Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115817 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sianturi, Julius Hotma Baginda
"COVID-19 merupakan penyakit yang telah menjadi pandemi pada tahun 2020. Penyakit ini dinyatakan sebagai pandemi karena menjadi wabah yang sangat luas hingga seluruh dunia terpapar. Dalam usaha penekanan penyebaran penyakit COVID-19, banyak peneliti yang menerapkan deep learning untuk mendeteksi penyakit ini. Convolutional Neural Network(CNN) merupakan jenis deep learning yang paling banyak digunakan untuk usaha mengklasifikasi citra X-ray paru-paru. Algoritma yang dikembangkan pada penelitian ini menggunakan deep learning dengan model CNN ResNet152v2 dengan Python untuk bahasa pemrogramannya serta Keras Tensorflow sebagai API. penelitian ini melakukan beberapa ekperimen untuk meningkatkan akurasi dan performa dengan memvariasikan dataset serta parameter seperti epoch, batch size, optimizer. Performa terbaik didapatkan dengan pengaturan parameter pada jumlah dataset 3000, epoch 15, batch size 16, dan optimizer Nadam dengan nilai akurasi hingga 96%. Hasil akurasi ini merupakan peningkatan yang didapatkan penelitian terdahulu yang menggunakan model VGG16 dengan akurasi hingga 92%.

COVID-19 is a disease that has become a pandemic in 2020. This disease is declared a pandemic because it is an epidemic that is so widespread that the entire world is exposed. In an effort to suppress the spread of the COVID-19 disease, many researchers have applied deep learning to detect this disease. Convolutional Neural Network (CNN) is a type of deep learning that is most widely used to classify X-ray images of the lungs. The algorithm developed in this study uses deep learning with the CNN ResNet152v2 model with Python for the programming language and Keras Tensorflow as the API. This study conducted several experiments to improve accuracy and performance by varying the dataset and parameters such as epoch, batch size, optimizer. The best performance is obtained by setting parameters on the number of datasets 3000, epoch 15, batch size 16, and optimizer Nadam with an accuracy up to 96%. The result of this accuracy is an improvement obtained from previous studies using the VGG16 model with an accuracy of up to 92%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nidya Anifa
"Diagnosis COVID-19 dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya dengan interpretasi citra medis rongga dada menggunakan machine learning. Namun, metode ini memiliki memerlukan waktu dan biaya yang besar, tidak ada standar dalam pengambilan gambar citra medis, dan pelindungan privasi pada data pasien. Model yang dilatih dengan dataset publik tidak selalu dapat mempertahankan performanya. Diperlukan metode pengklasifikasi berbasis multicenter yang dapat memiliki performa optimal pada dataset yang berbeda-beda. Skenario pertama dengan melatih model menggunakan arsitektur VGG-19 dan ConvNeXt dengan gabungan seluruh data dan masing-masing data. Lalu dilakukan fine tuning terhadap model yang dilatih pada gabungan seluruh data. Skenario kedua dengan Unsupervised Domain Adaptation berbasis maximum mean discrepancy dengan data publik sebagai source domain dan data privat sebagai target domain. Metode transfer learning dengan fine-tuning model pada arsitektur VGG-19 menaikkan train accuracy pada data Github menjadi 95% serta menaikkan test accuracy pada data Github menjadi 93%, pada data Github menjadi 93%, pada data RSCM menjadi 72%, dan pada data RSUI menjadi 75%. Metode transfer learning dengan fine-tuning model pada arsitektur ConvNeXt menaikkan evaluation accuracy pada data RSCM menjadi 73%. Metode unsupervised domain adaptation (UDA) berbasis maximum mean discrepancy (MMD) memiliki akurasi sebesar 89% pada dataset privat sehingga merupakan metode yang paling baik. Berdasarkan GRAD-CAM, model sudah mampu mendeteksi bagian paru-paru dari citra X-Ray dalam memprediksi kelas yang sesuai.

