5% berada di bawah UMR. Tingkat pengetahuan responden mengena; ASI dan MP ASI sebagian besar masih kurang (47,3%), sedangkan untuk sikap sebagian besar dalam kategori cukup (54,5%) dan untuk tingkat perilaku sebagian besar masih kurang (45,5%). Rerata PB subyek 68,!2±3,12 cm dan median BB 7,5 kg dengan BB terendah 5,75 kg dan BB tertinggi 14,5 kg. Dari penilaian BMB terdapat 5,5% bayi kurus (Z score <-2 SD), Sedangkan untuk indikator PBIU dengan Z score<-2 SD, didapatkan 3,6% bay! pendek (Slunting). Dari indikator BBIU didapatkan 9,1% bay; dengan z-score <-2 SD. Data asupan eneergi dan food recall yaitu 833,28±I94,54 kkaI per hari dan dan FFQ semikuantitatif 836,88±211,31 kkal perhari, sedangkan asupan protein dari food recall sebesar 17,62±7,98 g perhari dan dan FFQ semikuantitatif diperoIeh median sebesar 17,2 g per hari dengan asupan terendah sebesar 4,8 g dan asupan tertinggi sebesar 46,4 g. Untuk asupan folat dari FFQ semikuantitatif lebih besar dibanding dari food recall dengan median 35,24 ~g per bari, asupan terendah sebesar 0,84 ~g dan asupan tertinggi 182,5 ~g, Asupan folat dari food recall diperoleh median 26,04 pg per hari dengan asupan terendah 0,84 ~g dan asupan terrtinggi sebesar 204,66 ~g. Median kadar folat serum 43,05 nmol/L, dengao kadar folat serum terendah 19,92 nmol/L dan kadar folat serum tertinggi 104,24 nmol/L, Tidak ada subyek yang memiliki kadar folat serum kurang. Rerata kadar Hb sebesar IO,82±I,I2 gldL. Terdapat 25 (45,5%) bayi; anemia. Antara kadar folat serum dengan asupan folat dari FFQ semikuantitatif memllw korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang cukup (r ~ 0,435) dan bermakna (p = 0,001). Demikian juga antara asupan folat dari food recall dengan kadar folat serum memiliki korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang cukup (r = 0,329) dan bermakna (p ~ 0,014).
Hasil penelitian ini diperoleh korelasi yang bermakna antara asupan folat dengan kadar folat serum baik dan foad recall maupun dan FFQ semikuantitatif bayi sehat usia 5-8 bulan di kelurahan Kampung Melayu tahun 2010.

This tesis investigated the correlation between folate intake and serum folate level among health infants aged 6-8 months and its related factors in Kampung Melayu village, East Jakarta 2010. This study used cross-sectional design with infants aged 6-8 months who met the study criteria as the subjects. The respondents were mothers of the infants. Data collected included sex. age. length/height, weight, energy, protein and folate intake (based on a one-month semi quantitative FFQ and I day :24-hour food recall). folate and hemoglobin levels, Data collected from respondents included age, education, income based on average minimum monthly wage (UMR), knowledge. attitude and behavior on infants feeding.
