Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90050 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amalia Indah Hapsari
"Penelitian ini membahas mengenai perilaku delinkuensi remaja yang diangkat dalam sebuah drama Korea berjudul Ingansueob. Drama Korea dapat bermanfaat sebagai sebuah alat pemasaran untuk meningkatkan pengetahuan mengenai suatu isu sosial serta memengaruhi emosi dan perilaku penonton. Maraknya perilaku delinkuensi remaja membuat fenomena ini dianggap sebagai masalah yang serius dan membutuhkan penanganan yang tepat. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana drama Ingansueob merepresentasikan peran faktor risiko dalam memengaruhi terjadinya perbuatan delinkuensi remaja. Penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan faktor risiko perilaku delinkuensi remaja yang direpresentasikan dalam drama Ingansueob. Penelitian ini menggunakan drama Korea Ingansueob sebagai sumber data primer. Sedangkan sumber data sekunder berasal dari buku, jurnal, tesis, dan sumber daring yang berkaitan dengan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa munculnya salah satu faktor risiko dapat memicu timbulnya faktor risiko yang lain, sehingga perilaku delinkuensi remaja dapat dipengaruhi oleh lebih dari satu domain faktor risiko sekaligus. Faktor risiko memiliki sifat kumulatif, yang kemudian saling menguatkan pengaruh satu sama lain dan meningkatkan kecenderungan remaja terlibat dalam perbuatan delinkuensi.

This research discusses about juvenile delinquency behavior in a Korean drama titled Ingansueob. Korean dramas can be useful as a marketing tool to increase knowledge about social issues and influence audiences’ emotion and behavior. The rise of juvenile delinquency behavior has made this phenomenon as a serious problem that requires appropriate treatments. The formulation of this research is how Ingansueob represents the role of risk factors which influence juveniles’ delinquency behavior. This research aims to describe the occurrence cause of juvenile delinquency risk factors represented in drama Ingansueob. This study uses Korean drama Ingansueob as the primary data source. Meanwhile, secondary data sources come from books, journals, thesis, and online sources related to the research. The results showed that the emergence of one risk factor can lead to another risk factors, so that juveniles’ delinquency behavior can be influenced by more than a risk factor at once. Risk factors are cumulative, which reinforces the influence of each other and increases the tendency for juveniles to engage in delinquency behavior."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica Oktavia
"ABSTRAK
Individu pada usia remaja akan mengalami masa pubertas. Masa ini ditandai dengan munculnya keinginan untuk menjalin hubungan romantis dan meningkatnya dorongan seksual pada remaja. Media massa menjadi alternatif yang sering digunakan oleh remaja dalam mempelajari aktivitas seksual dalam hubungan romantis. Iwu Peter 2009 menyatakan bahwa media massa sudah semakin liberal dalam menggambarkan seksualitas dalam Utomo, I. D., McDonald, P . Serial drama korea romantis merupakan salah satu bentuk konten media massa yang banyak digemari oleh remaja di Indonesia. Serial drama korea romantis seringkali menampilkan adegan seksual antara sepasang kekasih dalam bentuk berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, dan berhubungan seks bersenggama baik secara eksplisit maupun implisit. Melalui penelitian ini, penulis ingin menjelaskan mengenai keterkaitan antara serial drama korea romantis yang sering menampilkan adegan seksual pranikah dengan permisivitas remaja dalam memandang perilaku seksual pranikah.