Diagnosis of COVID-19 can be done using various methods, one of which is by interpreting medical images of the chest using machine learning. However, this method requires a lot of time and money, there is no standard in taking medical images, and protecting patient data privacy. Models that are trained with public datasets do not always maintain their performance. A multicenter-based classification method is needed that can have optimal performance on different datasets. The first scenario is to train the model using the VGG-19 and ConvNeXt architecture by combining all data and each data. Then, the model trained using combined data is fine tuned. The second scenario uses Unsupervised Domain Adaptation based on maximum mean discrepancy with public data as the source domain and private data as the target domain. The transfer learning method with the fine-tuning model on the VGG-19 architecture increases train accuracy on Github data to 95% and increases test accuracy on Github data to 93%, on Github data to 93%, on RSCM data to 72%, and on data RSUI to 75%. The transfer learning method with the fine-tuning model on the ConvNeXt architecture increases the evaluation accuracy of RSCM data to 73%. The unsupervised domain adaptation (UDA) method based on maximum mean discrepancy (MMD) has an accuracy of 89% in private dataset making it the best method. Based on GRAD-CAM, the model has been able to detect parts of the lungs from X-Ray images in predicting the appropriate class."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hajar Indah Fitriasari
"Pencitraan 'X-ray' dapat digunakan sebagai alternatif penunjang diagnostik klinis untuk mendeteksi penyakit COVID-19 pada paru-paru pasien. 'Machine learning' atau 'Deep Learning' akan disematkan pada 'computer-aided-diagnosis' (CAD) untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam menangani permasalahan membedakan COVID-19 dengan penyakit lain yang memiliki karakteristik yang serupa. Beberapa sistem kecerdasan buatan berbasis 'Convolutional Neural Network' (CNN) pada penelitian sebelumnya, memiliki akurasi yang menjanjikan dalam mendeteksi COVID-19 menggunakan citra 'X-ray' rongga dada. Dalam penelitian ini, dikembangkan 'classifier' berbasis CNN dengan teknik 'transfer learning', yakni memanfaatkan model CNN pra-terlatih dari ImageNet bernama Xception dan ResNet50V2 yang dikombinasikan agar sistem menjadi lebih akurat dalam kemampuan ekstraksi fitur untuk mendeteksi COVID-19 melalui citra 'X-ray' rongga dada. 'Classifier' yang dikembangkan terdiri dari 2 jenis, yakni 'classifier' yang disusun secara serial dan paralel. Pengujian dilakukan dalam 2 skenario berbeda. Pada skenario 1, digunakan 'dataset' dan pengaturan parameter yang mengacu pada penelitian sebelumnya, sedangkan skenario 2 dilakukan dengan menambahkan sejumlah citra kedalam 'dataset' baru serta pengaturan parameter yang berbeda untuk memperoleh peningkatan akurasi. Dari pengujian untuk kelas COVID-19 pada skenario 1, diperoleh 'classifier' paralel berhasil menggungguli 'classifier' lain dengan mencapai akurasi rata-rata 93,412% serta memperoleh 'precision', 'recall,' dan 'f1-score' masing – masing mencapai 96.8%, 99.6% dan 98%. Pada skenario 2, 'classifier' paralel mencapai akurasi rata-rata yang lebih tinggi, yakni mencapai 96,678% serta memperoleh 'precision', 'recall,' dan 'f1-score' yang cukup tinggi pula, yakni masing – masing mencapai 98.8%, 99.8% dan 99.4% untuk kelas COVID-19. Adanya penambahan jumlah 'dataset' pada skenario 2 dapat meningkatkan akurasi dari 'classifier' yang dikembangkan. Secara keseluruhan, 'classifier' paralel yang dikembangkan dapat direkomendasikan menjadi alat yang dapat membantu praktisi klinis dan ahli radiologi untuk membantu mereka dalam diagnosis, kuantifikasi, dan tindak lanjut kasus COVID-19.

