Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195111 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadly Muhammad
"Penelitian ini memiliki beberapa tujuan; untuk mengetahui jumlah populasi dan spesies penyu bersarang, untuk mengetahui karakteristik habitat peneluran penyu mencakup vegetasi dan untuk mengetahui ancaman antropogenik berupa sampah. Tanjung Binerean merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Esensial terutama untuk perlindungan burung maleo. Pantai berpasir putih yang membentang sepanjang 3 km tersebut juga menjadi kawasan peneluran bagi penyu. Terdapat empat spesies penyu yang tercatat pernah bertelur di kawasan tersebut, yaitu penyu lekang, penyu sisik, penyu belimbing dan penyu hijau. Penelitian yang dilakukan selama 3 bulan dari bulan September sampai Desember 2020 menunjukkan hanya 1 penyu yang mendarat yaitu penyu lekang dengan jumlah telur 103 butir dengan karakteristik sarangnya sebagai berikut, yaitu kedalaman 46 cm dan diameter 15 cm, suhu tanah 28,8℃, pH 5,8, kelembapan 98% dan jarak sarang dengan air laut 7,8 m. Rata-rata suhu Tanjung Binerean pada tahun 2020 sebesar (28,4℃ ± 1,71). Analisis vegetasi Tanjung Binerean menghasilkan nilai indeks keanekaragaman (H’) sebesar H’=3,06. Nilai INP untuk jenis vegetasi pohon yang paling tinggi dimiliki oleh Cocos nucifera dengan nilai INP 59. Sedangkan untuk jenis vegetasi lower crop nilai INP terbesar dimiliki oleh Ipomoea pes-caprae yaitu sebesar 30. Total berat sampah yang didapatkan sebanyak 65,2 kg. Jumlah sampah terbanyak adalah jenis sampah plastik sebanyak 1023 dari total 1485 pieces (69%).

This research has several objectives; to determine the number of nesting populations and species of turtles, to determine the characteristics of turtle nesting habitat including vegetation and to determine anthropogenic threats in the form of marine debris. Tanjung Binerean is part of the Essential Ecosystem Area, especially for the protection of maleo birds. The 3 km long white sandy beach is also a nesting area for turtles. There are four species of sea turtles that have been recorded as having laid their eggs in the area, namely the olive ridley turtle, hawksbill turtle, leatherback turtle and green turtle. Research conducted for 3 months from September to December 2020 showed only 1 turtle landed, namely the olive ridley turtle with 103 eggs with the following nest characteristics, namely 46 cm depth and 15 cm diameter, soil temperature 28.8 ℃, pH 5.8, humidity 98% and the nest distance from sea water is 7.8 m. The average temperature of Tanjung Binerean in 2020 is (28.4 ℃ ± 1.71). Tanjung Binerean vegetation analysis produces a diversity index value (H ') of H' = 3.06. Cocos nucifera had the highest IVI value for tree vegetation with an IVI value of 59. Meanwhile, Ipomoea pes-caprae had the highest IVI value for lower crop vegetation, namely 30. The total weight of waste obtained was 65.2 kg. The highest amount of waste is plastic waste, amounting to 1023 of a total of 1485 pieces (69%)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanus Munadjat Danusaputro
Bandung: Alumni, 1978
341.42 MUN w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadi Aryo Nugroho
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai bagaimana kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia terhadap perlindungan dan pengelolaan terumbu karang ditinjau dari peraturan perundang-undangan. Selanjutnya skripsi ini juga membahas mengenai kasus perusakan terumbu karang di Indonesia yaitu kasus perusakan terumbu karang di Raja Ampat oleh Kapal MV Caledonian Sky serta bagaimana penegakan hukum dari kasus tersebut. Tujuan dari skripsi ini adalah mengetahui hubungan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah dalam perlindungan terumbu karang di Indonesia serta mengetahui penegakkan hukum terhadap perusakan terumbu karang di Indonesia. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis normatif. Hubungan kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terhadap pengelolaan terumbu karang didasarkan kepada urusan konkuren UU Pemda. Akan tetapi terdapat hambatan yaitu tidak adanya kewenangan pemerintah kabupaten/kota terhadap pengelolaan wilayah pesisir. Penegakkan hukum terhadap kasus perusakan terumbu karang berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 yaitu penegakan hukum administrasi, perdata, dan pidana. penegakan hukum administratif cara penghentian kegiatan, pembongkaran, penyitaan, dan pencabutan izin. Penegakan pidana tersebut terbagi atas sanksi pidana penjara dan sanksi pidana denda. hukum perdata dapat dilakukan melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan melalui pengadilan.

