Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204116 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yanuar Bagas Arwansyah
"Secara geografis Kabupaten Klaten berada di kaki Gunung Merapi dan pesisir selatan Pulau Jawa. Dilihat dari sisi potensi bencana alam, maka di seluruh wilayah Kabupaten Klaten memiliki potensi terjadinya bencana gempa tektonik dan gempa vulkanik. Melihat potensi bencana di Kabupaten Klaten, maka adanya pelatihan dan konseling dalam meningkatkan sikap tanggap dan mitigasi bencana menjadi hal yang sangat vital untuk dilakukan. Pelatihan dan konseling dilakukan di SD Negeri 2 Gledeg yang berada di daerah potensial III. Sekolah ini dipilih karena berada di antara daerah potensial gempa tektonik dan daerah gempa vulkanik Merapi. Persoalan yang dihadapi mitra adalah belum pernah diadakannya pelatihan dan konseling sikap tanggap dan mitigasi bencana. Kegiatan pengabdian yang dilakukan yaitu pelatihan tanggap bencana yang diawali dengan sosialisasi jenis bencana, potensi kebencanaan pada wilayah mitra, pelatihan melalui video tanggap bencana, dan simulasi tanggap bencana, pelatihan pertolongan pertama gawat darurat (PPGD). Selain itu, dilakukan konseling untuk memberikan persiapan sebelum terjadinya bencana dan pasca terjadinya bencana. Melalui kegiatan PKM ini dapat meningkatkan pemahaman mitra terkait tentang sikap tanggap dan mitigasi bencana serta konseling pada korban bencana. Selain itu, juga meningkatkan pemahaman mitra dalam hal pertolongan pertama sehingga terwujudnya masyarakat yang tanggap dan siap siaga dalam menghadapi potensi bencana alam di wilayahnya."
Yogyakarta : Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto, 2020
600 JPM 3:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Sri Novita
"Erupsi gunung berapi berdampak pada kualitas hidup kesehatan pada masyarakat yang tinggal di daerah bencana, khususnya remaja. Modal sosial merupakan sumber daya potensial dalam meningkatkan kualitas hidup kesehatan remaja. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan modal sosial dengan kualitas hidup kesehatan pada remaja yang terdampak bencana erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini merupakan penelitian mixed methods dengan embedded sequential design dimana penelitian kualitatif (tahap 1) memberikan peran pendukung sekunder dalam penelitian utama kuantitatif (tahap 2) yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian kualitatif (tahap 3) untuk menjelaskan temuan-temuan pada penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif menggunakan desain cross sectional. Kualitas hidup kesehatan diukur menggunakan kuesioner Pediatric Quality of Life InventoryTM (PedsQLTM) versi 4.0 pada 318 responden berusia 10-18 tahun dengan menggunakan teknik simple random sampling. Data kuantitatif dianalisis menggunakan Regresi Cox. Penelitian kualitatif dengan desain Rapid Assessment Procedure (RAP). Pengumpulan data kualitatif dengan observasi, diskusi kelompok terarah (DKT) dan wawancara mendalam. Hasil penelitian diperoleh proporsi kualitas hidup kesehatan yang buruk sebesar 45,4%. Proporsi remaja dengan modal sosial individu yang rendah sebesar 69,4% dan modal sosial komunitas yang rendah sebesar 47,4%. Modal sosial individu berhubungan dengan kualitas hidup kesehatan (PR = 2,224; 95% CI 1,424-2,473), sedangkan modal sosial komunitas bukan faktor risiko terhadap kualitas hidup kesehatan (PR = 1,017; 95% CI 0,601-1,721). Temuan kuantitatif ini didukung oleh temuan kualitatif bahwa modal sosial pada level individu yang berperan pada kualitas hidup kesehatan yang buruk pada remaja meliputi belum terpenuhinya rasa aman dari erupsi Gunung Sinabung pada remaja yang tidak di relokasi dan remaja membutuhkan rasa aman dari tindak kejahatan; pengalaman yang kurang menyenangkan selama tinggal di pengungsian sementara; kurang akrabnya hubungan sesama anggota masyarakat semenjak tinggal di relokasi; partisipasi remaja rendah dalam organisasi karena rendahnya aksesibilitas transportasi; dan kewajiban yang menjadi beban bagi remaja terutama remaja yang tidak di relokasi. Meskipun modal sosial komunitas bukan faktor risiko kualitas hidup kesehatan remaja, namun secara kualitatif memiliki peran bagi kualitas hidup kesehatan remaja seperti orang tua memanfaatkan keanggotaan dalam organisasi ekonomi untuk biaya pendidikan remaja dan pemanfaatan ruang publik seperti lapangan olahraga dan jambur oleh remaja di relokasi pemerintah yang memberikan kesempatan kepada remaja untuk berinteraksi sosial dengan teman sebayanya dan masyarakat sekitar. Berdasarkan temuan penelitian ini, hendaknya pemerintah daerah dapat memanfaatkan dan melakukan penguatan modal sosial baik pada level individu dan komunitas untuk meningkatkan kualitas hidup kesehatan remaja yang terdampak bencana dengan mempertimbangkan jenis relokasi dan kelompok umur.