This results was significant positive correlation (p < 0.05) between the folate levels and folate intake, Based on food recall was (r ~ 0,329) and significant (p ~ 0.014), Similarly, between the folate intake from the semiq uantitative FFQ and serum folate levels, there was also a positive correlation (r= 0.435 and p = 0.001). This conclusion was significant correlation between serum folate levels and folate intake among health infants aged that months.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32868
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, Merdina
"Zat besi merupakan mikronutrien esensial yang diperlukan tubuh seperti pertumbuhan sel darah merah dan sel otak Kebutuhan besi meningkat pada masa kehamilan Komposisi mikrobiota dapat berubah selama tahap kehidupan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya besi Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain potong lintang yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antara asupan besi dan kadar feritin serum dengan jumlah Bifidobacterium pada ibu hamil trimester ketiga Penelitian ini dilakukan di seluruh puskesmas kecamatan di Jakarta Timur dari bulan Maret sampai April 2015 Pengambilan subjek dilakukan dengan cara konsekutif dan didapatkan 52 ibu hamil yang memenuhi kriteria penelitian Data dikumpulkan dengan wawancara meliputi kuesioner data asupan besi heme dan non heme protein serta vitamin C dengan FFQ semikuantitatif Pengukuran antropometri untuk menilai status asupan gizi pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar feritin serum dan kadar CRP serta jumlah Bifdobacterium dalam tinja Didapatkan rerata usia 29 1 5 9 tahun nilai median asupan besi 66 7 3 3 144 1 mg hari kadar feritin serum 31 1 3 6 96 1 g L dan jumlah Bifidobacterium usus 7 45 5 1 9 5 log g tinja Tidak didapatkan korelasi yang bermakna asupan besi dengan jumlah Bifidobacterium usus r 0 202 p 0 152 juga tidak didapatkan korelasi bermakna antara kadar feritin serum dengan jumlah Bifidobacterium usus (r=0,116 p=0,411).

Iron is an essensial micronutrient which body needed such as for blood growth cell and brain cell Iron rsquo s requirement increases in pregnancy Microbiota composition can change in cycle of life which be affected by many factors likely iron The aim of this cross sectional study was to find the correlation between iron intake and serum ferritin with Bifidobacterium third trimester of pregnancy Data collection was conducted from March 2015 until April 2015 in all of sub district of public health centre in east Jakarta Subjects were obtained using consecutive sampling method A total of 52 pregnancy subjects had met the study criteria Data were collected through interviews including questionnare iron intake heme and non heme protein and vitamin C used semiquantitative FFQ Anthropometry measurementsto assess the nutritional status and laboratory examination i e blood levels of serum ferritin and CRP and Bifidobacterium in feces Mean age 29 1 5 9 years Median of intake of iron was 66 7 3 3 144 1 mg day serum ferritin was 31 1 3 6 96 1 g L and gut Bifidobacterium 7 45 5 1 9 5 log g feces No significant correlation was found between iron intake and Bifidobacterium in feces r 0 202 p 0 152 and negative correlations and no significant between serum ferritin and Bifidobacterium in feces (r=0, 116, p=0,411)"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Menganti Harum Putrinata
"Kegemukan dan obesitas pada anak sekolah dasar usia 7-12 tahun di Indonesia masih tinggi dari waktu ke waktu dan serat pangan terbukti memiliki fungsi baik pada tubuh dengan cara mengontrol berat badan serta mencegah penyakit tidak menular. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik subjek, menentukan serat pangan harian subjek, mengetahui skor persentil IMT menurut umur subjek, dan menganalisis hubungan antara serat pangan dengan skor persentil IMT menurut umur sebagai tujuan utama. Subyek yang terpilih sebanyak 153 orang yang mengikuti penelitian SEANUTS II melalui simple random sampling. Penelitian ini menggunakan analisis data sekunder melalui metode cross sectional. Korelasi antara asupan serat pangan terhadap skor persentil IMT menurut umur diharapkan untuk terjadi, sehingga kegemukan, obesitas, dan penyakit tidak menular dapat dicegah pada usia mendatang, akan tetapi faktor lain juga dianalisis terhadap skor persentil IMT untuk usia. Faktor lain terdiri dari umur, jenis kelamin, skor aktivitas fisik, asupan zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak), dan energi. Analisis statistik pada penelitian ini menggunakan uji korelasi one-tailed spearman dengan nilai signifikansi p < 0.05 untuk analisis bivariat, dilanjutkan ke analisis multivariat dengan p < 0.2. Uji Mann-Whitney juga digunakan untuk membandingkan variabel kategorik dan numerik dalam analisis bivariat. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan antara asupan serat makanan dan skor persentil BMI-untuk-usia pada anak SD usia 7-12 tahun, namun asupan karbohidrat dan jenis kelamin subjek menunjukkan korelasi terhadap skor persentil IMT-untuk-usia pada anak.

