Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142792 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novita Anggraini
"Limbah cair domestik merupakan penyumbang terbesar limbah cair perkotaan dan menjadi pemicu permasalahan air. Program layanan lumpur tinja terjadwal (LLTT) bermaksud untuk mereduksi pencemaran biologi air dari tangki septik yang tidak dikelola baik, karena masih banyak masyarakat yang mengonsumsi air tanah. Tujuan riset ini adalah menganalisis kondisi penggunaan sumber air bersih, potensi pencemaran parameter biologi air tanah dan hubungan penggunaan LLTT dengan pengetahuan pencemaran di wilayah Kelurahan Pademangan Barat. Digunakan pendekatan kuantitatif dengan metode campuran melalui kuesioner kepada responden rumah tangga serta analisis parameter Total Coliform dan E. coli pada air tanah dengan metode SNI 06-6858-2002. Hasil riset menunjukkan sebagian besar masyarakat telah menyambungkan pipa air minum namun diantaranya tetap menggunakan air tanah. Tidak terdapatnya fasilitas sanitasi layak menimbulkan praktik buruk pembuangan air limbah domestik dan menyebabkan air tanah tercemar secara biologi. Sebagian besar rumah tangga memiliki umur tangki septik yang lebih dari sepuluh tahun, dan membangun tangki septik dengan material tidak kedap air di lokasi yang sulit, kurang dari sepuluh meter dari sumber air yang digunakan, serta memiliki frekuensi penyedotan tidak berkala. Terdapat korelasi positif antara pengetahuan pengelolaan lumpur tinja dengan pengetahuan pencemaran serta meningkatnya pengetahuan pengelolaan lumpur tinja dikarenakan adanya peningkatan dari pengetahuan pencemaran, dan peningkatan faktor sosial.

Domestic wastewater is the largest contributor to urban wastewater and a trigger for water problems. The scheduled faecal sludge service program (LLTT) aims to reduce water biological pollution from poorly managed septic tanks, because many people still consume groundwater. The purpose of this research is to analyze the conditions of the use of clean water sources, the potential for pollution of groundwater biological parameters and the relationship between LLTT use and pollution knowledge in the area of West Pademangan Subdistrict. A mixed method quantitative approach was used through questionnaires to household respondents and analysis of the parameters of Total Coliform and E. coli in groundwater using the SNI 06-6858-2002 method. The results of the research show that most people have connected drinking water pipes but some of them still use ground water. The absence of proper sanitation facilities has resulted in bad practices for discharging domestic wastewater and causing groundwater to be biologically polluted. Most households have a septic tank life that is more than ten years, and build septic tanks with non-waterproof material in difficult locations, less than ten meters from the source of the water used, and have an irregular desludging frequency. There is a positive correlation between knowledge of management of fecal sludge with knowledge of pollution and increased knowledge of management of fecal sludge due to an increase in knowledge of pollution and an increase in social factors."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Sartika
"ABSTRAK
Pengelolaan lumpur tinja (Faecal Sludge Management, FSM) yang tidak tepat menjadi masalah global penghambat pembangunan berkelanjutan. Lumpur tinja sering dibuang ke lingkungan yang berisiko pada lingkungan dan kesehatan masyarakat. Riset menilai tingkat keamanan FSM pada lingkungan di Sumatera Barat dan Lampung dengan pendekatan kuantitatif, mix method dan flow chart menurut ekonomi dan sosial rumah tangga. Riset menunjukkan tingkat keamananan FSM pada lingkungan mayoritas di wilayah riset tidak aman pada lingkungan dan lebih banyak pada rumah tangga yang lebih miskin. Tingkat FSM yang lebih aman pada lingkungan di Sumatera Barat tidak berbeda pada gender kepala rumah tangga sedang di Lampung lebih banyak pada yang dikepalai laki-laki. Uji hipotesis menunjukkan tingkat keamanan FSM pada lingkungan 1,2 kali lebih aman pada anggota rumah tangga tidak lebih dari 4 orang dan yang memiliki rumah sendiri 1,4 kali lebih aman dibanding dengan yang tidak memiliki rumah sendiri.

