Ditemukan 111045 dokumen yang sesuai dengan query
Apriani Anastasia Amenes
"Sejarah panjang opresi terhadap orang Papua memengaruhi cara pandang orang Papua mempersepsikan dirinya. Opresi terhadap identitas juga berdampak pada perempuan Papua. Perempuan Papua tidak hanya teropresi karena sejarah panjang kekerasan Negara dan struktural, tetapi berhadapan juga dengan kekerasan budaya terutama budaya patriarki. Patriarki yang melemahkan perempuan terjadi di ruang privat maupun publik, dan menempatkan perempuan pada posisi tersubordinasi. Akan tetapi, perempuan Papua tetap memiliki daya untuk berjuang dan mengambil keputusan di tengah kondisinya yang sulit. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menelaah hambatan struktural maupun kultural yang berpengaruh pada diri, komunitas, dan organisasi perempuan Papua. Penelititan ini juga bertujuan untuk melihat otonomi diri perempuan Papua dalam mensikapi situasi kultural dan struktural. Metode yang digunakan untuk menghimpun data penelitian ini yaitu melalui wawancara mendalam kepada empat orang perempuan dalam lembaga MRP, observasi pasif, dan studi literatur. Beberapa temuan dari penelitian ini antara lain: (1) Sekalipun perempuan dalam MRP menginternalisasi opresi dan subordinasi yang sangat memengaruhi mereka melalui nilai-nilai adat, tetapi mereka masih memiliki agensi untuk dapat memberdayakan dan memengaruhi orang lain. (2) Peran komunitas sangat memengaruhi perempuan dalam menentukan pilihan-pilihan mereka terkait keputusan otentik melalui pertimbangan-pertimbangan untuk berada di dalam lembaga MRP. (3) Perempuan dalam MRP menginternalisasi opresi dan subordinasinya melalui nilai-nilai adat sehingga memengaruhi pembentukan identitas mereka sebagai anggota MRP yang merupakan agen yang memiliki determinasi diri dalam membuat keputusan yang emansipatif untuk mendorong agenda-agenda dan persoalan perempuan Papua. Melalui gagasan Meyers, didapati bahwa sekalipun ada pikiran opresif dan subordinasi yang diinternalisasikan oleh perempuan, akan tetapi perempuan dalam MRP mampu melawan dengan cara mereka masing-masing. Sebab perlawanan itu merupakan bentuk determinasi perempuan dalam MRP yang secara otonom membuat keputusan-keputusan otentik mereka.
The long history of oppression against Papuans has influenced the way Papuans perceive themselves. Oppression of identity also affects Papuan women. Papuan women are not only oppressed because of the long history of state and structural violence, but also of cultural violence, especially patriarchal culture. Patriarchy disempower women in both private and public sphere and subordinate women’s position. However, Papuan women still have the power to struggle and make decisions in the midst of difficult conditions. Therefore, this study aims to examine the structural and cultural barriers that affect themselves, communities and their organization. This research also aims to see Papuan women's autonomy in responding to cultural and structural situations. The methods used to collect the research data were in-depth interviews with four women in the MRP institution, passive observation, and literature studies. Some of the findings from the study include: (1) Even though women in the MRP internalize oppression and subordination that greatly influence them through customary values, they still have the agency to empower and influence others. (2) The role of the community greatly influences women in determining their choices regarding decisions to consider when they are in the MRP institution. (3) Women in the MRP internalize oppression and its subordination through customary values so that their reporting of identity as members of the MRP is an agent who has self-determination in making emancipatory decisions to push the agendas and problems of Papuan women. Through Meyers' ideas, it was found that even though there were oppressive thoughts and subordination which were internalized by women, women in the MRP were able to fight in their own ways. Because resistance is a form of determination of women in the MRP who autonomously make their authentic decisions."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Isma Saparni
"
ABSTRAKTesis ini membahas tentang peran kepemimpinan Majelis Rakyat Papua MRP Provinsi Papua Barat dalam penyelesaian konflik di Papua Barat sepanjang tahun 2011 sampai 2016. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama, MRP Papua Barat memiliki peran dalam penyelesaian konflik yang terjadi di Papua Barat diantaranya konflik hak ulayat tanah adat Marga Anny, Konflik Ibukota Kabupaten Maybrat, kasus LNG Tangguh dan kasus Genting Oil. Kedua, MRP memiliki kendala dalam penyelesaian konflik diantaranya; belum ada Perdasus mengenai dana bagi hasil pengelolaan SDA, Belum ada Perdasus mengenai jaminan iklim investasi, dan terbatasnya kewenangan Majelis Rakyat Papua.
