Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205362 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khairunisa
"Perdagangan satwa liar yang dilindungi di DKI Jakarta merupakan bentuk dari wildlife crime yang akan berdampak pada manusia itu sendiri. Meskipun upaya penanganan telah dilakukan, namun pada kenyataannya kejahatan tersebut masih marak terjadi. Menggunakan pendekatan routine activity theory yang memiliki kerangka analisis segitiga kejahatan (crime triangle analysis) dapat menjelaskan mengapa penanganan kejahatan telah gagal untuk diterapkan, dengan melakukan peninjauan terhadap kinerja aktor pengendali (guardian, handler, manager). Hasil dari peninjauan tersebut menjelaskan bahwa kegagalan disebabkan oleh rendahnya komitmen dan kemampuan dari aktor pengendali kejahatan. Kemudian, kegagalan tersebut dapat ditangani dengan menghadiran super controllers atau elemen yang dapat mempengaruhi kinerja aktor pengendali kejahatan. Terkait bentuk pengaruhnya terhadap aktor pengendali, super controller terbagi menjadi sepuluh tipe yang dikelompokan dalam tiga kategori besar. Maka dari itu, penulisan ini diakhiri dengan pembahasan tentang implikasi pentingnya meninjau pemilihan tipe super controller yang akan digunakan dalam suatu penanganan kejahatan.

The trade of protected wildlife in DKI Jakarta is a form of wildlife crime which will have an impact on humans themselves. Even though efforts have been made to deal with it, in reality these crimes are still often occur. Using a routine activity theory approach that has a crime triangle analysis framework can explain why crime handling has failed to be implemented by conducting a review of the performance of controlling actors (guardian, handler, manager). The results of the review explained that the failure was caused by the low commitment and ability of the crime controlling actors. Then, these failures can be handled by introducing super controllers or elements that can affect the performance of the controlling crime actor. Regarding the shape of its influence on controlling actors, super controllers are divided into ten types which are grouped into three broad categories. Therefore, this thesis ends with a discussion of the implications of the importance of reviewing the selection of the type of super controller that will be used in a crime handling"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Shinta Mustika
"Penelitian ini membahas peran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam upaya untuk menggurangi perdagangan ilegal. Permasalahan pelaksanaan kebijakan UU No.5 Tahun 1990 yang tidak jalan karena ringannya hukum di berlakukan serta pengawasasan oleh polhut yang tidak efektif karena terbatasnya SDM Polhut. Penelitian ini Post-positivis yang mengkaitkan hasil penelitiannya dengan teori Bell dan McGillivary peran pemerintah sebagai Administrative Regulation, Anticipatory Continuing Controls, Planning Prevention, dan Protecting Nature. Dari keempat dimensi belum berjalan dengan baik karena masih ada kendala dan kebijakan dasar sedang direvisi maka pemerintah menerapkan sistem multidoor untuk memberatkan sanksi yang diberikan dan bekerjasama dengan MMP, penyidik PNS, WCS dan WWF.Kata Kunci: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Peran Pemerintah, Perdagangan, ilegal satwa liar.