ABSTRACT
This thesis discusses how the authority of the Central and Regional Governments in Indonesia towards the protection and management of coral reefs is viewed from the laws and regulations. Furthermore, this paper also discusses the case of coral reef destruction in Indonesia, namely the case of destruction of coral reefs in Raja Ampat by the MV Caledonian Sky Ship and how the law enforcement of the case. The purpose of this paper is to find out the relationship between the responsibilities of the central government and the regions in protecting coral reefs in Indonesia and to know the law enforcement on the destruction of coral reefs in Indonesia. The research method in this paper is normative juridical. The relationship between the authority of the Central Government and the Regional Government towards coral reef management is based on the concurrent affairs of the Regional Government Law. However, there are obstacles, namely the absence of district/city government authority over the management of coastal areas. Law enforcement for cases of coral reef destruction based on Law No. 32 of 2009, namely the enforcement of administrative, civil and criminal law. administrative law enforcement on how to terminate activities, demolition, confiscation and revocation of licenses. The criminal enforcement is divided into imprisonment sanctions and fine criminal sanctions. Civil law can be done through settlement of disputes outside the court and through the court."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rahmat Hidayat
"Perlindungan dan Pengelolaan Terumbu karang seharusnya dikembalikan kedalam kewenangan pemerintah Kabupaten/Kota. Hal ini disebabkan karakteristik dan nilai kebermanfaatannya lebih dimengerti masyarakat pesisir sehingga perlindungan dan pengelolaannya dapat dilakukan secara menyeluruh,memberikan dampak sebanyak-banyaknya kepada masyarakat yang bersentuhan secara  langsung serta memenuhi prinsip dasar otonomi daerah. Dengan sejarah di masa lalu sebagai bangsa pelaut, Indonesia kembali mengajukan visi Global Maritime Fulcrume untuk dapat berjaya sekali lagi. Kekayaan Sumber daya alam yang melimpah menjadi perhatian khusus, terutama bagi terumbu karang. Pusat kekayaan hayati tersebut menjadi harapan hidup tidak hanya bagi biota laut namun juga masyarakat pesisir.Penelitian  ini berbentuk yuridis normatif dengan menganalisis peraturan perundang-undangan dengan metode kualitatif.Hasil Penelitian menunjukkan Negara dalam tanggung jawabnya mengelola terumbu karang terkendala dalam tata kelola, tata ruang dan tata zonasi. Pemanfaatan yang tidak berpihak pada masyarakat pesisir dikarenakan kewenangan pengelolaan dan perlindungan tidak lagi menjadi kewenangan pemerintah Kabupaten/Kota.Kesimpulan yang diambil, diperlukan Harmonisasi peraturan dan penyelesaian sengketa lembaga di tingkat pusat. Dengan berpijak pada Ocean Governance Policy yang lebih berpihak pada masyarakat pesisir yang lebih paham pada karakteristik terumbu karang.