ABSTRACTThis Thesis discuss about The Role Of Papuan People rsquo s Assembly Of West Papua Province In The Context Of Conflict Resolution In West Papua Period 2011 2016. This research using descriptive method with qualitative approach. The conclusions are. Firstly, MRP West Papua had a role to settle up the problems in West Papua including Anny rsquo s customary land, Genting Oil and many more. Secondly, MRP had an obstacles to finish the conflict, there is no Perdasus to regulate investmenst in West Papua and limitary of authority of MRP to solve the conflicts."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Tri Nuke Pudjiastuti
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses konstruksi sosial dan konstruksi kriminalisasi yang dialami nelayan tradisional Palabuhan Ratu yang memberikan jasa transportasi bagi migran penyelundup, yang transit di Indonesia menuju ke Australia pada kurun waktu 2010-2013 di Teluk Palabuhan Ratu. Juga, untuk menjelaskan dinamika hubungan antar dimensi dan berdampak pada posisi nelayan tradisional yang mengalami viktimisasi struktural dan hegemoni kultural. Untuk mencapai tujuan, penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang didukung yang kuantitatif secara bersamaan di tingkat masyarakat. Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan pergeseran dari pelaku kepada korban kejahatan, yang gejala perilaku kriminal dibangun oleh situasi internal dan eksternal nelayan masih tradisional. Ada tiga dimensi (negara - supra negara; jaringan kejahatan transnasional dan komunitas nelayan) yang mempengaruhi peristiwa kejahatan memancing, dan dinamika setiap dimensi yang beragam. Intra dan antar dimensi terbangun interrelasi konstitutif, yang pada ujungnya menunjukkan suatu kejahatan sebagai hasil hubungan resiprokal antar dimensi, pelaku dan korban yang bersifat saling membangun, yang terjadi tidak hanya pada tataran tataran global, tetapi juga di tingkat lokal. Ketika mereka melakukan tindak pidana, mereka melakukannya lebih untuk bertahan hidup dan sebagai bagian dari crime of accomodation. Pada akhirnya, perbedaan tingkat dimensi lainnya telah menviktimisasi secara sistemik nelayan tradisional.
The objective of this research is to analyse the social construction and criminalization construction process experienced by Palabuhan Ratu’s traditional fishermen, who provide transportation services for migrant smuggling, which transit through Indonesia to Australia during 2010-2013. It is also to explain the dynamics of the interrelation between the dimensions and the fishing position in the constellation of interrelation among the various dimensions. They are essentially experiencing victimization of structural and cultural hegemony. In order to achieve the objectives, this research uses qualitative methods, which supported quantitative ones concurrently at the level of society. In general, the result of this research shows a shift of offenders to victims of crime, which symptoms of criminal behavior was constructed by internal and external situation of tradisional fishermen. There are three dimensions (state - supra state; transnational crime networking; and fishermen community) affecting fishing crime events, and the dynamic of every dimension is diverse. Intra and interdimension build up the constitutive interrelation, which in turn suggests that a crime occurred basically as a result of the reciprocal relationship between dimensions, the perpetrators and victims., which occurs not only globally, but also at the local level. When they conduct criminal act, they do it more to survive and as being part of a crime of accommodation. In the end, the difference in levels of the other dimensions sistematically victimizes the the traditional fishermen."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1901
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Ptak, Carol A.
