Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190259 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alya Fatikha Sari
"Latar Belakang: Inferior Alveolar Nerve Block (IANB) merupakan prosedur paling umum dalam praktik kedokteran gigi, dan menjadi salah satu insiden kegagalan tertinggi dibanding teknik anestesi lain hingga 15-20%. Salah satu penyebab umum terjadinya kegagalan blok IANB karena tidak tepatnya dalam menentukan letak foramen mandibula. Letak foramen mandibula memiliki tiga kategori, yaitu di atas garis oklusal, segaris oklusal, dan di bawah garis oklusal. Variasi letak foramen mandibula tersebut dipengaruhi oleh faktor ras dan jenis kelamin. Mengetahui letak dan rerata jarak foramen mandibula yang tepat diperlukan untuk menghindari terjadinya kegagalan anestesi sebelum tindaklanjut tindakan medis.
Tujuan: mengetahui kategori letak dan membandingkan rerata jarak foramen mandibula pada kelompok pria dan wanita usia 18-35 tahun di RSKGM FKG UI.
Metode: Studi dilakukan pada 200 radiograf panoramik digital yang dibagi menjadi kelompok pria dan wanita berusia 18-35 tahun di RSKGM FKG UI. Dilakukan dengan membuat garis bidang oklusal sejajar horizontal pada distolingual cusp molar 1 atau molar 2 di kedua sisi rahang, lalu tarik garis pada bagian superior anterior kanal mandibula tegak lurus ke garis oklusal dan anterior ramus. Kemudian dilakukan uji reliabilitas intraobserver dan interobserver dengan uji ICC dan uji komparatif independent t-test.
Hasil: Diperoleh rerata jarak foramen mandibula terhadap garis bidang oklusal pada kelompok pria (15,49  3,29) dan pada wanita (14,68  3,07). Rerata jarak foramen mandibula terhadap anterior ramus pada kelompok pria (14,61  3,29) dan pada wanita (13,63  3,07).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan signifikan rerata jarak foramen mandibula terhadap anterior ramus, tetapi tidak terdapat perbedaan rerata jarak foramen mandibula terhadap garis bidang oklusal pada pria usia 18-25 tahun dan wanita usia 18-35 tahun di RSKGM FKG UI.
Background: Inferior Alveolar Nerve Block (IANB) is the most common procedure in dental practice, and has become one of the highest failures compared to other anesthetic techniques up to 15-20%. One of the the common causes of the failure in IANB Block is due to the inaccuracy in determining the location of mandible foramen. There are 3 categories of the location of mandible foramen - above the oclusal line, in line with the oclusal, below the oclusal line. The variety of the mandible foramen location is affected by races and gender. To acknowledge the accurate location and the average distance of mandible foramen is necessary in order to avoid the failure of anesthesia before undergoing the later medical treatment.
Aim: To acknowledge the category of the location and to compare the average of the distance of mandible foramen on male and female patients aged 18-35 in RSKGM FKG UI.
Methode: The study or research is carried out on 200 Digital Panoramic Radiography divided into male group of aged 18-35 and female group of aged 18-35. The measurement is conducted by drawing the lines of oclusal horizontally in line on distolingual cusp first molar or second molar in both sides of jaw, then drawing the line on anterior superior of mandible canal perpendicular line to oclusal line and ramus anterior. Finally, intraobserver and interobserver reliability tests by ICC test and t-test independent comparative are applied.
Result: The average distance of mandible to the occlusal plane on male group is (15,49  3,29), on female group is (14,68  3,07). The average distance of mandibule to the ramus anterior on male group is (14,61  3,29), on female group is (13,63  3,07).
Conclusion : There is significant distinction on the distance of mandible foramen to the ramus anterior, but there is no difference on the distance of mandibular foramen to the occlusal plane between male aged 18-35 and on female aged 18-35 in RSKGM FKG UI."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salzabilla Wahyu Putri
"Latar Belakang: Periodontitis adalah penyakit yang memengaruhi jaringan pendukung gigi seperti kerusakan tulang alveolar, dan diderita oleh sebagian besar populasi manusia di dunia. Periodontitis terbagi menjadi periodontitis terlokalisasi dan periodontitis menyeluruh. Dalam menentukan diagnosis penyakit periodontitis diperlukan pemeriksaan radiografis untuk mengevaluasi perubahan tinggi tulang, terutama pada tulang alveolar. Radiograf panoramik dapat digunakan dalam pemeriksaan full-mouth dengan paparan radiasi yang lebih sedikit.