ABSTRACT
Lack of household Faecal Sludge Management (FSM) is a global problem and an inhibitor to sustainable development. Faecal sludge is often allowed to accumulate in the environment, a growing challenge, generating significant risks to the environment and public health. The research analyzes environmentally safe level of FSM in Sumatera Barat and Lampung using a quantitative approach, mix method and flow chart tools via socio economic segmentation. The study showed environmentally safe levels of FSM in majority households is unsafe with higher level in poorer households. Safe FSM levels in West Sumatra segmented by gender head of household do not vary. In Lampung, the safer FSM levels were found in those headed by men. Hypothesis showed the environmentally safe level of FSM to be 1.2 times safer for households with no more than 4 members and 1.4 times safer for those that own their own homes over those that do not.
"
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Ilmu Lingkungan, 2019
T52299
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Shara
"Anaerobic digester merupakan unit limbah menjadi energi yang dapat mengurangi masalah limbah organik dan menghasilkan energi berupa biogas namun membutuhkan waktu yang lama dan menghasilkan produksi biogas yang kurang optimal. Oleh karenanya dilakukan prapengolahan untuk mengatasinya. Pengujian BMP dilakukan selama 39 hari pada suhu 35±1°C untuk melihat pengaruh prapengolahan kimiawi dengan penambahan 0,1mol/L dan 0,04mol/L NaOH terhadap produksi biogas dan biodegradibilitas lumpur tinja. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa NaOH sebagai alkali dalam prapengolahan kimiawi tidak menunjukkan kinerja yang optimal jika diterapkan pada lumpur tinja. Penambahan NaOH tidak mengoptimalkan pembentukan biogas dan metana kumulatif. Produksi biogas dari sampel tanpa prapengolahan sebesar 5,99 ml sedangkan untuk dosis 0,1 mol/L dan 0,04 mol/L masing-masing memproduksi 5,01 dan 2,06 ml biogas selama 39 hari. Produksi kumulatif metana tanpa prapengolahan sebesar 11,79 mlCH4/gVS dan untuk penambahan 0,1mol/L dan 0,04mol/L masing-masingnya 11,36 dan 6 mlCH4/gVS. Namun, prapengolahan dapat meningkatkan biodegradibilitas dengan meningkatkan efisiensi pengurangan VS dan COD sebesar 76,76% dan 40,91% untuk dosis 0,1 mol/L dan 48,72% dan 75,45% untuk dosis 0,04mol/L. Persentase pengurangan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan lumpur tinja tanpa prapengolahan dengan persen pengurangan untuk VS dan COD sebesar 40,91% dan 66,67%.

Anaerobic digester is waste to energy unit that not only overcome organic waste problem but also produce energy in the form of biogas. However, anaerobic digestion process need a long retention time and biogas produced is not optimal so pretreatment prior to anaerobic process is necessary. BMP assay conducted in 39 days at 35±1°C to investigate effects of chemical pretreatment on biogas production and biodegradability of faecal sludge. Results shows that NaOH as alkali reagen in chemical pretreatment did not give an optimal results. Unpretreated sludge produce 5,99 ml biogas and addition of 0,1mol/L and 0,04mol/L NaOH produce 5,01 ml and 2,06 respectively. Chemical pretreatment also can not increase the cumulative methane yield (CMY). CMY of unpretreated sludge is 11,79 mlCH4/gVS and for pretreated sludge of 0,1mol/L and 0,04 mol/L are 11,36 dan 6 ml CH4/gVS respectively. Although chemical pretreatment can not increase biogas production and CMY, it can inrease the biodegradability of faecal sludge. Efficiency of VS and COD reduction of 0,1 mol/L are 76,76% and 40,91%; and for 0,04 mol/L are 48,72% and 75,45%. Meanwhile the reduction of VS and COD of unpretreated faecal sludge are 40,91% and 66,67% which less than the pretreated faecal sludge.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ukhtiy Afifah
"Pengelolaan limbah lumpur tinja yang sangat terbatas dapat ditingkatkan dengan memanfaatkannya menjadi biogas. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan potensi biogas pada lumpur tinja dengan menambahkan sampah makanan dan sampah taman. Sistem yang digunakan berupa Anaerobic Co-digestion dengan variasi konsentrasi lumpur tinja, yaitu sebesar 25% dan 50% berdasarkan nilai Volatile Solids (VS). Inokulum yang digunakan adalah rumen sapi. Penelitian dilakukan menggunakan reaktor batch skala lab berukuran 51 L dengan masa operasi selama 42 hari. Biogas yang dihasilkan pada konsentrasi lumpur tinja sebesar 25% adalah 0,30 m3CH4/kg VS dengan destruksi VS sebesar 71,93% dan COD sebesar 72,42%. Sedangkan, biogas yang dihasilkan pada konsentrasi lumpur tinja sebesar 50% adalah 0,56 m3CH4/kg VS dengan destruksi VS sebesar 92,43% dan COD sebesar 87,55%. Penelitian ini menyimpulkan bahwa potensi biogas pada konsentrasi lumpur tinja sebesar 50% lebih besar dibandingkan pada konsentrasi lumpur tinja sebesar 25%.