Overweight and obesity in elementary school children aged 7-12 years in Indonesia still remain high from time to time and dietary fiber is proven to have positive functions by controlling weight and preventing non-communicable diseases. The purpose of this study is to describe characteristics of selected subjects, determining daily dietary fiber of subjects, knowing the BMI-for-age percentile score of subjects, and analyzing the correlation between dietary fiber and BMI-for-age percentile score as the main objective. The selected subjects were 153 children who participated in the SEANUTS II study through simple-random sampling. The study used secondary data analysis through a cross sectional method. A correlation between dietary fiber intake towards BMI-for-age percentile score is expected so that overweight, obese, and further non-communicable diseases can be prevented in future time, however other factors are also analysed for BMI- for-age percentile score. Other factors include age, gender, physical activity score, macronutrients intake (carbohydrate, protein, fat), and energy. Statistical analysis used one-tailed Spearman correlation test with significance value p < 0.05 for bivariate analysis, proceeding to multivariate analysis using p < 0.2. Mann-Whitney test is also used to compare categoric and numeric variables in bivariate analysis. Our research shows no correlation between dietary fiber intake and BMI-for-age percentile score in elementary children aged 7-12 years, however carbohydrate intake and gender of subjects showed a significance towards BMI-for-age percentile score. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frieda Handayani Kawanto
"ABSTRAK
Penelitian mengenai asupan serat pangan dan air dan kejadian konstipasi pada remaja masih belum banyak Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan profil jumlah asupan serat pangan dan air pada remaja serta hubungan antara asupan serat pangan dan air terhadap pola buang air besar konsistensi tinja dan konstipasi Studi potong lintang dilakukan pada 120 siswa SMU berusia 15 17 tahun dilakukan selama Oktober Desember 2015 Data jumlah asupan energi karbohidrat protein lemak air dan serat bahan makanan dan minuman dikumpulkan dengan menggunakan food record form selama 2x24 jam dan food frequency questionnaire FFQ Subjek terdiri dari 82 anak perempuan 68 3 dan 38 anak lelaki 31 7 sebagian besar dengan gizi baik dan perawakan normal Hanya dua subjek yang mengalami konstipasi Median asupan energi protein lemak dan karbohidrat air dan serat berturut turut sebanyak 1419 3 kalori 54 6 gram 48 4 gram dan 183 2 gram 2079 mL dan 5 1 gram Jumlah asupan energi karbohidrat dan air subjek lelaki secara bermakna lebih tinggi dibandingkan perempuan Tidak didapatkan hubungan bermakna antara asupan serat pangan dan air dengan kejadian konstipasi Data yang didapat menunjukkan jumlah asupan serat pangan remaja usia 15 17 tahun di bawah AKG yang dianjurkan Sebaliknya jumlah asupan air sesuai dengan AKG yang dianjurkan Data yang didapat diharapkan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya ABSTRACT
Indonesian children and adolescent are alleged not to consume sufficient fiber and water while studies show fiber and water affect defecation profile This cross sectional study records the amount of fiber and water intake of Indonesian adolescents aged 15 17 years and their defecation pattern Subjects are 120 SMU 68 students aged 15 17 years 82 girls and 38 boys The study was conducted between October and December 2015 We attempt to find any correlation between fiber and water intake and defecation profile Most of the subjects were well nourished and normal stature Median water and fiber intake were 2079 mL and 5 1 grams The median of energy protein fats and carbohydrates intake were 1419 3 calories 54 6 grams 48 4 grams and 183 2 grams consecutively Only two subjects who experienced constipation About 49 subjects had abdominal pain according to Rome III Criteria We found there is no significant association between dietary fiber intake and water consumption and constipation However we feel that future study should be carried out to encrich our data in this field ;Indonesian children and adolescent are alleged not to consume sufficient fiber and water while studies show fiber and water affect defecation profile This cross sectional study records the amount of fiber and water intake of Indonesian adolescents aged 15 17 years and their defecation pattern Subjects are 120 SMU 68 students aged 15 17 years 82 