X-ray imaging can be used as an alternative support clinical diagnostics to detect COVID-19 in the patient's lungs. Machine learning or Deep Learning will be embedded in computer-aided diagnosis (CAD) to increase efficiency and accuracy in dealing with problems distinguishing COVID-19 from other diseases that have similar characteristics. Several artificial intelligence systems based on the Convolutional Neural Network (CNN) in previous studies have promising accuracy in detecting COVID-19 using Chest X-ray images. In this study, a CNN-based classifier with transfer learning techniques was developed, which utilizes a pre-trained CNN model from ImageNet named Xception and ResNet50V2 combined that makes the system powerful using multiple feature extraction capabilities to detect COVID-19 through Chest X-ray images. There are 2 types of classifiers developed, classifiers arranged in serial and parallel. The testing in this study was carried out in two different scenarios. In the scenario 1, the dataset and parameter settings are used referring to previous studies, while the scenario 2 was carried out by adding several images to the new dataset and setting different parameters to obtain increased accuracy. From testing of the COVID-19 class in the scenario 1, the parallel classifier succeeded in outperforming other classifiers by achieving an average accuracy in 93.412% and also obtains precision, recall and f1-score, which reached 96.8%, 99.6%, and 98% respectively. In the scenario 2, the parallel classifier achieved a higher average accuracy of 96.678%, and also obtained quite high precision, recall and f1-score, which reached 98.8%, 99.8% and 99.4% for the COVID-19 class, respectively. The addition of the number of datasets in scenario 2 can increase the accuracy of the developed classifier. Overall, the developed parallel classifier can be recommended as a tool that can help clinical practitioners and radiologists to aid them in diagnosis, quantification, and follow-up of COVID-19 cases."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumbuan, Ahmad Irfan Luthfi
"Salah satu analisis yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan perkembangan anak adalah dengan membandingkan umur skeletal dengan umur nyata dari anak. Umur skeletal dapat dicari dengan melihat umur tulang tangan. Metode penilaian umur tulang dapat dilakukan dengan pendekatan artificial intellgence. Dengan adanya AI diharapkan dapat mengotomatisasi perhitungan umur tulang berdasarkan citra X-Ray tulang tangan anak. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi umur tulang adalah deep learning menggunakan arsitektur Convolutional Neural Network (CNN). Model CNN dapat melakukan berbagai hal, seperti segmentasi semantik, key point detection dan regresi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan menggunakan preprocessing berupa segmentasi semantik, key point detection dan transformasi z-score terhadap umur tulang berhasil mendapatkan nilai RMSE 10.076 bulan dan MAE 7.735 bulan, lebih kecil jika dibandingkan dengan human-level performance yang memiliki MAE 8.76 bulan

One method of analysis that can be done to detect growth hormone deficiency is to compare the skeletal age to the real age of the child. The skeletal age of a subject can be found by estimating the hand bone age. The estimation of hand bone age can be done using artificial intelligence approach. With the presence of AI, we can automate the estimation of bone age using X-Ray images of a child’s hand. One method that we can use to estimate bone age is deep learning using Convolutional Neural Network (CNN) architecture. CNN can do many things, such as semantic segmentation, key point detection, and regression. We found that using preprocessing such as semantic segmentation, key point detection and z-score transformation of the bone age can achieve 10.076 months RMSE and 7.735 months MAE, that is lower than the human-level performance which has 8.76 months MAE."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Novalina
"COVID-19 adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 dan dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan. Pencitraan X-Ray dapat menjadi alternatif dalam mendeteksi COVID-19 karena mampu menggambarkan kondisi paru-paru pasien. Deep learning dapat digunakan untuk menganalisis pola pada citra medis secara otomatis. Untuk itu, digunakan Convolutional Neural Network dengan teknik transfer learning menggunakan arsitektur Xception, EfficientNetB3, dan ensemble dari kedua model secara paralel untuk deteksi COVID-19 dan tingkat keparahannya dari citra X-Ray dada secara otomatis. Klasifikasi COVID-19 dilakukan untuk empat jenis kelas, yaitu: positif COVID-19, normal, pneumonia bakteri dan pneumonia virus. Pada klasifikasi COVID-19, ketiga model classifier yang diusulkan mencapai akurasi keseluruhan untuk semua kelas sebesar 94,44% untuk classifier Xception, 95,28% untuk classifier EfficientNetB3, dan 94,44% untuk classifier paralel. Nilai akurasi tersebut lebih tinggi dari nilai akurasi classifier lain. Klasifikasi tingkat keparahan COVID-19 dilakukan untuk tiga jenis kelas yaitu: ringan, sedang, dan parah. Pada klasifikasi tingkat keparahan COVID-19, ketiga model classifier yang diusulkan mencapai akurasi keseluruhan untuk semua kelas sebesar 70,00% untuk classifier Xception, 67,50% untuk classifier EfficientNetB3 dan paralel. Nilai akurasi tersebut lebih tinggi dari nilai akurasi classifier lain. Secara keseluruhan, ketiga classifier yang diusulkan dapat direkomendasikan sebagai alat yang dapat membantu ahli radiologi dan praktisi klinis dalam diagnosis dan tindak lanjut kasus COVID-19.