Tujuan: Memperoleh nilai rata-rata persentase sisa tinggi tulang alveolar gigi molar mandibular pasien periodontitis menyeluruh usia 26-50 tahun pada radiograf panoramik.
Metode: Pengukuran persentase sisa tinggi tulang alveolar pada 45 sampel radiograf panoramik konvensional dan digital usia 26-50 tahun di RSKGM FKG UI.
Hasil: Persentase sisa tinggi tulang alveolar pada pasien penyakit periodontitis menyeluruh dengan rentang usia 26-50 tahun sebesar 75,2% ± 10,2%. Persentase sisa tinggi tulang alveolar pada gigi molar 1 rahang bawah sebesar 72,2% ± 8,4% di permukaan mesial dan 76,4% ± 8,0% di permukaan distal, serta pada gigi molar 2 rahang bawah sebesar 76,8% ± 8,5% di permukaan mesial dan 76,5% ± 12% di permukaan distal. Rata-rata persentase permukaan mesial sebesar 73,9% dan persentase sisa tulang distal sebesar 76,5%.
Kesimpulan: Persentase kehilangan tulang pada permukaan mesial gigi molar 1 dan 2 penderita periodontitis sedang/parah pada usia 26-50 tahun lebih tinggi daripada permukaan distal.

Background: Periodontitis is a disease that affects the supporting tissue of the teeth such as alveolar bone decay and affects most of human population in the world. Periodontitis is classified into localized periodontitis and generalized periodontitis. In diagnosing periodontitis disease, radiographic examination is needed to evaluate the changes in bone height, especially in alveolar bone. Panoramic radiograph can be used in full-mouth examination with less radiation exposure.
Objective: To obtain average percentage of remaining alveolar bone of mandibular molars in generalized periodontitis patients aged 26-50 years on panoramic radiograph.
Methods: Measuring the percentage of remaining alveolar bone in 45 conventional and digital panoramic radiograph samples aged 26-50 years at RSKGM FKG UI.
Result: The percentage of remaining alveolar bone in patients with generalized periodontitis aged 26-50 years was 75.2% ± 10.2%. The percentage of remaining alveolar present in mandibular 1st molar was 72.2% ± 8.4% on the mesial surface and 76.4% ± 8.0% on distal surface, and in mandibular 2nd molar it was 76.4% ± 8.0% on mesial surface and 76.5 ± 12% on distal surface. The average percentage on mesial surface was 73.9% and the percentage of the remaining distal bone was 76.5%.
Conclusion: The percentage of bone loss on mesial surface of 1st and 2nd molars in patients with moderate/severe periodontitis aged 26-50 years was higher than on the distal surface.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fawnia Raissa Azzahra
"Latar belakang: Terdapat banyak tindakan Kedokteran Gigi yang dilakukan di daerah foramen mental serta adanya risiko komplikasi cedera neurovaskular. Foramen mental memiliki letak bervariasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ras dan jenis kelamin. Mengetahui normal range letak foramen mental merupakan hal yang penting diketahui klinisi untuk mengurangi resiko cedera saat perawatan. Tujuan: Mengetahui nilai rata-rata dan membandingkan jarak foramen mental terhadap puncak tulang alveolar pada kelompok laki-laki dan perempuan berusia 20-40 tahun di RSKGM FKG UI. Metode: Dilakukan pengukuran nilai jarak dengan membuat garis tegak lurus antara garis singgung pada batas superior foramen mental dan garis singgung pada puncak tulang alveolar, di mana garis-garis singgung tersebut sejajar dengan batas bawah mandibula pada 140 radiograf panoramik digital yang dibagi menjadi kelompok laki-laki dan perempuan berusia 20-40 di RSKGM FKG UI menggunakan software viewer Microdicom. Kemudian dilakukan uji reliabilitas intraobsever dan interobserver dengan uji ICC dan uji komparatif dengan uji T-test Independen. Hasil: Berdasarkan pengukuran diperoleh rata-rata dan standar deviasi pada kelompok laki-laki berusia 20-40 tahun adalah 15.60 ± 1.73 mm dan pada kelompok perempuan berusia 20-40 tahun adalah 15.12 ± 1.97 mm. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara nilai rata-rata jarak foramen mental terhadap puncak tulang alveolar pada kelompok laki-laki berusia 20-40 tahun dan kelompok perempuan berusia 20-40 tahun di RSKGM FKG UI.