girls and 38 boys The study was conducted between October and December 2015 We attempt to find any correlation between fiber and water intake and defecation profile Most of the subjects were well nourished and normal stature Median water and fiber intake were 2079 mL and 5 1 grams The median of energy protein fats and carbohydrates intake were 1419 3 calories 54 6 grams 48 4 grams and 183 2 grams consecutively Only two subjects who experienced constipation About 49 subjects had abdominal pain according to Rome III Criteria We found there is no significant association between dietary fiber intake and water consumption and constipation However we feel that future study should be carried out to encrich our data in this field ;Indonesian children and adolescent are alleged not to consume sufficient fiber and water while studies show fiber and water affect defecation profile This cross sectional study records the amount of fiber and water intake of Indonesian adolescents aged 15 17 years and their defecation pattern Subjects are 120 SMU 68 students aged 15 17 years 82 girls and 38 boys The study was conducted between October and December 2015 We attempt to find any correlation between fiber and water intake and defecation profile Most of the subjects were well nourished and normal stature Median water and fiber intake were 2079 mL and 5 1 grams The median of energy protein fats and carbohydrates intake were 1419 3 calories 54 6 grams 48 4 grams and 183 2 grams consecutively Only two subjects who experienced constipation About 49 subjects had abdominal pain according to Rome III Criteria We found there is no significant association between dietary fiber intake and water consumption and constipation However we feel that future study should be carried out to encrich our data in this field "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Isa Rosalia Ruslim
"Hipovitaminosis D selama masa kehamilan dapat menimbulkan komplikasi selama kehamilan dan pada janin. Selain itu data mengenai status vitamin D pada ibu hamil terutama trimester 1 di Indonesia masih terbatas. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar kalsidiol serum pada ibu hamil trimester 1 dan korelasinya dengan asupan vitamin D dan skor paparan sinar matahari.
Penelitian ini menggunakan metode studi potong lintang pada ibu hamil sehat usia 20-35 tahun dengan usia kehamilan <12 minggu. Hasil penelitian menunjukkan rerata usia subyek 27,36+3,91 tahun dengan median usia kehamilan 9 minggu. Sebagian besar subyek berpendidikan tinggi (68,1%), status bekerja (70,2%) dengan pendapatan >UMP (59,6%) dan rerata IMT 23,74+3,83 kg/m2. Asupan lemak, protein, dan kalsium subyek
Median skor paparan sinar matahari adalah 14 (0-42) dengan median lama paparan 17,41 (0-85,71) menit. Terdapat perbedaan bermakna antara kadar kalsidiol serum dengan kelompok lama paparan sinar matahari 5-30 menit dan >30 menit (p=0,033). Rerata kadar kalsidiol serum 39,26+10,25 nmol/mL (insufisiensi) dengan 100% subyek memiliki kadar kalsidiol serum < 80 nmol/L yang menggambarkan keadaan hipovitaminosis D.
Tidak terdapat korelasi antara kadar kalsidiol serum dengan skor paparan sinar matahari (r=0,087; p=0,562), dan asupan vitamin D (r=-0,049; p=0,745). Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian adalah seluruh ibu hamil trimester 1 di Jakarta mengalami hipovitaminosis D sehingga perlu segera diatasi melalui konseling dan edukasi gizi.

Vitamin D deficiency could be related to several complications to pregnancy`s outcomes, both for mother and fetus. Besides, there is limited data regarding to vitamin D status among pregnant women in Indonesia especially during the first trimester. Therefore this study was performed to determine serum calcidiol on the first trimester of pregnancy and its correlation to vitamin D intake and sun exposure score.
The methode in this study was cross-sectional study among healthy pregnant women aged 20-35 years old on their first trimester of pregnancy. Average age of the subjects was 27.36±3.91 years old with median gestational age of 9 weeks. Most of the subjects was well educated (68.1%), working (70.2%) with monthly income equal and more than the province minimum salary (59.6%), and with BMI average of 23.74±3.83 kg/m2. Mostly the subjects had fat, protein, and calcium intake below its RDA with the average intake of 44.49±22.22 g/day; 45.07±19.35 g/day; 661.93±405.91 mg/day, respectively. Vitamin D intake was mostly below its RDA with a median of 2.9 mcg/day and ranged from 0.3 to 15.6 mcg/day.