This undergraduate thesis discussesd the role of the Ministry of Environment and Forestry from the efforts made in tackling illegal trade in protected wildlife. The problem is implementation policy of law No.5 of 1990 not appropriate with procedure as casually given minor offences, monitoring is also less effective due to a number of forest ranger in addition. This Post positivis research which related result of the research and theory of Bell and McGillivary on the role of the Government as the Administrative Regulation, Anticipatory Continuing Controls, Planning Prevention and Protecting Nature. The four dimenstion are not well on of this research that Law is being revised so the government implements multidoor system to burden the sanction and cooperate with MMP, PPNS, WCS, WWF."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S69807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Josephine Priscilla
"Perdagangan satwa liar yang tidak dilindungi di Indonesia menunjukkan
peningkatan yang semakin marak beberapa tahun belakangan, baik secara langsung
maupun melalui dunia maya. Kenyataan bahwa banyak dari praktik perdagangan
tersebut yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
menunjukkan bahwa terdapat ketidakjelasan penegakan hukum dalam perdagangan
satwa liar yang tidak dilindungi di Indonesia. Perdagangan satwa liar yang tidak
dilindungi di Indonesia harus diatur dengan jelas dan rinci dalam peraturan
perundang-undangan sehingga dapat mendorong penegakan hukum yang tepat dan
sesuai. Oleh karena itu, penulis memandang perlu meninjau kembali pengaturan,
penerapan dan penegakan hukum terhadap perdagangan satwa liar yang tidak
dilindungi di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis-normatif
melalui studi kepustakaan dan wawancara kepada beberapa narasumber. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan dan penegakan hukum dalam
perdagangan satwa liar yang tidak dilindungi di Indonesia sampai saat ini tidak
berjalan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada akhir penelitian,
penulis memberi saran kepada pemerintah untuk meningkatkan pengawasan
terhadap perdagangan satwa liar yang tidak dilindungi di Indonesia serta
mempertimbangkan insentif, disinsentif, maupun sanksi administratif dan pidana
sebagai bentuk- bentuk pilihan penegakan hukum dalam pengaturan perdagangan
satwa liar yang tidak dilindungi di Indonesia.

The unprotected wildlife trade in Indonesia has shown an increasing trend in recent
years, both directly and through cyberspace. The fact that many of these trading
practices are not in accordance with the prevailing laws and regulations shows that
there is a lack of clarity in the law enforcement of the unprotected wildlife trade in
Indonesia. The unprotected wildlife trade in Indonesia must be regulated clearly
and in detail in the laws and regulations so as to stimulate accurate and appropriate
law enforcement. Therefore, the author consider it is necessary to review the
regulation, implementation, and the law enforcement of the unprotected wildlife
trade in Indonesia. This research was conducted using legal-normative method
through literature study and interviews with several experts. The result of this study
indicate that the implementation and the law enforcement in the unprotected
wildlife trade in Indonesia has not been conducted according to the prevailing laws
and regulations. At the end of the thesis, the author recommend the government to
increase the supervision of the unprotected wildlife trade in Indonesia and to
consider incentive, disincentive, as well as administrative and criminal sanctions
as the forms of law enforcement options in the unprotected wildlife trade regulation
in Indonesia
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yati Sudiharti
"Pemberlakuan undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan peraturan pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan provinsi sebagai daerah otonom telah mengawali asas desentraslisasi. Sebagai konsekuensi dari diimpiementasikannya kebijakan desentralisasi I otonomi daerah tersebut sejak tahun 2000, secara umum telah terjadi perubahan ditandai dengan pemberian sejumlah kewenangan yang dulunya ditangani oleh pemerintah pusat menjadi berkurang dan berpindah kepada pemerintah daerah. Berdasarkan peraturan perundang - undangan tersebut sejak bulan Juni tahun 2002 Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta menyelenggarakan pelayanan perijinan tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi. Walaupun sudah berjalan selama dua tahun, namun penyelenggaraan pelayanan tersebut belum berjalan optimal. Berangkat dari keingintahuan " kenapa belum berjalan optimal ", maka dilakukan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara langsung kepada pejabat terkait, studi literatur serta data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan pada implementasi kewenangan pelayanan perijinan tumbuhan dan satwa liar ini adalah masih terdapatnya ketidak jelasan kewenangan yang diberikan, adanya tumpang tindih kewenangan dalam penanganan pelayanan perijinan tumbuhan dan satwa liar baik secara vertikal antar level pemerintah (Dinas dengan Balai Konservasi Sumber Dalam Alam) maupun secara horizontal antara Dinas dengan Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan provindi DKI Jakarta itu sendiri, sehingga memungkinkan adanya interpretasi ganda antara provinsi dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi DKI Jakarta. Faktor struktur organisasi belum mampu mendukung kinerja organisasi secara optimal. Faktor kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih rendah, tidak mencukupi untuk mengelola kapasitas kerja yang bertanggung jawab dalam memberikan jasa pelayanan kepada para pengusaha tumbuhan dan satwa liar, baik di kantor maupun untuk di lapangan.