Background: There are a lot of dental treatments involving mental foramen and a risk of neurovascular injuries as the complication from the treatments. Mental foramen varies in position based on several factors including race and gender. Knowing the position range of mental foramen is essential to prevent injuries during dental treatment. Objective: To elicit and compare the mean distance of mental foramen to alveolar crest in male and female aged 20-40 years old at RSKGM FKG UI. Method: This study is utilizing 140 digital panoramic radiographs divided into male group and female group aged 20-40 years old in RSKGM FKG UI. Samples were measured by making a perpendicular line to tangent line of mental foramen’s superior border and tangent line of alveolar crest which both tangent lines are parallel to inferior border of the mandible. Samples were measured directly on the digital panoramic viewer software (Microdicom). Then, carry on with the reliability test for both intraobserver and interobserver with ICC test and comparative test with Independent T-test. Results: Average and standard deviation for mean distance of mental foramen to alveolar crest in male group aged 20-40 years is 15.60 ± 1.73 mm and in female group aged 20-40 years is 15.12 ± 1.97 mm. Conclusion: There is no significant difference between the mean distance of mental foramen to alveolar crest in male aged 20-40 years and in female aged 20-40 years at RSKGM FKG UI"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Lorenza
"Latar Belakang: Bone loss merupakan kondisi yang terjadi seiring penuaan akibat berbagai faktor risiko. Pemeriksaan densitas tulang dapat dilakukan dengan melihat grayscale value tulang kanselus mandibula pada radiograf panoramik digital. Tujuan: Mengetahui perbandingan rerata grayscale value tulang kanselus mandibula menurut jenis kelamin, usia, dan besar arus listrik pada radiograf panoramik digital. Metode: Penelitian ini menggunakan 294 sampel radiograf panoramik digital pria dan wanita berusia 31-75 tahun di RSKGM FKG UI. Rerata grayscale value didapatkan dari pengukuran menggunakan Software I-Dixel Morita© di tulang kanselus mandibula kiri atau kanan daerah apikal regio premolar. Analisa statistik dilakukan 2 kali dengan atau tanpa mempertimbangkan variasi kondisi besar arus(mA). Analisa pertama melibatkan seluruh 294 sampel dengan rentang besar arus 3,3-8 mA. Analisa kedua melibatkan 60 sampel dengan rentang besar arus 5,7-6,4 mA. Hasil: Hasil analisa statistik pertama menunjukkan rerata grayscale value kelompok pria sebesar 113,52±14,88 dan kelompok wanita sebesar 109,98±14,08. Rerata Grayscale value kelompok usia 31-45 tahun sebesar 112,38±13.39, kelompok usia 46-60 tahun sebesar 111,76±13.75, dan kelompok usia 61-75 tahun sebesar 111,11±16.49. Hasil analisa statistik kedua menunjukkan rerata grayscale value kelompok pria sebesar 116,66±13,75 dan kelompok wanita sebesar 105,58±13,55. Rerata grayscale value kelompok usia 32-53 tahun sebesar 115,42±10,89 dan kelompok usia 54-75 tahun sebesar 106,81±16,72. Kesimpulan: Rerata grayscale value tulang kanselus mandibula antar jenis kelamin dan kelompok usia tidak berbeda bermakna (3,3-8 mA). Rerata grayscale value tulang kanselus mandibula antar jenis kelamin serta antar kelompok usia berbeda bermakna (5,7-6,4 mA).