Protection and Management of Coral Reefs should be returned to the authority of the Regency/City government. This is because the characteristics and usefulness values are better understood by coastal communities so that their protection and management can be carried out comprehensively, giving as much impact as possible to the people who are in direct contact and fulfilling the basic principles of regional autonomy. With a history in the past as a nation of seafarers, Indonesia again proposes the vision of Global Maritime Fulcrume to be victorious once again. Abundant natural resource wealth is of particular concern, especially for coral reefs. The center of biological wealth is a life expectancy not only for marine life but also for coastal communities. This research is in the form of a normative juridical analysis by analyzing laws and regulations with a qualitative method. zoning system. Utilization that is not in favor of coastal communities is because the management and protection authority is no longer the authority of the Regency/City government. Based on the Ocean Governance Policy which is more in favor of coastal communities who are more aware of the characteristics of coral reefs."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Orid Tatiana
"Keberadaan laut dan sumber daya yang dikandungnya harus dijaga demi generasi-generasi manusia yang akan datang. Salah satunya adalah ekosistem terumbu karang yang merupakan sumber daya laut yang perlu di jaga. Indonesia merupakan negara kepulauan yang telah dikenal oleh seluruh dunia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati dan kekayaan sumber daya laut yang tinggi. Hal tersebut tidak lepas dari maraknya kerusakan ekosistem terumbu karang salah satu contohnya dengan banyaknya kapal kandas di perairan Indonesia. Kapal-kapal kandas yang merusak terumbu karang di Indonesia salah satunya adalah Kandasnya Kapal Asing MV Lyric Poet dan MT Alex di Perairan Bangka Belitung. Kandasnya kapal asing MV Lyric Poet di di Laut Natuna, sekitar 80 mil laut dari Kota Pangkal Pinang di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan kapal asing MT Alex yang kandas di perairan Manggar Kabupaten Belitung Timur yang diperkirakan berjarak kurang lebih 65 mil laut dari Kota Manggar. Tulisan ini akan menjelaskan mengenai bagaimana implementasi serta penegakan hukum yang dilakukan Indonesia dalam menerapkan perlindungan terumbu karang ditinjau dari hukum internasional seperti UNCLOS 1982, Convention on Biological Diversity (CBD), Agenda 21, Convention on International Trade in Endangered Species a (CITES) dan United Nations Convention Concerning the Protection of The World Cultural and Natural Heritage 1972. Serta keikutsertaan Indonesia dalam kerjasama regional terkait perlindungan mengenai ekosistem terumbu karang seperti Coral Triangle Initiative on Coral Reefs Fisheries and Food Security (CTI-CTF) dan International Coral Reefs Initiative (ICRI). Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu dengan bentuk penelitian yuridis- normatif menggunakan data sekunder dengan alat pengumpulan data berupa bahan pusataka dan wawancara. Simpulan yang diambil dalam penelitian ini adalah upaya penegakan hukum yang diambil oleh Indonesia dalam kasus Kandasnya Kapal Asing MV Lyric Poet dan MT Alex di Perairan Bangka Belitung adalah dengan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan sesuai dengan Permen LHK No. 4 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup dan ketentuan sanksi yang   diimplementasikan dalam UUPLH No. 32 Tahun 2009 serta diperlukannya urgensi bagi negara-negara di dunia untuk segera membentuk suatu perjanjian internasional yang bersifat memaksa untuk menyelesaikan masalah terumbu karang secara spesifik. Regulasi harus berupa hukum yang keras dan mengikat dalam bentuk konvensi PBB untuk dapat mengisi celah dalam hukum internasional tentang perlindungan ekosistem terumbu karang.