Beberapa implikasi dari hasil penelitian ini antara lain perlu adanya konfirmasi dari pemerintah pusat untuk kejelasan pembagian kewenangan dalam PP 25 tahun 2000 dan pembuatan standar pelayanan yang jelas dan rinci; segera melakukan klarifikasi kepada Menteri Kehutanan, berkenan dengan terbitnya Keputusan Menteri (Kepmen) No. 447 tahun 2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar yang tidak dilindungi. Menteri Kehutanan atau Departemen Kehutanan harus memberikan penjelasan kepada provindi karena keputusan menteri (Kepmen) tersebut seolah mencabut PP 25 tahun 2000; Pemerintah Daerah harus segera menyusun Peraturan Daerah (PERDA) pengelolaan tumbuhan dan satwa liar. Struktur organsiasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta sebaiknya di evaluasi kembali I dibenahi kembali secara matang melalui aktivitas peningkatan mekanisme kerja yang ada sehingga unit-unit organisasi mampu berfungsi secara optimal sesuai dengan tugas pokoknya, terutama mengenai Polisi Hutan (Polhut) dan penyuluh yang berada di kantor maupun di lapangan.

Determining of Regulation No. 22 year 1999 about Local Regulation and Government Regulation No. 25 year 2000 about Government Authority and Province as Autonomy Region have early ground of decentralization. As consequence of its implementation of regional decentralization 1 autonomy policy since year 2000, in generally there is alteration marked by a number of authority which is before handled by Central Government will become decrease and change to Local Government. Base to that Role and regulation then since June 2002, the Agriculture and Forestry Agency of Province DKI Jakarta carry out licensing service of plants and wild animal, which do not protect. Although it run for two year, but management service is not optimal. In Accordance to recognize "why is not yet an optimal", then it's conducted by research. This research is use qualitative research method with data collecting technique by direct interview to related officer, study literature and also secondary data.
The Result of research indicate that problems at implementation authority of licensing service of plants and wild animal is still overlapping and unclear in determining of authority, there is overlapping in handling of authority licensing service of plants and wild animal in accordance to vertical between governmental level (Agency and Bureau of Natural Resource Conservation) and also with horizontal between Agency and SubAgency of Agriculture and Forestry of DKI Jakarta province itself, so that enable to occurring of double interpretation between Province and Bureau of Natural Resource Conservation of DKI Jakarta Province. Organizational Structure factor not yet to support organizational performance as optimally. Abilities factors of Human Resource (HR) is still lower, less to support and manage of job capacities in charge to give services to all entrepreneurs of plants and wild animal, either in office or the in the field.
Some implication from result of this research is needing the existence of confirmation of Central Government for clarify of the division authority in Government Regulation No. 25 year 2000 and setup standard service as by clear and detail, and immediately, its clarify to Ministry of Forestry, in accordance to the publication of the Ministerial Decree (Kepmen) No. 447 year 2003 about Arranging Effort in take or catch and circulation of Plants and Wild Animals which do not protect. Ministry of Forestry or Department Forestry have to give clarification to province because ministerial decree (Kepmen) likely cancel to Government Regulation No. 25 year 2000; Local Government have to immediately compile by Regional Law (PERDA) about management of plants and wild animal. Organization Structure on the Agency of Agriculture and Forestry of DKI Jakarta Province, its better to evaluate 1 re corrected by maturely through activity in increasing of existing job mechanism so that organizational units to function by optimal in according to duty essence, especially regarding to Forestry Police (Polhut) and Forestry Trainer in the office and also in the field.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rizqi Robbani Hanif
"Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dikenal sebagai ldquo;hotspot rdquo; perdagangan jenis tumbuhan dan satwa liar karena perannya sebagai peyuplai terbesar di kawasan Asia. Di saat yang sama, Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan laju penurunan keanekaragaman hayati yang tinggi. Penurunan ini salah satunya disebabkan oleh maraknya perdagangan ilegal jenis tumbuhan dan satwa liar. Selama ini, upaya penegakan hukum atas kejahatan tersebut hanya berfokus pada jenis yang dilindungi saja. Hal ini dikarenakan Undang-undang No. 5 tahun 1990 sebagai induk kebijakan konservasi di Indonesia tidak memberikan ketentuan sanksi yang memadai terhadap kegiatan perdagangan ilegal jenis tumbuhan dan satwa liar, khususnya bagi jenis yang tidak dilindungi. Padahal, terdapat banyak jenis, yang tidak termasuk jenis yang dilindungi, namun berada dalam kondisi populasi yang terancam dan masih diperdagangkan secara bebas. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan tujuan untuk mencari alternatif instrumen penegakan hukum yang dapat menjerat para pelaku perdagangan ilegal jenis tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang. Dengan mengambil sudut pandang yang lebih luas terhadap aktifitas perdagangan, tidak terbatas pada aktifitas jual beli saja, maka terdapat beberapa undang-undang yang dapat dijadikan alternatif instrumen penegakan hukum terhadap kejahatan ini, yaitu ; undang-undang tindak tindak pidana korupsi, undang-undang kepabeanan, undang-undang karantina ikan, hewan, dan tumbuhan, undang-undang kehutanan, serta undang-undang perikanan. Keberadaan undang-undang ini dapat menjadi solusi untuk mengisi kekosongan hukum, namun, hal ini tidak mengurangin urgensi untuk mengevaluasi kebijakan dalam undang-undang konservasi sumber daya alam hayati yang selama ini berlaku di Indonesia.

Indonesia, as one of the countries that has very high rates of biodiversity, is well known as the ldquo hotspot rdquo of international wildlife trade because of its role as the biggest supplier in Asia. However, Indonesia is also well known as the country that experienced massive biodiversity degradation, which is mostly caused by the high number of illegal trading of plant, animal, and other wildlife form. Until this very day, the law enforcement on illegal wildlife trade is only focused on protected species because Undang Undang No. 5 tahun 1990, as the prime reference of conservation rsquo s policy in Indonesia, does not provide adequate instrument of sanction on illegal trade of unprotected species, whereas there are lots of species in Indonesia that are threatened in the wild and are still being traded illegally. This research is using juridical normative approach, with the purpose to provide an alternative instrument of law enforcement on illegal trading of unprotected species from another act aside of Undang Undang No. 5 tahun 1990. If we consider the trade of wildlife as more than a process of selling and buying, then there are some acts that can be used as an alternative of law enforcement instrument, such as an anti corruption act, anti money laundering act, custom act, quarantine act, forestry act, and fisheries act. Those acts are used only as an alternative, and it does not lessen the urgency to evaluate the current conservation policy in Indonesia itself.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68489
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Kesuma Adi
"Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah. Lebih dari 10-20 jenis tumbuhan dan satwa yang ada di dunia berada di wilayah Indonesia. Namun sekarang ini keberadaan sumber daya alam hayati dan ekosistem di Indonesia sedang terancam. Hal ini disebabkan beberapa factor yang salah satu diantaranya adalah banyaknya jumlah perdagangan satwa liar dilindungi di Indonesia. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya mengatur bahwa perdagangan satwa liar dilindungi sebagai suatu tindak pidana. Indonesia yang meratifikasi CITES pada tahun 1978 juga harus mengikuti ketentuan CITES dalam mengatur dan mengupayakan perlindungan hukum terhadap perdagangan satwa liar dilindungi.
Skripsi ini mengambil studi kasus perdagangan ilegal Trenggiling sebagai satwa yang dilindungi. Sejak bulan Oktober 2016, Trenggiling telah dimasukkan dalam daftar Appendiks I CITES sehingga perdagangan dalam negeri maupun luar negeri adalah dilarang kecuali untuk tujuan non-komersil maupun keadaan luar biasa. Namun hingga saat ini perdagangan Trenggiling masih dapat ditemukan. Hal ini menunjukkan penegakan hukum dalam peraturan nasional masih belum dapat dilakukan secara optimal. Hal ini dapat terjadi karena masih banyak aparat penegak hukum yang belum menyadari dan mengerti secara penuh ancaman terhadap ekosistem ketika perdagangan satwa liar marak terjadi. Sehingga diperlukan perbaikan pada faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan ilegal satwa liar ini.

