Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54211 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alvita Ghinawati
"Salah satu polemik dari pengaturan hak cipta sebagai jaminan fidusia sehingga sulit untuk dilaksanakan karena mengingat jaminan fidusia masih menggunakan dasar hukum yang berlaku saat ini yaitu UU Jaminan Fidusia sedangkan pengaturan mengenai hak cipta terus berkembang. Selain itu aturan teknis tentang tata cara pelakasanaannya belum diatur oleh undang-undang maupun peraturan pemerintah. Permasalahan hukum yang timbul ketika hak cipta sebagai benda bergerak tak berwujud (intangible) dapat menjadi agunan/jaminan) fidusia salah satunya terletak pada aspek prosedural manakala debitur melakukan suatu wanprestasi/cidera janji yang mengakibatkan dapat dilakukan eksekusi atas objek yang dijaminkan.
Hak cipta sebagai objek jaminan wajib memberikan keyakinan, kepastian hukum serta perlindungan bagi kreditur atas pelunasan pinjaman di kemudian hari agar para pihak baik pemberi pinjaman maupun penerima pinjaman dapat mengurangi risiko dikemudian hari, maka hak cipta sebagai objek jaminan harus memiliki nilai ekonomis dikarenakan bank/lembaga keuangan non-bank pastinya dalam menyalurkan pinjaman harus mengetahui nilai hak cipta yang akan menjadi jaminan, untuk mendapat kepastian pengembalian pinjaman dalam hal debitur cidera janji. Selain itu, diperlukan juga kepastian bahwa akan adanya pihak yang membeli hak cipta tersebut ketika dilakukan eksekusi. Lebih lanjut, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, dan metode penelitiannya adalah metode pendekatan kualitatif.

One of the polemics of copyright regulation as a fiduciary guarantee makes it difficult to One of the polemics of implementing copyright as fiduciary collateral in Indonesia is because our fiduciary law is still using the current legal basis (Fiduciary Collateral Act) while the regulation of copyright is continuing to evolve. Besides, the technical regulation regarding the implementation procedures has not been regulated by the laws or government regulations.
Legal issues that arise when copyright is used as an intangible immovable object in fiduciary collateral is when the debtor commits a default/breach of promise which results in the execution of the objects. Copyright that has been used as an object of collateral must provide assuredness, legal certainty, and protection for creditors to the repayment of loans at a later date so the parties - both lenders and loan recipients can reduce risks in the future. Furthermore, copyright as an object of collateral must have economic value, so the bank or other non-finance institution can calculate the value of the copyright to get certainty of loan repayment in the defaulting debtor problems. In addition, it is also necessary to ensure that there will be parties who buy the copyright when it is executed. Furthermore, the method used in this research is a normative juridical approach, namely by using a statutory approach, and the research method is a qualitative approach.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Purnama Sari
"Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi saat ini, banyak kalangan masyarakat yang memiliki ide-ide kreatif dan prestasi yang melahirkan Hak Kekayaan Intelektual. Salah satu dari beragam Hak Kekayaan Intelektual adalah Hak Cipta yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pada Pasal 16 ayat 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta diatur bahwa Hak Cipta dapat digunakan sebagai jaminan fidusia. Pemerintah dalam merumuskan pasal yang mengatur bahwa Hak Cipta dapat digunakan sebagai jaminan fidusia patut didukung dan diapresiasi. Namun dalam prakteknya, belum banyak ditemui bahkan tidak ditemui jaminan fidusia dalam bentuk Hak Cipta. Hal tersebut terjadi karena belum terdapat ketentuan lebih lanjut dan jelas yang mengatur mengenai mekanisme Hak Cipta digunakan sebagai Jaminan Fidusia. Tesis ini mengangkat permasalahan mengenai peran notaris sebagai pejabat umum yang memiliki kewenangan membuat Akta Jaminan Fidusia dalam pembuatan akta jaminan fidusia atas Hak Cipta mengingat fidusia atas Hak Cipta adalah merupakan suatu hal yang relatif baru dalam dunia hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Hak Cipta dapat digunakan sebagai jaminan fidusia dan dalam hal ini Notaris memiliki peranan dan tanggung jawab atas pembuatan Akta Jaminan Fidusia terhadap Hak Cipta yang digunakan sebagai objek jaminan fidusia.