Chicago: Irwin , 1997
658.5 PTA m
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Agnes Fitryantica
"Tesis ini dilatarbelakangi perkembangan Lembaga MPR sebelum dan sesudah perubahan UUD 1945 yang mempengaruhi sistem ketatanegaraan di Indonesia sekaligus berdampak pada Produk hukum yang dikeluarkan oleh MPR dalam hal pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Permasalahan pertama pada Tesis ini Bagaimana pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Sebelum dan Sesudah perubahan UUD NRI 1945, kedua Bagaimana Konsekuensi yuridis apabila mengeluarkan Ketetapan MPR yang bersifat beschikking tentang Pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Bahwasanya Sebelum perubahan Kedaulatan berada ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Presiden mandataris MPR, Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 sebelum perubahan yakni memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden kewenangan MPR dalam hal pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden terpilih terdapat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang Pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Sesudah perubahan Undang-Undang Dasar 1945 pelaksanaan kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, Pasal 6 A Presiden/Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung. Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya memiliki hubungan yang terbatas terhadap Presiden. Kedua, Ketetapan MPR Nomor: I/MPR/2003 memberikan eksistensi Ketetapan MPR yang masih berlaku. Ketetapan MPR dimasa mendatang hanya bersifat beschikking. Lembaga MPR merupakan Lembaga negara statis namun MPR akan terlihat keberadaannya jika menghasilkan produk-produk untuk menjalankan kewenangannya. Ketetapan MPR tentang Pelantikan Presiden dan wakil Presiden merupakan ketetapan individual konkret dan sekali selesai einmahlig, dimana MPR hanya sekedar mendeklarasi, tidak mengubah pemilihan Presiden dan Wakil Presiden oleh Rakyat, tetapi sekedar menetapkan hasil pemilihan tersebut untuk penetapan atas status Presiden untuk menjalankan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
This thesis was motivated by the development of the MPR before and after the amendments to the 1945 Constitution which affected the constitutional system in Indonesia as well as had an impact on the legal products issued by the MPR in terms of the appointment of the elected President and Vice President. The first problem in this thesis is how to appoint the elected president and vice president before and after the amendment of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, the second, what are the juridical consequences of issuing beschikking MPR decrees on the appointment of the elected President and Vice President. That before the change, the sovereignty was in the hands of the people, and was carried out entirely by the People's Consultative Assembly. The President mandates the MPR, Article 6 paragraph (2) of the 1945 Constitution before the amendment, namely electing and appointing the President and Vice President, the authority of the MPR in terms of the appointment of the elected President and Vice President, there is a Decree of the People's Consultative Assembly on the Appointment of the elected President and Vice President. After amendments to the 1945 Constitution, the exercise of people's sovereignty is carried out according to the Constitution, Article 6 A The President / Vice President is directly elected by the people. The People's Consultative Assembly has only limited relations with the President. Second, the MPR Decree Number: I / MPR / 2003 provides the existence of the MPR Decree which is still valid. Future MPR decisions are only beschikking. The MPR institution is a static state institution but the MPR will be seen if it produces products to carry out its authority. The MPR Decree regarding the Inauguration of the President and Vice President is a concrete individual decision and once completed einmahlig, where the MPR is just a declaration, does not change the election of President and Vice President by the people, but simply determines the results of the election to determine the status of the President to run the term of office of the President and Vice President elected."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Zaky
"Tulisan ini membahas berbagai faktor yang mendorong terhambatnya ketercapaian minimal 30% representasi perempuan dalam perpolitikan di Malaysia. Tulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan fokus pada analisis melalui data statistik Pemilihan Umum Malaysia 2018 sebagai sumber data primer, dan berbagai literatur, narasi, dan informasi daring lainnya sebagai data sekunder. Tulisan ini menggunakan teori
Resistance yang ditujukan untuk menjelaskan bagaimana upaya reformasi dalam sistem politik sering kali gagal, di mana dalam konteks ini, melihat bagaimana upaya pencapaian target minimal 30% representasi perempuan dalam parlemen di Malaysia tidak tercapai. Analisis tulisan ini didasarkan pada dua tahapan yang dibangun dalam teori
Resistance, yakni
pre-election period dan
election period. Temuan penelitian memperlihatkan bahwa faktor sosio-kultural seperti nilai-nilai keagamaan dan sistem yang berbasis pada nilai-bilai patriarki, beserta faktor struktural seperti dinamika dalam partai politik dan media massa di Malaysia menjadi faktor yang sangat menentukan atas tidak tercapainya target minimal 30% representasi perempuan dalam Dewan Rakyat Malaysia.
This paper examines various factors that have hampered the attainment of a 30% minimum representation of women in politics in Malaysia. This paper uses qualitative research methods with a focus on analysis through the 2018 Malaysian General Election (Pilihan Raya Umum Malaysia ke-14) statistical data as a primary data source, and various online literature, narratives, and other information as secondary data. This paper uses the Resistance theory which is intended to explain how reform efforts in the political system often fail, wherein this context examines how the efforts to achieve the minimum target of 30% representation of women in parliament in Malaysia are not achieved. The analysis of this paper is based on two stages built-in Resistance theory, namely the pre-election period and the election period. Research findings show that socio-cultural factors such as religious values ââand patriarchal values, along with structural factors such as dynamics in Malaysian political parties and mass media, are crucial factors for not achieving a minimum target of 30% representation of women in the Malaysian Parliament."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Wulan Basuki
"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi materi Ketetapan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) sebagai produk hukum dalam kerangka perundang-undangan Indonesia. Dengan berfokus pada perspektif perundang-undangan, penelitian ini menggali aspek-aspek hukum yang melibatkan ketetapan MPR, termasuk proses pembuatannya, kekuatan hukumnya, dan dampaknya terhadap sistem hukum nasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis normatif dan empiris untuk mengidentifikasi kerangka hukum yang mengatur ketetapan MPR, serta dampaknya terhadap pelaksanaan hukum di Indonesia. Dengan merinci aspek konstitusional dan hubungan ketetapan MPR dengan UUD 1945, tesis ini mengeksplorasi peran MPR dalam pembentukan hukum nasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketetapan MPR, sebagai produk hukum, memiliki kekuatan hukum yang signifikan dan dapat menjadi dasar untuk perubahan-perubahan penting dalam sistem hukum dan pemerintahan. Penelitian ini juga mengidentifikasi tantangan dan potensi perbaikan terkait dengan implementasi ketetapan MPR, serta memberikan rekomendasi untuk pengembangan lebih lanjut dalam kerangka perundang-undangan.