Indonesia is a country which has high biodiversity.10 20 of plant and animal species in this world are exist in Indonesia. But nowadays the existence of natural resources and ecosystems in Indonesia are being threatened. Endangerment of their lives caused by several factor, one of which is the number of illegal wildlife trade in Indonesia which grows rapidly. Law No. 5 of 1990 on Conservation of Natural Resources and Ecosystems rules that trading protected species is a crime. Indonesia as a country who has ratified CITES in 1978 should follow the convention to sought the regulation which create the law to protect wildlife species.
This thesis will take case study of Pangolin Manis javanica illegal trade. Since October 2016, Pangolin has been put to the list of Appendix I CITES which means the trade of this species is prohibited except for non commercial purpose or extraordinary reasons. This shows that law enforcement against illegal wildlife trade as stipulated in Indonesia Law cannot be executed optimally. This can happen because many of the law enforcers do not fully understand the threats of wildlife illegal trade to the ecosystem destruction. So it is necessary to improve all factors that affect law enforcement against criminal acts such wildlife trade.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S65760
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juven Renaldi
"ABSTRAK
Perdagangan spesies flora dan fauna adalah salah satu ancaman terbesar terhadap keberlangsungan spesies-spesies tersebut. Mekanisme hukum untuk mengendalikan perdagangan tersebut dapat dibedakan secara umum menjadi larangan perdagangan trade ban , dimana perdagangan dilarang total, serta pasar terkontrol regulated market , dimana perdagangan diperbolehkan dengan pembatasan. Tulisan ini meneliti mekanisme manakah yang lebih sesuai untuk diterapkan sebagai strategi konservasi, dengan mempelajari kedua mekanisme di Indonesia, Peru, India, dan Afrika Selatan. Hasil yang ditemukan adalah baik larangan perdagangan maupun pasar terkontrol adalah mekanisme pengendalian yang efektif terhadap spesies-spesies yang berbeda, tergantung dari kondisi dan faktor-faktor seputar spesies yang bersangkutan. Faktor yang paling utama adalah karakteristik biologis dan situasi pasar terhadap spesies, serta paradigma kebijakan yang sudah diambil oleh negara habitat spesies terkait. Berbekal hasil penemuan tersebut, tulisan ini juga meneliti mengenai kebijakan Indonesia saat ini dan masa depan, dan menemukan bahwa regulasi Indonesia yang ada sekarang masih belum cukup komprehensif dalam mengatur penetapan status perlindungan spesies, serta faktor-faktor yang harus dipertimbangkan ketika memilih memberlakukan larangan perdagangan atau pasar terkontrol terhadap suatu spesies. Sementara kebijakan di masa depan dalam bentuk Rancangan Undang-Undang, telah memperbaiki permasalahan penetapan status perlindungan spesies, namun masih belum mengatur pertimbangan dalam pemilihan mekanisme secara lengkap, terutama faktor pasar terhadap suatu spesies. Oleh karena itu, tulisan ini menyarankan pemerintah Indonesia untuk mengevaluasi ulang mekanisme pengendalian yang diterapkan pada setiap spesies, untuk memastikan bahwa strategi yang dipilih saat ini tidak akan malah memperburuk upaya konservasi suatu spesies

ABSTRAK
Wildlife trade is one of the biggest factor threatening the existence of various species. Policies to regulate and control those trade can generally be categorized as trade ban, where any trade is prohibited, and regulated market, where trade is permitted within a strict limit. This paper investigates which policy is more suited to serve the purpose of species conservation, by studying their practices in Indonesia, Peru, India, and South Africa. It finds that both trade ban and regulated market are actually effective for different types of species, depending on each species rsquo condition and circumstances. The main factors to consider include the biological characteristic and the market condition of said species, as well as the existing policy in the regulating State. Using those factors as point of analysis, this paper also investigates Indonesia rsquo s current and future regulation, and finds that Indonesia rsquo s current policy did not cover a comprehensive categorization of protected species, and did not allow an informed decision making proccess in determining between applying trade ban or regulated market to a species. While its future regulation in the form of Rancangan Undang Undang, has tried to fix some issues such as the categorization of protected species, but still failed to regulate a comprehensive considerations in determining which policy to choose, particularly concerning the market of a species. Therefore, this paper recommends the government of Indonesia to re evaluate all protected species on whether the current policy being implemented is really the right one for them, rather than being detrimental to the very conservation of said species."