Individuals in their teens experience puberty. This period is characterized by the emergence of the desire to establish romantic relationships and the increase of sex drive in teenagers. Mass media become alternatives that are often used by teenagers in learning about sexual activity in romantic relationships. Iwu Peter 2009 stated that mass media have become more liberal in describing sexuality in Utomo, I. D., McDonald, P . Romantic Korean drama is a form of mass media content that is much favored by teenagers in Indonesia. Romantic korean dramas often feature sexual scenes between lovers in the form of holding hands, hugging, kissing, and having sex intercourse either explicitly or implicitly. Through this research, the author want to explain about the relationship between romantic korean drama series which often display premarital sexual scene with teenager rsquo s permissive attitudes towards premarriage sexual behavior."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Cahaya Aanisah
"Haenyeo adalah penyelam perempuan yang berasal dari Pulau Jeju, Korea Selatan. Mereka bekerja menyelam lautan dengan menahan napas untuk mengumpulkan berbagai hasil laut. Sebagai salah satu bagian dari Pulau Jeju yang memperlihatkan keunikan budayanya, terdapat berbagai karya sastra yang mengangkat tema tentang haenyeo. Salah satu contohnya adalah drama yang berjudul Urideurui Beulluseu (Our Blues). Penelitian ini bertujuan untuk menelaah representasi kehidupan haenyeo melalui isu-isu yang terlihat pada kisah haenyeo dalam drama Our Blues. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori semiotika John Fiske dengan metode penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi kehidupan haenyeo dalam drama Our Blues terlihat melalui isu modernisasi, budaya kolektif, homogenitas, hierarki, dan individualisme. Isu modernisasi memperlihatkan dampak positif dan negatif dari modernisasi terhadap haenyeo. Sementara itu, budaya kolektif dan homogenitas pada kisah haenyeo memperlihatkan nilai dan aturan yang ada dalam komunitas haenyeo. Kisah haenyeo juga memperlihatkan isu hierarki melalui tokoh Chun-Hui sebagai seorang sanggun haenyeo yang dihormati oleh haenyeo lainnya. Di sisi lain, tokoh Yeong-Ok memperlihatkan isu individualisme dari sikapnya yang tidak mengikuti aturan dan hanya berfokus pada dirinya sendiri.

Haenyeo is a female diver who originated from Jeju Island, South Korea. They work by diving into the ocean by holding their breath to collect various seafood. As part of Jeju Island which shows its unique culture, several literary works brought a theme about haenyeo. One of the examples is a drama called Urideurui Beulluseu (Our Blues). This research aims to analyze the representation of haenyeo’s life in the Korean drama Our Blues through issues that seen in haenyeo’s story in the Our Blues drama. In this research, the author used John Fiske’s semiotic theory with qualitative descriptive research methods. The result of this research shows that the representation of haenyeo’s life in Our Blues drama seen through the issues of modernization, collectivist culture, homogeneity, hierarchy, and individualism. The modernization issue shows the positive and negative impact of modernization on haenyeo. Meanwhile, collectivist culture and homogeneity in the haenyeo’s story show the value and rules in the haenyeo community. The haenyeo’s story also shows the hierarchy issue from the figure of Chun-Hui as a sanggun haenyeo who is respected by other haenyeo. On the other hand, the figure of Yeong-Ok shows the individualism issue from her attitude that doesn’t follow the rules and only focus on herself."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riki Alviano
"Drama Korea banyak didasari oleh cerita romantis, sejarah, tema kisah-kisah nyata, komedi, drama keluarga, serta penggabungan gender. Salah satu yang menarik di antaranya adalah pengangkatan LGBT dalam drama Korea. Studi ini bertujuan untuk mengetahui representasi dari kaum gay dalam drama Korea Love With Flaws. Metode penelitian penulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, untuk mencari sumber data terkait representasi dan analisis kaum gay dalam drama Korea Love With Flaws. Penulis menggunakan teori representasi dan teori sosiologi perilaku menyimpang dengan pendekatan paradigma struktural fungsional untuk mendekati dan menganalisis data. Merepresentasikan mempunyai artian yaitu menampilkan sesuatu di pemikiran melalui imajinasi ataupun deskripsi. Proses merepresentasikan merupakan proses untuk menentukan bentuk konkret dari konsep pemikiran yang absurd. Teori sosiologi perilaku menyimpang dengan pendekatan paradigma struktural fungsional memiliki artian bahwa masyarakat dan lembaga sosial saling berkaitan satu sama lainnya untuk bekerja sama membangun keharmonisan. Teori ini mengandung kepercayaan akan adanya kemampuan dari tiap masyarakat untuk mengatasi adanya konflik tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah penulis membuktikan bahwa pada drama Korea Love With Flaws, kaum homoseksual memiliki kesetaraan sosial yang hampir sama dengan kaum heteroseksual. Kaum homoseksual dalam drama ini juga digambarkan masih berjuang untuk mendapatkan hak-hak asasinya sebagai manusia yang berada di dalam lingkungan masyarakat luas. Di sisi lain, drama ini juga memperlihatkan adanya kelompok masyarakat yang mulai mendukung tokoh homoseksual.