The existence of the sea and the resources it contains must be maintained for the sake of human generations to come. One of them is the coral reef ecosystem which is a marine resource that needs to be maintained. Indonesia is an archipelagic country that is known throughout the world as a country that has high biodiversity and wealth of marine resources. This cannot be separated from the rampant damage to coral reef ecosystems, one example of which is the many ships aground in Indonesian waters. One of the aground ships that damaged coral reefs in Indonesia was the Stranded Ships MV Lyric Poet and MT Alex in Bangka Belitung Waters. The foundering of the foreign ship MV Lyric Poet in the Natuna Sea, about 80 nautical miles from Pangkal Pinang City in the Bangka Belitung Islands Province and the foreign ship MT Alex which ran aground in Manggar waters, East Belitung Regency, which is estimated to be approximately 65 nautical miles from Manggar City. This paper will explain how Indonesia implements and enforces laws in protecting coral reefs in terms of international laws such as UNCLOS 1982, Convention on Biological Diversity (CBD), Agenda 21, Convention on International Trade in Endangered Species a (CITES) and the United Nations Convention Concerning the Protection of The World Cultural and Natural Heritage 1972. As well as Indonesia's participation in regional cooperation related to the protection of coral reef ecosystems such as the Coral Triangle Initiative on Coral Reefs Fisheries and Food Security (CTI) -CTF) and the International Coral Reefs Initiative (ICRI). The research method used in this study is a normative-juridical research using secondary data with data collection tools in the form of library materials and interviews. The conclusions drawn in this study are that the law enforcement efforts taken by Indonesia in the case of the Stranded Foreign Ship MV Lyric Poet and MT Alex in Bangka Belitung Waters are by resolving environmental disputes out of court in accordance with Minister of Environment and Forestry No. 4 of 2013 concerning Guidelines for Environmental Dispute Resolution and the sanctions provisions implemented in UUPLH No. 32 of 2009 and and the need for urgency for countries in the world to immediately form an international agreement that is coercive to resolve the problem of coral reefs specifically. Regulations must be in the form of strict and binding laws in the form of UN conventions to be able to fill gaps in international law regarding the protection of coral reef ecosystems."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Bakosurtanal, 1992
R 551.4209598 GAZ
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Dokumentasi Ilmiah Nasional. LIPI, 1975
551.420 959 8 IND d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Fernanda Zeta
"ABSTRAK
Pulau Pramuka ditetapkan sebagai pusat Administrasi Kepulauan Seribu pada tahun 2001. Secara general masyarakat pesisir dihuni oleh komunitas laut dimana mereka menggantungkan kehidupannya pada alam laut. Penulis melihat adanya isu pada site yaitu, adanya irisan ruang-ruang tepi air yang digunakan oleh orang pulo untuk berkumpul pada waktu tertentu. Ruang tersebut memiliki potensi sebagai third place. Melalui skripsi ini penulis mencari tahu bagaimana third place yang terbentuk oleh orang pulo di kawasan pesisir, dimana orang pulo itu sendiri hidup dan berpenghidupannya tidak dapat lepas dari alam lautan. Ditemukan bahwa Third place yang terbentuk di Pulau Pramuka sebagian besar terjadi di area rataan terumbu karang reef flat serta perairannya ruang antara laut dan darat . Third place di Pulau Pramuka juga tidak dapat lepas dari peranan warga yang multi usia dan multi profesi sebagai pengguna ruang, terlebih Pulau Pramuka beridiri karena asas kekeluargaan. Third place di Pulau Pramuka memiliki ciri lain yaitu dinamis, area third place dengan cepat terbentuk walau semula area tersebut kosong dan sebalik. Hal itu juga dipengaruhi faktor meteorologi dan geomorfologi Pulau Pramuka. Fenomena lainnya adalah overlapping core setting dalam satu tempat, working place dan third. Third place di Pulau Pramuka terjadi juga secara waterfront, karena itu merupakan faktor utama bagi orang pulo dalam menggunakan sebuah ruang untuk berkumpul.