Background: Bone loss is a condition that occurs during aging due to various factor risk. Bone density examination can be performed by measuring grayscale value at the mandibular cancellous bone on a digital panoramic radiograph. Objective: To obtain comparison of mean grayscale value of mandibular cancellous bone by gender, age, and tube current on digital panoramic radiograph. Method: This study utilizing secondary data, totally 294 digital panoramic radiograph of men and women age 31-75 years old at RSKGM FKG UI. Mean grayscale value is obtained by measurement using Software I- Dixel Morita© in the left or right mandibular cancellous bone in the apical area of the premolar region. Two alternative statistical analysis were carried out, with or without considering the variation in tube current condition (mA). The first analysis involved all 294 samples with tube current condition range from 3,3-8 mA. The second analysis involved 60 samples with tube current condition range from 5,7-6,4 mA. Result: First statistical analysis showed that mean grayscale value of the men group is 113,52±14,88 and women group is 109,98±14,08. Mean grayscale value of the 31-45 years old group is 112,38±13.39, 46-60 years old group is 111,76±13.75, and 61-75 years old group is 111,11±16.49. Result from second statistical analyses shows mean grayscale value of the men group is 116,66±13,75 and women group is 105,58±13,55. Mean grayscale value of the 32-53 years old group is 115,42±10,89 and 54-75 years old is 106,81±16,72. Conclusion: Mean grayscale value mandibular cancellous bone by gender and age group are not statistically different (3,3-8 mA). Mean grayscale value mandibular cancellous bone by gender and age group are statistically different (5,7-6,4 mA)."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kandita Iman Khairina
"ABSTRAK
Perubahan pertumbuhan penduduk Indonesia ke arah usia yang lebih tua. Seiring bertambahnya usia, tubuh manusia mengalami perubahan salah satunya adalah perubahan jaringan tulang. Salah satu tulang yang terlibat dalam kedokteran gigi adalah tulang mandibula. Gambaran radiogoraf panoramik dapat melihat tinggi tulang mandibula secara radiografis. Tujuan: Mengetahui nilai rata-rata tinggi tulang mandibula pasien rentang usia 45-75 tahun secara radiografis. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengukuran tinggi tulang mandibula pada tiga titik referensi spesifik pada 136 radiograf panoramik digital pasien usia 45-75 tahun menggunakan software Digora for Windows 2.5 R1 Tuusula Finland. Tiga titik referensi tersebut yaitu A, C, dan F. Tinggi A merupakan tinggi mandibula pada daerah sudut dalam mandibula, Tinggi F merupakan tinggi pada daerah foramen mental, dan C merupakan tinggi di antara tinggi A dan F. Hasil: Nilai rata-rata tinggi tulang mandibula pasien rentang usia 45-75 tahun yang diperoleh 32.27 mm dengan nilai rata-rata tertinggi pada titik referensi F. Nilai rata-rata tinggi tulang mandibula tertinggi terdapat pada kelompok usia 45-55 tahun, sedangkan terendah pada kelompok usia 66-75 tahun. Kesimpulan: Nilai rata-rata tinggi tulang mandibula menurun pada kelompok usia 66-75 tahun. Usia bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi tinggi tulang mandibula.

ABSTRACT
Indonesia rsquo s population growth is increasing in older group. As the age is increasing, human body undergoes some changes. One of the changes that happens is osseous tissues changes. One of bones in human body that is involved in dentistry is mandible. Dental panoramic radiograph can be used to see the heigh of mandible bone radiographically. Objective To obtain the average value of mandibular height in 45 75 year old patiesnts in digital panoramic radiograph. Method This study is a descriptive cross sectional study.Mandibular height at three specific references in 136 digital panoramic radiograph of 45 75 year old patients were measured using Digora for Windows 2.5 R1 Tuusula Finland software. The three specific references are, mandibular height A which is the height of mandible in inner angle of mandible region, F is the height of mandible in foramen mental region, and C is the height of mandible between them. Results The average value of mandibular height in 45 75 year old patients that has been obtained is 32.272 mm with the highest average value at specific reference F. The age group with the highest average value is 45 55 age group, while the lowest is 66 75 age group. Conclusion The average value of mandibular height is lower in 66 75 age group. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fathiyya Gabriella