COVID-19 is a contagious infectious disease caused by the SARS-CoV-2 virus and can cause disorders of the respiratory system. X-Ray imaging can be an alternative in detecting COVID-19 because it is able to describe the condition of the patient's lungs. Deep learning can be used to analyze patterns in medical images automatically. For this reason, Convolutional Neural Network is used with transfer learning techniques using Xception, EfficientNetB3 architecture, and an ensemble of both models in parallel for the detection of COVID-19 and its severity level from Chest X-Ray images automatically. The classification of COVID-19 is carried out for four types of classes, namely: positive COVID-19, normal, bacterial pneumonia, and viral pneumonia. In the COVID-19 classification, the three proposed classifier models achieve overall accuracy for all classes of 94.44% for the Xception classifier, 95.28% for the EfficientNetB3 classifier, and 94.44% for the parallel classifier. The accuracy value is higher than the other classifier accuracy values. The classification of the severity level of COVID-19 is carried out for three types of classes, namely: mild, moderate, and severe. In the classification of the severity level of COVID-19, the three proposed classifier models achieve overall accuracy for all classes of 70.00% for the Xception classifier, 67.50% for the EfficientNetB3 classifier and parallel. The accuracy value is higher than the other classifier accuracy values. Overall, the three proposed classifiers can be recommended as tools that can assist radiologists and clinical practitioners in the diagnosis and follow-up of COVID-19 cases."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrian Faqih Abdullah
"Pada penelitian ini dilakukan penggabungan citra dari dua sumber energi yang berbeda berdasarkan kerangka kerja deep learning. Tujuannya untuk menghasilkan citra objek dengan material penyusun lebih dari satu yang lebih baik dan lebih informatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode yang diajukan dapat menghasilkan citra yang lebih minim noise, kontras yang baik, dan dapat mempertahankan struktur objek. Evaluasi kualitas citra menggunakan metrik objektif, seperti FMIdct, FMIpixel, FMIw, Nabf, dan SSIM, menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan metode tradisional. Rata-rata nilai FMI yang lebih tinggi menunjukan bahwa keterkaitan informasi hasil fusi dengan kedua sumber lebih baik dibanding kedua metode pembanding. Nilai Nabf yang lebih rendah menunjukan noise yang muncul akibat dari proses fusi lebih minim dibanding kedua metode lainnya. Nilai SSIM pada hasil fusi menggunakan metode ini juga memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding dengan kedua metode yang dibandingkan. Sampel yang memiliki rata-rata nilai metrik terbaik adalah busi dengan nilai tertinggi metrik evaluasi FMIdct adalah 2,96×10^(-1), nilai FMIpixel adalah 9,70×10^(-1), nilai FMIw adalah 3,69×10^(-1), nilai SSIM adalah 9,92×10^(-1), dan nilai Nabf terrendah adalah 3,82×10^(-3). Kesimpulannya, penelitian ini berhasil mengembangkan pendekatan baru dalam penggabungan citra CT menggunakan framework VGG19. Metode ini memiliki potensi untuk meningkatkan diagnosis dan analisis non-medis seperti pada evaluasi kualitas produksi pada industri manufaktur dengan menghasilkan citra yang lebih informatif dan akurat.