Along with the current development and technology, many people have creative ideas and achievements that invented Intellectual Property Rights. One of the various Intellectual Property Rights is Copyright which as regulated in Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. In Article 16 paragraph 3 of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright stipulated that Copyright can be used as a fiduciary guarantee. The government in formulating articles that stipulate the copyrights can be used as fiduciary guarantees should be supported and appreciated. However, in practice, there have not been many people found that even fiduciary guarantees in the form of Copyright have not been found. This happened because there were no further and clear provisions related to the Fiduciary Guarantee mechanism over Copyright. This thesis discussed the issue of the role of notary as a public official who has the authority to make a Fiduciary Guarantee Deed in the making of fiduciary guarantee deeds over Copyright considering that fiduciary over Copyright is a relatively new thing in law industry. The research method used is normative juridical research using the legal approach and case approach. Based on the results of the study, it can be concluded that Copyright can be used as a fiduciary guarantee and in this case the Notary has the role and responsibility for making the Fiduciary Guarantee Act on Copyright which is used as an object of fiduciary guarantee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53432
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Karunia Putri
"Penelitian ini membahas mengenai perbandingan hukum dimana hak cipta yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia di Negara Indonesia dan Negara Singapura. Berdasarkan Pasal 16 ayat 3 Undang-Undang Hak Cipta yang menyatakan bahwa hak cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia hal ini menyadarkan kita bahwasanya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada dasarnya mempunyai nilai ekonomis. Dengan adanya perkembangan masyarakat global, HKI dapat dijadikan agunan untuk mendapatkan kredit perbankan secara internasional. Dengan adanya pasal tersebut memunculkan masalah baru dimana belum adanya konsep yang jelas terkait due diligence, penilaian aset HKI, dan lembaga appraisal HKI di Indonesia, serta belum adanya dukungan yuridis baik dalam bentukperaturan terkait aset HKI sebagai objek jaminan kredit perbankan maupun revisi mengenai Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/6/PBI/2007 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum terkait agunan kredit menjadi salah satu faktor utama mengapa pihak bank belum dapat menerima HKI sebagai objek jaminan kredit perbankan. Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediary, Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, khususnya dalam menyalurkan dana melalui pemberian kredit atau pembiayaan untuk memastikan bahwa debitur atau nasabah memiliki itikad dan kemampuan untuk membayar sesuai kesepakatan. Untuk mewujudkan konsep tersebut, Indonesia perlu belajar dari negara-negara yang telah mengatur secara jelas dan pasti peraturan mengenai HKI dapat dijadikan sebagai agunan di Bank.

