Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139200 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fiori Aivesa Violetta
"Penelitian ini membahas tentang pemaknaan warna biru dalam dua buah puisi berbahasa Jerman karya Else Lasker-Schueler dengan menggunakan teori semiotik dari Saussure. Penggunaan tanda dalam puisi seperti warna adalah bukan sesuatu yang asing dalam sebuah karya sastra. Penggunaan tanda ini sering digunakan untuk menyampaikan sebuah pesan ataupun emosi dari sang penyair, terutama di era ekspresionisme. Namun, penggunaan tanda dalam sebuah karya dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat pemaknaan warna biru dalam kedua puisi ini oleh sang penyair dan melihat alasan mengapa Lasker-Schueler menggunakan warna biru dalam kedua karya tersebut serta melihat bagaimana pemaknaan biru dalam budaya jerman dan dalam kedua puisi ini. Korpus data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua puisi karya Lasker-Schueler yang berjudul Gebet dan Mein blaues Klavier. Keduanya diterbitkan tahun 1943 dalam sebuah buku kumpulan puisi dengan judul Mein blaues Klavier. Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa Lasker-Schueler memaknai warna biru dalam Gebet sebagai sesuatu yang positif yaitu harapan dan dalam Mein blaues Klavier sebagai kenangan bahagia dari masa kecilnya.

This study discusses the meaning of blue in two German poems by Else Lasker-Schueler using the semiotic theory of Saussure. The use of signs in poetry like colors is not something unusual in a literary work. Sign in literature are often used to convey a message or emotion from the poet, especially in the era of expressionism. However, the use of signs in a literature work can also lead to different interpretations. Therefore, this study aims to see how the poet defines the meaning of blue in these two poems and to see the reasons behind the usage of blue in both works, and see how German culture interprets blue and how it relates to blue in these two poems. Corpus data used in this studyare two poems by Lasker-Schueler entitled Gebet and Mein blaues Klavier. Both poems were published in 1943 in a book under the title Mein blaues Klavier. The results from this study found that Lasker-Schueler interpreted the blue color in Gebet as something positive, hope, and in Mein blaues Klavier as a piece of a happy memory from her childhood."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Padang: Kelompok Penggiat Puisi Padang, 2003
811 Bun
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Nursamsiah Danardono
"Puisi adalah salah satu jenis sastra di samping prosa dan drama. Pada mulanya, puisi merupakan alat untuk menyatakan segala sesuatu yang patut diketahui oleh manusia, misalnya mantra-mantra, asal-usul para dewa atau nenek moyang, cara-cara bercocok tanam, hidup bermasyarakat, dan seterusnya. Dengan demikian puisi merupakan suatu teknik ingatan lisan. Tetapi di dalam perjalanan sejarah manusia, puisi mengalami perkembangan. Untuk alasan-alasan yang jauh melampaui kegunaan puisi sebagaimana telah disebutkan di atas, para penyair menjadikan alat tadi esensi dari suatu kreasi.
Puisi pada umumnya dapat dikatakan sebagai pemakaian bahasa secara khusus. Pemakaian bahasa secara khusus ini bertujuan untuk menyatakan atau nensugestikan sesuatu melalui irama, rima, citraan, dan lain-lain. Keanekaragaman bentuk dan fungsi pemakaian bahasa tersebut menimbulkan kesulitan di dalam mendefinisikan puisi.
Paul Claudel (1868-1955), seorang penyair dan penulis drama Perancis, berpendapat bahwa puisi merupakan suatu komposisi yang memberi nilai tambah pada kebahagiaan manusia sebagaimana yang dikatakannya berikut ini:
La poesie est composition et c'est grace A la composition qu'elle procure A I'oreille et au coeur de I'auditeur le plaisir qui lui est propre. Ce plaisir nett en effet du rapprochement, du contact, et de I'amalgame, par le moyen de seas canfie a la vibration, d'idthes appartenant aux ordres les plus divers, qui naus procure le sentiment dune extention heureuse, penetrante et Presque divine, de nos pouvairs.
Puisi adalah komposisi. Komposisi ini memindahkan emosi yang terkandung di dalamnya kepada pendengar melalui telinga dan kalbunya. Emosi ini memang lahir dari kedekatan, kontak, dan pembauran, melalui pancaindera yang peka terhadap getaran, melalui gagasan-gagasan yang berasal dari tatanan-tatanan yang sangat berbeda. Sarana tersebut memberikan kepada kita suatu rasa perluasan dari kemampuan--kemampuan kita, rasa perluasan yang membahagiakan, merasuk, dan hampir bersifat Illahi.
Mengenai Janis sastra ini, Lamartine (1790-1869) salah seorang penyair besar romantik Perancis, mengatakan:
"La poesie sera de la raison chantee, voila sa destine pour longtemps; eIle sera philosophique, religieuse, politique, sociale, comme les epoques que le genre humain va traverser; elle sera intime surtout, personnelle, meditative et grave: non plus un }eu de I'esprit, un caprice melodieux de la pensee leg&re et superficielle, mais I'echa profond, reel, sincere, des plus hautes conceptions de I'int!Iligence, des plus mysterieuses impressions de I'gme."