In this research, images from two different energy sources are combined based on a deep learning framework. The goal is to produce better and more informative images of objects with more than one constituent material. The results show that the proposed method can produce images with less noise, good contrast, and can maintain the structure of the object. Evaluation of image quality using objective metrics, such as FMIdct, FMIpixel, FMIw, Nabf, and SSIM, shows improvement compared to traditional methods. The higher average FMI value indicates that the fused information is better related to the two sources than the two comparison methods. The lower Nabf value indicates that the noise arising from the fusion process is more minimal than the other two methods. The SSIM value in the fusion results using this method also has a higher value than the two methods compared. The sample that has the best average metric value is the spark plug with the highest value of FMIdct evaluation metric is 2.96×10-1, FMIpixel value is 9.70×10-1, FMIw value is 3.69×10-1, SSIM value is 9.92×10-1, and the lowest Nabf value is 3.82×10-3. In conclusion, this study successfully developed a new approach in CT image fusion using the VGG19 framework. This method has the potential to improve non-medical diagnosis and analysis such as production quality evaluation in the manufacturing industry by producing more informative and accurate images."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naufal Hilmizen
"Pada awal pandemi COVID-19, keputusan medis pada pasien ditentukan oleh dokter berdasarkan banyak tes medis (misalnya, tes reaksi berantai polimerase, tes suhu, CTScan atau X-ray). Metode transfer learning telah digunakan dalam beberapa penelitian dan berfokus hanya pada satu biomarker (misalnya, hanya CT-Scan atau X-Ray saja) untuk mendiagnosis pneumonia. Dalam studi terbaru, modalitas tunggal memiliki keakuratan klasifikasi sendiri dan setiap biomarker yang berbeda dapat memberikan informasi pelengkap untuk mendiagnosis COVID-19 pneumonia. Tujuan pada penelitian ini adalah membangun model multimodal yaitu dengan menggabungkan dua masukan (input) menjadi satu keluaran (output) pada tahapan pembuatan model. Dua model transfer learning yang berbeda telah digunakan pada masing-masing masukan dengan dataset open-source 2849 gambar CT-Scan dan 2849 gambar X-ray untuk mengklasifikasikan gambar CT-Scan dan gambar X-ray menjadi dua kelas: normal dan COVID-19 pneumonia. Model transfer learning yang digunakan adalah model DenseNet121, model MobileNet, model Xception, model InceptionV3, model ResNet50 dan model VGG16 untuk proses ekstraksi fitur. Alhasil, akurasi klasifikasi terbaik didapatkan sebesar 99,87% saat penggabungan jaringan ResNet50 dan VGG16. Kemudian, akurasi klasifikasi terbaik didapatkan sebesar 98,00% saat menggunakan modalitas tunggal model ResNet50 dengan data CT-Scan dan akurasi klasifikasi sebesar 98,93% untuk model VGG16 dengan data X-Ray. Metode penggabungan multimodal learning menunjukkan akurasi klasifikasi yang lebih baik dibandingkan dengan metode yang menggunakan hanya satu modalitas saja.

Due to COVID-19 Pandemic, medical decisions on patients were made by doctors based on many medical tests (e.g., polymerase chain reaction test, temperature test, CT-Scan or X-ray). Transfer learning methods have been used in several studies and focus on only one biomarker (eg, CT-Scan or X-Ray only) for diagnosing pneumonia. In recent studies, a single modality has its own classification accuracy and each different biomarker can provide complementary information for diagnosing COVID-19 pneumonia. The purpose of this research is to build a multimodal model by combining two inputs (inputs) into one output (output) at the modeling stage. Two different transfer learning models were used at each input with an open-source dataset of 2849 CT-Scan images and 2849 X-ray images to classify CT-Scan images and X-ray images into two classes: normal and COVID-19 pneumonia. . The transfer learning model used is the DenseNet121 model, the MobileNet model, the Xception model, the InceptionV3 model, the ResNet50 model and the VGG16 model for the feature extraction process. As a result, the best classification accuracy was obtained at 99.87% when merging the ResNet50 and VGG16 networks. Then, the best classification accuracy was obtained at 98.00% when using a single modality ResNet50 model with CT-Scan data and a classification accuracy of 98.93% for the VGG16 model with X-Ray data. The multimodal learning combination method shows better classification accuracy than the method that uses only one modality."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riefky Arif Ibrahim