Volcanic eruptions impact the health and quality of life of people living in disaster areas, especially adolescents. Social capital is a potential resource for improving adolescents’s health-related quality of life. This study aimed to determine the relationship between social capital and health-related quality of life among adolescents affected by the eruption of Mount Sinabung, Karo Regency, North Sumatra Province. This study is a mixed-methods study with an embedded sequential design. A qualitative study (phase 1) provides a secondary supporting role in the main quantitative study (phase 2), which is then followed by a qualitative study (phase 3) to explain the findings in the main quantitative research. Quantitative research using a cross-sectional design. Health-related quality of life was measured using the Pediatric Quality of Life InventoryTM (PedsQLTM) version 4.0 questionnaire on 318 respondents aged 10-18 years using a simple random sampling technique. Quantitative data were analyzed using Cox Regression. Qualitative approach using a Rapid Assessment Procedure (RAP) design. Qualitative data were collected through observation, focus group discussions (FGDs), and in-depth interviews. The results showed that the proportion of poor health-related quality of life was 45.4%. The proportion of adolescents with low individual social capital was 69.4% and low community social capital was 47.4%. Individual social capital was associated with health-related quality of life (PR = 2,224; 95% CI 1,424-2,473), while community social capital was not a risk factor for adolescents' health-related quality of life (PR = 1,017; 95% CI 0,601-1,721). This quantitative finding is supported by the qualitative finding that individual-level social capital that contributes to poor quality of life in adolescents includes the unfulfilled sense of security from the eruption of Mount Sinabung in adolescents who are not relocated and adolescents need a sense of protection from crime; unpleasant experiences while living in temporary refugee camps; lack of familiarity with fellow community members since living in relocation; low participation of adolescents in organizations due to low transportation accessibility; and obligations that become a burden for adolescents, especially adolescents who are not relocated. Although community social capital is not a risk factor for adolescents' health quality of life, it qualitatively plays a role in adolescents' health quality of life, such as adolescents' parents utilizing membership in economic organizations for adolescents' education expenses and the use of public spaces such as sports fields and jambur by adolescents in government relocations that provide opportunities for adolescents to interact socially with their peers and the surrounding community. Based on this study's findings, local governments should be able to utilize and strengthen social capital at both the individual and community levels to improve the quality of life of disaster-affected adolescent health by considering the type of relocation and age group."
Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Fitriastuti
"Lapangan geotermal WA merupakan lapangan geotermal yang memiliki sistem vulkanik. Secara geologi, batuan di daerah ini didominasi oleh batuan vulkanik diantaranya lava dan piroklastik yang berumur kuarter. Terdapat dua gunung utama pada lapangan geotermal WA yaitu Gunung W dan Gunung A. Terdapat manifestasi berupa fumarol di puncak Gunung W sehingga dikategorikan menjadi zona upflow sedangkan zona outflow berada di bagian barat dan barat laut Gunung W yang ditandai dengan adanya manifestasi mata air panas Cgr, Cbn, dan Pds. Inversi 3-D magnetotellurik dilakukan untuk mengidentifikasi deep seated heat source yang bertujuan untuk mengetahui hubungan sumber panas Gunung W dan Gunug A apakah merupakan satu bodi atau tidak, serta pengaruhnya terhadap sistem geotermal lapangan WA. Inversi 3-D magnetotelurik dilakukan menggunakan software MT3DInv-X. Hasil dari inversi tersebut, mampu menggambarkan penampang MT hingga kedalaman 20 km. Lapisan konduktif (<16 ohm-m) diindikasikan sebagai clay cap dan memiliki ketebalan 1-2 km. Sedangkan heat source ditandai dengan nilai resistivitas yang tinggi (>100 ohm-m) membentuk satu bodi besar dengan ukuran dan berada di kedalaman yang dalam (> 2.5 km) hingga menerus ke kedalaman 20 km. Heat source tersebut memiliki dua dome yang berbeda, yaitu dome bawah Gunung W dan Gunung A. Keterdapatan dome dapat membantu menganalisis evolusi clay cap pada daerah penelitian. Hasil dari inversi MT menggambarkan bahwa clay cap menebal dari Gunung A dan menipis ke arah Gunung W, maka menurut evolusinya Gunung W merupakan zona yang prospek untuk dikembangkan karena masih memiliki temperatur yang tinggi dibandingkan Gunung A.