Puisi akan merupakan akal budi yang disenandungkan, itulah pembawaan puisi untuk waktu yang lama; puisi akan bersifat filsafat, agama, politik, sosial, seperti zaman-zaman yang akan dilalui oleh umat manusia; puisi terutama akan bersifat intim, pribadi, meditatif dan serius; puisi bukan lagi merupakan suatu permainan jiwa, suatu tingkah musikal dari pikiran yang ringan dan dangkal, akan tetapi gema yang dalam, nyata dan tulus dari kesan-kesan jiwa yang paling misterius?."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Tulodong, 2013
808.81 SIR r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Yayasan Puisi, Jakarta,
404 PUISI
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Dong, Ju Yun
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018
808.81 DON l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rijati Wardiani
"LATAR BELAKANG
Dari zaman ke zaman, dunia sastra semakin berkembang. Perkembangan ini sejalan dengan perkembangan ilmu, teknologi serta pemikiran manusia. Sebagai suatu karya yang dihasilkan manusia dan berobjek manusia, sastra dengan sendirinya mengikuti arus perkembangan ini.
Perkembangan dunia sastra dalam bidang drama, prosa maupun puisi sangat pesat. Konvensi dan aturan-aturan yang melekat pada ketiga bidang sastra tersebut berubah dari waktu ke waktu; suatu perubahan yang ditentukan oleh manusia yang menciptakannya dan keadaan dunia yang mengelilingi manusia.
Dalam bidang puisi, perkembangan juga terjadi. Para penyair yang sebelumnya menulis dalam bentuk-bentuk tradisional, seperti pantun dengan aturan-aturan serba ketat, sedikit demi sedikit mulai meninggalkan ciri lama tersebut. Pada pantun misalnya, kita melihat adanya makna yang tersurat, rumus sajak dan jumlah baris yang teratur, dan pemilihan kata yang masih sangat sederhana dan memakai diksi yang umum.
Meskipun terdapat penyair yang masih menggunakan bentuk-bentuk tradisional, banyak juga penyair yang semakin hari semakin meninggalkan aturan-aturan yang kaku dan mengikat. Sebagai gantinya, para penyair tersebut menulis sajak dalam bentuk yang bebas. Mereka semakin menjauh dari aturan-aturan dan mengekspresikan sebebas mungkin perasaannya dalam berbagai bentuk puisi. Akibat dari kebebabasan berekspresi ini adalah ditemukannya berbagai bentuk sajak inovatif yang seringkali "aneh" bagi orang awam. Bermunculanlah sajak-sajak berbentuk prosa atau bahkan berbentuk gambar atau lukisan.
Sajak-sajak berbentuk gambar yang juga disebut sebagai sajak konkret misalnya, adalah jenis puisi yang menonjolkan bentuk visualnya. Para penyair puisi konkret menyusun huruf-huruf dan kata-kata dalam suatu bentuk atau objek tertentu. Hal yang akan langsung tertangkap oleh mata adalah suatu gambar benda tertentu."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shobichatul Aminah
"Penelitian mengenai unsur romantisisme dalam puisi Takamura Kootaroo ini berangkat dari masalah bagaimanakah perkembangan romantisisme dalam sejarah kesusastraan Jepang dan unsur romantisisme apakah yang terdapat dalam kebanyakan puisi Takamura Kootaroo, serta makna apakah yang tersirat dalam puisi Takamura Kootaroo.
Untuk menjawab masalah tersebut penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah sastra untuk menjelaskan tentang perkembangan gerakan romantik dalam kesusastraan Jepang, serta menggunakan pendekatan ekspresif yang dikemukakan oleh Abrams, yang memandang karya sastra sebagai produk dari pikiran dan perasaan pengarang. Untuk itu dalam analisisnya karya sastra sama sekali tidak dipisahkan dengan pengarang, termasuk dengan latar belakang sosial dan budayanya.
Ada tiga fase perkembangan gerakan romantik dalam kesusastraan Jepang, yaitu Bun'gaku Kai (1893-1898), Myoojoo (1899-1908), dan Subaru (1909-1913). Sedangkan unsur romantisisme yang dapat ditemukan dalam puisi Takamura Kootaroo antara lain; puisinya menggunakan bahasa sehari-hari yang sederhana serta mengungkapkan pikiran serta perasaannya secara spontan, pemberontakannya terhadap bentuk formal yang juga merupakan pencerminan dari pemberontakannya terhadap sistem tradisional yang mapan, khususnya sistem keluarga yang berlaku pada masa pemerintahan Meeji,serta apresiasinya yang mendalam tentang alam yang membawanya pada sebuah perjalanan spiritual yang dilandasi oleh kerinduannya untuk menyatu dengan alam.