This research was conducted with the aim of understanding the content of the MPR (People's Consultative Assembly) Decree as a legal product within the framework of Indonesian legislation. By focusing on a legislative perspective, this research explores the legal aspects involving MPR decisions, including the process of making them, their legal strength, and their impact on the national legal system. This research uses a normative and empirical analysis approach to identify the legal framework that regulates MPR decisions, as well as their impact on the implementation of law in Indonesia. By detailing the constitutional aspects and the relationship between MPR decisions and the 1945 Constitution, this thesis explores the role of the MPR in the formation of national law. The research results show that MPR decisions, as legal products, have significant legal force and can be the basis for important changes in the legal system and government. This research also identifies challenges and potential improvements related to the implementation of MPR provisions, as well as providing recommendations for further development within the legislative framework."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Amalia Az Zahra
"Seiring kemajuan peradaban dan zaman, perempuan semakin progresif untuk menembus dan tetap berada dalam dunia pekerjaan (profesional). Telah banyak penelitian yang mengeksplorasi tantangan kerja dan hambatan karir yang dihadapi oleh perempuan di seluruh dunia, namun penelitian dengan konteks serupa belum banyak dilakukan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman perempuan karier Indonesia melalui wawancara semi-struktural dengan menggunakan pendekatan kualitatif Fenomenologi-Deskriptif. Subjek berjumlah dua belas orang yang terdiri dari perempuan-perempuan yang menduduki level manajerial menengah hingga atas yang bekerja di sektor publik dan Badan Usaha Milik Negara. Analisis data dilakukan dengan sistem reduksi data lewat coding, serta interpretasi dari peneliti. Hasil penelitian yang menjawab permasalahan pertama yakni tantangan dan hambatan kemajuan karir pada perempuan Indonesia. Temuan penelitian mengungkapkan adanya bukti tentang tantangan dan hambatan terkait keluarga, sosio-kultural, dan organisasi terhadap kemajuan karier perempuan. Hasil penemuan kedua berfokus pada dampak dari tantangan dan hambatan tersebut terhadap kemajuan karir perempuan Indonesia. Hasil temuan penelitian ketiga yakni terkait solusi yang dilakukan perempuan terkait masalah tantangan dan hambatan kemajuan karir. Solusi tersebut ditinjau dari sudut pandang individu, organisasi dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan.
Our world is fast-paced and rapidly changing. Women are increasingly progressive to penetrate and remain in the professional ecosystem. There have been many studies exploring work challenges and career barriers faced by women around the world, but research in similar contexts has not been done in Indonesia. This study aims to explore the experiences of Indonesian career women through semi-structured interviews using a phenomenological-descriptive qualitative approach. The subject of this research comprises twelve women who occupy the middle to upper managerial level in the public sector and State-Owned Enterprises. Data coding, triangulations, and data saturation are three main components of analyzing and processing information acquired from data gathering. The research results that answer the first problem are the challenges and obstacles to career advancement in Indonesian women. Research findings reveal challenges and obstacles related to family, socio-cultural, and organizational advancement towards the advancement of women's careers. The second finding focuses on the impact of these challenges and obstacles on the advancement of Indonesian women's careers. The findings of the third research is related to solutions made by women related to the challenges and obstacles to career advancement. The solution is viewed from the perspective of individuals, organizations, and government as policymakers."