The WA geothermal field is a geothermal field that has a volcanic system. Geologically, the rocks in this area are dominated by volcanic rocks including lava and pyroclastic which are quaternary in age. There are two main mountains in the WA geothermal field, namely Mount W and Mount A. There is a manifestation of fumarole at the top of Mount W so that it is categorized as an upflow zone while the outflow zone is in the western and northwestern parts of Mount W which is marked by the manifestation of Cgr hot springs, Cbn, and Pds. 3-D magnetotelluric inversion was carried out to identify deep seated heat sources which aims to determine the relationship between Mount W and Mount A heat source whether it is a single body or not, and its effect on the WA field geothermal system. The 3-D magnetotelluric inversion was performed using the MT3DInv-X software. The results of the inversion are able to describe the cross-section of MT up to a depth of 20 km. The conductive layer (<16 ohm-m) is indicated as clay cap and has a thickness of 1-2 km. While a heat source with a high resistivity value (> 100 ohm-m) forms a large body with a size and is at depth (> 2.5 km) continuously to a depth of 20 km. The heat source has two different domes, namely the lower dome of Mount W and Mount A. The existence of the dome can help analyze the evolution of the clay cap in the study area. The results of the MT inversion show that the clay cap is thickening from Mount A and thinning towards Mount W, so according to its evolution Mount W is a prospective zone for development because it still has a higher temperature than Mount A."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Alim Yekini
"Tuf Banten (Qpvb) merupakan endapan piroklastik yang cukup penting di ujung barat Pulau Jawa. Tuf Banten (Qpvb) cukup penting karena memiliki persebaran yang sangat luas sampai hampir menutupi sebagian besar daerah Banten. Di tengah persebaran Tuf Banten (Qpvb), terdapat sebuah keberadaan Kaldera dengan bentuk persegi panjang yang memiliki luas 13.7 km x 6.5 km. Meskipun begitu, belum ada penelitian yang menjelaskan mengenai kapan dan bagaimana proses erupsi tersebut. Penelitian ini dilakukan di daerah Pancanegara dan sekitarnya, Serang Provinsi Banten. Metode penelitian yang digunakan ialah metode kualitatif (pemetaan lapangan) dan kuantitatif (Distribusi Ukuran Butir dan Analisis Komponen). Dihasilkan lebih dari sepuluh (10) singkapan yang telah dideskripsi secara rinci. Pendeskripsian singkapan tersebut telah menghasilkan korelasi tephra-stratigraphy dalam empat satuan fasies erupsi. Setiap fasies erupsi memiliki distribusi dan komponen yang berbeda. Empat fasies erupsi ini dikelompokkan menjadi tiga fase erupsi. Dari tiga fase erupsi tersebut, dihasilkan sejarah erupsi dengan enam episode erupsi dengan dua episode sebagai jeda erupsi.