Faecal sludge management can be optimized by converting the sludge into biogas. The purpose of this study is to optimize the biogas potential of faecal sludge with food waste and garden waste. The system use Anaerobic Co-digestion with variation of 25% and 50% concentration of faecal sludge based on Volatile Solids (VS). Inoculum used was cow?s rumen. The study was operated using lab-scale batch reactor 51 L for 42 days. Biogas produced from 25% concentration of faecal sludge is 0,30 m3CH4/kg with 71,93% VS and 72,42% COD destruction. Meanwhile, 50% concentration of faecal sludge produced 0,56 m3CH4/kg VS biogas with 92,43% VS and 87,55% COD destruction. This study concludes that biogas potential from 50% concentration of faecal sludge is greater than 25% concentration of faecal sludge."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64400
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indi Azmi Rizka Amalia
"ABSTRAK
Lumpur tinja berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan energi terbarukan, akan tetapi karena karakteristiknya yang memiliki kadar air relatif tinggi diperlukan proses pengeringan terlebih dahulu dengan menggunakan metode biodrying dan hasilnya dapat digunakan sebagai bahan baku refused derived fuel (RDF). Penelitian ini menggunakan 3 desain reaktor dengan rasio pencampuran fraksi organik yang berbeda-beda, yaitu sebesar 31 persen, 40 persen, dan 47 persen. Kemudian dilakukan pengujian parameter kunci dari biodrying, antara lain suhu, kadar air, volatile solid, dan nilai kalor, serta dilakukan juga pengujian tingkat biostabilitas dari feedstock. Berdasarkan hasil yang diperoleh, biodrying menggunakan lumpur tinja dan campuran material organik mampu meningkatkan suhu feedstock hingga rentang 48-52 derajat C, dengan suhu tertinggi terjadi pada Reaktor 2, menurunkan kadar air hingga 5-12 persen, dan kadar volatile solid terendah dicapai Reaktor 3, sebesar 36.57 persen. Pada durasi biodrying hari ke-15, nilai kalor tertinggi terjadi pada Reaktor 3, yaitu sebesar 14.66 MJ/kg, serta tingkat stabilitas tertinggi terjadi pada Reaktor 2 sebesar 0.3 O2.g TS-1.jam-1.