Dari makna yang tersirat dalam puisi Kootaroo juga ditemukan pesan moral untuk saling menghormati antar sesama manusia dan seluruh mahluk yang hidup di alam, serta anjurannya agar manusia dapat membaca tanda-tanda yang diberikan oleh alam agar dapat memahami kebenaran."
2001
T10884
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adli Muaddib Aminan
"Penelitian ini membahas puisi karya Rasul Gamzatov "Dagestan" yang ditulis pada tahun 1951. Penelitian ini menganalisis penerjemahan lintas-budaya dalam puisi tersebut. Puisi ini terdiri dari delapan bait dan diterjemahkan oleh Ladinata Jabarti. Teori yang digunakan adalah Teori Puisi (Eliot,1986) dan Teori Penerjemahan Lintas Budaya (Bassnett, 2011). Metode yang digunakan adalah metode deskriptif-kualitatif (Ritchie dan Lewis, 2004). Puisi ini mencerminkan kecintaan Gamzatov terhadap Dagestan, negara bagian multietnis di Rusia. Penerjemahan puisi ini memuat konteks Dagestan terkait alam dan budayanya. Penerjemahan puisi dilakukan dengan melibatkan dua bahasa yaitu bahasa Rusia dan bahasa Indonesia. Pembahasan penerjemahan ini dilakukan perbait dan meliputi lintas-budaya antara Rusia dan Indonesia. Empat hasil penelitian terkait lintas-budaya didapatkan dalam penelitian ini, yaitu rantau, cinta tanah air, patriarki, dan agraris.

This research discusses the poetry by Rasul Gamzatov "Dagestan" which was written in 1951. This research analyzes the cross-cultural translation of the poem. This poem consists of eight verses and was translated by Ladinata Jabarti. There are two theories used: Poetry Theory (Eliot, 1986) and Cross-Cultural Translation Theory (Bassnett, 2011). The method used is descriptive-qualitative method (Ritchie and Lewis, 2004). This poem reflects Gamzatov's love for Dagestan, a multi-ethnic state in Russia. The translation of this poem contains the context of Dagestan regarding its natures and cultures. The translation of the poem involves two languages, namely Russian and Indonesian. The discussions on this translation are carried out for each verse and cover cross-cultural relations between Russia and Indonesia. Four research results related to cross-culture are obtained in this research, namely wandering, love of homeland, patriarchy, and agrarian."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nanny Sri Lestari
"ABSTRAK
Letak keistimewaan sebuah puisi Jawa baru, memang berbeda dengan puisi Jawa tradisional. Penelitian terhadap puisi Jawa baru sama rumitnya dengan penelitian puisi Jawa tradisional. Nuansa sosial yang menjadi perhatian peneliti di dalam puisi Jawa baru perhatian peneliti sering sekali bias dengan kenyataan sosial yang ada di maayarakat, meskipun garis pemisahnya jelas sekali terlihat.
Karya sastra memang merupakan hasil pemikiran seorang
penyair. Penyair membuat dunia tiruan yang diilhami dari apa yang dilihat dan dirasakannya di alam nyata. Oleh karena itu dunia tiruan yang diciptakan oleh penyair memiliki jaringan struktur yang utuh dalam mendukung bangun karya sastra tersebut.
Analisis terhadap jaringan sebuah karya sastra membawa
peneiiti kepada pemahaman yang menyeluruh terhadap karya sastra teraebut. Sekaligus melihat keistimewaan karya sastra tersebut sebagai dunia tiruan yang berbeda dengan dunia kenyataan.
Sebelum memasuki pemahaman yang menyeluruh terhadap
keseluruhan sebuah karya sastra, perhatian terlebih dahulu diarahkan pada bentuk dan isi karya sastra itu sandiri. Sebab penelitian terhadap bentuk dan isi memberikan pemahaman yang dasar terhadap keseluruhan dari karya sastra tersebut. Baru pada langkah berikutnya adalah melihat Salah satu kekayaan
yang menonjol dari karya saatra tersebut, antara lain adalah nuansa soaial yang dikandungnya.
Nuansa sosial yang terdapat pada sabuah karya sastra
dapat memperkaya pemahaman peneliti pada suatu keadaan yaitu bertemunya kenyataan dengan imajinasi penyair. Di dalam pertemuan ini ternyata penyair sebagai bagian dari masyarakatnya tetap tidak dapat melepaskan ikatan yang telah terjadi dengan sendirinya. Sehingga ketika dunia nyata hendak ia masukkan ke dalam dunia tiruan ciptaan sang penyair faktor penilaian sang penyair menjadi dominan sekali. Akibatnya kenyataan sosial yang terjadi di masyarakat pada saat dituliskan menjadi sebuah karya sastra berubah menjadi nuansa."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>