This research discusses the comparative law where copyright can be used as an object of fiduciary security in Indonesia and Singapore. Based on Article 16 paragraph 3 of the Copyright Law which states that copyright can be used as an object of fiduciary security, this makes us aware that Intellectual Property Rights (IPR) basically have economic value. As is development of the global community, IPR can be used as collateral to get credit banking internationally. The existence of this article raises new problems where there is no clear concept related to due diligence, IPR asset valuation, and IPR appraisal institutions in Indonesia, and there is no juridical support either in the form of regulations related to IPR assets as objects of bank credit guarantees or revisions to Bank Indonesia Regulations. (PBI) No. 9/6/PBI/2007 concerning Asset Quality Assessment of Commercial Banks related to credit collateral is one of the main factors why banks have not been able to accept HKI as objects of bank credit guarantees. In carrying out its function as an intermediary institution, Banks are required to apply the precautionary principle, particularly in channeling funds through the provision of credit or financing to ensure that the debtor or customer has the intention and ability to pay according to the agreement. To realize this concept, Indonesia needs to learn from countries that have clearly and definitely regulated IPR regulations that can be used as collateral in banks."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Wardana
"Pemerintah menaruh perhatian khusus dengan membentuk Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif (PP 24/2022). PP 24/2022 mengatur mengenai skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang menjadikan suatu hak kekayaan intelektual (HKI) sebagai jaminan atas kredit di lembaga bank/non-bank. Dalam PP 24/2022 salah satu bentuk jaminan atas HKI yang diatur adalah Jaminan Fidusia. Sebagai bentuk jaminan fidusia pada lembaga bank/non-bank, terdapat suatu potensi bahwa akan terjadi suatu kredit macet yang berujung pada perkara kepailitan. Sehingga tulisan ini membahas mengenai hak cipta sebagai jaminan fidusia dan teknis valuasi serta eksekusi atas jaminan tersebut apabila masuk dalam proses kepailitan. Metode yang digunakan adalah preskriptif analitis dengan memberikan analisis teknis valuasi dan eksekusi jaminan fidusia atas hak cipta sebagai jaminan utang dalam perkara kepailitan, serta merekomendasikan bagaimana seharusnya hal ini diatur dengan didukung wawancara dari profesi yang terkait dengan kepailitan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pengaturan hak cipta sebagai jaminan fidusia, valuasi dan eksekusi atas hak cipta, serta kepailitan diatur dalam KUHPerdata, UUHC, UUJF, dan PP 24/2022, UUK PKPU, PP 24/2022 dan beberapa peraturan lainnya. Selain itu, atas teknis valuasi dan eksekusi atas hak cipta masih belum terdapatnya kesatuan standarisasi yang berlaku di Indonesia.

The government has paid special attention by establishing Government Regulation Number 24 of 2022 concerning the Implementation Regulations of Law Number 24 of 2019 concerning the Creative Economy (PP 24/2022). PP 24/2022 regulates intellectual property-based financing schemes that make an intellectual property right (IPR) as collateral for credit at bank/non-bank institutions. In PP 24/2022, one of the forms of collateral for IPR that is regulated is Fiduciary Guarantee. As a form of fiduciary guarantee at bank/non-bank institutions, there is a potential that there will be a bad credit that leads to bankruptcy cases. So this paper discusses copyright as a fiduciary guarantee and technical valuation and execution of the guarantee if it enters the bankruptcy process. The method used is prescriptive analytical by providing a technical analysis of valuation and execution of fiduciary guarantees of copyright as debt collateral in bankruptcy cases, as well as recommending how this should be regulated with the support of interviews from professions related to bankruptcy. From the results of the research, it is found that the regulation of copyright as a fiduciary guarantee, valuation and execution of copyright, and bankruptcy are regulated in the Civil Code, UUHC, UUJF, and PP 24/2022, UUK PKPU, PP 24/2022 and several other regulations. In addition, on the technical valuation and execution of copyright there is still no unity of standardization applicable in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Tun Samudra
"Sebelum terbitnya putusan MK. No. 18/PUU-XVII/2019, parate eksekusi Jaminan Fidusia kerap dilakukan oleh Pemegang Fidusia dengan kekuasaan sendiri baik dengan persetujuan maupun tanpa persetujuan Pemberi Fidusia/Nasabah. Namun, setelah lahirnya putusan MK. No. 18/PUU-XVII/2019, pelaksanaan parate eksekusi Jaminan Fidusia harus didasarkan dengan kesepakatan antara Pemegang dan Pemberi Fidusia/Nasabah mengenai wanprestasi dalam perjanjian pokoknya serta Pemberi Fidusia bersedia menyerahkan barang Jaminan Fidusia kepada Pemegang Fidusia secara sukarela untuk dijual melalui lelang. Istilah kerelaan adalah hal yang baru dalam parate eksekusi Jaminan Fidusia yang berdasarkan hukum positif. Istilah kerelaan dikenal dalam hukum Islam yang merupakan salah satu rukun dalam akad, sehingga menimbulkan pertanyaan bagaimana esensi prinsip kerelaan dalam parate eksekusi Jaminan Fidusia dalam putusn MK tersebut dan kesesuaiannya dengan prinsip kerelaan dalam hukum Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif yang bersifat deskriptif analitis dan menggunakan alat pengumpulan data berupa data sekundar yang meliputi bahan hukum primer dan sekunder. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ditemukan bahwa esensi kerelaan dalam putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 yakni tidak boleh ada pihak yang dirugikan dan disakiti dari pelaksanaan parate eksekusi Jaminan Fidusia. Kewenangan Pemegang Fidusia untuk melakukan eksekusi Jaminan Fidusia atas kekuasaan sendiri tetap melekat sepanjang Pemberi Fidusia/Nasabah mengakui bahwa ia telah wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan barang jaminan kepada Pemegang Fidusia. Prinsip Kerelaan dalam parate eksekusi Jaminan Fidusia sesuai dan sejalan dengan prinsip hukum Islam dalam rangka menjaga kemaslahatan bagi Pemegang dan Pemberi Fidusia/Nasabah.