Many Korean dramas are based on romantic stories, history, themes of true stories, comedy, family dramas, and the incorporation of gender. One of the highlights is the adoption of LGBT in Korean dramas. This study aims to determine the representation of gays in the Korean drama Love With Flaws. This research method of writing uses a qualitative method with a descriptive approach, to find data sources related to the representation and analysis of gays in the Korean drama Love With Flaws. The Author uses representation theory and deviant behavior sociology theory with a functional structural paradigm approach to approach and analyze data. Representing has the meaning of displaying something in thought through imagination or description. The process of representing is a process of determining the concrete form of an absurd concept of thought. The sociological theory of deviant behavior with a structural functional paradigm approach means that society and social institutions are interrelated with each other to work together to build harmony. This theory contains the belief in the ability of each community to overcome the conflict. The results of this study are the authors prove that in the Korean drama Love With Flaws, homosexuals have almost the same social equality as heterosexuals. Homosexuals in this drama are also depicted as still struggling to get their human rights as human beings in the wider community. On the other hand, this drama also shows that there are groups of people who begin to support homosexual characters.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nazirah Atqa R. Tunin
"Drama Korea merupakan salah satu sarana hiburan yang banyak diminati di Indonesia, salah satu kelompok penggemarnya adalah remaja. Remaja yang menyukai aktor/aktris dalam drama Korea dan terkena paparan drama Korea secara berulang dapat menciptakan relasi parasosial, yaitu hubungan imajiner yang dilakukan oleh penonton terhadap persona medianya dalam jangka panjang. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi relasi parasosial adalah peer attachment. Peer attachment adalah kelekatan hubungan antara individu dengan teman sebayanya yang ditandai oleh adanya komunikasi yang baik dan rasa saling ketergantungan yang aman dan nyaman. Penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara peer attachment dan relasi parasosial. Teknik sampling pada penelitian ini adalah non-probability sampling dengan metode convenience sampling. Karakteristik partisipan adalah remaja berusia 15 – 19 tahun, WNI, dan gemar menonton drama Korea (N = 413). Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Parasocial Interaction Scale untuk mengukur relasi parasosial dan The Inventory of Peer and Parent Attachment untuk mengukur peer attachment. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara peer attachment dan relasi parasosial yang artinya semakin tinggi peer attachment maka tingkat relasi parasosial juga semakin tinggi.

Korean drama is a means of entertainment in great demand in Indonesia, and one of the fan groups is teenagers. Adolescents who like actors/actresses in Korean dramas and are exposed to repeated exposure to Korean dramas can create parasocial relations, namely imaginary relationships made by the audience towards their media persona in the long run. One of the factors that can influence parasocial relations is peer attachment. Peer attachment is the closeness of the relationship between individuals and their peers, which is characterized by good communication and a sense of interdependence that is safe and comfortable. This quantitative research examines the relationship between peer attachment and parasocial relations. The sampling technique in this study was non-probability sampling with the convenience sampling method. Characteristics of the participants were teenagers aged 15-19 years, Indonesian citizens, and liked watching Korean dramas (N = 413). The research instruments used in this study were the Parasocial Interaction Scale to measure parasocial relations and The Inventory of Peer and Parent Attachment to measure peer attachment. This study's results indicate a correlation between peer attachment and parasocial relationships, which means that the higher the peer attachment, the higher the level of parasocial relations."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azarine Zhafirah Zahra
"Pada dasarnya manusia tidak lepas dari sistem simbol karena simbol digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan sebuah makna atau pesan sehari-hari. Sistem simbol sangat penting bagi manusia, hal ini tercermin dalam karya sastra drama yang menunjukkan betapa pentingnya sistem simbol. Extraordinary Attorney Woo adalah salah satu drama yang menghadirkan simbol ikan jeda di beberapa adegannya. Drama ini mengisahkan Woo Young Woo, seorang pengacara masalah yang bekerja di sebuah firma hukum terkemuka di Korea Selatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan makna simbol ikan jeda dalam drama Extraordinary Attorney Wooserta menganalisis pesan yang disampaikan oleh tokoh utama melalui simbol jeda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teori semiotika Roland Barthes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa simbol ikan jeda dalam drama ini dimaknai sebagai 'kekeluargaan', 'ketidakbebasan', dan 'kesepian'. Dari ketiga makna tersebut, pesan yang disampaikan tokoh utama adalah ikan jeda dan manusia memiliki beberapa kesamaan sebagai makhluk hidup. Seperti halnya manusia, ikan paus memiliki sifat kekeluargaan yang selalu hidup bersama keluarganya. Ikan jeda memiliki hak sebagai makhluk hidup, yakni hak kebebasan untuk hidup di habitat aslinya. Manusia tidak bisa lepas dari rasa kesepian, begitu pun dengan ikan jeda yang memiliki rasa kesepian karena terpaksa berpisah dari kelompoknya.