"Katarak merupakan salah satu jenis kelainan mata yang menyebabkan lensa mata menjadi berselaput dengan pandangan berawan, sehingga memungkinkan untuk mengalami kebutaan total. Penderita katarak dapat disembuhkan dengan operasi setelah sebelumnya dilakukan computed tomography (CT) scan dan magnetic resonance imaging (MRI) sebagai metode untuk mendapatkan citra digital mata. Namun, penggunaan metode ini tidak selalu memungkinkan, terutama untuk fasilitas kesehatan di negara berkembang, karena kurangnya rumah sakit atau klinik mata yang menyediakan fasilitas berteknologi lengkap. Penelitian ini bertujuan untuk membantu proses analisis citra mata agar lebih cepat dan akurat dengan menggunakan model deep learning untuk memprediksi mata katarak menggunakan arsitektur CNN dengan terlebih dahulu menganalisis performa model dan membandingkan akurasi/loss model dengan penelitian sebelumnya. Metode perancangan model deep learning ini dilakukan dimulai dari preprocessing, membangun arsitektur model, proses training, dan diakhiri dnegan evaluasi hasil model dengan mengguakan confusion matrix dan classification report. Dari perancangan ini, didapatkan hasil validasi akurasi model sebesar 92.97% dan hasil validasi loss 0.1539. Dari model yang penulis buat dihasilkan model deep learning dengan nilai evaluasi pendeteksian mata katarak dengan presisi 94.30%, recall 97.47%, dan f-1 score 95.85%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa model yang penulis rancang telah dapat memprediksi gambar penyakit katarak dengan akurasi diatas 80 % dengan loss dibawah 30 % dengan hasil presisi, recall, dan f-1 score >90% dan menunjukkan tingkat overfitting yang minimal.

Cataract is an eye condition in which the lens of the eye becomes webbed and cloudy, resulting in total blindness. Cataract patients can be cured through surgery after undergoing computed tomography (CT) scans and magnetic resonance imaging (MRI) to obtain digital images of the eyes. However, due to a lack of hospitals or eye clinics that provide complete technology facilities, this method is not always feasible, particularly for health facilities in developing countries, particularly in Indonesia. By first examining the model's performance and comparing the model's accuracy/loss with prior research, this study intends to make the eye image analysis process faster and more accurate by employing a deep learning model to predict cataracts using the CNN architecture. Starting with preprocessing, designing the model architecture, training, and finally evaluating the model outcomes using a confusion matrix and classification report, this deep learning model design technique is followed. The model accuracy validation results from this design are 92.97 % and the loss validation results are 0.1539. A deep learning model with an evaluation value of cataract eye detection with a precision of 94.30 %, recall of 97.47 %, and an f-1 score of 95.85 % was produced from the author's model. According to the findings of this study, the author's model can predict cataract images with an accuracy of more than 80%, a loss of less than 30%, precision, recall, and f-1 score greater than 90%, and minimal overfitting.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Auliana
"Dalam dokumen Global Tuberculosis Report 2022, World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa Indonesia tercatat sebagai negara dengan beban kasus tuberkulosis (TB) terbanyak kedua setelah India pada tahun 2021 lalu, di mana terhitung dari estimasi 969.000 kasus penderita TB di Indonesia, terdapat 525.765 (54,3%) kasus diantaranya belum ditemukan dan diobati, ini berpotensi menjadi sumber penularan serta meningkatan risiko transmisi komunal jika tidak mendapatkan penanganan segera. Menanggapi hal tersebut, dengan kemajuan teknologi kecerdasan buatan yang ada serta melalui peran pencitraan medis sebagai salah satu metode skrining pendukung, dikembangkan sebuah model pendeteksian berbasis arsitektur U-Net yang mampu secara otomatis mengenali dan melokalisasi area berbagai jenis kelainan indikator TB paru pada citra rontgen thorax. Selain melakukan tuning parameter, dibandingkan beberapa kasus segmentasi semantik multi-kelas, diantaranya terdiri atas 14 kelas kelainan spesifik, 5 kelas kelompok kelainan, dan 3 kelas kelompok kelainan, serta kasus segmentasi semantik biner. Hasil memperlihatkan bahwa pada kasus multi-kelas, semakin sedikit kelas yang digunakan, maka semakin besar nilai dice score yang didapat, yaitu mencapai 0,71. Sementara, jika dibandingkan dengan kasus segmentasi biner, meski dice score mengalami peningkatan, namun berdasarkan hasil visualisasi, kasus segmentasi multi-kelas kurang mampu dalam mengenali kondisi paru normal atau tidak memiliki kelainan.