Before the Constitutional Court's decision Number 18/PUU-XVII/2019 came out, the execution of fiduciary guarantees was often carried out unilaterally by fiduciaries with or without agreement from the debitor. However, after the Constitutional Court's decision Number 18/PUU-XVII/2019, the implementation of the fiduciary guarantee execution parate must be based on an agreement between the fiduciaries and debitor about injures the promise in the main agreement and the debitor is willing to give fiduciary collateral to the fiduciaries voluntarily to be sold through auction. The term of willingness is a new thing in the execution of fiduciary guarantees based on positive law. The term willingness is known in Islamic law which is one of the pillars in the contract, thus raising the question of how the essence of the principle of willingness in the execution of fiduciary guarantees is in accordance with the principle of willingness in Islamic law. The method used in this research is a normative research that is descriptive analytical and uses data collection tools in the form of secondary data which includes primary and secondary legal materials. Based on the research that has been done, it was found that the essence of willingness in the Constitutional Court's decision Number 18/PUU-XVII/2019 is there is no side should be harmed and hurt from the implementation of the fiduciary guarantee execution parate. The authority of fiduciaries to execute the fiduciary guarantee on their own rules remains attached as long as the debitor acknowledges that they have injures the promise and voluntarily give the fiduciary collateral to the fiduciaries. The principle of Willingness in the execution of fiduciary guarantees is in accordance with and in line with the principles of Islamic law in order to maintain the benefit of the fiduciaries and debitor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amaliasyifa Agustina
"ABSTRAK
Lembaga Perpajakan dan Penerima Fidusia diberikan hak yang sama yaitu hak mendahului, sehingga memiliki hak untuk didahulukan dari kreditur-kreditur lain atas pemenuhan pembayaran utang debitur cidera janji. Skripsi ini akan membahas mengenai kedudukan lembaga Perpajakan dan Penerima Fidusia dalam eksekusi obyek jaminan fidusia yang dilakukan oleh lembaga perpajakan. Perusahaan Pembiayaan Kendaraan Bermotor PT. FIA LEASING selaku Penerima Fidusia yang Obyek Jaminan Fidusia dieksekusi oleh Direktorat Jenderal Pajak Kanwil DJP Jawa Barat II Kantor Pelayanan Pajak Pratama XXX sebagai pihak yang dirugikan. Pokok permasalahan yang dibahas tersebut akan dianalisa dengan menggunakan peraturan dibidang perpajakan, dan peraturan dibidang jaminan khususnya jaminan fidusia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan utang pajak dan fidusia dalam hal terjadi eksekusi yang sama-sama mempunyai hak untuk didahulukan pelunasannya.Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Penulis menyarankan bahwa harus terdapat peraturan yang tegas dan jelas tentang hak mendahulu antara Lembaga Perpajakan dan Penerima Fidusia.