Manusia dan sistem simbol pada dasarnya saling terkait karena simbol digunakan sebagai media untuk menyampaikan makna dan pesan sehari-hari. Sastra drama yang menunjukkan pentingnya sistem simbol bagi manusia, menunjukkan betapa pentingnya sistem simbol itu. Salah satu drama yang menggunakan simbol ikan paus dalam beberapa sekuennya adalah Extraordinary Attorney Woo. Protagonis dari drama ini adalah Woo Young Woo, seorang pengacara disabilitas yang bekerja di sebuah firma hukum ternama di Korea Selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi signifikansi simbol paus yang digunakan dalam drama Extraordinary Attorney Woo dan untuk mengkaji pesan yang direpresentasikan oleh simbol paus untuk tokoh utama. Sebagai acuan dalam penelitian, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan semiotika Roland Barthes. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna paus dalam drama ini adalah "kekeluargaan", "kurangnya kebebasan", dan "kesepian". Pesan tokoh utama dapat ditemukan dari ketiga interpretasi tersebut. Paus dan manusia memiliki banyak kesamaan sebagai makhluk hidup. Seperti halnya manusia, paus memiliki kekerabatan yang selalu hidup berkelompok. Paus memiliki hak sebagai makhluk hidup, yaitu hak kebebasan untuk hidup di habitat aslinya. Manusia tidak bisa lepas dari rasa kesepian, begitu juga paus yang memiliki rasa kesepian karena terpaksa harus berpisah dari kelompoknya padahal paus sudah terbiasa hidup bersama kelompoknya. yaitu hak kebebasan untuk hidup di habitat aslinya. Manusia tidak bisa lepas dari rasa kesepian, begitu juga paus yang memiliki rasa kesepian karena terpaksa harus berpisah dari kelompoknya padahal paus sudah terbiasa hidup bersama kelompoknya. yaitu hak kebebasan untuk hidup di habitat aslinya. Manusia tidak bisa lepas dari rasa kesepian, begitu juga paus yang memiliki rasa kesepian karena terpaksa harus berpisah dari kelompoknya padahal paus sudah terbiasa hidup bersama kelompoknya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Titis Sukowati
"ABSTRACT
Serial drama Korea menjadi salah satu bentuk budaya populer yang disukai oleh masyarakat. Studi-studi sebelumnya telah membahas mengenai terpaan media massa pada tayangan serial drama Korea, hiperrealitas pada film dan drama serta dampak hiperrealitas di film dan drama pada penonton. Namun studi-studi tersebut seakan menganggap bahwa setiap penonton memiliki dampak terpaan yang sama terhadap serial drama Korea. Argumentasi dalam penelitian ini bahwa penonton bukan aktor yang pasif maka perkembangan serial drama Korea tidak memberikan dampak hiperrealitas yang sama pada semua penontonnya. Hal itu dikarenakan penonton mendapat terpaan film maupun serial TV yang begitu banyak, sehingga mereka sudah memiliki preferensi tersendiri terhadap suatu tayangan. Penelitian ini mengambil kasus serial drama Korea dengan genre romantis, drama dan komedi dengan menggunakan metode kualitatif, mengumpulkan data dari wawancara mendalam serta pengumpulan studi-studi literatur sejenis. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan, pertama serial drama Korea menawarkan cerita-cerita yang identik dengan nuansa romantisme, kedua setiap penonton memiliki pemahaman dan penerimaan yang berbeda pada serial drama Korea. Hal itu yang memunculkan adanya perbedaan dampak hiperrealitas serial drama Korea pada penonton. Ada beberapa penonton membentuk nilai atau pandangan baru terutama mengenai percintaan, pasangan, pertemanan dan keluarga serta ada pula penonton yang hanya sekedar menonton tanpa mempengaruhi kehidupannya.