"Latar belakang: Maloklusi skeletal menjadi salah satu etiologi asimetri mandibula karena dapat mengakibatkan distribusi tekanan yang abnormal pada permukaan kondilus mandibula. Asimetri mandibula sendiri adalah ketidakseimbangan atau disproporsionalitas antara sisi kanan dan kiri pada sepertiga bagian bawah wajah atau mandibula. Tujuan: Mengetahui perbedaan proporsi terjadinya asimetri mandibula antara pasien dengan pola skeletal yang berbeda. Metode: Studi analitik komparatif dengan desain cross-sectional pada 105 pasien di RSKGM FKG UI. Perhitungan menggunakan metode Kjellberg pada analisis radiograf panoramik secara digital melalui software EzOrtho. Hasil: Terdapat 55,2% subjek mengalami kejadian asimetri mandibula. Uji bivariat Pearson Chi Square menunjukkan terdapat perbedaan bermakna proporsi terjadinya asimetri mandibula antara pasien dengan pola skeletal kelas I, II dan III. Uji bivariat Continuity correction menunjukan terdapat perbedaan bermakna proporsi terjadinya asimetri mandibula pada kelompok pola skeletal kelas I dibandingkan dengan kelompok pola skeletal kelas III, dan terdapat perbedaan bermakna proporsi terjadinya asimetri mandibula pada kelompok pola skeletal kelas II dibandingkan dengan kelompok pola skeletal kelas III. Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna proporsi terjadinya asimetri mandibula pada kelompok pola skeletal kelas I dibandingkan dengan kelompok pola skeletal kelas II. Kesimpulan: Terdapat perbedaan proporsi terjadinya asimetri mandibula pada pasien dengan pola skeletal yang berbeda.

Background: Skeletal malocclusion is one of the etiology of mandibular asymmetry because it caused abnormal pressure distribution on the mandibular condyle’s surface. Mandibular asymmetry is an imbalance or disproportionality between the right and left sides of the lower third of the face or mandible. Aim: The aim of this study was to assess the difference in the proportion of mandibular asymmetry between patients with different skeletal patterns. Methods: A comparative analytical study with a cross-sectional design on 105 patients at RSKGM FKG UI were conducted. Calculations were performed using the Kjellberg method on digital panoramic radiographic analysis using EzOrtho software. Results: The results of this study showed that 55.2% of subjects experienced mandibular asymmetry. The Pearson Chi-Square bivariate test showed that there was a significant difference in the proportion of mandibular asymmetry between patients with class I, II, and III skeletal patterns. The bivariate continuity correction test showed that there was a significant difference in the proportion of mandibular asymmetry in the class I skeletal pattern group compared to the class III skeletal pattern group, and there was a significant difference in the proportion of mandibular asymmetry in class II skeletal pattern group compared to the class III skeletal pattern group. However, there was no significant difference in the proportion of mandibular asymmetry in the class I skeletal pattern group compared to the class II skeletal pattern group. Conclusion: There was a difference in the proportion of mandibular asymmetry in patients with different skeletal patterns."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Syafina Fithri Fakhirah
"Latar Belakang: Berkurangnya kepadatan tulang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia dan jenis kelamin dan memiliki pengaruh terhadap perawatan kedokteran gigi. Radiograf panoramik digital dapat menjadi salah satu cara untuk memperkirakan penurunan densitas radiografik tulang.
Tujuan: Memperoleh nilai rerata densitas radiografik tulang kortikal tepi bawah mandibula pada individu pria dan wanita yang berusia 20 – 60 tahun di RSKGM FKG UI dari radiograf panoramik digital.
Metode: Menggunakan studi potong lintang dengan 300 sampel radiograf panoramik digital yang terbagi menjadi 150 sampel wanita dan 150 sampel pria dan dikategorikan berdasarkan kelompok usia berjumlah 75 sampel untuk setiap kelompok usia. Rerata densitas radiografik diperoleh di region of interest tulang kortikal tepi bawah mandibula menggunakan software I-Dixel Morita.
Hasil: Hasil analisis statistik menunjukkan nilai rerata densitas radiografik tulang pada kelompok wanita sebesar 92,80 sedangkan pada kelompok pria sebesar 97,46. Berdasarkan kelompok usia, kelompok usia 31- 40 memiliki rerata densitas radiografik paling besar yaitu 101,99 sedangkan nilai terendah pada kelompok usia 51-60 sebesar 86,43.