Depok: Fakultas Ekonomi dan BIsnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rika Santi Wardani
"Fenomena aborsi yang tidak aman dan kriminalisasi terhadap perempuan yang melakukannya bukanlah hal baru di Indonesia. Angka aborsi tidak aman merupakan akibat dari regulasi yang mengkriminalisasi perempuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengambilan keputusan bagi perempuan untuk melakukan aborsi. Selain itu, penelitian ini juga memberikan penjelasan mengenai dampak aborsi terhadap perempuan. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara satu informan dan dua narasumber yang berhubungan dengan fenomena aborsi di Indonesia. Pengalaman dan informasi perempuan menjadi dasar analisis untuk memperoleh data yang komprehensif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksploitasi, manipulasi dan kekerasan seksual merupakan penyebab terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan pada perempuan. Keputusan perempuan untuk melakukan aborsi juga ditemukan berkaitan dengan ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dan dinamika kekuasaan. Dengan demikian, perempuan dianggap sebagai pelaku, bukan korban penyalahgunaan kekuasaan oleh struktur sosial yang ada. Crime by omission yang dilakukan negara adalah bukti bahwa perempuan adalah korban struktural. Hasil data menunjukkan bahwa perempuan menghadapi viktimisasi ganda berdasarkan keterlibatan mereka dalam sistem peradilan pidana pasca-aborsi. Dalam kondisi sistem peradilan pidana yang standar laki-laki dan bias gender, perempuan mengalami diskriminasi, seksisme, penindasan dan menjadi tidak adil di depan hukum. Pada akhirnya, perempuan akan teralienasi melalui pola viktimisasi dan viktimisasi berganda.
In Indonesia, it is not uncommon for women to be prosecuted for having an unsafe abortion. Regulations that penalize women contribute to the high rate of unsafe abortions. The goal of this study was to look into how women make decisions regarding abortion. This research also includes a summary of the effects of abortion on women. The research technique employs a qualitative approach, with one informant and two resource persons interviewed about the abortion phenomenon in Indonesia. The analysis is based on the experiences and information of women in order to collect thorough data. The findings of this study show that exploitation, manipulation, and sexual violence are the leading causes of unintended pregnancies among women. Women's decisions to have abortions were also shown to be linked to gender inequality and power dynamics between men and women, with women being viewed as offenders rather than victims of power abuse by the current social framework. Women are structural victims, as evidenced by the state's crime by omission. Women are double victims, according to the data, because of their engagement in the post-abortion criminal court system. Women are ultimately alienated from the state as a result of a pattern of victimization and double victimization. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dea Febriva Asri
"Tulisan ini membahas salah satu faktor yang membuat pengesahan Women’s Reservation Bill, rancangan kebijakan menyediakan sepertiga kursi untuk perempuan di Lok Sabha India, terhambat pengesahannya. Salah satu faktor tersebut adalah keterwakilan perempuan di parlemen India yang sangat rendah, dengan rata-rata hanya 7% dari pemilihan umum yang pertama kali di laksanakan di India. Riset ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data berdasarkan studi literatur. Guna membahas permasalahan penelitian, digunakan teori Supply-Demand untuk menjelaskan sisi supply dan demand yang berpengaruh terhadap rendahnya keterwakilan perempuan di Lok Sabha India, yang menjadi salah satu alasan tidak disahkannya Women’s Reservation Bill. Teori ini dikemukakan Pippa Norris dan Joni Lovenduski di tahun 1995. Temuan penelitian ini memperlihatkan bahwa sisi supply, yang diuraikan menjadi sumber daya (waktu, uang, dan pengalaman) dan motivasi (dorongan, ambisi, dan minat dalam politik) lebih berfokus kepada ketersediaan perempuan untuk mendaftarkan diri menjadi kandidat di dalam pemilihan umum. Sementara sisi demand memperlihatkan bahwa partai politik atau elit partai memilih calon-calon kandidat berdasarkan diskriminasi dan prasangka yang dilihat dari kemampuan, kualifikasi, dan pengalaman dari masing-masing kandidat. Hal ini yang menyebabkan rendahnya representasi perempuan dan menjadi alasan Women’s Reservation Bill terhambat hingga saat ini.
This paper discusses one of the factors that prevented the ratification of the Women's Reservation Bill, a policy draft to provide one-third of the seats for women in India's Lok Sabha. One of these factors is the very low representation of women in the Indian parliament, with an average of only 7% of the first general elections held in India. This research uses qualitative research methods with data collection techniques based on literature studies. To discuss research problems, the Supply-Demand theory is used to explain the supply and demand sides that affect the low representation of women in Lok Sabha India, which is one of the reasons the Women's Reservation Bill was not ratified. This theory was put forward by Pippa Norris and Joni Lovenduski in 1995. The findings of this study show that the supply side, which is broken down into resources (time, money, and experience) and motivation (drive, ambition, and interest in politics), focuses more on the availability of women to register as candidates in the general election. Meanwhile, the demand side shows that political parties or party elites assess candidate candidates based on discrimination and selection based on the ability, qualifications, and experience of each candidate. This causes the low representation of women and is why the Women's Reservation Bill has been hampered to date."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library