2017
S69506
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Febriani
"Perburuan satwa liar yang dilindungi di Indonesia merupakan bentuk wildlife crime dan berbagai upaya untuk penanganan telah dilakukan, namun perburuan satwa liar tetap marak terjadi. Salah satu bentuk upaya penanganan adalah pencegahan perburuan liar dengan mempermudah masyarakat membuat e-Pelaporan atas kasus perburuan liar. Terdapat pula bentuk edukasi terhadap masyarakat dengan menggunakan metode visualisasi guna membantu penegakan hukum atas perburuan liar. Penulisan ini akan menggunakan gambar dari website, instagram, twitter WWF-Indonesia dan juga gambar dari aplikasi e-Pelaporan. Kemudian kumpulan gambar yang sudah penulis kumpulkan akan dibahas dalam kerangka berpikir pencegahan kejahatan dan kriminologi visual. Hasil dari penulisan ini melihat bahwa gambar dapat berfungsi sebagai bentuk bukti dari dilakukannya pencegahan kejahatan dan gambar melalui website dan media sosial menjadi suatu bentuk edukasi mengenai perburuan liar.

The hunting of protected wildlife in Indonesia is a form of wildlife crime and various efforts for overcoming this issue have been carried out, but the huming of wild animals is still widespread. One form of approach in overcoming this problem is creating a prevention of illegal hunting by making it easier for people to make e-Pelaporan on cases of poaching. Another approach is through educating the community by using visualization methods to help enforce the law on poaching. This writing will use images from the website, Instagram, WWF-Indonesia's official twitter account and also images from the e-Reporting application. Then these images that the authors have collected will be discussed in the thinking framework of crime prevention and visual criminology. The results of this paper concludes that images can function as a form of evidence of crime prevention and images through websites and social media becomes a form of education regarding poaching."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marice Endang B.
"Kejahatan perdagangan perempuan dan anak di Indonesia semakin meningkat jumlahnya tiap tahun merupakan bentuk-bentuk perbudakan kontemporer (contemporary forms of slavery) yang melanggar Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu diperlukan peranan aparat penegak hukum, salah satunya Jaksa Penuntut Umum untuk menegakkan kembali hukum yang mencerminkan pemajuan dan perlindungan l-[ak Asasi Manusia bagi korban kejahatan perdagangan perempuan dan anak. Penegakan hukum oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap kejahatan perdagangan perempuan dan anak dapat berpedoman pada Protocol to Prevent. Suppress and Punish Trajfcking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Protokol PBB Untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Perdagangan terhadap Manusia, Khususnya Perempuan dan Anak-anak). Selain itu, khusus untuk anak sebagai korban dapat berpedoman pada Konvensi tentang Hak-hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang memberikan kemngka yang komprehensif untuk perlindungan hak dan martabat anak dan termuat didalam Undang-undang Nomar 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Tesis ini merupakan hasil penelitian bertujuan untuk menjawab masalah-masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana penegakan hukum oleh Jaksa Penuntut Umum pada tahap penuntutan terhadap perkara kejahatan perdagangan perempuan dan anak? dan (2) Kendala-kendala apakah yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum untuk penegakan hukum pada tahap penuntutan terhadap perkara kejahatan perdagangan perempuan dan anak? Kendala-kendala dalam penegakan hukum oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap kejahatan perdagangan perempuan dan anak berkaitan dengan penerapan pasal-pasal peraturan perundang-undangan terhadap tindak pidana yang didakwakan dan pembuktiannya Serta tuntutan pidana terhadap terdakwa. Penelitian ini juga meneliti clan menganalisa bagaimana cara mengatasi kendala-kendala tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16590
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>