ABSTRACT
Tax Institution and Fiduciary Acceptor have the same right. It is the right to precede so they can be preceded/ priored by other creditors to tulfil the payment of incredible debitor loan. This scription will discuss about the status of Tax Institution and Fiduciary acceptor dealing with Fiduciary guarantee object execution carried out by Tax Institution. The Financial Company of Motoric Vehicles PT. FIA LEASING as the acceptor of Fiduciary whose Fiduciary guarantee object has been executed by General Directorate of Tax, Kanwil DJP Jawa Barat II Kantor Pelayanan Pajak Pratama as the institution which is disadvantaged. The main problem will be analyzed by using / applying the rules of taxation, and the rules of Fiduciary guarantee.The aim of this research is to know the status of tax loan and Fiduciary in terms of execution which have the same right to precede the payment. There must be a firm rule about the right to precede between Tax Institution and the acceptor of fiduciary."
2014
S54542
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ester Renata Patricia
"Skripsi ini membahas tentang Pembebanan Jaminan Fidusia pada Hak Cipta bagi Perjanjian Utang Piutang dalam tiga pembahasan. Pembahasan pertama adalah mengenai Perjanjian Utang Piutang sebagai perjanjian pokok bagi Perjanjian Pembebanan Jaminan Fidusia yang merupakan perjanjian ikutannya. Pembahasan kedua adalah mengenai kedudukan Hak Cipta dari perspektif Hukum Perdata di Indonesia. Pembahasan ketiga adalah permasalahan yang dihadapi dalam Pembebanan Jaminan Fidusia pada Hak Cipta bagi Perjanjian Utang Piutang. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu dengan melakukan studi kepustakaan dan wawancara.
Hasil dari penelitian ini adalah menyatakan bahwa pembebanan Jaminan Fidusia bagi perjanjian utang piutang dilakukan dengan menentukan identitas Hak Cipta dalam rangka pembuktian dan nilai dari Hak Cipta tersebut karena identitas Hak Cipta dan nilai Hak Cipta tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia. Selain itu, hasil dari penelitian ini adalah juga menyarankan pemerintah melalui Pusat Pembinaan Profesi Keuangan yang bekerja sama dengan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia atau MaPPI merumuskan Standar Penilaian Hak Cipta untuk Tujuan Penjaminan Utang dan Standar Profesi Penilai Hak Cipta sehingga Bank Indonesia dapat mengakui Hak Cipta sebagai objek Jaminan Fidusia dan dengan demikian perbankan dan Lembaga jasa keuangan nonbank dapat menerima Hak Cipta sebagai objek Jaminan Fidusia.

This research discusses about fiduciary on Copyright in loan agreement. This thesis mainly focuses on three discussions. The first discussion is about The Loan Agreements as The Main Agreement for the Fiduciary Agreement which is The Following Agreement. The second discussion is about the state of Copyright in Private Law of Indonesia. The third discussion is the problem faced in the imposition of a Fiduciary Guarantee on Copyright for loan agreement. This research is a doctrinal research based on the related literatures.
The results regarding this thesis are to state The Copyright identity in the framework of proof and the value of copyright because the Copyright identity and Copyright value are listed in the Fiduciary Guarantee Certificate. In addition, the results of this study are also suggesting the government through the Financial Professional Development Center in collaboration with the Indonesian Professional Appraisal Societ or MaPPI to formulate a Copyright Assessment Standard for Fiduciary Purpose and Standards Copyright Appraisal Professionals so that Bank Indonesia can recognize Copyright as an object of fiduciary and thus banks and nonbank financial services can accept copyright as an object of fiduciary.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fajar Tarekat
"Pada prakteknya di Indonesia, banyak perusahaan pembiayaan yang menggunakan jasa debt collector dalam eksekusi jaminan fidusia. Saat ini begitu banyak kasus yang terjadi di masyarakat tentang perusahaan pembiayaan yang menggunakan jasa debt collector yang melawan hukum, seperti mengintimidasi, melakukan ancaman, dan terror. Dalam penelitian ini, metode penelitian yang akan digunakan adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif bertujuan untuk memahami norma hukum tertulis terkait dengan penggunaan debt collector dalam eksekusi jaminan fidusia, dan pandangan hakim terhadap gugatan perbuatan leawan hukum atas debt collector dalam eksekusi jaminan fidusia yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini. Debt collector pada prinsipnya bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan oleh kreditur untuk menagih utang kepada debiturnya yang ada dalam surat kuasa khusus. Mayoritas putusan hakim dalam gugatan perbuatan melawan hukum atas penggunaan debt collector tidak mempermasalahkan penggunaan debt collector. Namun berbeda putusan hakim apabila debt collector terbukti malakukan pemerasan dan tindakan penarikannya tanpa didasari dengan adanya akta dan sertifikat jaminan fidusia yang sah. Tindakan kreditur menggunakan debt collector dalam eksekusi jaminan fidusia harus diperjelas pengaturannya dalam Undang-Undang jaminan fidusia secara khusus atau dalam rancangan Undang-Undang jaminan fidusia.