ABSTRACT
Korean drama series became one of the popular forms of culture favored by the public. Previous studies have discussed the exposure of mass media to Korean drama series, hyperreality in films and drama and the impact of hyperreality on film and drama to the audience. However, these studies seem to assume that every audience has the same impact of exposure to Korean drama series. The argument in this study that the audience is not a passive actor then the development of Korean drama series did not give the same effect of hyperreality on all audience. That 39 s because the audience gets a lot of movies and TV series, so they already have their own preference for an impression. This study takes the case of Korean drama series with the romantic genre, drama and comedy using qualitative methods, collecting data from in depth interviews and collecting similar literature studies. Based on the results of the study found, the first Korean drama series offers stories that are identical to the nuances of romance, secondly each audiences has a different understanding and acceptance of Korean drama series. This led to differences in the impact of hyperreality Korean drama series on the audiences. There are some audiences forming new values or views, especially on romance, couples, friends, and family, and there are also audiences who just watch without affecting their life."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Amreni Amin
"Media massa seperti drama Korea yang merupakan salah satu produk Korean Wave atau Hallyu kerap kali mengangkat realitas yang terjadi di masyarakat ke dalam karyanya. Drama Korea cenderung merefleksikan isu sosial masyarakat. Sebagai sebuah isu yang marak terjadi di Korea Selatan, perundungan sering kali diangkat dalam drama Korea yang sudah menjadi media hiburan bagi masyarakat global. Salah satu drama Korea yang mengangkat isu perundungan adalah D.P. dengan menunjukkan kepahitan yang dijalani para tentara selama menjalani wajib militer. Tujuan penelitian ini adalah memaparkan bentuk dan penyebab perundungan yang terjadi di militer Korea Selatan dalam drama D.P. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan sosiologi sastra oleh Ian Watt. Sumber data penelitian ini berupa potongan adegan dan dialog pada setiap episode yang sudah dipilih dalam drama tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis perundungan yang ditunjukkan dalam drama D.P., yaitu perundungan fisik, verbal, dan nonverbal. Penyebab perundungan yang ditunjukkan dalam drama D.P. adalah relasi kuasa, pengalaman sebagai korban perundungan, dan orientasi seksual.