Banten Tuff (Qpvb) is a pyroclastic deposit that is quite important in the western tip of Java. Banten Tuff (Qvpb) is quite important because it has a very broad distribution which almost covered the entire area of Banten. In the middle of Banten Tuff's (Qvpb) distribution, there is a caldera in a rectangle shape which has an area of 13.7 km x 6.5 km. However, there is still no research that explains about when and how was the eruption processed. This research was done around Pancanegara area, Serang, Banten Province. The method used by this research is qualitative method (geological mapping) and quantitative method (Grain Sized Distribution and Component Analysis). More than 10 outcrops are produced and had been described in detail. The description of the outcrops produced a tephra-stratigraphy correlation in four eruption facies units, which each of the unit has different distribution and component. The four eruption facieses are grouped into three eruption phases. From the three eruption phases, produce a history of eruption with six eruption episodes which two of the episodes as a pause is created."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Geria, 1962-
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2015
909.598 65 IMA m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Suryanti
"Bencana alam yang banyak terjadi belakangan ini menyebabkan kualitas udara pada daerah setempat menjadi terganggu dan dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Salah satu contoh bencana alam yang sangat mempengaruhi kondisi kualitas udara adalah adanya letusan Gunung berapi. Seperti diketahui bersama bahwa Indonesia memiliki beberapa Gunung Berapi, salah satu diantaranya adalah Gunung Kelud . Gunung Kelud yang berlokasi didaerah Jawa Timur, meletus pada tanggal 13 Februari 2014 sekitar pukul 22.50 WIB. Debu vulkanik yang keluar akibat meletusnya Gunung Kelud tersebut memiliki dampak terhadap kesehatan manusia dan lingkungan sekitar. Pada manusia dapat mengakibatkan terjangkitnya beberapa penyakit seperti Infeksi Saluran Pernapasan, Gatal-gatal, Batuk, Iritasi pada mata dan lainnya.
Telah dilakukan studi pemantauan sampel serta analisis parameter kualitas udara yaitu konsentrasi Total Suspended Partikulat (TSP), analisis kandungan senyawa kimia TSP serta bentuk morfologi dari TSP akibat pengaruh debu vulkanik dari letusan Gunung Kelud tersebut. Selain itu dilakukan juga analisis parameter kualitas udara yang lain yaitu kandungan SO42- dan NO3- yang terlarut dalam air hujan. Sampel telah diambil dari 6 lokasi yang diperkirakan terkena dampak dari debu vulkanik letusan Gunung Kelud yaitu daerah Semarang, Yogyakarta, Malang, Surabaya, Bandung, dan Bogor.
Dari hasil pengamatan dan analisis pada keenam daerah tersebut, diperoleh hasil konsentrasi TSP yang cukup tinggi akibat pengaruh letusan Gunung Kelud pada daerah Yogyakarta sebesar 4.418.757 μg/m3 . Analisis konsentrasi dan kandungan senyawa kimia TSP serta kandungan SO42- dan NO3- yang terlarut dalam air hujan diamati pada saat sebelum dan sesudah letusan Gunung Kelud, sedangkan analisis bentuk morfologi diamati pada periode waktu saat terjadi letusan Gunung Kelud.

Natural disaster has frequently happened in Indonesia that affects the air quality is the presence of a volcanic eruption. Kelud is one of the volcanoes in Indonesia, located in East Java, erupted on February 13, 2014 at around 22:50 pm. Volcanic ash that comes out from the eruption of Mount Kelud can lead to outbreaks of diseases such as respiratory diseases, rashes, cough, irritation of the eyes, destroy the environment and others.
This research have been conducted to monitoring and analysis of air quality parameters, namely the concentration of Total Suspended Particulate (TSP), the analysis of chemical compounds TSP and TSP morphology due to the influence of volcanic ash from the eruption of Mount Kelud. Furthermore, this research was also analyzes for other air quality parameters, namely the content of SO42- and NO3- were dissolved in rainwater. The Samples have been taken from an estimated six locations affected by volcanic ash eruption of Mount Kelud; they are Semarang, Yogyakarta, Malang, Surabaya, Bandung and Bogor.