ABSTRACT
Pramuka Island was designated as the center of the Thousand Islands Administration in 2001. In general, coastal communities are populated by marine communities where they depend on marine life. The author sees an issue on the site that is, the existence of waterfront spaces used by orang pulo to gather at a certain time. The spaces may have potential as a third place. Therefore, through this undergraute thesis the author intended to find out how the third place is formed by orang pulo in coastal areas, where orang pulo live and gather who can not separated from the natural ocean. It is found that the third place formed on Pramuka Island mostly occurs in the reef flat area and waters body space between the sea and the land . Third place in Pramuka Island is also can not be separated from the role of citizens of multi age and multi profession as a the user, especially the due to the principle of kinship. Third place in Pramuka Island has another characteristic that is dynamic, by the quickly formed eventhough the area is empty, and also is influenced by the meteorology and geomorphology factor of Pramuka Island. Another phenomenon is an overlapping core settings in one place, working place and third. Third place on Pramuka Island occurs also at waterfront, as a major factor for orang pulo in using a space to gather. "
2017
S67152
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faris
"Kepulauan Karimunjawa menjadi daerah yang memang sangat berpotensial untuk budidaya rumput laut. Namun pada kenyataannya semakin lama potensi itu turun dikarenakan hasil budidaya yang tidak maksimal karena suatu penyakit. Upaya yang mungkin dapat dilakukan yaitu apakah wilayah sekitar Pantai Karimunjawa mempunyai kualitas air yang sesuai maupun potensial. Dalam kesesuaian diukur dari segi kondisi fisik maupun kimia dari suatu air. Kondisi dari potensialnya budidaya rumput laut dimana diukur berdasarkan jarak, aksesibilitas, lokasi, maupun penggunaan tanah sekitar. Maka dari itu tujuan penelitian ini adalah menganalisis sebaran budidaya rumput laut berdasarkan kesesuaian dan menganalisis wilayah yang berpotensi untuk lokasi pengembangan budidaya rumput laut. Kondisi fisik air yang digunakan seperti suhu permukaan laut, arah maupun kecepatan arus laut, dan TSS (Total Suspended Solid). Kondisi kimia air yang digunakan seperti salinitas dan oksigen terlarut. Data – data ini diperoleh dari citra Landsat 8 (OLI), citra MODIS, dan penggunaan algoritma. Pengolahan data selanjutnya akan di analisis secara overlay dimana hasilnya akan berupa persebaran dari wilayah kesesuaian yang terdiri atas wilayah sesuai, cukup sesuai, dan tidak sesuai. Analisis yang kedua juga menggunakan analisis spasial deskriptif dalam menentukan wilayah yang berpotensial, cukup potensial, maupun tidak potensial. Hasilnya menunjukan bahwa wilayah yang terbagi atas tiga klasifikasi dalam pengambilan titik validasi. Klasifikasi titik validasi pertama dimana cukup sesuai untuk dibudidaya namun secara jarak, aksesibilitas, lokasi dan penggunaan tanah sekitar memiliki daerah yang potensial. Klasifikasi titik validasi yang kedua dimana memiliki wilayah kesesuaian yang sesuai, cukup sesuai, maupun tidak sesuai namun secara potensialnya merupakan wilayah yang cukup potensial. Klasifikasi ketiga dimana daerah wilayah secara kesesuaian merupakan wilayah yang sesuai namun secara potensial wilayah ini merupakan wilayah yang tidak potensial

Karimunjawa Islands are become an area that is indeed very potential for seaweed cultivation. However in reality the longer of the potential become more decrease because the cultivation results are not optimal due to an illness. Possible efforts can be made, namely whether where the area around Karimunjawa Beach has suitable and potential water quality. In conformity measured in terms of physical and chemical conditions of a water. The conditions of potential seaweed cultivation are measured by distance, accessibility, and the use of surrounding land. So from that the purpose of this study was to analyze the distribution of seaweed cultivation based on suitability and analyze the potential areas for seaweed cultivation. The physical conditions of water used such as sea surface temperature, wave direction, speed of ocean currents, and TSS (Total Suspended Solid). The chemical conditions of water used such as salinity and dissolved oxygen. These data are obtained from Landsat 8 (OLI) imagery, MODIS imagery, and the use of algorithms. The processing of the data will then be analyzed in an overlay where the results will be in the form of a distribution from the area of suitability which consists of suitable appropriate area, quite appropriate, and not appropriate. The second analysis also uses descriptive spatial analysis in determining potential, quite potential, or not potential areas. The results show that the regions are divided into three classifications in taking validation points. The classification of the first validation point is quite suitable for cultivation but in terms of distance, accessibility, the use of surrounding land has a potential area. The second classification of validation points has an appropriate, sufficiently suitable, or inappropriate area of suitability, but potentially is a potential area. The third classification in which the area of the suitability is an appropriate area, but potentially this region is a potential area"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>