Korean dramas, which are one of the products of the Korean Wave or Hallyu, often bring the reality that occurs in society into their work. Korean dramas tend to reflect the social issues of the society. As an issue that is happening in South Korea, bullying is often brought up in Korean dramas that have become entertainment media for the global community. One of the Korean dramas that brought up the issue of bullying is D.P. by showing the bitterness that soldiers go through during military service. The purpose of this study is to describe the forms and causes of bullying that occurred in the South Korean military in the Korean drama D.P. The research method used is descriptive qualitative with a literary sociology approach by Ian Watt. The data source of this research is in the form of cuts of scenes and dialog in each episode that has been selected in the drama. The results showed that there were three types of bullying shown in the drama D.P., which are physical, verbal, and nonverbal bullying. The causes of bullying shown in D.P.'s drama are power relations, experience as a victim of bullying, and sexual orientation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Alifah
"Korea Selatan memulai film-tourism di tahun 2004 dengan memanfaatkan adanya kepopuleran Hallyu di masa itu. Kepopuleran Hallyu, khususnya drama Korea di mancanegara turut berperan dalam mempromosikan Korea Selatan dalam hal pariwisata. Secara tidak langsung, hal ini dibuktikan dengan tidak sedikit lokasi syuting drama Korea populer yang dijadikan objek wisata. Nami Island dan Taman Yongin Daejanggeum merupakan dua contoh objek wisata yang awalnya merupakan lokasi syuting drama Korea populer yang tayang di tahun 2002. Tujuan dari penelitian ini untuk membahas motivasi perjalanan wisatawan Indonesia dalam melakukan film-tourism ke Korea Selatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam (in-depth interview) dengan enam orang informan wisatawan Indonesia yang pernah mengunjungi lokasi syuting drama Korea populer antara tahun 2017-2019. Melalui penulisan ini ditemukan bahwa para informan memiliki motivasi fantasi yaitu ingin melepas rutinitas keseharian yang menjemukan dan mencari kepuasan dalam diri. Selain itu, kegiatan film-tourism ini juga mencerminkan esteem needs (kebutuhan harga diri) karena munculnya rasa puas telah mencapai suatu target, yaitu merasakan menjadi pemeran utama dalam drama.

South Korea started film-tourism in 2004 by utilizing the popularity of Hallyu at the time. The popularity of Hallyu, particularly of Korean dramas in many countries, plays a role in promoting South Korea in terms of tourism. This is indirectly proven by the fact that many popular Korean drama shooting locations have become tourist attractions. Nami Island and Yongin Daejanggeum Park are examples of tourist attractions that were originally the shooting locations for popular Korean dramas in 2002. The purpose of this study is to discuss the influence of Korean dramas on the motivation of Indonesian tourists to travel to South Korea. This study uses the qualitative method with an in-depth interview technique with six Indonesian tourist informants who have visited the shooting locations of popular Korean dramas between 2017-2019. In this study, it was found that the informants had fantasy motivations, namely wanting to let go of the boring daily routine and looking for satisfaction within themselves. In addition, this film-tourism activity also reflects esteem needs because the emergence of a sense of satisfaction for having reached a target, which is to feel like being the main character in a drama."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Putri Prameswari
"Kesuksesan selebgram diukur dari jumlah pengikut, likes, share, dan komentar. Namun, banyak selebgram yang tidak lagi mengedepankan kebenaran dari hal yang diunggah. Dampaknya, pengikut mereka tidak bisa lagi membedakan mana yang nyata dan palsu. Keadaan ini disebut sebagai hiperrealitas atau realitas yang lebih nyata dari yang nyata. Fenomena hiperrealitas adalah fenomena dunia yang juga terjadi di Korea Selatan. Bentuk hiperrealitas pada selebgram Korea Selatan dapat dilihat dalam drama berjudul Celebrity (2023). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk hiperrealitas dalam drama Celebrity. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menganalisis penokohan tokoh. Mengacu kepada gagasan hiperrealitas oleh Jean Baudrillard, penulis melakukan analisis bentuk hiperrealitas melalui karakter dan hal yang dilakukan selebgram. Penelitian ini menyimpulkan bahwa drama Celebrity merupakan representasi fenomena hiperrealitas di Korea Selatan. Bentuk hiperrealitas yang ditunjukkan di dalam drama ini adalah menyembunyikan masa lalu, menutupi tindakan konsumsi psikotropika, membentuk citra setia kawan, menyewa dan meniru barang mewah, serta menggunakan teknologi deepfake. Hal tersebut menunjukkan bahwa media sosial menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat modern.

This research uses a qualitative descriptive method by analyzing characterizations. Referring to the idea of hyperreality by Jean Baudrillard, the author analyzes the form of hyperreality through the characters and things that celebrities do. This research concludes that Celebrity drama is a representation of the phenomenon of hyperreality in South Korea. The forms of hyperreality include hiding the past, covering up psychotropic consumption, forming a loyal friend image, renting and imitating luxury goods, and using deepfake technology. This shows that social media has become part of the lifestyle of modern society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>