ABSTRACT
Faecal sludge has a potential to be used as renewable energy materials, however, since its characteristics which have high moisture content, a drying process is needed using biodrying method that produce raw materials for refused derived fuel (RDF). This study investigated the biodrying performance of three reactor designs using different organic mixing fractions: 31% (Reactor 1), 40 persen (Reactor 2), and 47 persen (Reactor 3) on key parameters, such as temperature, moisture content, volatile solid, and calorific value. In addition, biostability of the feedstock biodrying will also be investigated. Based on the results obtained, the performance of biodrying using faecal sludge and organic fractions increase the temperature to a range of 48-52 derajat C, with the highest temperature occurring in Reactor 2, which is 51.4 derajat C, and decrease moisture content to 5-12 persen, with the lowest volatile solid content reached 36.57 persen in Reactor 3. At the 15th day biodrying process, the highest calorific value of mixing fraction reached 14.66 MJ / kg occurred in the Reactor 3. Besides, the highest level of biostability is equal to 0.3 O2.g TS-1.hour-1 which occurs in Reactor 2.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pebriano Saka Perkasa
"ABSTRAK
Pengembangan energi terbarukan merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi. Lumpur tinja menjadi salah satu alternatif pilihan dalam pengembangan energi tebarukan karena memiliki nilai kalor hingga 19,1 MJ/kg TS. Sehingga, berpotensi diubah menjadi Refused Derived Fuels (RDF). Akan tetapi, lumpur tinja masih memiliki nilai kadar air yang tinggi sehingga perlu proses pengeringan terlebih dahulu dengan menggunakan metode biodrying. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pertumbuhan mikroorganisme ketika terjadi variasi fraksi organik terhadap pengeringan lumpur tinja dengan metode biodrying. Berdasarkan pengujian tersebut diperoleh fakta bahwa bakteri mesofilik cenderung meningkat pada dua minggu pertama sedangkan bakteri termofilik meningkat pada satu minggu pertama dan ditemukan kolerasi yang lemah antara pertumbuhan mikroorganisme terhadap perubahan variabel volatile solids. Sementara itu, reaktor dengan penambahan fraksi organik terbesar menghasilkan nilai kalor paling baik, yaitu sebesar 14.66 MJ/Kg, kadar air paling rendah, sebesar 37.15%, dan volatile solids paling besar, 30.93%.

ABSTRACT
Developing a renewable energy is one challenge that we have to face in the future. Faecal sludge could be an alternative solution in developing renewable energy sources since it has heating value up to 19.1 MJ/Kg TS. Hence, faecal sludge could be processed to Refused Derived Fuel. In the other side, faecal sludge has a high moisture content and should be dried before. This study tried to analyze the characteristics of faecal sludge biodrying and see the microbes activity behind the drying process with different organic fraction mixing. To answer the objectives, this experiment using several key parameters suh as temperature, moisture content, volatile solids, and the amount of mesophilic and thermophilic bacteria. The result of this study shows that mesophilic bacteria increased in the first two weeks while thermophilic bacteria increased in the first week and found a low correlation between the growth of microorganisms to changes in volatile solids. Meanwhile, the reactor that with the highest organic fraction shows the best result with calorific value up to 14.66 MJ/Kg, lowest moisture content, 37.15%, and has the highest volatile solids, which is 30.93%."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romaita Ardzillah
"Minimnya informasi terkait waktu tinggal substrat di dalam digester untuk menghasilkan gas yang optimum menjadikan salah satu permasalahan dalam pengoperasian digester anaerobik, sehingga perlu dilakukan penelitian terkait waktu tinggal. Penelitian terhadap waktu tinggal ini dilakukan dalam reaktor berukuran 51 L dengan sistem batch selama 40 hari dengan perbandingan substrat lumpur tinja:sampah makanan:sampah kebun adalah 1:1:1 dan dilakukan pengecekan karakteristik awal substrat setelah pencampuran.
Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa C/N substrat adalah 12,5 dengan TS sebesar 1,25%. Biogas maksimum yang dihasilkan terjadi pada waktu tinggal 40 hari yaitu sebanyak 127,13 L per kg VS dengan persentase metan sebesar 37,4% dan persentase penghilangan COD sebesar 73,5%. Namun, pada penelitian ini belum dapat menentukan waktu tinggal optimum dikarenakan belum adanya fluktuasi dari produksi gas.

The lack of information regarding the substrate residence time in the digester to produce optimum gas has affected to an appearance of certain problems in the operation of an anaerobic digester, so it is necessary to study related residence time. Research on the residence time in the reactor was done by measuring 51 L in a batch system for 40 days with a ratio of substrates, fecal sludge:food waste:garden waste is 1: 1: 1 and checking the initial characteristics of the substrate after mixing.