In practice in Indonesia, many finance companies use debt collector services in executing fiduciary guarantees. There are so many cases that occur in the community about finance companies that use the services of debt collectors who are against the law, such as intimidating, threatening, and terror. In this study, the research method that will be used is normative juridical. Normative juridical research aims to understand the written legal norms related to the use of debt collectors in the execution of fiduciary guarantees, and the judges' view of lawsuits against debt collectors in the execution of fiduciary guarantees is the subject of this research. Debt collector in principle works based on the power granted by the creditor to collect debts from the debtor in a special power of attorney. The majority of judges' decisions in lawsuits against the use of debt collectors do not dispute the use of debt collectors. However, the judge's decision is different if the debt collector is proven to be extortion and the withdrawal action is not based on the existence of a valid fiduciary guarantee certificate and certificate. The act of a creditor using a debt collector in the execution of fiduciary must be clarified in a special fiduciary guarantee law or in the draft fiduciary law."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daulay, Amrul Mulia
"Tesis ini meneliti tentang pengaturan hukum merek sebagai jaminan fidusia, isi perjanjian jaminan fidusia merek yang perlu diperjanjikan dalam akta penjaminan merek dan hambatan dalam pelaksanaan penjaminan merek sebagai jaminan fidusia. Berangkat dari permasalahan tersebut penulis menulis tesis ini dengan tujuan untuk menjelaskan pengaturan hukum  penjaminan merek sebagai jaminan jaminan fidusia, menganalisis hal-hal yang perlu diperjanjikan dalam akta penjaminan merek dan mengidentifikasi hambatan dalam pelaksanaan penjaminan merek sebagai objek jaminan fidusia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan menggunakan deskriptif analisis, data diperoleh dari studi pustaka dan wawancara dengan beberapa narasumber .Kesimpulan dari Tesis ini adalah bahwa merek secara hukum boleh dijadikan sebagai objek jaminan fidusia dan ini sudah  ada prakteknya. adapun hal yang perlu diperjanjikan pada akta jaminan fidusia merek pada umumnya sama seperti perjanjian jaminan fidusia pada umumnya dan adapun hambatan pelaksanaan penjaminan merek sebagai jaminan fidusia selama ini adalah bahwa masyarakat dan lembaga pembiayaan kurang mengetahui bahwa merek bisa dijadikan sebagai objek jaminan fidusia, sulitnya menentukan nilai ekonomi dari hak merek dan sedikitnya jasa/lembaga/akuntan yang mempunyai kemampuan untuk menghitung nilai ekonomi hak merek. Saran sebaiknya pemerintah lebih memperbanyak sosialisasi pentingnya pendaftaran hak merek agar sadar dan mau mendaftarkan, sehingga minat masyarakat untuk menjadikan hak merek sebagai jaminan fidusia semakin tinggi demi kemajuan usahanya dan perekonomian masyarakat.