From the observation and analysis of the six regions, the result shows that TSP concentrations are quite high due to the influence of the eruption of Mount Kelud in the Yogyakarta area of 4,418,757 g / m3. Analysis of concentration and content of chemical compounds TSP and SO42- and NO3- content dissolved in rain water was observed at the time before and after the eruption of Mount Kelud, while the analysis of the morphology observed in the period of time when the eruption of Mount Kelud.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
T43100
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riris Adriyanto
"ABSTRAK
Identifikasi keberadaan debu vulkanik dan prediksi sebarannya di udara pada saat terjadi erupsi gunung berapi sangat diperlukan guna keselamatan penerbangan dan publik secara umum. Berbagai metode telah dikembangkan untuk keperluan pemantauan sebaran debu agar dapat memberikan peringatan dini kepada pemangku kepentingan yang terkait. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang perbedaan sebaran debu vulkanik dengan tiga metode deteksi yang berbeda dan membandingkan hasil prediksi model HYPSLITdan observasi sebaran debu vulkanik dengan citra satelit cuaca MTSAT/Himawari.Kasus erupsi gunung yang dikaji berbeda baik tipe erupsi maupun waktu kejadian khususnya pada kasus erupsi Gunung Kelud 13-14 Februari 2015, Gunung Rinjani 16 Juli 2015, dan Gunung Rinjani 3-4 November 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pola sebaran debu vulkanik antara tipe erupsi yang berbeda yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: ketinggian kolom erupsi, volume material vulkanik, arah dan kecepatan angin pada beberapa ketinggian atmosfer. Prediksi sebaran debu vulkanik Gunung Kelud dengan model HYSPLIT memiliki indeks kesamaan yang cukup tinggi dengan hasil observasi satelit, dengan nilai Indeks Similaritas sebesar 59.68 . Sedangkan indeks similaritas untuk G. Raung dan G. Rinjani relatif kecil yaitu sebesar masing-masing 17.96 dan 15.97 .

ABSTRACT
Identification of the presence of volcanic ash and distribution forecast in the air during a volcanic eruption is very important to flight safety and the general public. Various methods have been developed to monitor the distribution of volcanic ash in order to provide early warnings to the relevant stakeholders. This research was conducted to obtain information about the differences in the distribution of volcanic ash with three different detection methods and comparing the results of HYPSLIT model predictions of volcanic ash dispersion with observation by MTSAT Himawari weather satellite imageries. Different types of eruptions and time of occurrence were examined Mt. Kelud eruption on 13 to 14 February 2015, Mt. Rinjani eruption on 16 July 2015, and Mt. Rinjani eruption on 3 4 November 2015. The results showed that there were differences between the distribution patterns of volcanic ash eruption between different eruption types which were caused by several factors such as height of the eruption column, the volume of volcanic material, wind speed and direction at some altitude atmosphere. Prediction of volcanic ash distribution for Mt. Kelud with HYSPLIT model resulting moderate similarity compared to the results of satellite observations, with the value of Jaccard Similarity Index of 59.68 . Whereas for both Mt. Raung and Mt. Rinjani shown relatively weak similarity index values of 17.96 and 15.97 respectively. "
2017
T47241
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Andrian Sidiyanto
"Erupsi gunung api merupakan salah satu bencana alam yang umum terjadi di Indonesia dan telah memakan korban jiwa serta kerugian yang cukup besar. Oleh karena dampak yang mungkin terjadi dari erupsi cukup besar, maka perlu dilakukan pemantauan yang berkelanjutan pada gunung api. Adanya aktivitas gunung api akan mengubah kondisi fisik medium batuan sehingga parameter fisis kecepatan gelombang seismik dan amplitudonya akan berubah. Pengaruh terhadap kecepatan gelombang seismik dan amplitudo dapat dipantau melalui analisis variasi kecepatan semu dengan ambient seismic noise dan Realtime Seismic Amplitude Measurement (RSAM). Pada studi kasus di Gunung Agung Bali pada periode 2017-2019 terdapat tiga rentang waktu yang menunjukkan adanya aktivitas gunung api yang ditandai dengan adanya penurunan pada nilai kecepatan seismik serta peningkatan pada nilai amplitudo. Perubahan pada nilai kecepatan serta amplitudo disebabkan oleh adanya tekanan dari aktivitas magmatik sehingga akan menyebabkan stress dan/atau teraktifkannya rekahan (crack) pada medium. Sehingga, dengan mengetahui adanya perubahan pada nilai kecepatan seismik dan amplitudo dapat dijadikan indikator terjadinya peningkatan aktivitas vulkanik dan sebagai prekursor sebelum terjadinya erupsi.