Based on the research, it showed that the C/N substrate is 12,5 with 1,25% TS. Biogas produced maximum occur at the time of stay of 40 days was as much as 127,13 per kg VS L with a percentage of 37,4% methane and COD removal percentage of 73,5%. However, this study have not been able to determine the optimum detention time fluctuations due to the lack of gas production.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63810
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Yohannes
"Pertumbuhan penduduk DKI Jakarta yang pesat adalah salah satu permasalahan yang kompleks bagi penyediaan air bersih terutama karena limbah domestik yang dihasilkan dari kegiatan masyarakat. Sungai sebagai badan air penerima limbah domestik menjadi salah satu sumber daya alam yang rentan terhadap pencemaran. Sungai Krukut adalah salah satu sungai yang digunakan sebagai air baku air bersih PDAM dan saat ini telah tercemar akibat kegiatan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan menganalisis mutu air dan menentukan upaya pengendalian pencemaran air Sungai Krukut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode gabungan antara kuantitatif dan kualitatif. Metode SWOT (Strength, weakness, opportunity, and Threat) digunakan untuk menentukan upaya pengendalian pencemaran air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status mutu air pada 5 titik pemantauan dengan metode Indeks Pencemar yaitu (8,18), (8,02), (7,39), (7,09) dan (9,58), sehingga mutu air tergolong dalam kategori tercemar sedang. Upaya pengendalian pencemaran air yang dapat diterapkan di Sungai Krukut adalah (1) Melakukan penertiban masyarakat yang tinggal dan usaha di daerah sempadan sungai (2) Mengadakan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat dan UMKM tentang pentingnya pengelolaan limbah (3) Bantuan pemerintah dalam membuat sistem dan menerapkan IPAL terpadu untuk kegiatan UMKM dan permukiman kumuh (4) Implementasi program pengendalian pencemaran air.

The rapid growth of population is one of the complex cause for the clean water provision in Jakarta, mainly due to the accumulation of domestic waste from community activities. River as the water body that receives domestic waste is one of the natural resources which vulnerable to pollution. Krukut River is one of the rivers used as the raw water for clean water supply which currently polluted due to waste produced by the community activities.
This study aims to analyze water quality and determine efforts to control Krukut River water pollution. The study combines both quantitative and qualitative methods to determine the water quality, while SWOT (Strength, weakness, opportunity, and Threat) is used to determine water pollution control efforts.
The results showed that the water quality status at 5 monitoring points with the Pollutant Index method was classified as moderate contamination with the value (8,18), (8,02), (7,39), (7,09) and (9,58) at each point. Water pollution control efforts that can be applied in the Krukut River are (1) Controlling communities and the business near the river border area (2) Creating a socialization and training for the community and Micro, Small & Medium Enterprise`s (MSME) on the importance of waste management (3) Government assistance in making systems and implementing integrated WWTPs both MSME and slum settlements (4) Implementation of water pollution control programs
"
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2019
T54393
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Prabaningrum Tantoro
"Fosfor (P) merupakan salah satu mineral dalam limbah kotoran manusia yang kurang dimanfaatkan. Tidak ada prioritas global untuk memastikan aksesibilitas fosfor yang cukup di masa mendatang sehingga perlu adanya pemulihan atau daur ulang fosfor, salah satunya ialah melalui proses fermentasi secara anaerobik untuk dipergunakan kembali sebagai produk agrikultur berupa pupuk. Dalam pengolahan anaerobik, proses fermentasi akan menghasilkan produk berupa volatile fatty acid (VFA) yang dapat diaplikasikan dalam produksi bioplastik, bioenergi, dan penyisihan nutrien dari limbah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelepasan fosfor dan produksi VFA dari lumpur tinja melalui proses fermentasi. Penelitian didahului dengan pengujian ICP-OES untuk mengidentifikasi karakteristik lumpur tinja, kemudian proses fermentasi dilakukan dengan menggunakan reaktor batch selama delapan (8) hari. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa kondisi optimum pelepasan fosfor dan produksi VFA berada pada hari ke-8 fermentasi dengan perolehan konsentrasi fosfor terlarut sebesar 52,02 mg/L, persentase P-release sebesar 6%, dan konsentrasi VFA sebesar 1.351,35 mg/L. Pelepasan fosfor dipengaruhi oleh keberadaan bakteri asidogenik dalam reaktor dapat melepaskan fosfor sekaligus memproduksi VFA. Produksi VFA dan pH, kandungan logam berat, serta bahan organik kompleks juga memengaruhi pelepasan fosfor seiring berjalannya proses fermentasi yang terbukti dengan adanya tren peningkatan dan penurunan konsentrasi fosfor selama penelitian berlangsung.