This thesis examines the regulation of brand law as a fiduciary guarantee, the contents of the brand fiduciary guarantee agreement that needs to be agreed on in the brand guarantee deed and obstacles in the implementation of brand guarantees as fiduciary guarantees. Departing from these problems the author wrote this thesis with the aim of explaining the regulation of brand guarantee law as a fiduciary guarantee, analyzing the things that need to be agreed on in the brand guarantee deed and identifying obstacles in the implementation of brand guarantees as objects of fiduciary collateral. The research method used is juridical-normative using descriptive analysis, data obtained from studies in the library and interviews with several speakers. The conclusion of this thesis is that the brand can legally be used as an object of fiduciary collateral and this is already in practice. As for the things that need to be agreed on the brand fiduciary deed in general are the same as the fiduciary guarantee agreement in general and as for the obstacles to the implementation of brand guarantees as fiduciary guarantees so far are that the public and financial institutions do not know that the brand can be used as an object of fiduciary collateral. economy of brand rights and few services / institutions / accountants who have the ability to calculate the economic value of brand rights. Suggestion is that the government should increase the socialization of the importance of registration of brand rights so that they are aware and willing to register, so that the public interest in making brand rights as fiduciary guarantees is increasingly high for the progress of their business and the economy of the community."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T51814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Anastasia Salvia Salsabila
"Dalam memberikan pinjaman, pemberi pinjaman seperti bank maupun lembaga pembiayaan lainnya mensyaratkan adanya pemberian jaminan dari penerima pinjaman. Salah satu bentuk lembaga jaminan yang ramai diminati oleh masyarakat yaitu jaminan fidusia. Salah satu ciri khas dari jaminan fidusia yaitu kemudahan bagi Penerima Fidusia untuk mengeksekusi objek jaminan apabila Pemberi Fidusia melakukan cidera janji. UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia memperbolehkan Penerima Fidusia untuk melakukan parate eksekusi atau mengeksekusi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri, yaitu dengan tanpa campur tangan pengadilan. Pada tahun 2019, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 terkait pengujian Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Mahkamah Konstitusi menafsirkan bahwa: pertama, cidera janji tidak dapat ditentukan secara sepihak oleh kreditur, melainkan harus disepakati oleh kedua belah pihak, atau atas dasar upaya hukum lain yang menentukan telah terjadinya cidera janji. Kedua, Apabila debitur menolak untuk menyerahkan objek jaminan fidusia secara sukarela, maka pelaksanaan eksekusinya harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam skripsi ini, penulis menjelaskan implikasinya berdasarkan analisa dari dua putusan pengadilan terkait eksekusi jaminan fidusia pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, yaitu Putusan No.50/Pdt/2020/PT KDI dan Putusan No.17/Pdt.Plw/2020/PN.Pml. Skripsi ini
membahas tentang penafsiran Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUUXVII/ 2019 dan implikasinya terhadap eksekusi jaminan fidusia.

In providing loans, lenders such as banks and other financing institutions require the provision of guarantees from the loan recipient (The borrower). Fiduciary guarantee is a form of security over movable property that is in great demand by the public. One of the characteristics of the fiduciary guarantee is that lenders can easily execute the object of the guarantee if the recipient (the borrower) breaches the contract. UU no. 42 of 1999 regarding the Fiduciary Guarantee allows the Fiduciary Recipient to execute the object of the fiduciary guarantee on his own power, that is, without court intervention. In 2019, the Constitutional Court issued the Constitutional Court Decision Number 18/PUU-XVII/2019 regarding the judicial review of Article 15 paragraph (2) and paragraph (3) of UU No. 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantee execution. The Constitutional Court interprets that: first, the breach of contract cannot be determined unilaterally by the creditor, but must be agreed upon by both parties, or on the basis of other legal remedies that determine that the default (breach of contract) has occurred. Second, if the debtor refuses to voluntarily submit the object of fiduciary security, then the execution must be carried out just like the execution procedure of a court decision which has permanent legal force. This study explains the implications based on the analysis
of two court decisions regarding the execution of fiduciary guarantees after the Constitutional Court Decision Number 18/PUU-XVII/2019, namely Verdict
No.50/Pdt/2020/PT KDI and Verdict No.17/Pdt.Plw/2020/PN.Pml. This thesis discusses the interpretation of the Constitutional Court Decision Number 18/PUUXVII/ 2019 and its implications for the execution of fiduciary guarantees.
"
Depok: Fakultas Hukum, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>