In the Global Tuberculosis Report 2022 document, the World Health Organization (WHO) reports that Indonesia is listed as the country with the second highest burden of tuberculosis (TB) cases after India in 2021, where from an estimated 969.000 cases of TB sufferers in India, there are 525.765 ( 54,3%) cases of which have not been found and treated, this has the potential to become a source of transmission and increase the risk of communal transmission if treatment is not immediately received. In response to this, with advances in existing artificial intelligence technology and through the role of medical imaging as a screening support method, a detection model based on the U-Net architecture was developed that can automatically recognize and localize areas of various types of pulmonary TB marker indicators on chest X-ray images. In addition to parameter tuning, several cases of multi-class semantic segmentation were compared, which consisted of 14 specific disorder classes, 5 class disorder clusters, and 3 class disorder clusters, as well as cases of binary semantic segmentation. The results reveal that in the multi-class case, the fewer classes used, the greater the dice score obtained, which is 0,71. Meanwhile, when compared with binary segmentation cases, even though the dice score has increased, based on visualization results, multi-class segmentation cases are less able to recognize normal lung conditions or have no abnormalities."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Nurhayati
"Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular dan dapat berakibat fatal, terutama di negara berkembang. WHO merekomendasikan penggunaan screening yang sistematis dan luas, salah satunya menggunakan citra X-ray dada. Sayangnya, jumlah ahli radiologi masih kurang dan belum terdistribusi dengan baik di negara berkembang seperti Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini mengembangkan sistem Computer-Aided Detection (CAD) untuk membantu mendeteksi TB menggunakan analisis tekstur. Terdapat tiga tahap pada sistem, yaitu segmentasi otomatis, koreksi segmentasi manual, dan deteksi lesi TB. Hasil akhir sistem memberikan visualisasi heatmap berdasarkan probabilitas lesi TB pada citra X-ray dada.
Penelitian ini fokus pada tahap deteksi lesi TB. Analisis tekstur diimplementasi menggunakan berbagai kombinasi dari fitur tekstur Hogeweg, Gray-Level Co-occurrence matrix (GLCM), dan Gabor. Selain itu, metode reduksi dimensi juga diimplementasikan untuk mendapatkan representasi optimal. Analisis tekstur ini digunakan pada area lokal patch melalui perhitungan probabilitas untuk klasifikasi patch lesi TB dan patch normal. Klasifikasi ini dilatih menggunakan Logistic Regression, Support Vector Machine (SVM), dan Multilayer Perceptron (MLP).
Hasil terbaik dicapai oleh Logistic Regression dengan kombinasi fitur Hogeweg, GLCM, dan Gabor yang diimplementasikan PCA yang mampu mencapai nilai 0.734 sensitivity. Dokter spesialis radiologi menilai bahwa beberapa visualisasi model ini cukup baik dalam mengenali lesi TB, namun masih ada beberapa kesalahan dalam mendeteksi area normal sebagai lesi TB.

Tuberculosis (TB) is an infectious disease and can be fatal, especially in developing countries. WHO recommends the use of systematic and broad screening, one of which is using chest X-ray images. Unfortunately, the number of radiologists is still lacking and not well distributed in developing countries such as Indonesia. Therefore, this study developed a Computer-Aided Detection (CAD) system to help detect TB using texture analysis. There are three stages in the system, they are automatic segmentation, manual segmentation correction, and TB lesion detection. The final result of the system provides a heatmap visualization based on the probability of TB lesions on a chest X-ray image.
This study focused on the stage of TB lesion detection. Texture analysis was implemented using various combinations of Hogeweg texture features, Gray-Level Co- occurrence matrix (GLCM), and Gabor. In addition, the dimensional reduction method is also implemented to obtain the optimal representation. This texture analysis is applied to the local area of the patch by calculating the probability for the classification of the TB lesion patch and the normal patch. This classification is trained using Logistic Regression, Support Vector Machine (SVM), and Multilayer Perceptron (MLP).
The best result was achieved by Logistic Regression with a combination of Hogeweg, GLCM, and Gabor features implemented by PCA which was able to reach a value of 0.734 sensitivity. Radiology specialists considered that some of the visualizations of this model were quite good in recognizing TB lesions, but there were still some errors in detecting normal areas as TB lesions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>