Kesimpulan: Rerata densitas radiografik tulang kortikal tepi bawah mandibula pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita serta terus mengalami peningkatan dari usia 20 tahun dan mulai mengalami penurunan di usia lebih dari 40 tahun.

Background: Reduced bone density can be influenced by several factors such as age and gender and has an influence on dental treatment. Digital panoramic radiographs can be used to estimate decreased bone density.
Objective: To obtain the radiographic mean density of cortical bone at the inferior border of the mandible in male and female aged 20-60 years at RSKGM FKG UI using digital panoramic radiographs.
Methods: A cross-sectional study with 300 digital panoramic radiograph samples divided into 150 female and 150 male samples and categorized by age group into 75 samples for each age group. The mean radiographic density was obtained in the region of interest of the cortical bone at the inferior border of the mandible using the I-Dixel Morita software.
Results: the results of statistical analysis showed that the mean radiographic bone density in the female group is 92.80 while in the male group it is 97.46. Based on the age group, the 31-40 age group had the highest mean radiographic density which is 101.99, while the lowest value was in the 51-60 age group which is 86.43.
Conclusion: The mean radiographic density of cortical bone at the inferior border of the mandible in men is higher than in women and continues to increase from the age of 20 and begins to decrease at the age of more than 40 years.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devia Tasya Rachmadiani
"Latar Belakang: Tulang mandibula merupakan tulang terkuat pada tengkorak yang mengalami perubahan sesuai usia. Pengukuran mandibula banyak dijadikan parameter terkait tumbuh kembang yang bermanfaat untuk berbagai bidang ilmu kedokteran gigi termasuk ortodonsi dan forensik.
Tujuan: Mengetahui nilai pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik sebagai data dasar untuk estimasi usia rentang 14-35 tahun dan 50-70 tahun.
Metode: Pengukuran parameter mandibula pada 200 sampel radiograf panoramik digital usia 14-35 tahun dan 50-70 tahun.
Hasil: Pengukuran parameter mandibula terhadap usia tidak berbeda bermakna secara statistik, namun cenderung mengalami peningkatan atau penurunan sesuai perubahan usia.
Kesimpulan: Pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik usia 14-35 tahun dan 50-70 belum dapat digunakan sebagai data dasar untuk estimasi usia.

Background: Mandible is the strongest bone in skull and experience change with age. Mandibular parameters measurements are often used in relation with growth and development that are useful in dentistry including in orthodontics and forensic dentistry.
Objective: To obtain the mandibular parameters value through panoramic radiograph as basic data in age estimation of 14 35 and 50 70 years old subjects.
Method: Measurement of mandibular parameters on digital panoramic radiograph of 200 subjects at age 14 35 years and 50 70 years old.
Results: The measurement of mandibular parameters are not statistically significant but tend to change according to age.
Conclusion: Measurement of mandibular parameters in panoramic radiograph cannot be used as basic data for age estimation in 14 35 years old and 50 70 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Revaldi
"ABSTRAK
Pertumbuhan tulang maksila dan mandibula merupakan suatu hal penting untuk diketahui dokter gigi karena dapat dijadikan sebagai panduan dalam menegakkan diagnosis dan menentukan rencana perawatan yang tepat. Tujuan: Mengetahui gambaran dan perbedaan panjang maksila dan mandibula pasien pria dan wanita pada maloklusi skeletal kelas I, kelas II, dan kelas III. Metode: Penelitian ini menggunakan 42 rekam medik dan sefalogram pasien berusia ge; 18 tahun. Pengukuran dilakukan dengan analisis McNamara. Hasil: Rerata panjang maksila dan mandibula untuk semua kelas maloklusi skeletal menunjukan pria lebih besar daripada wanita. Hasil uji T tidak berpasangan.