Volcanic eruption is one of the most common natural disasters in Indonesia and has taken significant casualties and losses. Because the impact of the eruption was quite large, ongoing volcano monitoring was carried out. The existence of volcanic activity will change the physical condition of the rock medium so that the physical parameters such as seismic wave velocity and amplitude will change. The effect on seismic wave velocity and amplitude can be monitored through apparent velocity variation analysis with ambient seismic noise and Realtime Seismic Amplitude Measurement (RSAM). In the case study on Gunung Agung Bali in the period of 2017-2019, there were three time periods that showed the existence of volcanic activity which was marked by a decrease in the seismic velocity value and an increase in the amplitude value. Changes in the velocity and amplitude values are caused by pressure from magmatic activity that will cause stress and / or crack activity on the medium. Thus, knowing changes in seismic velocity and amplitude values can be used as indicators of an increased in volcanic activity and as precursors before an eruption."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Yogatama
"Penelitian ini membahas tentang tingkat kerentanan letusan Gunung Gede pada daerah sekitar Gunung Gede dan juga tingkat risiko bencana letusan Gunung Gede di Kecamatan Cipanas dengan menghitung pengaruh faktor bahaya, kerentanan dan kapasitas. Untuk menghasilkan kelompok desa rentan yang memiliki kemiripan data digunakan metode K-Means Cluster. Terdapat 44 desa/kelurahan di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi yang berada di wilayah bahaya letusan Gunung Gede. Desa yang memiliki tingkat kerentanan tinggi memiliki karateristik lokasi berbatasan langsung dengan lokasi puncak Gunung Gede sehingga faktor bahaya menjadi faktor utama tingginya tingkat kerentanan disuatu desa, karateristik ini dimiliki oleh desa-desa di Kabupaten CIanjur. Kerentanan tinggi juga ditemukan pada daerah - daerah yang tidak berbatasan langsung dengan lokasi Gunung Gede namun memiliki tingkat kerentanan tinggi dikarenakan faktor kerentanan sosial,ekonomi dan fisik yang lebih tinggi dibandingkan desa lain, karateristik ini dimiliki oleh desa-desa di Kabupaten Sukabumi yang berbatasan langsung dengan Kota Sukabumi. Nilai perkiraan kerugian akibat letusan Gunung Gede di Kecamatan Cipanas diperkirakan sebesar Rp 251,29 MilIar. Risiko letusan gunung gede dengan kelas risiko tinggi memiliki karateristik kerugian yang tinggi akibat bahaya letusan dan memiliki tingkat kerentanan tinggi. Desa dengan risiko rendah memiliki karateristik sebagian besar variabelnya memiliki nilai dibawah rata-rata dan juga memiliki kapasitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan desa lain.

This study discusses the vulnerability of the eruption of Mount Gede in the area around Mount Gede and also the level of risk of the eruption of Mount Gede in District Cipanas with calculate the influence of factors hazards, vulnerabilities and capacities. The generate of susceptible vilages that have similar data using KMeans Cluster. There are 44 villages in Cianjur and Sukabumi district who are in the danger zone eruption of Mount Gede. Villages that have a high of vulnerability has a characteristic location immediately adjacent to the location of the summit of Mount Gede, so the main danger factor to the high level of vulnerability factors sector in the village, this characteristic is owned by the village - the village in Cianjur. And also high vulnerability was found in the area - areas not directly adjacent to the location of Mount Gede, but has a high degree of vulnerability due to the vulnerability factors of social, economic and physical higher than other villages, this characteristic is owned by the village - the village in Sukabumi district directly adjacent to the Sukabumi City. Estimated value losses due to the eruption of Mount Gede in Cipanas district is estimated at Rp 251.29 billion. The risk of big volcanic eruptions with a high risk class has a characteristic high losses due to the danger of the eruption and has a high of vulnerability. Villages with a low risk of having most of the characteristics variables have a value below the average and also has a higher capacity than the other villages."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42618
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Taviana
"Potensi material vulkanik hasil letusan Gunung Sinabung memberikan manfaat bear untuk pemenuhan pembangunan infrastruktur. Material vulkanik secara kualitas memiliki kandungan silika yang relatif kuat sebagai material pengisi dan sudah memenuhi standard kualitas sebagai bahan pengisi campuran betan. Dalam proses pengerasan beton dari umur 1 hari sampai dengan mencapai umur 28 hari perlu adanya perlakuan pada beton sehingga kekuatan yang diharapkan akan tercapai. Hal tersebut dikarenakan terjadinya proses hidrasi pada semen akibat adanya penguapan air dengan temperatur di atas 10 C."
Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum , 2020
690 MBA 55:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>