The median score of sun exposure score was 14 that ranged from zerro to 42, with a median for its duration of 17.41 minutes that ranged from zerro to 85.71 minutes. In this study, there was significant differences between serum calcidiol and sun exposure duration in 5-30 minutes and more than 30 minutes groups (p=0,033). As the main finding, it reveals that the average of serum calcidiol was 39.26±10.25 nmoL/mL or classified as insufficient where all of the subjects (100%) had serum calcidiol less than 80 nmol/L (hypovitaminosis D).
However, there were no significant correlations between serum calcidiol with sun exposure score and vitamin D intake (r=0.087 and p=0.562; r=-0,049 and p=0.745, respectively). In conclusion, all of the pregnant women in Jakarta, especially in their first trimester had low vitamin D status. Therefore, intervention is needed, i.e. through prenatal counselling and nutrition education regarding to natural sources of vitamin D.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arvianto Rahmat Nugroho
"Status gizi kurang masih merupakan permasalahan serius pada anak di Indonesia. Salah satu dampaknya adalah terjadi stunting. Stunting adalah gangguan pertumbuhan linier. Prevalensi stunting yang diukur menggunakan indikator tinggi badan menurut usia (TB/U) pada anak usia pra sekolah (4-6 tahun) di Indonesia mencapai 35,7%. Faktor yang dapat menyebabkan stunting adalah terjadinya malnutrisi kronik. Malnutrisi dapat terjadi karena kurangnya asupan makronutrien maupun mikronutrien. Salah satu kebutuhan mikronutrien yang harus dipenuhi adalah asupan zink. Zink berperan dalam memproduksi hormon pertumbuhan, sehingga kekurangan zink dapat berpengaruh terhadap kejadian stunting.
Penelitian ini ingin mencari korelasi antara asupan zink dengan indikator TB/U pada anak usia 5-6 tahun di Jakarta. Penelitian dilakukan dengan metode cross sectional dengan menggunakan data sekunder yang didapatkan melalui pengukuran antropometri dan food frequency questionaire dari sebuah penelitian di beberapa RW di Jalan Kimia pada tahun 2011. Dari hasil penelitian ini didapatkan sebanyak 37,1% subyek penelitian dengan asupan zink kurang dan sebanyak 18,6% mengalami stunting. Tidak ditemukan adanya korelasi antara asupan zink dengan indikator TB/U.

Low nutritional status is still a major problem for children in Indonesia. Low nutritional status could lead to stunting in children. Stunting is a linear growth problem. The prevalence of stunting, measured by height for age indicator, in pre-school children (age 4-6 years) in Indonesia is 35.7%. One of the factor that can cause stunting is chronic malnutrition. Low intake of macronutrient or micronutrient can cause malnutrition in children. Zinc is one of the important micronutrient essential for children. Zinc have a role in producing growth hormones. Inadequate intake of zinc possibly could lead to stunting.
The goal of this research is to find a correlation between zinc intake and height for age indicator in children aged 5-6 years in Jakarta. This research used a cross-sectional method, using secondary data that contains anthropometric measurements and food frequency questionaire data from a research conducted in several RW‟s on Jalan Kimia in 2011. The results showed that 37.1% of the research subject have inadequate zinc intake and 18.6% is stunted. No correlation is found between zinc intake and height for age indicator.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joseph Prasetyo
"Stunting merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius di negara berkembang termasuk Indonesia. Hasil RISKESDAS tahun 2013 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi anak balita yang stunting adalah 37,2% dan anak usia 5-12 tahun memiliki prevalensi 30,5%. Banyak faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stunting, salah satunya nutrisi. Salah satu komponen nutrisi yang penting dipenuhi untuk pertumbuhan anak adalah asupan protein.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran subjek penelitian berdasarkan karakteristik sosiodemografi, indikator TB/U, dan asupan protein serta mengetahui ada tidaknya korelasi antara asupan protein dan intikator TB/U.
Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan data sekunder dari penelitian primer yang berjudul “The effect of Frisian Flag GUM 456 ((isomaltulose enriched and mineral and vitamin fortified) on cognitive performance parameters in young children (5-6 years old)”. Subjek penelitian yaitu anak usia 5-6 tahun yang berdomisili di Jalan Kimia, Jakarta Pusat. Data asupan protein didapatkan dengan menggunakan instrumen semi-kuantitatif food frequency questionnaire (FFQ) dan data antropometri tinggi badan diukur dengan alat pengukur mikrotoise.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 20% subjek penelitian memiliki persentil TB/U kurang dari 5 (stunted) dan masih terdapat beberapa subjek (8,6%) yang memiliki asupan protein kurang dari AKG. Namun, tidak terdapat korelasi bermakna antara asupan protein dan indikator TB/U (p=0,903).

Stunting is one of serious health problems in developing country including Indonesia. Result from RISKESDAS 2013 shows that Indonesia has a prevalence of stunting toddlers 37.2% and prevalence of 5-12 years old stunting children 30.5%. There are many factors contributing to stunting, including nutrition. One of essential nutrients for children growth is protein.
The aim of this study is to know subject distribution based on characteristic of sociodemography, height-for-age index, protein intake and corelation between protein intake with height-for-age index of 5-6 years old children in Jakarta.
This study uses cross-sectional design of secondary data from primary study with title “The effect of Frisian Flag GUM 456 ((isomaltulose enriched and mineral and vitamin fortified) on cognitive performance parameters in young children (5-6 years old)”. Subject is 5-6 years old children who lives in Jalan Kimia, Jakarta Pusat. Protein intake is measured by semi-quantitative instrument food frequency questionnaire (FFQ) and antropometric body height is measured by microtoise.
The results show that there are 20% subject who have height-for-age (H/A) index below 5th percentile and 8.6% subject have protein intake less than AKG. Nevertheless, there is no significant correlation between protein intake and height-for-age (H/A) index (p=0.903).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clements
"Masa-masa awal kehidupan adalah fase krusial dimana sedang terjadi proses pertumbuhan, dan ketika proses ini terganggu dapat terjadi gangguan pertumbuhan. Salah satu bentuk gangguan pertumbuhan adalah stunting. Proses pertumbuhan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, dan salah satunya adalah asupan nutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk mencari korelasi antara asupan nutrisi yaitu kalsium dengan indikator tinggi badan terhadap usia (TB/U). Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional. Data didapat dari data sekunder penelitian yang dilakukan pada tahun 2011 di beberapa RW di Jalan Kimia, Jakarta Pusat. Metode pengambilan data menggunakan pengukuran antropometri untuk tinggi badan dan food-frequency questionaire untuk pola asupan kalsium. Data yang didapat dianalisis dengan uji spearman menggunakan perangkat lunak SPSS versi 20. Dari penelitian ini didapatkan 15,7% subjek penelitian mengalami stunting, lebih dari 80% subjek penelitian memiliki asupan kalsium harian yang rendah, dan tidak ditemukan korelasi antara asupan kalsium dengan indikator TB/U.

Childhood is a crucial phase of life where the process of growth is ongoing, and when this process is interrupted, the end result will be a growth disorder. Stunting is an example of such a condition. The process of growth is influenced by numerous factors and one of them is nutrient intake. This research aimed to find out the correlation between the level of nutrient intake and height-for-age indicator. The nutrient discussed in this research is calcium. This research used a cross-sectional research design. Data of this research used a secondary data from a research conducted in 2011 in several RW on Jalan Kimia, Central Jakarta. The primary research used anthropometric measurements to obatain height data and food frequency questionaire to obtain the calcium intake patterns. Data that have been obtained then were analyzed with the Spearman test using SPSS version 20 software. This research conclude that 15.7% of the research subjects are stunted, over 80% of the research subjects had a low daily calcium intake and no correlation is found between daily calcium intake and the indicator of height-for-age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>