Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152153 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farida Azzahra
"Kewenangan Presiden dalam pembentukan undang-undang di Indonesia utamanya dalam proses pembahasan dan pemberian persetujuan terhadap pembahasan RUU
bahwasanya telah menyimpangi sistem presidensial dan dapat menjadi problematika. Tesis ini hendak menjawab permasalahan yaitu mengenai kewenangan Presiden dalam pembentukan undang-undang serta konsep rekonstruksi yang ideal terhadap kewenangan Presiden dalam pembentukan undang-undang di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif yang dilengkapi dengan perbandingan 20 negara. Hasil penelitian menunjukan bahwa Presiden di Indonesia memiliki kewenangan yang begitu besar dalam pembentukan undang-undang. Presiden terlibat dalam seluruh
proses pembentukan undang-undang mulai dari tahap perencanaan hingga pengesahan RUU, bahkan adanya ketentuan dalam Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3)
UUD NRI 1945 telah menjadikan Presiden dapat mengontrol agenda legislasi. Besarnya kewenangan Presiden tersebut tidak sesuai dengan tujuan penguatan sistem presidensial di Indonesia. Adapun gagasan rekonstruksi yang dapat diberikan adalah dengan membatasi kewenangan Presiden dalam pembentukan undang-undang dengan tidak melibatkan Presiden dalam proses pembahasan,
melainkan memperkuat posisi DPD dalam pembentukan undang-undang. Selanjutnya, dalam hal persetujuan RUU, Presiden seharusnya diberikan hak veto untuk menolak RUU yang diajukan parlemen sebagai bentuk checks and
balances. Dalam bidang pengesahan RUU, gagasan rekonstruksi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi kewajiban bagi Presiden untuk mengesahkan setiap RUU yang telah disetujui oleh dua per tiga anggota DPR dan DPD. Adapun dalam hal Presiden tidak mengesahkan RUU, maka hal ini dapat dilakukan oleh Ketua DPR. Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah
dengan melakukan perubahan UUD NRI 1945 dengan mengubah pasal terkait kewenangan Presiden dan DPD dalam pembentukan undang-undang

The authority of the President in the law making process in Indonesia expecially in the process of deliberating and granting approval for the deliberation of the Bill that it has deviated from the presidential system and could become problematic. This thesis intends to answer the problem regarding the authority of the President in forming laws and the concept of ideal reconstruction of the President's authority in the formation of laws in Indonesia. The method used in
this study is a normative juridical method with a comparison of 20 countries. The research results show that the President in Indonesia has enormous authority in the law making process. The President is involved in the entire process of constituting legislation starting from the planning stage to the ratification of the
Bill, even the provisions in Article 20 paragraph (2) and paragraph (3) of the Constitution have enabled the President to control the legislative agenda. The
amount of authority of the President is not in accordance with the goal of strengthening the presidential system in Indonesia. The idea of reconstruction that could be given is to limit the President's authority in the law making process by
not involving the President in the deliberation process, but rather strengthening the DPD's position in the law making process. Furthermore, in terms of the
approval of the bill, the President should be given veto power to reject the bill proposed by the parliament as a form of checks and balances. In the field of bill ratification, the idea of reconstruction that can be carried out is by giving the President the obligation to pass every bill that has been approved by two thirds of the members of the DPR and DPD. As for the President does not pass a bill, this can be done by the Speaker of the DPR. Suggestions that can be given based on the results of this research are to make changes to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia by changing articles related to the authority of the President and DPD in the formation of laws
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Azzahra
Makassar: Nas Media Indonesia, 2022
342.06 FAR r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sikumbang, Sony Maulana
"Perubahan ketatanegaraan yang terjadi akibat perubahan-perubahan yang dilakukan oleh MPR atas UUD 1945 antara lain adalah pernbentukan lembaga-lembaga negara baru. Salah satunya adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Keberadaan DPD dilatarbelakangi oleh gagasan demokratisasi dan akomodasi. kepentingan daerah demi terjaganya integrasi nasional. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945 pasca perubahan keempat, maka DPD sebagai perwakilan rakyat dalam konteks kedaerahan dengan orientasi kepentingan nasional dapat disebut sebagai kamar kedua dalam sistem parlemen bikameral. Dengan demikian, keberadaan DPD mernbawa implikasi, antara lain pacta kewenangan pernbentukan undang-undang. Kewenangan mana sebelumnya dipegang dan dilaksanakan hanya oleh DPR sebagai satu-satunya kamar yang ada dalam parlemen. Namun, ruang lingkup maupun pengaruh kewenangan DPD dalam pembentukan undang-undang sangat terbatas. Berdasarkan perbandingan kewenangan relatif yang dimiliki oleh masingmasing kamar dalam pernbentukan undang-undang dan berdasarkan kedekatan kesamaan yang dimiliki oleh kekuasaan DPD dan House of Lords dapat disebutkan, bahwa berdasarkan klasifikasi Andrew Ellis parlemen Indonesia adalah parlemen bikameral dengan klasifikasi bicameral lunak (soft bicameral), mengingat kewenangan relatif yang diberikan oleh konstitusi kepada DPD dalam pernbentukan undang-undang adalah lebih lemah dibandingkan dengan DPR. Di samping DPR dan DPD sebagai kamar pertama dan kedua parlemen, keberadaan MPR sebagai lernbaga permanentersendiri dengan kewenangan yang berbeda menjadikan parlemen Indonesia tidak dapat diklasifikasikan sebagai parlemen bikameral, melainkan trikameral."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharanie
"Undang-undang sebagai hukum tertulis dapat lebih menimbulkan kepastian hukum, mudah dikenali, serta mudah untuk membuat atau menggantinya jika sudah tidak diperlukan lagi atau tidak sesuai lagi. Kelemahannya, kadang suatu perundang-undangan bersifat kaku (rigid) dan ketinggalan zaman karena perubahan di masyarakat begitu cepat. Di samping itu karena undang-undangan sering kali dipandang sebagai sebuah produk hukum namun karena dibuat oleh lembaga politik yang maka seringkali bernuansa politis, dalam pembentukannya kadang terjadi political bargaining atau tawar-menawar yang bermuara pada kompromi yang dapat berupa consensus atau kesepakatan politis yang dituangkan dalam norma (pasal) yang kadang kurang mencerminkan kepentingan umum, melainkan hanya untuk kepentingan golongan bahkan kepentingan pribadi. Hal ini kadang kala tidak dapat dihindari dalam proses pembentukan suatu undang-undang. Untuk itu perlu dicermati bagaimanakah tata cara pembentukan suatu undangundang, agar lebih mencerminkan kepentingan warga Negara sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Untuk itu perlu dibuka peluang partisipasi publik yang sebesarbsearnya dalam proses pembentukan kebijakan publik. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan sebuah kebijakan seharusnya dilakukan dari awal perencanaan, pembuatan sampai pada tahan evaluasi. Dalam perencanaan awal pembentukan kebijakan masyarakat perlu untuk dilibatkan agar aware terhadap isu yang akan diatur, dalam proses pembentukan agar bisa mengerti bagaimana arah kebijakan tersebut akan dibentuk, dan pada tahap evaluasi agar memberikan masukan terhadap implementasi sebuah kebijakan.

Law as an written regulation give more certainty in the aplication, friendly recognize, and easy to change if it is not compatible anymore. Law also have some weakness which it?s character is very rigid compare with the changing in the society. Law as legsilastive product sometimes seen as a political product which have it?s political atmosphere because in the law making proccess can be some dealing among the actor and that dealing formulate in the article in the act. It is unavoidable sometime in the law making proccess eventhoug that is not reflecting people?s intersest but only the law maker intersest. That is why, it is necessary to scrutinize the procedure of the law making process so law as a public policy more reflecting people?s interest.That is why it?s really important to open public participation in the policy makin widely open. Public participation in the public policy making should be put on the agenda from the begining from planning, policy decisioning, up to evaluation. In the planning proccess people will be awared of the issue that will be regulate, in the decicion making people will see how is the policy maker vision of the issue, and in the evaluation procces people can give their oponion about the policy implementation."
2009
S25461
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Sejak reformasi 1998,Indonesia kembali menggunakan sistem multipartai, walaupun begitu dalam sistem pemerintahan tetap mempertahankan sistem Presidensial."
902 JPSNT 21(1-2) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
"Penggunaan sanksi pidana di dalam Undang-Undang nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, menimbulkan permasalahan hukum dalam tataran konseptual. Bahwa Hukum Pajak merupakan bagian dari Hukum Administrasi Negara, membutuhkan upaya paksa bagi Wajib Pajak, khususnya Pengusaha Kena Pajak (PKP), yang pada prinsipnya merupakan suatu bentuk kriminalisasi terhadap perilaku administratif. Hukum Pidana, melalui Asas Legalitas menginginkan adanya pengaturan norma sanksi yang tegas dan jelas di dalam peraturan perundang-undangan, nampak justru dilanggar dalam UU KUP tersebut. Parameter tindak pidana perpajakan hanya dibatasi dengan unsur kealpaan dan kesengajaan, yang penerapannya didasarkan kepada diskresi dari institusi yang berwenang. Sehingga memunculkan perilaku transaksional dalam tataran praktis. Oleh karena itu, prinsip ultimum remedium, menjadi sangat penting untuk menghindari penggunaan diskresi yang sewenang-wenang"
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>