Phosphorus (P) is one of the underutilized minerals in human waste. There is no global priority to ensure sufficient phosphorus accessibility in the future, necessitating phosphorus recovery or recycling. One method for this is through anaerobic fermentation to be reused as agricultural products like fertilizers. In anaerobic treatment, the fermentation process also produces volatile fatty acids (VFAs), which can be applied in the production of bioplastics, bioenergy, and nutrient removal from waste. This study aims to identify phosphorus release and VFA production from fecal sludge through fermentation. The study began with ICP-OES testing to identify the characteristics of fecal sludge, followed by an eight-day batch reactor fermentation process. The experimental results showed that the optimal conditions for phosphorus release and VFA production were on the 8th day of fermentation, with a dissolved phosphorus concentration of 52.02 mg/L, a P-release percentage of 6%, and a VFA concentration of 1,351.35 mg/L. Phosphorus release was influenced by the presence of acidogenic bacteria in the reactor, which release phosphorus while producing VFAs. VFA production, pH, heavy metal content, and complex organic matter also affected phosphorus release throughout the fermentation process, as evidenced by the trends of increasing and decreasing phosphorus concentrations observed during the study."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gian Ratulangi Bhumindra
"Limbah padat lumpur IPA Pejompongan I dan II dari proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi sampai saat ini dibuang ke sungai Krukut dan memiliki potensi untuk mencemarkan sungai tersebut. Studi pemanfaatan kembali lumpur IPA Pejompongan I dan II sebagai koagulan dilakukan untuk mengurangi residu yang dibuang ke sungai. Dalam penelitian penggunaan kembali lumpur sebagai koagulan yang dilakukan adalah menentukan kondisi terbaik yang dibutuhkan agar lumpur dapat digunakan sebagai koagulan. Metode jartest digunakan untuk mengaetahui kondisi optimum dan efisiensi pemakaian kembali lumpur. Kandungan aluminium merupakan senyawa yang sangat vital dan pemulihan aluminium dilakukan dengan pengeringan dan kalsinasi sampel lumpur terlebih dahulu.
Kondisi optimum untuk sampel lumpur IPA Pejompongan I dan II dengan dosis sebesar 9,01 dan 7,5 mg dengan kecepatan pengadukan cepat 140 dan 100 rpm selama 1 menit, lalu kecepatan pengadukan lambat sebesar 20 rpm selama 15 menit dan sedimentasi selama 60 menit. Efektivitas pemakaian lumpur sebagai koagulan untuk sampel I adalah sebesar 97,73 % dan sampel II sebesar 98,19 %. Hasil pemakaian dapat mencapai baku mutu kekeruhan yang telah ditetapkan pada Permenkes No. 492/menkes/per/iv/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum yaitu 5 NTU sedangkan kekeruhan yang diperoleh adalah sebesar 4 NTU untuk kedua sampel. Hal ini membuktikan bahwa pemakaian kembali lumpur IPA Pejompongan I dan II sebagai koagulan dapat dilakukan.

Sludge residu from coagulaton-flocculation-sedimentation process of Pejompongan I and II water treatment plant, have been disposed at Krukut river until the present day and the residue may be a threat of pollution to the river. Studies of reusing the sludge residu of Pejompongan I and II water treatment plant as a coagulant may decrease the amount of residu which are disposed at the river. In the study of reusing sludge as a coagulant, the search of the optimum conditions of the sludge is needed to be done by using jar test methode. Aluminium recovery is the vital core of this study, where to recover the remaining aluminium in the sludge residu, dewatering and calcination treatment has to be implemented to the sample.
The optimum condition for the sludge sample from Pejompongan I and II is 9,01 and 7,5 mg dosage of the sample with a fast mixing rate of 140 and 100 rpm for 1 minute and slow mixing rate of 20 rpm for 15 minutes then 60 minutes of sedimentation for settling. Effectivity of sludge reuse as a coagulant for sample I (Pejompongan I) is 97,73 % and sample II (Pejompongan II) IS 97,73 %. The result of the usage of the sample has reached the standard of turbidity which is stated by Permenkes No. 492/menkes/per/iv/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum with the standard of 5 NTU, where as turbidity obtained is equal to 4 NTU for both samples. The reuse of sludge residu from Pejompongan I and II water treatment plant as a coagulant has been proven successful.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65026
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>