ABSTRAK
Background The growth of maxillary and mandibular bone is an important thing to know the dentist because it can serve as a guide in establishing the diagnosis and determine the proper treatment plan. Objective to know description and differences between maxillary and mandibular length of male and female patients at skeletal malocclusion class I, class II and class III Methods This study used medical records and sefalogram 42 patients aged ge 18. Measurement performed with McNamara rsquo s Analysis. Results The mean length of the maxillary and mandibular for all classes of skeletal malocclusion showed greater men than women. Results unpaired t test."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Aziza Rialita
"Latar Belakang: Alveolar bone loss dapat terjadi karena ketidakseimbangan remodeling tulang. Selain kehilangan tinggi, tulang alveolar juga mengalami penurunan volume tulang trabekula. Sudah banyak studi yang menilai densitas tulang dengan status periodontal, namun masih sangat sedikit yang melakukannya pada subjek dengan metabolisme tulang yang sehat. Tujuan: Memperoleh hasil evaluasi densitas radiografik interproksimal individu laki-laki dan perempuan usia 25-40 tahun dengan kondisi kehilangan tinggi alveolar sampai dengan setengah akar. Metode: Studi cross-sectional dengan 160 sampel (80 tinggi alveolar normal dan 80 kehilangan tinggi alveolar) radiograf panoramik digital individu laki-laki dan perempuan usia 25-40 tahun dari data sekunder di RSKGM FKG UI. Evaluasi densitas radiografik menggunakan metode pixel intensity dari hasil pengukuran nilai rerata graylevel menggunakan aplikasi I-Dixel Morita di interproksimal alveolar regio premolar dua mandibula. Selanjutnya, evaluasi kesepakatan pengukuran intraobserver dan interobserver dilakukan dengan uji reliabilitas interclass correlation coefficient (ICC). Analisis deskriptif dan uji komparatif dilakukan antar kategori kondisi tinggi alveolar dan jenis kelamin. Hasil: Hasil analisis rerata densitas berdasarkan kondisi tinggi alveolar, didapati terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kondisi tinggi alveolar normal dan kehilangan tinggi alveolar. Evaluasi densitas interproksimal kondisi kehilangan tinggi alveolar lebih rendah (120.61 ± 1,92) dibandingkan kondisi tinggi alveolar normal (135.71 ± 1,57). Pada analisis rerata densitas antar jenis kelamin, terdapat perbedaan bermakna antar jenis kelamin dengan kondisi tinggi alveolar berbeda, tetapi antar jenis kelamin dengan kondisi tinggi alveolar yang sama tidak ditemukan perbedaan yang bermakna. Densitas interproksimal pada kondisi tinggi alveolar normal kelompok subjek perempuan (135,10 ± 1,90) memiliki rata-rata densitas lebih rendah dibandingkan kelompok subjek laki-laki (137,80 ± 2,41). Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna densitas interproksimal alveolar antara kelompok kondisi tinggi alveolar normal dan kehilangan tinggi alveolar, serta tidak ditemukan perbedaan bermakna antar jenis kelamin pada kondisi tinggi alveolar yang sama.

Background: Alveolar bone loss occur because of the imbalance of bone remodeling process. In addition to decrease of alveolar height, it reduce trabecular volume as well. Several studies have already address the assessment of bone density with periodontal status, but there is little knowledge to assess it with healthy subjects. Objective: The aim of this study was to obtain results of interproximal radiographic density evaluation of male and female individuals aged 25-40 years old with the condition og losing alveolar height up to half of the root. Method: Cross-sectional study with 160 samples (80 normal alveolar height and 80 loss of alveolar height) digital panoramic of male and female individuals 25-40 years old using secondary data at RSKGM FKG UI. Evaluation of radiographic density used the pixel intensity method from the result of measuring mean graylevel value with I-Dixel Morita application in the alveolar interproximal region of the mandibular second premolar. Furthermore, the reliability evaluation of intraobserver and interobserver measurement was carried out by testing interclass correlation (ICC). Descriptive and comparative tests were permorfed between categories of alveolar height conditions and gender. Result: The analysis of average density between different alveolar height showed there was a statistically significant difference between normal alveolar height and decreased alveolar height. Evaluation of interproximal density in condition loss of alveolar height was lower (120,61 ± 1,92) than in condition normal alveolar height (135.71 ± 1,57). In average density between genders analysis showed statistically significant differences were found between genders with different alveolar height conditions, but there is no significant difference were found between gender with same alveolar height conditions. The interproximal density in normal alveolar height of the female subject group (135,10 ± 1,90) had an average density lower than the male subject group (137,80 ± 2,41). Conclusion: There was significant difference of interproximal density between normal alveolar height group and loss of alveolar height, and there was no significant difference between genders on same alveolat height condition"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>